Anda di halaman 1dari 25

CASE REPORT

ENCEPHALITIS

Oleh :
Cindy Pabontong 1161050092
Filda Shafirah 1161050098
Ayesha Melissa R Siahaan 1161050105
I Made Bayu Surya Dana 1261050139
Dogi Gokma Asina Girsang 1261050014

Pembimbing:
dr. Ratna E. Hutapea, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


PERIODE 12 JUNI 2017 22 JULI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
ENSEFALITIS

Definisi:
Ensefalitis adalah radang dari otak. Umumnya sebagai reaksi hipersensitif /alergi pada
susunan saraf pusat sehingga terjadi kelainan-kelainan sel-sel otak. Ensefalitis mencakup
berbagai variasi dari bentuk yang paling ringan sampai dengan parah sekali seperti koma dan
kematian.

Epidemiologi
Insidensi secara global, angka kejadian encephalitis dilaporkan 0,7-13,8 per 100.000
untuk semua usia, 0,7-12,6 per 100.000 untuk dewasa, 10,5-13,8 per 100.000 untuk anak-
anak.
Dilaporkan diagnosis encephalitis virus lebih bayak disebabkan oleh Herpes Simplex
Virus (HSV) Encephalitis dengan insidensi of 1 in 250,000 to 500,000.

Etiologi :
Radang jaringan otak dapat disebabkan oleh :
1. Bakteri
2. Ricketsia
3. Parasit
4. Fungus
5. Virus
Tetapi penyebab tersering disebabkan oleh infeksi virus.

Gambaran klinis :
- Nyeri kepala
- Vomitus, fotofobia, nyeri sendi, nyeri leher & nyeri pinggang
- Pasien tampak sakit parah
- Mengantuk atau gangguan kesadaran yang lebih dalam
- Pireksia, yang dapat tidak begitu jelas
- Tanda-tanda iritasi serebral (bangkitan epileptik, mioklonus)
- Tekanan intrakranial meningkat.
Banyak virus dapat menyebabkan Encephalitis sindroma kliniknya berkisar dari malaise,
nyeri kepala, panas, kaku kuduk, nausea serta romitus sampai stupor, serangan kejang dan
koma.

KLASIFIKASI

ENSEFALITIS VIRUS
Biasanya ensefalitis virus dibagi dalam 3 kelompok :
1. Ensefalitis Primer
Yang bisa disebabkan oleh infeksi virus kelompok herpes simpleks, virus infulensa,
ECHO, coxsackie dan virus arbo.
2. Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya
3. Ensefalitis para infeksiosa
Yaitu ensefalitis yang timbul sebagai kompliksi penyakit virus yang sudah dikenal
seperti rubeola, varisela, herpes, zoster parotitis epidemika, mononukleosis infeksiosa
dan vaksinasi.

Menurut statistik dari 214 ensefalitis, 54% (115 orang) dari penderitanya ialah anak-
anak. Virus yang paling sering ditemukan ialah virus herpes simpleks (31%), virus
ECHO (17%). Ensefalitis primer yang disebabkan oleh virus 19%, ensefalitis primer
dengan penyebab yang tidak diketahui 40% dan ensefalitis parra infeksiosa 41% dari
semua kasus ensefalitis yang telah diselidiki
1. ENSEFALITIS PRIMER
a. Ensefalitis viral herpes simpleks
Virus H simplex tidak berbeda secara morfologik dengan virus varicella dan
citomegalovirus, ensefalitis merupakan sebagai manifestasi viremia yang
menimbulkan peradangan dan nekrosis dihepar dan glandula adrenalis.
Pada anak dan orang dewasa, ensefalitis virus herpes simpleks merupakan
manifestasi reaktivasi dari infeksi yang latent dalam hal tersebut virus herpes
simpleks berdiam didalam jaringan otak secara endosimbiotik, mungkin diganglion
gasseri dan hanya esefalitis saja yang bangkit.
Reaktifitas virus herpes simpleks dapat disebabkan oleh penyinaran
ultraviolet dan gangguan hormonal-penyinaran ultraviolet dapat terjadi secara
iatrogenik atau sewaktu berpergian ketempat-tempat yang tinggi tempatnya.
Kerusakan pada jaringan otak berupa nekrosis di substansia alba dan
grisea serta infark iskemik dengan infiltrasi limpositer sekitar pembuluh darah
intraserebral. Didalam nukleus sel saraf terdapat inclusion body yang khas bagi
virus herpes simpleks.
Gambaran penyakit ensefalitis virus herpes simpleks tidak banyak
berbeda dengan ensefalitis primer lainnya. Tetapi yang menjadi ciri khas bagi
ensefalitis virus herpes simpleks ialah progresivitas perjalanan penyakitnya. Mulai
dengan sakit kepala, demam, dan muntah-muntah. Kemudian timbul acute organik
brain syndrome yang cepat memburuk sampai koma. Pada fungsi lumbal ditemukan
pleiositosis limpositer dengan eritrosit.

