Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit merupakan salah satu unit pemberian pelayanan kesehatan suatu organisasi
dengan sistem terbuka dan selalu berinteraksi dengan lingkungannya untuk mencapai suatu
keseimbangan yang dinamis mempunyai fungsi utama melayani masyarakat selama 24 jam
dan mengutamakan pelayanan kesehatan yang prima. Peranan terpenting layanan kesehatan
adalah jaminan mutu layanan kesehatan yang artinya sesuai dengan harapan dan kebutuhan
pasien sehingga diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan lebih
memperhatikan kepentingan konsumen (Suriana, 2014)
Pemerintah mendirikan rumah sakit sebagai fasilitator pemelihara fungsi kesehatan
masyarakat guna mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Keberadaan rumah
sakit sangat bermanfaat untuk menolong masyarakat yang membutuhkan agar memperoleh
pengobatan secara cepat dan tepat. Pelaksanaan tugas dan pekerjaan merupakan suatu
kewajiban bagi para perawat di dalam suatu unit pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan
yang utama yaitu rumah sakit. Dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan tersebut tentunya pasti
mempunyai suatu tujuan yang sama yakni meningkatkan suatu hasil pekerjaan dan tugas yang
baik serta memuaskan para pasien yang datang berobat sesuai dengan apa yang diharapkan
pasien sehingga pasien merasa diperhatikan (Suriana, 2014)
Pada hakikatnya pengorganisasian suatu sistem rumah sakit tidak akan terlepas dari
sumber daya manusia termasuk perawat. Oleh sebab itu, sumber daya manusia merupakan
bagian yang terpenting dari seluruh kegiatan di rumah sakit. Sumber daya manusia yang
berkualitas dapat dilihat dari hasil kerjanya. kinerja perawat yang baik terlihat dari bagaimana
seorang perawat itu mampu memperlihatkan hasil kerjanya dalam memberikan pelayanan
kesehatan yang mengarah pada tercapainya maksud dan tujuan rumah sakit dalam menangani
masalah-masalah pasien yang membutuhkan pelayanan secara terus menerus selama 24 jam
dan dirasakan langsung oleh pasien. Dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki oleh
perawat agar tidak terjadi suatu permasalahan yang melibatkan instansi terkait atau pasien
yang datang berobat sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap rumah sakit yang
bersangkutan (Suriana, 2014)

1
Selain itu, adanya tuntutan terhadap pengelolaan sumber daya manusia di rumah sakit
pemerintah agar dapat bersaing dengan rumah sakit swasta merupakan pekerjaan yang tidak
mudah bagi penentu kebijakan rumah sakit. Peningkatan produktivitas perawat yang
berkualitas menjadi salah satu hal yang penting untuk diperhatikan karena tanpa adanya
perawat yang berkualitas, betapapun canggihnya sistem yang ada maka tujuan organisasipun
akan sulit untuk dicapai. Upaya pelayanan dalam kesehatan harus dilaksanakan secara serasi
dan seimbang oleh pemerintah dan masyarakat. Maka sudah tentu pemerintah diharapkan
lebih mampu menghadapi tugasnya agar dapat mengatur secara baik masalah yang
menyangkut dengan kesehatan. Terutama pelayanan pada rumah sakit di bidang keperawatan
dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus dilandasi oleh kesadaran akan tugas,tanggung
jawab, dan timbang rasa yang tinggi agar tugas pelayanan kesehatan bagi masyarakat dapat
terselenggara dengan baik dan memuaskan sesuai dengan harapan pasien (Suriana, 2014)
Disebabkan semakin pentingnya kinerja perawat dalam bentuk pelayanan kesehatan.
Maka dari itu peningkatan kinerja perawat mutlak diperlukan mengingat kondisi masyarakat
yang semakin baik sehingga mampu merespon setiap penyimpangan dalam kinerjanya.
Seperti halnya permasalahan kinerja perawat dalam pelayanan kesehatan di RS. Pirngadi
Medan yang berpengaruh terhadap hasil kinerja yang diberikan oleh perawat bagi
masyarakat. Disebabkan masih banyaknya kasus yang terjadi seperti, kasus penelantaran
pasien,pelayanan lambat dan berbelitbelit, kurangnya tanggapan staf terhadap keluhan pasien.
Dokter atau tenaga medis tidak ada pada saat dibutuhkan, dan aparatnya yang tidak ramah.
Permasalahan ini sering tidak diperdulikan oleh pegawai rumah sakit. Akibatnya banyak
pasien yang berasal dari keluarga miskin kesehatannya tidak dapat pulih optimal bahkan
berujung pada kematian.

