Anda di halaman 1dari 13

A.

PREEKLAMPSIA
1. Definisi
Preeklampsia adalah penyakit hipertensi dan proteinuria yang
didapatkan setelah umur kehamilan 20 minggu (POGI, 2005). Dulu,
preeklampsia didefinisikan sebagai penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini terjadi
pada triwulan ke 3 kehamilan tetapi dapat juga terjadi sebelumnya, misalnya
pada mola hidatidosa (Sarwono, 2010).
Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel.
Proteinuria adalah tanda penting preeklampsia, dan apabila tidak terdapat
proteinuria maka diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan
sebagai terdapatnya 300mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau +1
pada dipstick secara menetap pada sampel urin secara acak. Kriteria
minimum untuk mendiagnosis preeklamsi adalah hipertensi plus proteinuri
minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinuri maka semakin pasti
diagnosis preeklamsi. Memburuknya hipertensi terutama apabila disertai
proteinuri merupakan pertanda buruk, sebaliknya proteinuri tanpa hipertensi
hanyamenimbulkan efek keseluruhan yang kecil angka kematian pada bayi.
Proteinuri +2 atau lebih yang menetap atau eksresi proteinuri 24 jam sebesar
2g atau lebih adalah preeklamsi berat. Apabila kelainan ginjal parah, filtrasi
glomerulus dapat terganggu dan kreatinin plasma dapat meningkatPada
kasus yang diabaikan atau yang lebih jarang terjadi, pada kasus hipertensi
karena kehamilan apapun dapat terjadi eklampsia. Bentuk serangan
kejangnya ada kejang grand mal dan dapat timbul pertama kali sebelum,
selama, atau setelah persalinan. Kejang yang timbul lebih dari 48 jam
setelah persalinan lebih besar kemungkinannya disebabkan lesi lain yang
bukan terdapat pada susunan saraf pusat (Cunningham et al., 1995).
Eklampsia dalam bahasa Yunani bearti halilintar karena serangan
kejang timbul tiba-tiba seperti petir. Eklampsia yang terjadi dalam
kehamilan menyebabkan kelainan pada susunan saraf. Penyebab eklampsia
adalah kurangnya cairan darah ke otak, hipoksia otak atau edema otak
(Sofian, 2011).