b. Ensefalitis Arbo-Virus
Arbo virus atau lengkapnya arthropad-borne virus merupakan
penyebab penyakit demam dan kadang-kadang ensefalitis primer.
Tergolong pada arbo-virus yang menyebabkan dengue, ensefalitis st-
louis, demam kutu kolorado dan demam hemoragik.Yang termasuk didalam
kelompok ini adalah St.Louis encephalitis, equire encephalomylitis, California
encephalitis, Japanese B. encephalitis.
Serangga merupakan reservoar untuk virus-virus ini dan mentransmisikan
mikroorganisme tersebut dengan menggigit binatang bertulang belakang
termasuk manusia yang kemudian terinfeksi.
Yang menjadi ciri khas ensefalitis primer arbo-virus adalah perjalanan
penyakit yang berfasik. Pada gelombang pertama gambaran penyakitnya
menyerupai yang berfasik. Pada gelombang pertama gambaran penyakitnya
menyerupai influensa yang dapat berlangsung 4-5 hari sesudahnya penderita
merasa sembuh. Pada minggu ketiga demam dapat timbul kembali. Dan demam
ini merupakan gejala pendahulu bangkitnya manifestasi neurologik seperti sakit
kepala, nistagmus, diplopia, konulogi dan acuet oranik brain syndrome.

2. ENSEFALITIS PARAINFEKSIOSA
Ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus parotitis epidemika,
mononukleosis infeksiosa, varisela dan herpes zoster. Sebenarnya ensefalitis ini tidak
murni. Gejala-gejala meningitis, mielitis, neuritis kranialis, radikulitis & neuritis perifer
dapat bergandengan dengan gambaran penyakit ensefalitis. Bahkan tidak jarang
komplikasi utamanya radikulitis jenis Guillan Barre/mielitis transversa, makro dari pada
itu diagnosa mieloencefacitis lebih baik dari pada encefalitis.
Ensefalitis Rabies
Rabies disebabkan oleh virus neutrop.
Rabies ditularkan kepada manusia melalui gigitan anjing atau binatang
apapun yang mengandung rabies. Setelah virus rabies melakukan penetrasi kedalam
sel tuan rumah, menjalar melalui serabut syaraf perifer ke susunan saraf pusat. Sel-
sel neuron sangat peka terhadap virus tersebut, dan sekali terkena infeksi virus rabies
proses infeksi tidak dapat dicegah lagi, tahap viremia tidak perlu dilewati untuk
memperluas infeksi & memperburuk keadaan. Neuron-neuron diseluruh susunan
saraf pusat dari medula spinalis sampai di korteks tidak bakal luput dari daya
destruksi virus rabies.
Masa inkubasi beberapa minggu sampai beberapa bulan jika dalam masa ini
diupayakan pencegahan, agar virus rabies tidak sampai ke neuron-neuron, maka
kematian dapat dihindarkan. Jika gejala prodromal sudah bangkit, maka tidak ada
cara pengobatan yang dapat mengelakkan prognosis perjalanan penyakit yang fatal.
Gejala prodromal tersebut adalah : lesu dan letih badan, anoreksia, demam,
cepat marah, dan nyeri pada tempat yang telah digigit anjing suara berisik dan sinar
terang dapat mengganggu penderita. Dalam 48 jam dapat bangkit gajala hipereksitasi
penderita menjadi gelisah, mengacu, berhalusinasi, meronta-ronta, kejang
opistotonus dan hidrofobia tiap kali melihat air otot-otot pernafasan dan laring
berkejang, sehingga menjadi sionotik dan apnoe. Air liur tertimbun didalam mulut
oleh karena penderita tidak dapat menelan.
Pada umumnya penderita meninggal karena status epileptikus. Masa penyakit
dari mulai timbulnya prodorm sampai mati adalah 3 sampai 4 hari.
Untuk ensefalitis virus ini,pemeriksaan perlu dilakukan adalah :
1. Pada pemeriksaan badan perlu diperiksa kelainan pada kulit glandula parotis,
kelenjar getah bening untuk mencari kelainan-kelainan yang mungkin dapat
menunjukkan penyababnya.
2. Pemeriksaan darah perifer rutin, titer abntibody terhadap virus.
3. Cairan otak, jumlah limfosit, monosit meningkat, kadar protein meninggi
ringan, kadar glukosa normal, kultur virus bila mungkin.
4. EEG
5. Bila mungkin scan tomografi
TERAPI
Terapi simptomaik diberikan untuk menurunkan demam, mencegah kejang. Kortison
untuk mengurangi edema otak. Pengobatan antivirus baru ditemukan terhadap virus herpes
simpleks, varisela zoster yaitu acyclovir intravena dengan dosis 10 mg /kg BB, 3-4 kali,
turunkan dosis sehari selama 10 hari, atau per os 200 mg tiap 4 jam. Bila HB turun hingga 9,
turunkan dosis hingga 200 mg tiap 8 jam. Bila HB turun dari 7, hentikan pengobatan dan baru
diberi lagi setelah HB normal dengan dosis 20 mg per 8 jam.