1.2 Prioritas Masalah


Berdasarkan pengamatan dan survey terhadap perawat di RS.P Pringadi Medan, maka
ditetapkan prioritas utama permasalahan adalah kami mengamati kinerja perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan. Diperoleh hasil, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
baik buruknya kinerja perawat, diantaranya adalah gaji, insentif, motivasi, pengetahuan dan
gaya kepemimpinan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengamatan lebih dalam untuk
mengetahui kinerja perawat di RS. Pirngadi Medan, apakah sudah memenuhi standar atau
tidak.

2
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan masalah Bagaimana kinerja
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan di RS. Pirngadi Medan?

1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
1. Memperbaiki kualitas pelayanan RS Pirngadi Medan
2. Memperbaiki kinerja perawat di RS. Pirngadi Medan agar sesuai dengan
standar yang berlaku
1.4.2 Tujuan Khusus
Kami sebagai mahasiswa kesehatan masyarakat ingin memberikan masukan
melalui advokasi

1.5 Manfaat
Manfaat dari observasi ini adalah:
1. Bagi tempat penelitian, sebagai masukan bagi perawat untuk meningkatkan mutu dan
kualitas pelayanan rumah sakit
2. Bagi pendidikan, sebagai sumber informasi bagi pembaca, khususnya mahasiswa
fakultas kesehatan masyarakat UNPRI
3. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk menambah pengetahuan dan wawasan
serta sebagai penerapan ilmu yang sudah diperoleh selama perkuliahan khususnya
tentang kualitas kinerja perawat.

3
BAB II
ISI

2.1 Kinerja
Kinerja SDM merupakan istilah yang berasal dari kata Job Performance atau Actual
Performance ( prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Definisi
kinerja karyawan yang dikemukakan Bambang Kusriyanto (1993: 3) adalah : perbandingan
hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu( lazimnya perjam).
Berdsarkan hasil tersebut diatas, prawirosentoro memberi arti performance atau kinerja
adalah sebagai berikut: performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau sekelompok oarang dalam suatu organisasi, sesuai dengan tanggung jawab
masingmasing dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral mauapun etika. (Bambang, 1993 )
Dengan demikian kinerja merupakan pencapaian tujuan organisasi dengan berdasarkan
pada beberapa aspek fundamental Menurut Mahsun pengukuran kinerja sektor publik
mengartikan kinerja sebagai berikut: kinerja (performance) adalah mengenai tingkat
pencapaian pelaksana suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan
sasaran,tujuan,misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu
organisasi. Pendapat lain menurut Winardi, mengatakan bahwa pengertian kinerja sebagai
berikut: kinerja yaitu tingkatan hingga dimana tujuan-tujuan dicapai. Dengan demikian
kinerja sinonim dengan hasil pekerjaan. (Bambang, 1993 )
Menurut Atik & Ratmint (2010:175) mendefinisikan kinerja organisasi sebagai gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi dalam upaya
mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi. Zeithamml dalam Atik & Ratminti
(2005:178) juga mengatakan bahwa konsep kinerja organisasi berhubungan dengan berbagai
aktifitas dalam rantai nilai (value chain) yang ada pada organisasi. Dari pendapat yang
dikemukakan para ahli tentang kinerja, maka diperoleh gambaran bahwa suatu pekerjaan itu
dikatakan efektif, jika proses yang dilakukan sesuai dengan asil yang diinginkan. Pekerjaan
yang cenderung banyak menggunakan biaya dan waktu dan hasilnya kurang optimal tidak
dapat dikatakan sebagai pekerjaan yang efektif. Dari konsep-konsep yang dikemukakan
diatas, maka dapat diperoleh pengertian bahwa kinerja adalah keberhasilan dalam mencapai
tujuan tertentu dalam suatu organisasi suatu institusi. (Atik & Ratmint, 2010).

