OLEH :
1409010046
PENDAHULUAN
Gambar 1. Pembengkakan
pada sendi lutut dan terjadi
paralysis
3. Transmisi
Transmisi dari penyakit ini dapat melalui dua cara yaitu :
Vertikal : melalui kolostrum atau susu yang terinfeksi virus.
Horizontal : melalui vomitus, lendir estrus, lendir preputium , air mani, air liur dan
sekresi hidung, mesin pemerah susu yang terkontaminasi, tangan terkontaminasi, alat
yang terkontaminasi (seperti jarum suntik, alat tato dan dehorners Udders,),
4. Patogenesis
Transmisi penyakit penyakit terjadi : vertikal melalui kolostrum, horizontal melalui
sekresi tubuh (monosit). Virus akan menginfeksi sel monosit (sum-sum tulang) pada kambing
namun tidak terjadi replikasi. Pada saat monosit bersirkulasi tidak terjadi replikasi virus, virus
akan mulai bereplikasi ketika sampai di jaringan (makrofag) dan akan menuju jaringan target
: kel. Mamae, synovial, paru-paru, SSP sehingga menyebabbkan teramatinya gejala klinis..
5. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk arthritis yang disebabkan oleh CAEV meliputi arthritis
traumatis dan artritis menular yang disebabkan oleh spesies Mycoplasma. Pada kambing
muda dengan paresis progresif, ataksia enzimatis, nematodiasis serebrospinal, trauma atau
abses spinal cord, dan anomali kongenital sumsum tulang belakang dan kolom vertebral harus
dipertimbangkan. Pada kambing dengan gejala keterlibatan otak, diagnosis banding juga
mencakup polioencephalomalacia, listeriosis dan rabies. Bentuk paru pada kambing dewasa
bisa menyerupai bentuk paru limfadenitis kusta.
6. Diagnosis
Diagnosis dari CAE dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
Melihat dari sejarah penyakit,
Gejala klinis yang teramati, dan
Tes laboratorium :
o Agar gel immunodiffusion (AGID)
o ELISA menggunakan test serologi (titer yang sangat rendah mungkin tidak dapat
dideteksi)
o Polymerase chain reaction PCR) test dengan mendeteksi asam nukleat dari virus.
o Isolasi virus bisa dilakukan pada darah atau susu dari hewan hidup, dan aspirasi
cairan sendi.
7. Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus untuk artritis caprine dan ensefalitis, namun terapi
suportif dapat diberikan. Pemberian bahan alas tidur tambahan, dan pemberian NSAID pada
kambing yang mengalami arthritis. Pakan berkualitas tinggi yang mudah dicerna harus
diberikan secara beprovided.
8. Kontrol
Penambahan kawanan yang tidak terinfeksi harus berasal dari kawanan yang bebas
CAEV. Hewan lain harus dikarantina dan diuji sebelum menambahkannya ke kawanan
ternak. Kawanan yang tidak terinfeksi juga harus dipisahkan dengan kawanan yang belum
diuji atau seropositif, karena transfer virus secara horisontal berkontribusi terhadap penularan.
Tidak ada vaksin yang tersedia saat ini.
CAEV dapat dimusnahkan dari kawanan, atau dikurangi prevalensi, dengan
mengisolasi anak-anak kambing secara permanen dari hewan seropositif segera saat lahir dan
membesarkan mereka dengan susu pasteurisasi atau pengganti susu. Sumber kolostrum yang
direkomendasikan termasuk kolostrum yang diberi perlakuan panas [56 C (133 F) selama
60 menit], kolostrum dari kambing CAEV negatif dan kolostrum sapi. Kawanan juga harus
sering diuji CAEV, dan kambing seronegatif dan seropositif harus dipelihara secara terpisah.
Setiap peralatan yang dibagi antara kelompok seronegatif dan seropositif harus didesinfeksi.
Kambing seropositif pada akhirnya harus dimusnahkan.