ENSEFALITIS SUPURATIVA AKUT, ABSES OTAK


Etiologi : - Staphylococcus aureus
- M. Tubercullosa
- E coli
- T. Pallidum
PATOGENESIS
Tiga bakteri yang pertama dapat menyebabkan encefalitis bakterial akut yang menimbulkan
pernanahan pada kortex serebri yang terbentuk abses serebri encefalitis bakterial akut sering
disebut encefalitis supurativa akut.
Patogenesis peradangan dapat menjalar ke otak dari otitis media, mastoiditis, sinusitis
atau dasri piemia yang berasal dari radang, abses di dalam paru, bronkiektasi, empiema,
osteomielitis tengkorak padas fraktura terbuka, trauma yang menembus kedalam otak,
tromboflebisitis didalam, trauma yang menembus kedalam otak, tromboflebitis. Didalam otak
mula-mula terjadi radang lokal disertai sebukan leukosit polimonfonuklear. Disekeliling
daerah yang meradang berproliferasi ikat dan astrosit, yang membentuk kapsula, jaringan
yang rusak mencair dan terbentuklah abses. Bila kapsula pecah nanah masuk ke ventrikal
dapat menimbulkan kematian.

Tanda dan gejala


Tanda-tanda dan gejala-gejala abses otak ialah gejala-gejala infeksi umum, tanda-
tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala yang kronik, progresif, muntah,
penglihaan mengabur, kejang, kesadaran menurun. Pada pemeriksaan mungkin terdapat
edema papil mungkin pula tidak, tanda-tanda defisit neurologik bergantung pada lokasi dan
luas abses.
Pemeriksaan :
Dilakukan seperti biasanya pada penyakit infeksi, selain EEG, foto rontgen kepala,
bila mungkin tomografik otak, arteriografi. Pungsi lumbal tidak dilakukan bila ada edema
papil. Pada hasil LCS didapatkan peningkatan TIK, pleiositosispolinuklearis, jumlah protein
lebih besar, kadar klorida dan gula normal.
Recommended fi rst-line investigation of encephalitis in
Australia and New Zealand*
Terapi
Ampisilin 4 x 3 4 g dan kloromisetin 4 x 1 gr per 24 jam intravena selama 10 hari
bersama dengan antibiotika dapat diberikan kortison untuk mengurangi edema otak. Bila
abses tunggal dapat dioperasi, dan sebaiknya dibuka dan dibersihkan.

Prognosis
Pragnosis buruk, angka kematian dapat mencapai 50%
STATUS PASIEN

Nama : Tn. R. B
Tempat / Tanggal lahir : Wonogiri, 15 Agustus 1989
Umur : 27 tahun
Status Pernikahan : Belum Menikah
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Operator di Sekolah Dasar
Alamat : Jl. Pejambon RT 16/01 Kec. Gambir.