4
Faustino Crdosa Gomes (1995: 195) mengemukakan definisi kinerja karyawan sebagai:
ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan
produktivitas. Selanjutnya, definisi kinerja karyawan menurut A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara (2000:67) bahwa kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. (Anwar Prabu, 2005).
Selanjutnya Zeithalm mengatakan bahwa pengertian kinerja sebagai berikut: kinerja
adalah keseluruhan kemampuan seseorang untuk bekerja sedemikian rupa sehingga mencapai
tujuan kerja secara optimal dan berbagai sasaran yang telah diciptakan dengan pengorbanan
yang secara rasio kecil dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Setiap pekerjaan yang
efisien tentu juga efektif, karena dilihat dari segi hasil,tujuan dan akibat yang dikehendaki
dari perbuatan itu telah dicapai secara maksimal. Sedangkan dari pendekatan sosiologi,
bahwa, kinerja berasal dari kata effectiveness, yang berarti taraf samapai, yaitu sejauh mana
suatu kelompok mencapai tujuannya, (Zeithhalm, 1990).

2.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja


Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor (ability) dan faktor
motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis dalam A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara (2000: 67) yang merumuskan bahwa : Human Performance= Ability x
Motivation, Motivation = Attitude x Situation, Ability = Knowledge x Skill
Penjelasan :
a. Faktor kemampuan ( Ability )
Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge+ skill). Artinya pimpinan dan karyawan yang memilki
IQ diatas rata-rata ( IQ 110-120 ) apalagi IQ superior, very superior, gifted dan genius
dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan
pekerjaan sehari-hari, maka akan ebih mudah mencapai kinerja maksimal.
b. Faktor motivasi (motivation)
Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja
(situation) dilingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi
kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap
negatif ( kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah.

5
Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja,
kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja. (Anwar Prabu, 2005).
Menurut Hennry Simamora ( 1995: 500), kinerja (performance) dipengaruhi tiga
faktor, yaitu :
a. Faktor individual yang terdiri dari:
1) Kemampuan dan keahlian
2) Latar belakang
3) Demografi
b. Faktor psikologis yang terdiri dari:
1) Persepsi
2) Attitude
3) Personality
4) Pembelajaran
5) Motivasi
c. Faktor Organisasi yang terdiri dari:
1) Sumber daya
2) Kepemimpinan
3) Penghargaan
4) Struktur
5) Job design
(Henry, 2006)
2.3 Faktor Hubungan Kinerja
Kinerja dipengaruhi oleh dua( dua) faktor, yakni faktor internal individu dan faktor
eksternal individu. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor
yaitu :
1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)
Terwujud dalam pengetahuan, sikap,kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai da
karakteristik individu.
2) Faktor-faktor yang memungkinkan (enabling factors)
Terwujud dalam sarana fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas dan sarana prasarana.
3) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors)
Terwujud dalam dukungan organisasi seperti dari lingkungan keluarga, lembaga /
institusi dan masyarakat (Anwar Prabu, 2005).

6
2.4 Aspek- Aspek Standar Kinerja
Malayu S.P Hasibuan mengemukakan bahwa aspek-aspek yang dinilai kinerja
mencangkup sebagai berikut:
1) Kesetiaan
2) Hasil kerja
3) Kejujuran
4) Kedisiplinan
5) Kreativitas
6) Kerjasama
7) Kepemimpinan
8) Kepribadian
9) Prakarsa
10)Kecakapan, dan
11)Tanggung jawab
(Malayu, 1996)

Sedangkan Husein Umar ( 1997:n266), membagi aspek-aspek sebagai berikut:


