Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan
korion yang sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel, seperti
sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblast yang terikat erat dalam matriks
kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindugi
janin terhadap infeksi.1
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan.
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum kehamilan usia 37 minggu
disebut ketuban pecah dini dalam kehamilan prematur. Dalam keadan 8-10%
perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini.1
Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya
selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam
kolagen matriks ekstraseluler, amonion, korion, dan apoptosis membran janin.
Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan
peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti
prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas matrix
degrading enzyme.1
Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat
terjadi infeksi yang dapat meningktakan angka kematian ibu dan anak. Sampai
saat ini masih banyak pertentangan megenani penatalalksanaan PROM yang
bervariasi, mulai dari doing nothing sampai pada tindakan yang berlebihan.
Menurut EASTMAN, insiden PROM ini kira-kira 12% dari semua kehamilan.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Latar Belakang

Pada penelitian, hasil akhir kehamilan pada 298 wanita yang melahirkan
setelah ketuban pecah spontan ketika usia kehamilan antara 24 dan 34 minggu.
Meski komplikasi ini diidentifikasi hanya 1,7 persen kehamilan, kondisi ini
menyebabkan 20 persen dari seluruh kematian perinatal. Pada saat mereka
datang, 75 persen wanita telah berada dalam masa persalinan, 5 persen
melahirkan akibat komplikasi lain, dan 10 persen lainnya melahirkan dalam
waktu 48 jam. Hanya 7 persen kelahiran tertunda selama 48 jam atau lebih
setelah ketuban pecah. Namun, subkelompok yang terakhir ini tampaknya
mendapatkan manfaat dari pelahiran yang tertunda, yaitu tidak ada kematian
neonatus. Hal ini kontras dengan tingkat kematian neonatus sebesar 80 per 1000
bayi neonatus kurang bulan yang dilahirkan dalam waktu 48 jam sejak ketuban
pecah.3
Ketuban pecah dini yaitu bocornya cairan amnion sebelum mulainya
persalinan, terjadi pada kira-kira 7-12% kehamilan. Paling sering ketuban pecah
pada atau mendekati persalinan; persalinan terjadi secara spontan dalam
beberapa jam. Bila ketuban pecah dini dihubungkan pada kehamilan preterm, ada
risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal akibat imanuturitas janin.
Bila kelahiran tidak terjadi dalam 24 jam, juga terjadi risiko peningkatan infeksi
intrauteri. 1,2,3,4
Dampak ketuban pecah dini bisa terjadi pada ibu dan janin. Ketuban
pecah sini sangat berpengaruh pada janin, walaupun ibu belum menunjukkan
infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi karena infeksi intrauterin
terjadi lebih dulu sebelum gejala pada ibu dirasakan. Sedangkan pengaruh pada
ibu karena jalan lahir telah terbuka maka akan dijumpai infeksi intrapartial,
infeksi puerpuralis, peritonitis dan sptikemi serta dry-labor. Selain itu terjadi
kompresi tali pusat dan lilitan tali pusat pada janin. Hal ini akan meninggikan
mortalitas dan morbiditas perinatal.1,2,5
Komplikasi yang paling sering terjadi pada ibu sehubungan dengan KPD
ialah terjadinya korioamnionitis dengan atau tanpa sepsis yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi.
Terjadinya infeksi maternal sehubungan dengan KPD tergangtung dari lamanya
masa laten, dimana makin muda umur kehamilan makin memanjang periode
laten sedangkan persalinan lebih perndek dari biasanya, yaitu pada primi 10 jam
dan multi 6 jam. Risiko pada bayi dengan KPD ialah kelahiran prematur dengan
segala akibatnya yaitu infeksi, gawat janin, dan persalinan traumatik. Bila masa
laten > 24 jam, maka angka kematian perinatak menignkat dan inseiden
amnionitis meningkat >50%.1,2,3,4,6