ANAMNESIS
Alloanamnesa dengan keluarga tanggal : 17 Juni 2017
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Keluhan Tambahan : Demam dan sakit kepala
Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran dan kejang kejang. Kejang
dialami sekitar 3 Jam SMRS, kejang 4x, dengan durasi 15 menit. Kejang dialami
hanya pada ekstrimitas kanan. 7 Hari SMRS pasien mengalami sakit kepala, hilang
timbul. 3 Hari SMRS pasien mengalami demam naik turun, pasien sempat meminum
obat panadol dari warung selama 2 hari, namun demam tidak hilang.
Sekitar 3 Jam SMRS, kejang dialami sekitar 4x, dengan durasi 15 menit. Kejang
dialami hanya pada ekstrimitas kanan.

RIW. ANASTESI DAN OPERASI : disangkal


RIW. PENYAKIT PARU & ASMA : disangkal
RIW. PENYAKIT JANTUNG & VASKULAR : disangkal
RIW. PENYAKIT DIABETES MELITUS : disangkal
RIW. PENYAKIT NEURO / MUSKULOSKLETAL
kejang disangkal, epilepsi disangkal, kejang demam disangkal. Trauma disangkal.
RIW. GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH : disangkal
RIW. PENYAKIT GASTROINTESTINAL : disangkal
RIW. PENYAKIT GINJAL / UROLOGI : disangkal
ALERGI OBAT / MAKANAN : disangkal
RIW. MINUM ALKOHOL : disangkal
RIW. MINUM OBAT-OBATAN : disangkal

PEMERIKSAAN UMUM
Kesadaran : Sopor
GCS : E1M5V1
Tekanan Darah : 100/- mmHg
Suhu : 40,1 oC
Respirasi : 28 x/menit
Nadi : 158 x/menit
Saturasi O2 : 94%

PEMERIKSAAN REGIONAL
Kepala : normocephali.
Kalvarium : Tidak ada kelainan
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Hidung : Bentuk biasa, lapang, sekret -/-
Mulut : karies -, faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1.
Telinga : Liang telinga lapang/lapang, serumen -/-, membran timpani intak +/+
Leher : KGB tidak teraba membesar.
Toraks : Pergerakan simetris kanan = kiri, sonor kanan = kiri
Jantung : BJ I dan II normal, murmur -, gallop
Paru-paru : BND Vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, supel , BU (+) 4x/menit
Hepar : Tidak teraba membesar
Lien : Tidak teraba membear
Extremitas : Oedem (-)
Sendi : Tidak ada kelainan
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Rangsang Meningen
Kaku kuduk :-
Brudzinski I :-
Brudzinski II : -/-
Laseque : >70/ >70
Kerniq : -/-

2. Saraf Kranial
N.I (Olfaktorius)
Kanan Kiri
Penciuman Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. II (Optikus)
Visus kasar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapangan pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduscopy Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. III, IV, VI (Okolomotorius, Trochlearis, Abdusen)


Sikap bola mata : simetris
Ptosis : tidak ada
Strabismus : tidak ada
Eksoftalmus : tidak ada
Endoftalmus : tidak ada
Diplopia : Tidak dilakukan
Deviasi Konjugee : Tidak ada

Pergerakan Bola mata


Tidak dilakukan
Pupil
Bentuk : Bulat
Isokor : Isokor, tepi rata, ditengah, diameter 3 mm/3mm,
Reflek cahaya Kanan Kiri
Langsung : + +
Konsensual : + +

N. V (Trigeminus)
Motorik
- Membuka Mulut : Tidak dilakukan
- Gerakan Rahang : Tidak dilakukan
- Menggigit : Tidak dilakukan

Sensorik
- Rasa nyeri : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Rasa Raba : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Rasa Suhu : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek: - Reflek Kornea : + +
- Reflek Maseter : Tidak dilakukan

N.VII (Fasialis)
Sikap wajah (saat istirahat): Simetris
Mimik : Biasa
Angkat Alis : Tidak dilakukan
Kerut Dahi : Tidak dilakukan
Lagoftalmus : Tidak ada
Kembung Pipi : Tidak dilakukan
Menyeringai : Tidak dilakukan
Fenomena Chvostek :-

N.VIII (Vestibulokokhlearis)
Vestibularis
- Nistagmus : Tidak dilakukan
- Vertigo : Tidak dilakukan
Kokhlearis
- Suara bisik : Tidak dilakukan
- Gesekan jari : Tidak dilakukan
- Tes Rinne : Tidak dilakukan
- Tes Weber : Tidak dilakukan
- Tes Schwabach : Tidak dilakukan

N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus)