1) Mutu pekerjaan
2) Kejujuran karyawan
3) Inisiatif
4) Kehadiran
5) Sikap
6) Kerjasama
7) Keandalan
8) Pengetahuan tentang
pekerjaan
9) Tanggung jawab, dan
10)Pemanfaatan waktu kerja
(Hussein, 2002)

7
2.5 Hambatan dalam Penerapan Kinerja
Dalam menerapkan sebuah penerapan kinerja yang profesional maka sering ditemui
hambatan. Adapun bentuk hambatan-hambatan tersebut adalah:
a. Masih kurangnya pemahaman pihak manajemen perusahaan dalam mengenal secara
lebih komprenhensif tentang manajemen kinerja.
b. Sarana dan prasarana yang terdapat diorganisasi tersebut baik organisasi yang
bersifat profit oriented dan non profit oriented belum mendukung ke arah
penegakan konsep manajemen kinerja yang baik. seperti perangkat komputer
dengan koneksi jaringan belum selalu online dengan cepat yaitu terutama dalam
mengakses sumber data dan berbagai informasi lainnya sehingga kualitas kinerja
juga terjadi penurunan.
c. Research, pelatihan, jurnal, dan buku teks yang mendukung pemahaman serta
percepatan berbagai pihak dalam memahami dan menafsirkan tentang manajemen
kinerja belum tersedia dengan lengkap, bahkan dianggap masih kurang.
d. Keberadaan berbagai buku referensi baik yang ditulis oleh penulis asing dan
domestik masih lebih bersifat umum dan belum bersifat kasuistik atau khusus.
e. Dukungan pihak terkait seperti pemerintah dan lembaga terkait lainnya yang belum
begitu maksimal dalam fungsinya sebagai kontrol sosial. (Mathis & Jackson, 2002).
Secara terpisah Moekijat mengatakan bahwa kinerja mempunyai beberapa elemen yaitu :
a) Hasil kerja yang dicapai secara individual atau secara institusi, yang berarti kinerja
tersebut adalah hasil akhir yang diperoleh secara sendiri-sendiri atau kelompok.
b) Dalam melaksanakan tugas, orang atau lembag diberikan wewenang dan tanggung
jawab yang berarti orang atau lembaga diberikan hak dan kekuasaan untuk ditindak
lanjuti, sehingga pekerjaanya dapat dilakukan dengan baik.
c) Pekerjaan haruslah dilakukan secara legal,yang berarti dalam melaksanakan tugas
individu atau lembaga tentu saja harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan.
d) Pekerjaan tidaklah bertentangan dengan moral atau etika, artinya selain mengikuti
aturan yang telah ditetapkan, tentu saja pekerjaan tersebut haruslah sesuai moral
dan etika yang berlaku umum (Moekijat, 2002).

8
2.6 Perawat
Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu nutrix yang berarti merawat atau
memelihara. Harlley cit menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang
berperan dalam merawat, memelihara, membantu, serta melindungi seseorang karena sakit,
atau cedera.
Menurut Depkes RI (2001), perawat professional adalah perawat yang bertanggung jawab
dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan mandiri dan atau berkolaborasi
dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya. Undang-undang RI No.23
Tahun 1992 tentang kesehatan, mendefinisikan perawat adalah mereka yang memiliki
kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang
dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. (UU RI, 1992)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 647/Menkes/SK/IV/2000. Pengertian
perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan,
berwenang di Negara yang bersangkutan untuk memberikan pelayanan , dan bertanggung
jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien.