2.2. Definisi1,2,3,4

Ketuban pecah dini atau spontaneous/early/premature rupture of the


membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum in partu; yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3cm dan pada multipara kurang dari 5cm.
Ketuban Pecah Dini Preterm didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum persalinan dan sebelum 37 minggu; ketuban pecah dini prematur dapat
disebabkan oleh beragam mekanisme patologis, termasuk infeksi intraamnion.
Faktor lain yang terlibat termasuk status sosial ekonomi rendah, indeks massa
tubuh rendahkurang dari 19,8, kekurangan gizi, dan merokok. Perempuan
dengan riwayat ketuban pecah dini preterm sebelumnya memiliki risiko yang
lebih tinggi terjadinya rekurensi pada kehamilan berikutnya. Namun, kebanyakan
kasus pecah ketuban preterm terjadi tanpa faktor resiko.
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane
(PROM) merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila
KPD terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu, disebut sebagai ketuban pecah
dini pada kehamilan prematur atau Preterm Rupture of Membrane (PPROM).
Pecahnya selaput ketuban tersebt diduga berkaitan dengan perubahan proses
biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstrasel amnion, korion dan
apoptosis membran janin.
Dari beberapa definisi KPD di atas maka dapat disimpulkan bahwa KPD
adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda tanda persalinan.

2.3. Etiologi2,5

Penyebab dari PROM tidak atau masih belum jelas, maka preventif tidak
dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi.
Menurut Manuaba (2002), isidensi penyebab terjadinya ketuban pecah
dini yaitu infeksi genitalis, servik inkompeten, overdistensi abdomen, grande
multipara, disproporsi sefalopelvik, kehamilan letak lintang/sungsang, kelainan
bawaan dari selaput ketuban.

2.4. Patofisiologi1

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi


uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh.
Terdapat kesimpulan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Faktor resiko untuk terjadinya Ketuban Pecah Dini adalah:
1. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen
2. Kekurangan tembaga dan asam aksorbik yang berakibat pertumbuhan
struktur abnormal karena antara lain merokok
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor proteinase.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteololitik dari matriks ekstraseluler dan membran
janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada
penyakit periodontitis di mana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi
ketuban pecah dini.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga
selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus., kontraksi rahim, dan gerakan janin.
Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.
Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban
Pecah Dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor
eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban Pecah Dini
prematur sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks, selusio
plasenta.

2.5. Patogenesis

TAYLOR dkk. Telah menyelidiki hal ini, ternyata ada hubungannya


dengan hal-hal berikut:2
1. adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban
pecah. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis, dan
vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.
2. Selaput ketuban terlalu tipis atau kelainan ketuban.
3. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
4. Faktor-faktor lain yang merupakan faktor predisposisi ialah multipara,
malposisi, disproporsi, cervix inkompeten, dll.
5. Ketuban pecah dini artifisial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan
terlalu dini
Kadang-kadang agak sulit atau meragukan kita apakah ketuban benar
sudah pecah atau belum, apalagi bila pembukaan kanalis servikalis belum ada
atau kecil.
Cara menentukannya adalah dengan:1,2,3,4
1. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, vernix kaseosa, rambut
lanugo, atau bila telah terinfeksi berbau.
2. Inspekulo: lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
kanalis servisis dan apakah ada bagian yang sudah pecah.
3. Gunakan kertas lakmus (litmus)
4. Bila menjadi biru (basa)air ketuban
5. Bila menjadi merah (asam)air kmih (urin)
6. Pemeriksaan pH fornix posterior pada PROM pH adalah basa (air
ketuban)
7. Pemeriksaan histopatologi air (ketuban)
8. Aborization dan sitologi air ketuban
PROM berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Jarak antara
pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode laten = LP =
lug period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang LP-nya. Sedangakn
lamanya persalinan lebih pendek dari biasa, yaitu pada primi 10 jam dan multi 6
jam.2

2.6. Diagnosis1,2,3,4

Ketuban Pecah Dini dapat ditegakkan dengan pemeriksaan-pemeriksaan


dibawah ini:

1. Anamnesa: Pancaran involunter atau kebocoran cairan jernih dari vagina


merupakan gejala yang khas. Tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus ; Riwayat
haid: Umur kehamilan diperkirakan dari hari haid terakhir.
2. Pemeriksaan umum: Suhu normal kecuali disertai infeksi.

3. Pemeriksaan abdomen: Uterus lunak dan tidak nyeri tekan, tinggi fundus
harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari haid
terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi
maupun cakapnya bagian presentasi. Denyut jantung normal.

