Hiv Fix
Hiv Fix
Oleh :
Wiyata Rahmawan 01.207.5430
Rio Aditya Kurniawan 01.209.6007
Anindya Koniek Oktaviarum 01.210.6080
Rasyidafdola Gistadevhadi 01.211.6494
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015
1
2
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
kasus mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian HIV/AIDS di
wilayah kerja puskesmas Ngaliyan berdasarkan pendekatan HL- Blum periode
Juni-Juli 2015.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas-tugas dalam rangka
menjalankan Kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat. Laporan ini memuat
data hasil kunjungan pasien dengan HIV/AIDS di puskesmas Ngaliyan.
Laporan ini dapat diselesaikan berkat kerjasama tim dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1.dr. Wahidah N., M.Kes selaku Kepala Puskesmas Ngaliyan yang telah
memberikan bimbingan selama kami menempuh Kepanitraan Klinik Ilmu
Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Ngaliyan, Semarang.
2.dr. Joyce J. Maya selaku pembimbing Kepanitraan IKM di Puskesmas
Ngaliyan yang telah memberikan bimbingan dan pelatihan selama kami
menempuh Kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas
Ngaliyan, Semarang.
3.Paramedis, beserta Staf Puskesmas Ngaliyan atas bimbingan dan kerjasama
yang telah diberikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari
sempurna karena keterbatasan waktu dan kemampuan. Karena itu kami sangat
berterima kasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhir kata kami berharap semoga hasil laporan kasus HIV/AIDS di wilayah
kerja puskesmas Ngaliyan Semarang berdasarkan pendekatan HL Blum periode
Juni-Juli 2015 di puskesmas Ngaliyan ini bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
PRAKATA .................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
1.1 Latar belakang ..................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 3
1.3 Tujuan penelitian ................................................................. 4
1.3.1 Tujuan umum .......................................................... 4
1.3.2 Tujuan khusus ......................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 4
1.4.1 Manfaat bagi mahasiswa ......................................... 4
1.4.2 Manfaat bagi masyarakat ......................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 6
2.1 Definisi ................................................................................. 6
2.2 Etiologi ................................................................................. 6
2.3 Faktor Risiko ........................................................................ 8
2.4 Patofisilogi ............................................................................ 8
2.5 Manifestasi Klinis ................................................................. 10
2.6 Diagnosa ............................................................................... 10
2.7 Penatalaksanaan .................................................................... 12
2.8 Komplikasi ........................................................................... 16
BAB III ANALISA SITUASI ................................................................. 17
3.1 Cara dan Waktu Pengamatan ................................................ 17
3.2 Gambaran Umum ................................................................. 17
3.3 Hasil pengamatan ................................................................. 18
3.3.1 Identitas pasien ............................................... 18
3.3.2 Keluhan Pasien ............................................... 18
3.3.3 Anamnesis ...................................................... 18
5
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
HIV adalah singkatan Human Immunodefisiency Virus yaitu virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga membuat tubuh rentan
terhadap berbagai penyakit. HIV telah ditetapkan sebagai agens penyebab acquired
Immune Deficiency Syndrom (AIDS). AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis
tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. (Sylvia Anderson Price,
2006). Definisi AIDS telah meliputi jumlah CD4 kurang dari 200 sebagai criteria
ambang batas. Sel CD4 adalah bagian dari limposit dan satu target sel dari infeksi
HIV.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh
Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat
pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional
pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi HIV. Human Immunodeficiency
Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan
partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel
target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor
untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat
berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel
dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV
selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama
hidup penderita tersebut. Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu
bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris
tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase
dan beberapa jenis protein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp
41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan.
9
10
Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV
termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar
matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai desinfektan seperti eter, aseton,
alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi relatif resisten terhadap radiasi
dan sinar utraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan
mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag
dan sel glia jaringan otak (Siregar,2008).
2.3 PATOGENESIS HIV(4)
Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T helper/induser
yang mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan pusat dan sel
utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi
fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi
karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk zat antibodi
pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah HIV mengikat diri
pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya
kemudian dengan enzym reverse transcryptase ia merubah bentuk RNA agar dapat
bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan
mengundang bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi
irreversibel dan berlangsung seumur hidup. Pada awal infeksi, HIV tidak segera
menyebabkan kematian dari sel yang di infeksinya tetapi terlebih dahulu
mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk berkembang
dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan menghabiskan atau
merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit T4. setelah beberapa bulan
sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis
sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut. Masa antara terinfeksinya HIV dengan
timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari
10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa. Masa
inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai
dengan menunjukan gejala gejala AIDS. Pada fase ini terdapat masa dimana
virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3
bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan masa window period .Infeksi
11
oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang mengakibatkan
daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-
penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan
jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV
mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf, menyebabkan kerusakan
neurologis (Siregar, 2008)
2.4 GEJALA KLINIS
Penyakit ini disertai kumpulan gejala (syndrome) antara lain gejala infeksi dan
penyakit oportumistik yang timbul akibat menurunnya daya tahan tubuh penderita.