2.7 Faktor- Faktor yang Menyebabkan Kinerja Perawat


Menurut Azrul Azwar (1999) permasalahan pokok yang dihadapi perawat indonesia
dalam sistem pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
1) Peran perawat profesional yang tidak optimal
2) Terlambatnya pengakuan body of knowledge profesi keperawatan
3) Terlambatnya pengembangan pendidikan keperawatan profesional
4) Terlambatnya pengembangan sistem elayanan/asuhan keperawatan profesional
Faktor-faktor lainnya yang memperlambat perkembangan peran perawat secara
profesional (Tribowo, 2013) yaitu sebagai berikut:
1) Antithetical terhadap perkembangan ilmu keperawatan
2) Rendahnya rasa percaya diri/harga diri (low selfconfidence/ self-esteem)
3) Kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset keperawatn
4) Pendidikan keperawatan hanya difokuskan pada pelayanan kesehatan yang sempit
5) Rendahnya standar gaji bagi perawat
6) Sangat minimnya perawat yang menduduki pimpinan di institusi kesehatan

9
2.8 Standar Asuhan Keperawatan
Standar asuhan keperawatan telah dijabarkan oleh Depkes RI (2001) yang mengac pada
tahapan proses keperawatan yang meliputi:
1) Pengkajian
2) Diagnosa keperawatan
3) Prencanaan
4) Implementasi, dan
5) Evaluasi
Standar asuhan keperawatan adalah uraian pernyataan tingkat kinerja yang diinginkan,
sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan keperawatan berarti
pernyataan kualitas yang diinginkan dan dapat dinilai pemberian asuhan keperawatan
terhadap pasien. Hubunnganya antara kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait
erat, karena melalui standar dapat dikuantifikasikan sebagai bukti pelayanan meningkat dan
memburuk (Depkes, 2001).
Tujuan dan manfaat standar asuhan keperawatan pada dasarnya mengukur kualitas asuhan
kinerja perawat dan efektifitas manajemen organisasi. Dalam pengembangan standar
menggunakan pendekatan dan kerangka kerja yang lazim sehingga dapat ditata siapa yang
bertanggung jawab mengembangkan standar bagaimana proses pengembangan tersebut.
Standar asuhan berfokus pada hasil pasien, standar praktik berorientasi pada kinerja perawat
profesional untuk memberdayakan proses keperawatan. Standar finansial juga harus
dikembangka dalam pengelolaan keperawatan sehingga dapat bermanfaat bagi pasien
(Depkes, 2001).

2.9 Profil RS. Pirngadi Medan


Rumah Sakit Pirngadi didirikan tanggal 11 Agustus 1928 oleh Pemerintah Kolonial
Belanda dengan nama GEMENTA ZIEKEN HUIS yang peletakan batu pertamanya
dilakukan oleh seorang bocah berumur 10 tahun bernama Maria Constantia Macky anak dari
Walikota Medan saat itu dan diangkat sebagai Direktur Dr. W. Bays.
Selanjutnya dengan masuknya Jepang ke Indonesia Rumah Sakit ini diambil dan berganti
nama dengan SYURITSU BYUSONO INCE dan sebagai direktur dipercayakan kepada
putra Indonesia Dr. RADEN PIRNGADI GONGGO PUTRO yang akhirnya ditabalkan
menjadi nama Rumah Sakit ini.