2.2 Hip displasia
Hip displasia adalah perkembangan abnormal dari persendian coxofemoral yang
dicirikan oleh subluksasio atau luksasio lengkap dari caput femur pada hewan muda dan
sedang sampai berat penyakit degenerasi persendian pada hewan tua. Luksasio persendian
coxofemoral adalah pemisahan sempurna antara caput femur dan acetabulum, sedangkan
subluksasio adalah pemisahan parsial.
Kejadian hip displasia sering terjadi pada anjing ras besar, jarang terjadi pada kucing.
Pada umur 5-10 bulan kejadian hip displasia sering muncul dengan penyakit degenerasi
persendian yang kronis.
1. Etiologi
Penyebab dari hip displasia adalah multifaktor, tetapi faktor herediter dan lingkungan
memainkan bagian dalam perkembangan abnormal tulang dan jaringan lunak. Pertumbuhan
dan pertambahan berat badan yang cepat karena nutrisi berlebihan kemungkinan menjadi
penyebab sebuah perbedaan perkembangan jaringan lunak pendukung (mudah terjadi hip
displasia).
Faktor peradangan sinovial kemungkinan menjadi salah satu perhatian penting.
Synovitis memudahkan peningkatan volume cairan persendian, yang mana menghilangkan
stabilitas. Faktor inilah yang menjadi kontribusi dari perkembangan kelemahan persendian
pinggul dan berlanjut menjadi subluksasio. Respon fisiologi dari kelemahan persendian
adalah proliferasi fibroplasia dari kapsul persendian dan peningkatan ketebalan trabekular
tulang.
Menurut Morgan, (2008) faktor Penyebab hip dysplasia melitputi 2 hal yaitu :
A. Faktor Genetik
Hip-dysplasia pada hewan merupakan salah satu penyakit yang dapat diturunkan,
perkecualian pada trauma neonatal. Penyakit ini merupakan suatu ciri poligenic yang
disebabkan oleh interaksi beratus-ratus gen, dimana masing-masing menyokong suatu bagian
kecil pada penyakit tersebut. Sedikitnya satu pasang gen ini dipercaya menjadi recessive.
Hal ini menjadi suatu ciri additive dimana keparahan dari suatu penyakit individu
ditentukan oleh banyaknya gen "terpengaruh" yang muncul. Genotype menentukan rencana
keturunan untuk bentuk pinggul, ukuran, hubungan anatomis, musculature, dan inervasi, juga
suatu program untuk pertumbuhan dan perubahan bentuknya.
Sekitar 17 - 36 persen keturunan dari hewan dysplastic akan menjadi normal dan 63 -
93 persen akan menjadi dysplastic. Hip-dysplasia adalah mempunyai ciri kuantitatif atau
kompleks yang merupakan rangkaian dari tak dapat dilihat (tanpa gejala klinis) sampai yang
parah. Hal ini merupakan kaitan antara pengaruh lingkungan (seperti gizi dan latihan, dan
yang lain) dengan konstitusi genetik yang mempengaruhi derajat abnormalitas tersebut dapat
terlihat.
B. Faktor Nongenetik
a. Kelemahan Sendi
Kelemahan sendi merupakan faktor yang signifikan dalam patogenesis hip-displasia,
ini terjadi sebelum perubahan karakteristik bentuk dan perubahan degeneratif
berlangsung. Kejadian ini dapat dicegah dengan memelihara kongruensi sendi sampai hewan
berumur enam bulan ketika tulang rangka dan struktur pendukung cukup kuat untuk
mencegah subluxation.
Permasalahannya adalah saat menentukan kelemahan sendi normal pada anak hewan
dan berapa besar kelemahan tersebut dapat untuk memulai mengubah model dan cartilago
apabila dihubungkan dengan hip-dysplasia, kelemahan sendi yang parah secara khas dapat
mengakibatkan pengembangan hip-dysplasia, namun sendi pinggul yang stabil pada
umumnya dapat berkembang secara normal.
b. Hormonal
Sejumlah hormon, mencakup estrogen, relaxin, growt hormon, hormon parathyroid
dan insulin telah diselidiki potensinya yang menyebabkan atau menyokong faktor hip-
dysplasia. Betina tidak boleh mengalami kelemahan sendi selama musim anestrus.