Menurunnya kekebalan menjadikan penderita rentan terhadap infeksi oportunitik
dimana infeksi mikroorganisme yang dalam keadaan normal bersifat apatogen.
Pada penderita AIDS mikroorganisme yang bersifat apatogen dapat menjadi
pathogen (Syamsuridjat, 2001).
Adapun yang termasuk gejala mayor yaitu:
a) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b) Diare kronik berlangsung lebih dari 1 bulan
c) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d) Penurunan kesadaran dan gangguan Neorologis
e) Demensia atau HIV ensepalopati
(Syamsuridjal, 2001)
12
Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV menurut WHO SEARO
2007:
a) Keadaan umum :
1. Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar
2. Demam (terus menerus atau intermitten, temperatur oral > 37,5oC) yang
lebih dari satu bulan,
3. Diare (terus menerus atau intermitten) yang lebih dari satu bulan.
4. Limfadenopati meluas
b) Kulit :
Post exposure prophylaxis (PPP) dan kulit kering yang luas merupakan dugaan
kuat infeksi HIV. Beberapa kelainan seperti kulit genital (genital warts),
folikulitis dan psoriasis sering terjadi pada orang dengan HIV/AIDS(ODHA)
tapi tidak selalu terkait dengan HIV.
c) Infeksi
1. Infeksi Jamur : Kandidiasis oral, dermatitis seboroik, kandidiasis vagina
berulang
2. Infeksi viral : Herpes zoster,
3. herpes genital (berulang), moluskum kotangiosum, kondiloma.
4. Gangguan pernafasan : batuk lebih dari 1 bulan, sesak nafas, tuberkulosis,
pneumonia berulang, sinusitis kronis atau berulang
5. Gejala neurologis : nyeri kepala yang makin parah (terus menerus dan tidak
jelas penyebabnya), kejang demam, menurunnya fungsi kognitif
2.5 PENULARAN HIV/AIDS
Penularan utama HIV dapat melalui beberapa cara yaitu melalui hubungan seksual,
pemindahan darah atau produk darah, proses penyuntikan dengan alat-alat yang yang
terkontaminasi darah dari penderita HIV dan juga melalui transmisi vertikal dari ibu
ke anak. Sekali terinfeksi, maka orang tersebut akan tetap terinfeksi dan dapat menjadi
infeksius bagi orang lain (Rook et al, 2005).
1. Penularan seksual
13
Penularan seksual merupakan cara infeksi yang paling utama diseluruh dunia, yang
berperan lebih dari 75% dari semua kasus penularan HIV (Mitchell dan Kumar, 2007).
Penularan seksual ini dapat terjadi dengan hubungan seksual genitogenital ataupun
anogenital antara heteroseksual ataupun homoseksual. Risiko seorang wanita
terinfeksi dari laki-laki yang seropositif lebih besar jika dibandingka n seorang laki-
laki yang terinfeksi dari wanita yang seropositif (Rook et al 1998).
2. Transfusi darah dan produk darah
HIV dapat ditularkan melalui pemberian whole blood, komponen sel darah, plasma
dan faktor-faktor pembekuan darah. Kejadian ini semakin berkurang karena sekarang
sudah dilakukan tes antibodi-HIV pada seorang donor. Apabila tes antibodi dilakukan
pada masa sebelum serokonversi maka antibodi HIV tersebut tidak dapat terdeteksi
(Rook et al, 1998)
3. Penyalah guna obat-obat intravenaPenggunaan jarum suntik secara bersama-sama
dan bergantian semakin
meningkatkan prevalensi HIV/AIDS pada pengguna narkotika. Di negara maju, wanita
pengguna narkotika jarum suntik menjadi penularan utama pada populasi umum
melalui pelacuran dan transmisi vertikal kepada anak mereka (Rook et al, 1998).
4. Petugas Kesehatan
Menurut Murtiastutik (2008) petugas kesehatan sangat berisiko terpapar bahan
infeksius termasuk HIV. Berdasarkan data yang didapat dari 25 penelitian retrospektif
terhadap petugas kesehatan, didapatkan rata-rata risiko transmisi setelah tusukan jarum
ataupun paparan perkutan lainnya sebesar 0,32% (CI 95%) atau terjadi 21 penularan
HIV setelah 6.498 paparan, dan setelah paparan melalui mukosa sebesar 0,09% (CI
95%).
5. Maternofetal
Sebelum ditemukan HIV, banyak anak yang terinfeksi dari darah ataupun produk
darah atau dengan penggunan jarum suntik secara berulang. Sekarang ini, hampir
semua anak yang menderita HIV/AIDS terinfeksi melalui transmisi vertikal dari ibu
ke anak. Diperkirakan hampir satu pertiga (20-50%) anak yang lahir dari seorang ibu
penderita HIV akan terinfeksi HIV. Peningkatan penularan berhubungan dengan
rendahnya jumlah
14
CD4 ibu. Infeksi juga dapat secara transplasental, tetapi 95% melalui transmisi
perinatal (Rook et al, 1998).