2. Etiologi
Penyebab pre eklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan
jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang hipertensi dalam kehamilan,
tetapi tidak ada satu punteori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-
teori yang sekarang banyak dianut adalah sebagai berikut:
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Tidak terjadinya invasi trofoblas pada arteri spiralis dan jaringan
matriks di sekitarnya sehingga lumen arteri spiralis tidak mengalami
distensi dan vasodilatasi sehingga terjadi kegagalan remodeling arteri
spiralis. Hal ini menyebabkan aliran darah uteroplasenta menurun dan
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Iskemia plasenta akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas
atau oksidan yang beredar dalam sirkulasi sehingga disebut toxaemia.
Radikal bebas akan mengikat asam lemak tak jenuh menjadi peroksida
lemak yang akan merusak endotel pembuluh darah.Kerusakan endotel
pembuluh darah menyebabkan disfungsi endotel dan berakibat sebagai
berikut:
Gangguan metabolisme prostaglandin sehingga protasiklin sebagai
vasodilator kuat menurun
Agregasi trombosit pada endotel yang rusak dan produksi
tromboksan sebagai vasokonstriktor kuat
Perubahan endotel glomerolus ginjal
Peningkatan permeabilitas kapiler
Peningkatan bahan vasopresor endotelin dan penurunan nitrit
oksida (NO)
Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori intoleransi imunologis antara ibu dan janin
Hasil konsepsi pada kehamilan normal tidak terjadi penolakan
karena adanya HLA-G pada plasenta sehingga melindungi trofoblas
dari lisis oleh sel NK ibu. HLA-G juga akan membantu invasi trofoblas
pada jaringan desidua ibu. Pada penurunan HLA-G, invasi trofoblas
terhambat sehingga tidak terjadi dilatasi arteri spiralis.
4. Teori adaptasi kardiovaskuler genetik
Pada wanita hamil normal, terjadi refrakter pembuluh darah
terhadap bahan vasopresor sehingga membutuhkan kadar yang tinggi
untuk menyebabkan vasokonstriksi, hal tersebut terjadi karena adanya
perlindungan protasiklin. Pada keadaan menurunnya protasiklin maka
kepekaan terhadap vasokonstriktor meningkat sehingga mudah terjadi
vasokonstriksi.
5. Teori Genetik
Adanya faktor keturunan dan familial dengan gen tunggal. Ibu
dengan preeklampsi memungkinkan 26% anak perempuannya juga
mengalami preeklampsi.
6. Teori defisiensi gizi
Diet yang dianjurkan untuk mengurangi resiko terjadinya
preeklampsi adalah makanan kaya asam lemak tak jenuh yang akan
menghambat terbentuknya tromboksan, aktivasi trombosit dan
vasokonstriksi pembuluh darah. Konsumsi kalsium menurut penelitian
juga menurunkan insidensi preeklampsi.
7. Teori inflamasi
Lepasnya debris trofoblas sebagai sisa proses apoptosis dan
nekrotik akibat stres oksidatif dalam peredaran darah akan mencetuskan
terjadinya reaksi inflamasi. Pada kehamilan normal jumlahnya dalam
batas wajar. Sedangkan pada kehamilan dengan plasenta yang besar,
kehamilan ganda, dan mola maka debrisnya juga semakin banyak dan
terjadi reaksi sistemik inflamasi pada ibu (Sarwono, 2010).
3. Patofisiologi
Patogenesis terjadinya preeklampsia dapat dijelaskan sebagai
berikut (Hariadi, 2004):
a. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler
Pada preeklamspia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang
menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-
bahan vasoaktif (vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam
jumlah sedikit saja sudah dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh
darah yang menimbulkan hipertensi. Pada kehamilan normal kadar
angiotensin II cukup tinggi. Pada preeklampsia terjadi penurunan kadar
prostacyclin dengan akibat meningkatnya tromboksan yang
mengakibatkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka
terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi.
b. Hipovolemia Intravaskuler
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga
mencapai 45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume
plasma hingga mencapai 30-40% kehamilan normal. Menurunnya
volume plasma menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan
viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting
menjadi menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan pada
pertukaran bahan-bahan metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunan
perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta mengakibatkan oksigenasi
janin menurun sehingga sering terjadi pertumbuhan janin yang
terhambat (Intrauterine growth retardation /IUGR), gawat janin,
bahkan kematian janin intrauterin.
c. Vasokonstriksi pembuluh darah
Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun
cardiac output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer.
Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan
terhadap bahan-bahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan-bahan
vasoaktif dalam tubuh dengan cepat menimbulkan vasokonstriksi.
Adanya vasokonstriksi menyeluruh pada sistem pembuluh darah artiole
dan pra kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi
terhadap terjadinya hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi
vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada dalam syok
kronik.
Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti presumtif
bahwa preeklampsia disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam
darah yang menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus,
selanjutnya membuat nekrosis berbagai organ.
Pada preeklampsia berat dan eklamsi dijumpai perburukan patologis
fungsi sejumlah organ dan sistem mungkin akibat vasospasme dan iskemia.
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa pada preeklamsia terjadi gangguan
perfusi dari uteroplacenta. Bila hal ini terjadi maka akan mengaktivasi
sistem renin-angiotensin. Aktivasi dari sistem ini akan melepaskan
angiotensin II yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi secara general
sehingga terjadi hipertensi. Selain itu, terjadi hipovolemia dan hipoksia
jaringan. Ternyata, hipovolemia dan hipoksia jaringan dapat pula
disebabkan oleh DIC yang dapat terjadi akibat pelepasan tromboplastin
karena terdapat injury pada sel endotel pembuluh darah uterus.
Bila hipoksia dan hipovolemi terjadi pada kapiler-kapiler yang
membentuk glomerulus, maka dapat terjadi glomerular endotheliosis yang
menyebabkan peningkatan perfusi glomerular dan filtrasinya sehingga dari
gambaran klinis dapat ditemukan proteinuria. Vasokonstriksi kapiler-
kapiler dapat pula menyebabkan oedem. Selain itu, dari jalur adrenal akan
memproduksi aldosteron yang juga dapat menyebabkan retensi dari Na dan
air sehingga pada pasien preeklamsia terjadi oedem.
Kelainan trombositopenia kadang sangat parah sehingga dapat
mengancam nyawa. Kadar sebagian faktor pembekuan dalam plasma
mungkin menurun dan eritrosit dapat mengalami trauma hebat sehingga
bentuknya aneh dan mengalami hemolisis dengan cepat (Sarwono, 2010).
4. Prevalensi
Untuk tiap negara berbeda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya; jumlah primigravida, kedaan sosial ekonomi, perbedaan
dalam penentuan diagnosa. Ada yang melaporkan 6% dari seluruh kehamilan,
dan 12% pada primigravida, frekuensi di lapangan berkisar antara 3-10%
(Sofian, 2011)