Arkus Faring : simetris
Palatum Mole : intak
Disfoni : Tidak dilakukan
Rinolali : Tidak dilakukan
Disfagi : Tidak dilakukan
Refleks Faring : Tidak dilakukan
Refleks Okulokardiak : Tidak dilakukan
Refleks Sinus Karotikus : Tidak dilakukan

N.XI (Asesorius)
Menoleh (kanan,kiri,bawah) : Tidak dilakukan
Angkat Bahu : Tidak dilakukan

N.XII (Hipoglosus)
Sikap lidah dalam mulut : ditengah
Julur lidah : Tidak dilakukan
Gerakan lidah : Tidak dilakukan
Tremor : Tidak dilakukan
Fasikulasi : Tidak dilakukan
Tenaga otot lidah : Tidak dilakukan
3. Motorik
Derajat kekuatan otot (0-5)
Lateralisasi ke kiri

Berdiri Tidak dilakukan


Jongkok berdiri
Jalan
- Langkah : tidak dilakukan
- Lenggang lengan : tidak dilakukan
- Di atas tumit : tidak dilakukan
- Jinjit : tidak dilakukan

Tonus otot (hiper,normo,hipo,atoni)


Lengan kanan kiri
- Fleksor : normotonus normotonus
- Ekstensor : normotonus normotonus
Tungkai
- Fleksor : normotonus normotonus
- Ekstensor : normotonus normotonus

Trofi Otot
Lengan : Eutrofi Eutrofi
Tungkai : Eutrofi Eutrofi

Gerakan Spontan Abnormal


Kejang : tidak dapat dinilai
Tetani : tidak dapat dinilai
Tremor : tidak dapat dinilai
Khorea : tidak dapat dinilai
Atetosis : tidak dapat dinilai
Balismus : tidak dapat dinilai
Diskinesia : tidak dapat dinilai
Mioklonik : tidak dapat dinilai

4. Koordinasi Tidak dapat dinilai


Statis
- Duduk : tidak dilakukan
- Berdiri : tidak dilakukan
- Tes Romberg : tidak dilakukan
Dinamis
- Telunjuk Hidung : tidak dilakukan
- Jari-jari : tidak dilakukan
- Tremor Intensi : tidak dilakukan
- Disdiadokokinesis : tidak dilakukan
- Dismetri : tidak dilakukan
- Bicara (disartri) : tidak dilakukan
- Menulis : tidak dilakukan

5. Refleks
Refleks Tendo
- Biseps : ++ / ++
- Triseps : ++ / ++
- Knee Pes Reflex : ++ / ++
- Achilles Pes Reflex : ++ / ++
Refleks Patologis
- Babinski : -/-
- Chaddock : -/-
- Oppenheim : -/-
- Gordon : -/-
- Schaeffer : -/-
- Hoffman Trommer : -/-
- Klonus lutut : -/-
- Klonus Kaki : -/-
6. Sensibilitas
Eksteroseptif
- Rasa raba : tidak dilakukan
- Rasa nyeri : tidak dilakukan
- Rasa suhu : tidak dilakukan
Propioseptif
- Rasa sikap : tidak dilakukan
- Rasa getar : tidak dilakukan

7. Vegetatif
Miksi : kateter
Defekasi : sulit dinilai
Salivasi : normal
Sekresi keringat : normal
Fungsi Seks :-

8. Fungsi Luhur
Memori : tidak dilakukan
Bahasa : tidak dilakukan
Afek dan emosi : tidak dilakukan
Visuospatial : tidak dilakukan
Kognitif : tidak dilakukan

9. Tanda Regresi
Refleks menghisap : tidak dilakukan
Refleks menggigit : tidak dilakukan
Refleks memegang : tidak dilakukan
Snout Reflex : tidak dilakukan
10.Palpasi Saraf Tepi
N. Ulnaris : teraba
N.Aurikularis Magnus: teraba

11. Pemeriksaan Penunjang :


Laboratorium
Hb : 15,2 mmHg
Leukosit : 17,7 ribu/L
Trombosit : 161.000 /uL
Ht : 46,4 %
Ureum : 21 mg/dl
Kreatinin : 1,85 mg/dl
Na : 147 mmol/L
K : 4,5 mmol/L
Cl : 101 mmol/L
GDS : 189 mg/dl
Analisa Gas darah
pH darah : 7,26
PCO2 : 31,4 mmHg
PO2 : 93,9 mmHg
SO2 : 95,2 %
BE : -11 mmol/L
HCO3 : 14,2 mmol/L
TCO2 : 15,2 mmol/L
Konsentrasi O2 : 19,9 Vol%
CT-SCAN NON KONTRAS
-