4. Pemeriksaan pelvis: Pemeriksaan spekulum steril pertama kali dilakukan


untuk memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina. Karena cairan alkali
amnion mengubah pH asam normal vegina, kertas nitrazin dapat dipakai untuk
mengukur pH vagina. Kertas nitrazin menjadi biru bila ada cairan alkali amnion.
Bila diagnosa tidak pasti, adanya skuama anukleat, lanugo, atau bentuk
kristal daun pakis cairan amnion keringdapat membantu.
Bila kehamilan belum cukup bulan, penentuan rasio lesitin-sfingomielin
dan fosfatil-digliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin.
Bila ada kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk biakan
dan sensitivitas.
Pemeriksaan vagina steril menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
Pemeriksaan vagina juga mengidentifikasi bagian presentasi dan menyingkirkan
kemungkinan prolaps tali pusat.

5. Tes Laboratorium
Huting darah lengkap dengan apusan darah: Leukositosis digabung denan
peningkatan bentuk batang pada apusan tepi menunjukkan infeksi intrauterin.

6. Pemeriksaan Tambahan
Ultrasonografi: Pengukuran diameter biparietal , sirkumferensia tubuh janin,
dan panjangnya femur memberikan perkiraan umur kehamilan. Diameter
biparietal lebih besar dari 9,2cm pada pasien nondiabetes atau plasenta tingkat III
biasanya berhubungan dengan maturitas paru janinl sonografi dapat
mengidentifikasi kehamilan ganda, anomali janin, atau melokalisasi kantong
cairan amnion pada amniosentesis.

Amniosentesis: Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi


kematangan paru janin (rasio L/S: fosfatilgliserol; fosfatidilikon jenuh).
Pewarnaan Gram dan hitung koloni kuantitatif membuktikan adanya infeksi
intrauterin.

Protein C-reaktif: Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan


awal korioamnionitis.

2.7. Pengaruh Ketuban Pecah Dini4

a. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin
mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu
terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi
akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal.

b. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi
bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi
puerpuralis (nifas), peritonitis dan septikemia, serta dry-labor.
Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan
menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat, dan nampaklah gejala-
gejala infeksi.
Hal-hal di atas akan meninggikan angka kematian dan morbiditas pada
ibu.
2.8. Tatalaksana1,4

1. Terapi Konserfatif (usia kehamilan < 37 minggu)

Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (Ampisilin 4 x 500 mg) atau


eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7
hari). Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32-37
minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri deksametason,
observasi tanda-tanda infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan
induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri
antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-
tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid
untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar
lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason I.M 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

2. Terapi Aktif (usia kehamilan > 37 minggu)

Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio


sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25g 50g intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi brikan antibiotik dosis tinggi dan
persalinan diakhiri.
1. Bila skor pelvik <5, lakukan pematakan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
2. Bila skor pelvik >5, induksi persalinan.
2.9. Komplikasi1,2,4

Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden
seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.

1. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan
dalan 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1
minggu.

2. Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak menignkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah
Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya
periode laten.

3. Hipoksia dan Asfiksia


Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat.
4. Sindrom deformitas janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonar.

Menurut Rustam Mochtar (2011), komplikasi pada Ketuban Pecah Dini


(KPD) adalah sebagai berikut:
1. Pada anak : IUFD dan IPFD, asfiksia, dan prematuritas.
2. Pada ibu : Partus lama dan infeksi, atonia uteri, perdarahan
postpartum, atau infeksi nifas.

2.10. Prognosis

Ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi yang mungkin


timbul serta umur dari kehamilan.2
DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto, Soetomo. Ketuban Pecah Dini; Dalam: Ilmu Kebidanan, Bab 52,
Edisi IV, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta; 2010: 677-80
2. Mochtar, R. Air Ketuban (Laquor Amnii / Amniotic Fluid) dan
Kelainannya; Dalam: Sinopsis Obstetri, Bab 38, Edisi 3, Jilid I, EGC,
Jakarta; 2011: 177-8
3. Cunningham, F., Leveno, K., et al. kelahiran Kurang Bulan; Dalam:
Obstetri Williams, Bab 36, Vol 2, EGC, Jakarta; 2013: 860-3
4. Taber, B. Ketuban Pecah Dini; Dalam: Kapita Selekta Kedaruratan
Obstetri dan Ginekologi, Bagian Kedua, EGC, Jakarta; 1994: 368-71
5. Aisyah S, Oktarina A. Perbedaan Kejadian Ketuban Pecah Dini Antara
Primipara dan Multipara. Jurnal Midpro, Edisi 1. Universitas Islam
Lamongan; 2012; 1-2
6. Lowing JGA, Lengkong R, et al. Gambaran Ketuban Pecah Dini. Jurnal e-
Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 3. Universitas Sam Ratulangi, Manado;
2015: 741-2

Anda mungkin juga menyukai