5. Faktor Risiko
Faktor risiko preeklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang
berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misal, Diabetes Melitus,
Hipertensi kronik, kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid
antibody syndrome, dan nefropati. Faktor-faktor resiko lain dihubungkan
dengan kehamilan itu sendiri atau lebih spesifik terhadap ibu dan ayah janin
(Neville, 2001):
Faktor Resiko Preeklampsia
Faktor yang Faktor yang Faktor yang
berhubungan dengan berhubungan dengan berhubungan dengan
kehamilan kondisi maternal pasangan
Abnormalitas Usia > 35 tahun Partner lelaki yang
kromosom atau <20 tahun pernah menikahi
Mola hidatidosa Ras kulit hitam wanita yang
Hidrops fetalis Riwayat kemudian hamil
Kehamilan ganda Preeklampsia pada dan mengalami
Donor oosit atau keluarga preeklampsia
inseminasi donor Nullipara Pemaparan terbatas
Anomali struktur Preeklampsia pada terhadap sperma
kongenital kehamilan Primipaternity
ISK sebelumnya
Kondisi medis
khusus : DM, HT
Kronik, Obesitas,
Penyakit Ginjal,
trombofilia
Stress
Antibody
antifosfolipid
syndrome

6. Klasifikasi
Preeklampsia termasuk kelainan hipertensi dalam kehamilan.
Penggolongan kelainan hipertensi dalam kehamilan antara lain : hipertensi
kronis, Preeklampsia, superimposed eklampsia pada hipertensi kronis dan
hipertensi gestasional. Hipertensi kronik adalah peningkatan tekanan darah
yang timbul sebelum kehamilan, terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu,
atau menetap setelah 12 minggu post partum. Sebaliknya, Preeklampsia
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang
muncul setelah usia kehamilan 20 minggu. Eklampsia, komplikasi berat
preeklampsia adalah munculnya kejang pada wanita dengan preeklampsia.
Kejang eklampsia relatif jarang dan muncul <1% wanita dengan eklampsia.
Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik ditandai dengan
proteinuria (atau dengan peningkatan tiba-tiba level protein jika sebelumnya
sudah ada proteinuria), peningkatan mendadak hipertensi ( dengan asumsi
telah ada proteinuria) atau terjadi HELLP Syndroma.
Hipertensi gestasional didiagnosa jika terjadi kenaikan tekanan
darah tanpa proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu dan tekanan darah
kembali normal dalam 12 minggu post partum. Seperempat wanita dengan
hipertensi gestasional mengalami proteinuria dan belakangan berkembang
menjadi preeklampsia (Bari, 2000).
Wanita hamil dengan tekanan darah
>140/90 mmHg

Sebelum usia kehamilan 20 minggu Setelah usia kehamilan 20 minggu

Proteinuria (-) / Proteinuria (+) / Proteinuria (+) / Proteinuria (-) /


stabil meningkat, TD
meningkat,
HELLP Syndroma
Preeklampsia /

Hipertensi Preeklampsia Hipertensi


kronik superimposed Gestasional
pada Hipertensi
kronik

Pre eklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :


a. Pre eklampsia ringan
- Tekanan darah 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang;
atau kenaikan sistolik 30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastolik
15 mmHg.
- Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
- Oedem umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat
badan 1 kg per minggu.
- Proteinuria kuantitatif 0,3 gram/liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada
urin kateter atau mid stream.
b. Pre eklampsia berat
- Tekanan darah 160/110 mmHg.
- Proteinuria 5 gram/liter.
- Oligouria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc/24 jam.
- Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan nyeri epigastrium.
- Terdapat oedem paru dan sianosis.
- Thrombosytopenia berat
- Kerusakan hepatoseluler
- Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
Klasifikasi pre-eklampsia lain , yaitu :
a. Genuine pre-eklampsia
Gejala pre-eklampsia yang timbul setelah kehamilan 20
minggu disertai dengan oedem (pitting) dan kenaikan tekanan darah
140/90 mmHg sampai 160/90. Juga terdapat proteinuria 300 mg/24
jam (Esbach)
b. Superimposed pre-eklampsia
Gejala pre-eklampsia yang terjadi kurang dari 20 minggu
disertai proteinuria 300 mg/24 jam (Esbach), dan bisa disertai oedem.
Biasanya disertai hipertensi kronis sebelumnya (Basri, 2002).