CT SCAN KONTRAS
-
Foto Thorax
-
EKG

Normosinus
Normoaksis
Dalam batas normal
DIAGNOSA
- Klinis : penurunan kesadaran e.c ensefalitis susp. viral

Diagnosis Banding
o Esefalitis bacterial

Terapi
Pro Rawat ICU
Dengan indikasi : Penurunan Kesadaran, GCS 7, dengan observasi
kejang e.c Enchepalitis
IVFD : NS 0,9 % 500cc / 24 Jam
Oksigen : NRM 12 RPM
Mm/
Dilantin 2 x 1 amp (iv)
Diazepam 5 mg (k/p kejang)
Ceftriaxone 1 x 2gram (IV)

Prognosis
- Ad vitam :Dubia at malam
- Ad sanasionum :Dubia at malam
- Ad fungsionum :Dubia at malam
FOLLOW UP

17 Juni 2017
S : penurunan kesadaran
O: KU : Tampak sakit berat
KES : E1V1M5 (somnolen)
TD : 120/69mmHg
Suhu : 36oC
Nadi : 98 x /mnt
RR : 35 x/mnt

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normochepali
Mata : CA -/-, SI -/-, RCL -/-, RCTL -/-
THT : dbn
Thorax : Pergerakan dinding dada simetris, Vocal fremitus simetris, Sonor/sonor, BND
vesikuler, RH -/-, WH -/-.
Abdomen : Tampak datar, BU (+) 4x/menit, Timpani, supel

A : Penurunan Kesadaran e.c suspect viral ensefalitis

P :
IVFD : RL 10 tpm (makro)
Diet : Lunak
Mm/ :
1. Ceftriaxon 1 x 2gram (IV)
2. Dilantin 2 x 1 amp (IV)
LABORATORIUM
pH darah : 7,408 HCO3 : 20,9 mmol/L
PCO2 : 32,9 mmHg TCO2 : 21,9 mmol/L
PO2 : 110,6 mmHg Konsentrasi O2 : 18,3 Vol%
SO2 : 97,5 % Ureum : 20 mg/dl
BE : -2,3 mmol/L Creatinin : 1,07 mg/dl
18 Juni 2017
S : Pasien merasa lemas
O: KU : Tampak sakit sedang
KES : E4V5M6
TD : 131/96mmHg
Suhu : 36,5oC
Nadi : 98 x /mnt
RR : 35 x/mnt

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normochepali
Mata : CA -/-, SI -/-, RCL -/-, RCTL -/-
THT : dbn
Thorax : Pergerakan dinding dada simetris, Vocal fremitus simetris, Sonor/sonor, BND
vesikuler, RH -/-, WH -/-.
Abdomen : Tampak datar, BU (+) 4x/menit, Timpani, supel

A : Suspect viral ensefalitis

P :
IVFD : RL 10 tpm (makro)
Diet : Lunak
Mm/ :
1. Ceftriaxon 1 x 2gram (IV)
2. Dilantin 2 x 1 amp (IV)
LABORATORIUM
pH darah : 7,474 Konsentrasi O2 : 15,2 Vol%
PCO2 : 34,8 mmHg Natrium : 140 mmol/l
PO2 : 83,6 mmHg Clorida : 3,4 mmol/l
SO2 : 95,8 % Kalium : 96 mmol/l
BE : 3,0 mmol/L
HCO3 : 25,8 mmol/L
TCO2 : 26,8 mmol/L
DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono, dr, Kapita Selekta Neurologi, Edisi ketiga, 2000, Gajah Mada University
Press.
2. Mardjono Mahar dan Sidharta Priguna, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat.
3. J.G. Chusid, Neoroantomi Korelatif dan Neurologi Fungsional Jilid 2, Universitas
Gajah Mada.
4. Management of Suspected Viral Encephalitis in Adults. Association of British
Neurologists and British Infection Association National Guidelines
5. Journal J Neurol Neurosurg Psychiatry . Viral Encephalitis: Causes, Differential
Diagnosis, And Management. Diambil dari http://jnnp.bmj.com/

Anda mungkin juga menyukai