10
Setelah bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 menyatakan kemerdekaannya, Rumah
Sakit Umum Pirngadi langsung diambil alih dan diurus oleh Pemerintah Negara Bagian
Sumatera Timur Republik Indonesia Sementara (RIS), dengan pergolakan politik yang sangat
cepat saat itu pada tanggal 17 Agustus 1950 semua negara bagian RIS dihapus diganti dengan
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Rumah Sakit Umum Pirngadi
diambil alih dan diurus oleh Pemerintah Pusat/Kementerian Kesehatan di Jakarta.
Dalam priode Tahun 1950 s/d 1952 Rumah Sakit Pirngadi mempunyai peran yang sangat
penting dalam sejarah proses pendirian Fakultas Kedokteran USU, karena salah satu syarat
pendirian Fakultas Kedokteran tersebut harus ada Rumah Sakit sebagai pendukung disamping
harus adanya dosen pengajar yang saat itu pada umumnya adalah para dokter yang berkerja di
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi ini, baik kebangsaan Belanda maupun Bangsa Indonesia
sendiri.
Sejak ditetapkan oleh Pemerintah berdirinya Fakultas Kedokteran USU tanggal 20
Agustus 1952, maka Rumah Sakit Pirngadi secara otomatis sebagai Teaching Hospital
(Rumah Sakit Pendidikan) dipakai sebagai tempat kepaniteraan Klinik para Mahasiswa
Kedokteran USU.
Selanjutnya dengan ditetapkan RSU H. Adam Malik sebagai Rumah Sakit Pendidikan
Fakultas Kedokteran USU pada Januari 1993, Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi berubah
status dari Rumah Sakit Pendidikan menjadi Rumah Sakit Tempat Pendidikan, sehingga
dengan status ini Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi dengan fasilitas dan kapasitas yang
dimiliki disamping masih gunakan untuk pendidikan para calon dokter dari Fakultas
Kedokteran USU, juga membuka diri untuk mendidik para calon dokter dari Fakultas lain
baik yang ada di provinsi Sumatera Utara maupun Sumatera Barat dan Lampung.
Tidak diperoleh data yang pasti kapan Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi ini diserahkan
kepemilikannya dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Sejalan
dengan pelaksanaan otonomi daerah, Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi pada tanggal 27
Desember 2001 diserahkan kepemilikannya dari Pemerintah Propinsi Sumatera Utara kepada
Pemerintah Kota Medan.
Setelah Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi milik Kota Medan, Pemerintah Kota Medan
mempunyai perhatian dan tekad yang besar untuk kemajuan Rumah Sakit Pirngadi melalui
pembenahan dan perbaikan di segala bidang, hal ini diwujudkan dengan Peraturan Daerah
Kota Medan No. 30 Tahun 2002 tanggal 6 September 2002 tentang Perubahan Kelembagaan
RSU Dr. Pirngadi menjadi Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan,

11
sehingga terjadi restrukturisasi Organisasi, Personil dan Manajemen dimana sebagai Direktur
diangkat Dr. H. Sjahrial R. Anas, MHA dan diikuti pembenahan Sarana, Prasarana dan
Pengadaan Peralatan-peralatan canggih sebagai pendukung palayanan. Pada era ini pula
sejarah mencatat suatu gebrakan besar dan berani Bapak Walikota Medan dengan melakukan
pembangunan Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi 8 (delapan) tingkat dilengkapi dengan
peralatan canggih, yang peletakan batu pertamanya telah dilaksanakan 4 Maret 2004 dan
mulai dioperasikan tanggal 16 April 2005.
Berdasarkan sumber daya manusia, sarana dan prasarana di Rumah Sakit Umum Dr.
Pirngadi Medan dalam pelaksanaan pendidikan, maka Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan mengajukan peningkatan status dari Rumah Sakit Tempat Pendidikan menjadi Rumah
Sakit Pendidikan. Berdasarkan Rekomendasi dari Ikatan Rumah Sakit Pendidikan Indonesia
(IRSPI), maka selanjutnya dilaksanakan penilaian kelayakan Rumah Sakit Umum Dr.
Pirngadi Medan menjadi Rumah Sakit Pendidikan oleh Tim Visitasi yang terdiri dari Direktur
Bina Pelayanan Medikm Spesialistik, Ditjen Bina Pelayanan Medik, Kepala Biro Hukum dan
Organisasi, Sekjen Depkes, Ketua Ikatan RSU Pendidikan serta Kepala Bagian Hukum dan
Organisasi, Sek. Dutjen. Bina Pelayanan Medik. Akhirnya pada tanggal 10 April 2007 Badan
Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan resmi menjadi Rumah Sakit Pendidikan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 433/Menkes/SK/IV/2007.
MOTTO :
AEGROTI SALUS LEX SUPREMA (KEPUASAN PASIEN ADALAH YANG UTAMA)
VISI DAN MISI
VISI :
MENJADI RUMAH SAKIT PUSAT RUJUKAN DAN UNGGULAN DI SUMATERA
BAGIAN UTARA TAHUN 2020
MISI :
Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, profesional, dan terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat.
Meningkatkan pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran serta
tenaga kesehatan lain.
Mengembangkan manajemen RS yang profesional.
(Profil RS.Pirngadi Medan ).