6. Pemberian ASI
Peningkatan penularan melalui pemberian ASI pada bayi adalah 14%. Di negara maju,
ibu yang terinfeksi HIV tidak diperbolehkan memberikan ASI kepada bayinya (Rook
et al, 1998)
15
BAB III
ANALISA SITUASI
3.3.Hasil Pengamatan
3.3.1. Data Pasien
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Asisten Apotek
Agama : Islam
Alamat : Beringin RT:01/RW:01
Tanggal Berobat : 6 Agustus 2015
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Farmasi
II. Anamnesa
A. Keluhan Utama :
Status Present
Paru :
Inspeksi : Hemithorax dextra sama dg sinistra
Auskultasi : SD Vesikuler, Wheezing (-),Ronkhi (-)
Palpasi : Stremfemitus dextra et sinistra simetris
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-)
Dinding Abdoment
Pemeriksaan penunjang:
Tes CD4 :
Diagnosis Kerja
Assesment : HIV
Terapi
Non farmakologi :
Farmakologi
S.2dd I. Pc
S.1dd I. Pc
Identitas keluarga
a. Data individu
BAB IV
PEMBAHASAN
Pendekatan HL BLUM
24
1. Genetik
penularan yang terjadi dari ibu ke anak melalui persalinan normal dan
ASI.
2. Usia
Pada saat ini penderita HIV tidak memandang usia. Mulai dari
bayi sampai orang dewasa bisa terkena HIV. Pada bayi terjadi
penularan langsung dari ibu yang (+) menderita HIV baik melalui
3. Perilaku
a. Gaya Hidup
penularan HIV. Dewasa ini seperti gaya hidup seks bebas yang
b. Pola makan
25
pola makan yang salah pada penderita yang terkena HIV dapat
menjadi AIDS.
c. Pekerjaan
4. Pelayanan Kesehatan
HIV. Dewasa ini sudah mulai diwajibkan dilakukannya VCT pada ibu
5. Lingkungan
memiliki peran dalam penularan HIV. Saat ini banyak ibu-ibu rumah
suaminya. Karena itu, kesetiaan pada satu pasangan menjadi hal yang
lingkungan
puskesmas
- Meningkatkan
promosi
mengenai
pentingnya
screening pra
kehamilan dan
saat kehamilan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
29
5.1.Kesimpulan
Dari hasil pendekatan H.L. Blum mengenai faktor yang mempengaruhi
kesimpulan, yaitu :
Berdasarkan kasus ini pola perilaku pasien memang kurang baik, karena
sebelum menikah tidak melakukan screening pra nikah dan pada saat
HIV/AIDS.
penyakit HIV/AIDS.
5.2.Saran
5.2.1. Untuk pasien
Menjelaskan kepada penderita tentang penyakit HIV/AIDS
menderita HIV/AIDS.
BAB VI
PENUTUP
ini sangat penting dan bermanfaat bagi para calon dokter, khususnya yang kelak
kata kami berharap laporan ini bermanfaat sebagai bahan masukan dalam usaha
1. Brown. R.G., Burns, T., 2005. Lecture Notes Dermatologi. Jakarta: Penerbit
Erlangga
2. Columbia University Pers, 2014, HIV Columbia Electronic Encyclopedia, 6th
Edition. Dalam:http://web.a.ebscohost.com/ehost/detail/detail?sid=1e271d6d-
d05f-494f-9621-
4151bd0f5091%40sessionmgr4003&vid=0&hid=4206&bdata=JnNpdGU9ZW
hvc3QtbGl2ZQ%3d%3d#db=lfh&AN=39011845. Dikutip tanggal 18 Agustus
2015.
3. Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2014. Laporan Triwulan Situasi Perkembangan
HIV-AIDS di Indonesia sampai dengan Maret 2014. Jakarta. Hal. 1
4. Karmakar, S. and Sharma, S.K. 2011. Clinical Characteristics of Tuberculosis-
Associated Immune Reconstitution Inflamatory Syndrome in North Indian
Population of HIV/AIDS Parients Receiving HAART. Division of Pulmonary,
Critical Care, & Sleep Medicine, Department of Medicine, All India Institute of
Medical Sciences, Ansari Nagar, New Delhi 110029, India, 1, 239021.
5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Laporan Perkembangan HIV-
AIDS Triwulan IV
6. Komisi Penanggulangan AIDS. 2009. HIV dan AIDS sekilas pandang. Edisi
Kedua. Jakarta : Komisi Penanggulangan AIDS.
7. Wahyuningsih, R., 2009. Ancaman Infeksi Jamur pada Era HIV/AIDS. Maj
Kedokt Indon; 59: 569-572
8. World Health Organization: Global tuberculosis report 2013. Availabel from:
[http://www.who.int/tb/publications/factsheet_global.pdf]. Dikutip tanggal 18
Agustus 2015.
32