7. Diagnosis Banding
- Hipertensi kronik
- Hipertensi kronik dengan superimpose preeklamsi
- Hipertensi gestasional
- Eklamsi
- Epilepsi

8. Penanganan
Prinsip penatalaksanaan pre eklampsia berat adalah mencegah
timbulnya kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan
intrakranial serta kerusakan dari organ-organ vital, pengelolaan cairan dan saat
yang tepat untuk melahirkan bayi dengan selamat (Sarwono, 2010). Pada pre
eklampsia, penyembuhan dilakukan dengan ekspulsi yaitu pengeluaran
trofoblast. Pada pre eklampsia berat, penundaan merupakan tindakan yang
salah. Karena pre eklampsia sendiri bisa membunuh janin (Cunningham, et al.,
1995). PEB dirawat segera bersama dengan bagian Interna dan Neurologi,
dan kemudian ditentukan jenis perawatan / tindakannya. Perawatannya
dapat meliputi :
a. Sikap terhadap penyakit berupa pemberian terapi medikamentosa
b. Sikap terhadap kehamilan yaitu: (Sastrawinata, 2003)
1) Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri setelah
mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu. Indikasi
bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini:
a) Ibu :
Kegagalan terapi pada perawatan konservatif :
i. Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa,
terjadi kenaikan darah yang persisten.
ii. Setelah 24 jam sejak dimulai pengobatan
medikamentosa, terjadi kenaikan desakan darah yang
persisten
iii. Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
iv. Gangguan fungsi hepar
v. Gangguan fungsi ginjal
vi. Dicurigai terjadi solutio plasenta
vii. Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan
b) Janin :
i. Umur kehamilan lebih dari 37 minggu
ii. Adanya tanda-tanda gawat janin (bisa diketahui dari
NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal)
iii. Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat berat
(IUGR berat) berdasarkan pemeriksaan USG
iv. Timbulnya oligohidramnion
c) Laboratorium :
Trombositopenia progresif yang menjurus ke HELLP
syndrome (POGI, 2005).
Pengobatan medisinal :
1). Segera masuk rumah sakit
2). Tirah baring ke kiri secara intermiten
3). Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500
cc (60-125 cc/jam)
4). Pemberian obat anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan
terapi. Pemberian dibagi loading dose (dosis awal) dan dosis
lanjutan.
5). Anti hipertensi diberikan bila tensi 180/110
6). Diuretikum diberikan atas indikasi edema paru, payah jantung
kongestif, edema anasarka
7). Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
(POGI, 2005).

2) Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap


dipertahankan sehingga memenuhi syarat janin dapat dilahirkan,
meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa
mempengaruhi keselamatan ibu.Indikasinya pada kehamilan
kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklamsi dengan keadaan janin baik.
Pengobatan medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara
aktif. Hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m.
saja (MgSO4 40% 8 gr i.m.). Sebagai pengobatan untuk
mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan:
a) Larutan sulfas magnesikus 40 % (4 gram) disuntikan IM pada
bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat
diulang 4 gram tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan sulfas
magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella
positif, dan kecepatan pernapasan lebih dari 16 kali per menit
b) klorpromazin 50 mg IM
c) diazepam 20 mg IM
Penggunaan obat hipotensif pada pre eklampsia berat
diperlukan karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan
kejang dan apopleksia serebri menjadi lebih kecil. Apabila terdapat
oligouria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20 % secara intravena.
Obat diuretika tidak diberikan secara rutin.
Untuk penderita pre eklampsia diperlukan anestesi dan
sedativa lebih banyak dalam persalinan. Pada kala II, pada penderita
dengan hipertensi, bahaya perdarahan dalam otak lebih besar,
sehingga apabila syarat-syarat telah terpenuhi, hendaknya persalinan
diakhiri dengan cunam atau vakum. Pada gawat janin, dalam kala I,
dilakukan segera seksio sesarea; pada kala II dilakukan ekstraksi
dengan cunam atau ekstraktor vakum (Budiono, 1999).

9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat PEB diantaranya adalah:

a. HELLP syndrom
b. Perdarahan otak
c. Gagal ginjal
d. Hipoalbuminemia
e. Ablatio retina
f. Edema paru
g. Solusio plasenta
h. Hipofibrinogenemia
i. Hemolisis
j. Prematuritas, IUGR dan kematian janin intrauterin (Sarwono, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari S. 2003. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB POGI,
FKUI. Jakarta.

Abdul Bari S, George Andriaanzs, Gulardi HW, Djoko W. 2000. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,

Angsar MD. 2009. Hipertensi Dalam Kehamilan Edisi II. FK-UNAIR,pp: 10-19.

Budiono Wibowo. 1999. Preeklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu Kebidanan.


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Buku Acuan Nasional. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. 2009. Obsetri William: Edisi
23. Jakarta: EGC.

Marzanie, Hanifa dan Desy Kurniawati. 2009. Obgynacea.Yogyakarta, Indonesia.

Neville F, Hacker J, George Moore. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi.


Jakarta: Hipokrates,

POGI. 2005. Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia


Edisi 2. Semarang: Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sastrawinata, S. 2003. Obstetri Patologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Sofian A. 2011. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi Edisi 3


Jilid 1. Jakarta : EGC. pp: 143-149

Anda mungkin juga menyukai