12
2.9.1 Struktur Organisasi RS. Pirngadi Medan

BAB III
13
PEMBAHASAN

3.1 Fakta yang Didapatkan


Dari 15 orang perawat di RS. Pirngadi Medan, yaitu 10 orang perawat rawat inap dan 5
orang perawat rawat jalan, didapatkan 5 orang memiliki tingkat kinerja yang baik, 10 orang
lagi dalam kategori kurang baik.
5 orang perawat yang dikategorikan berkinerja baik adalah 3 perawat rawat inap dan 2
perawat rawat jalan. Kelima perawat ini berstatus pegawai negri sipil (PNS) dengan
penghasilan sampai 4 juta per bulannya, lulusan dari profesi ners, mendapatkan insentif.
Berdasarkan pengamatan, kelima perawat ini juga mengikuti morning brifing sebagai
motivasi kerja sebelum memulai kegiatan.
10 orang perawat yang dikategorikan berkinerja kurang baik adalah 7 perawat rawat
inap dan 3 perawat rawat jalan. Kesepuluh perawat ini berstatus tenaga honorer dengan
penghasilan 1-2 juta per bulannya, 1 orang perawat rawat inap lulusan profesi ners, 6 orang
perawat rawat inap dan 3 orang perawat rawat jalan lulusan D3 keperawatan, tidak
mendapatkan insentif dan jarang mengikuti morning brifing.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja perawat dalam asuhan
keperawatan di RS. Pirngadi Medan sebagian besar dalam kategori kurang baik dikarenakan
perbedaan gaji, status kepegawaian, tingkat kelulusan, insentif dan motivasi kerja.

BAB IV

14
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa:
1. Kinerja perawat RS. Pirngadi Medan mayoritas dalam kategori kurang baik
disebabkan faktor gaji, status kepegawaian, tingkat kelulusan, insentif dan motivasi
kerja.
2. Perawat yang berpenghasilan lebih tinggi bekerja lebih baik dibandingkan dengan
perawat yang berpenghasilan rendah

4.2 Saran
1. Para penyelenggara kesehatan, khusunya perawat di RS. Pirngadi Medan diharapkan
untuk meningkatkan mutu dan kinerjanya dalam memberikan asuhan keperawatan
2. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya untuk dapat lebih mempersiapkan diri guna
melakukan penelitian selanjutnya yang lebih sempurna sehingga kegunaannya dapat
dirasakan oleh berbagai pihak, serta sebagai sumber dalam melakukan penelitian yang
berhubungan tentang kinerja perawat.

DAFTAR PUSTAKA

15
Azrul Azwar, 2004 Standardisasi Pelayanan Kesehatan.

Depkes RI, 2001. Asuhan Keperawatan

Hasibuan, Malayu. 1996. Manajemen, Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: Toko
Gunung Agung.

Henry Simamora.2006. Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi 3). Penerbit: STIE YKPN

Husein Umar. 2002. Evaluasi kinerja perusahaan. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 647/Menkes/SK/IV/2000

Kursyanto, Bambang. 1993. Meningkatkan Produktivitas Karyawan. Jakarta. PT. Toko


Gunung Agung I

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung. Remaja
Rosdakarya.

Mathis and Jackson, John. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Salemba
Empat (PT.Salemba Emban Patria)

Moekijat. 2002. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Bandung. Mandar Maju.

Ratminto dan Winarsih, Atik Septi. 2010. Manejemen Pelayanan. Yogyakarta:171 Pustaka
Pelajar.

Rumah Sakit Pringadi. Profil RS. Pirngadi Medan

Suriana. 2014. Analisis kinerja perawat (studi ruang rawat inap di rumah sakit umum daerah
Tanjung uban provinsi kepulauan riau) Program ilmu administrasi negara fakultas
ilmu sosial

Triwibowo,Cecep.2013. Manajemen Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta : Trans


info media

Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang kesehatan

Zeithaml, A.Valarie, Parasuraman, Berry.1990. Delivering Quality Service. New York: Free
Press.

16
17

Anda mungkin juga menyukai