Abnormalitas metabolisme estrogen pada manusia menyebabkan kelemahan sendi,
dan estrogen diberikan kepada anak hewan dapat mempengaruhi hip-dysplasia, tetapi ukuran
estrogen pada anak hewan dysplastic tidaklah lebih tinggi dibanding dengan anak hewan
normal. Level relaxin yang ditingkatkan pada betina postpartum dengan hip-dysplasia dan
relaxin yang diberikan pada anak hewan dapat mempengaruhi pengembangan hip-dysplasia.
c. Nutrisi dan Pertumbuhan Cepat
Overfeeding (pemberian pakan berlebih )dengan cepat akan memacu pertumbuhan,
hewan keturunan besar dapat meningkatkan keparahan dan frekuensi hip-dysplasia. Diet
paling komersial pada hewan adalah dalam kaitannya dengan seimbang vitamin, mineral,
karbohidrat, dan kebutuhan serat dan protein.
Overfeeding sendiri tidak menyebabkan hip-dysplasia, namun hal tersebut dapat
memaksimalkan predisposisi genetic penyakit pada individu. Overfeeding akan
memaksimalkan keparahan osteoarthritis pada hewan yang mempunyai sejarah keturunan hip-
dysplastic.
d. Calsium
Calsium (Ca), sodium (Na), dan kalium (K) merupakan beberapa elektrolit utama
sebagaimana berfungsi bagi banyak aktifitas biologi. elektrolit adalah molekul atau atom yang
berfungsi baik negatif maupun positif. Pertanyaan supplementasi kalsium (Ca) menjadi
kontroversial bagi para breeder, namun sebaiknya kalsium ini jangan diberikan berlebihan.
Ini bukan berarti menghilangkan kalsium diperlukan dari diet hewan, karena kalsium
tidak hanya sebagai komponen skeletal penting, namun kalsium juga penting bagi elemen
pembekuan darah, pelepasan hormonal dan kontraksi otot.
Hewan muda tidak mempunyai suatu mekanisme yang bersifat melindungi melawan
terhadap kelebihan calsium, Diet berlebih akan meningkatkan jumlah calsium yang diserap
dari gastrointestinal. Kalsium tinggi mengurangi aktivitas osteoclastic, menunda pengerasan
endocondral dan perubahan bentuk skeletal, sehingga jumlah kalsium pada perbandingan
calsium dengan fosfat (Ca:P) menjadi lebih penting.
e. Vitamin D
Saat vitamin D ditingkatkan, penyerapan kalsium yang diserap dan penyerapan ginjal
juga meningkat, kelebihan vitamin D mempunyai efek serupa dengan kelebihan
kalsium. Kelebihan asupan kalsium dan vitamin D akan mendukung pengembangan pada
individu yang mempunyai predisposisi genetik hip-dysplastic sehingga harus dihindarkan
pada hewan muda yang mempunyai tingkat pertumbuhan sangat cepat.
f. Vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk mensintesis colagen, tetapi hewan tidak memerlukan
dalam makanan. Ketika mereka mensintesis jumlah yang cukup. Pemberian vitamin C dosis
tinggi pada betina hamil dan anak mereka sampai umur dua tahun dilaporkan dapat menekan
hip-dysplasia. namun ketiadaan evaluasi radiografis, tindak lanjut, dan ketidakmampuan
untuk mengembangkan hasil pada pengawasan percobaan klinis membuat hasil ini masih
diragukan.Studi lain menunjukkan kelebihan vitamin C pada anak hewan menyebabkan
hypercalcimia dan akan menunda tulang mengubah bentuk dan cartilago waktu menjadi
masak.
g. Exercise/Latihan
Latihan belum menunjukan secara spesifik kontribusinya akan perkembangan hip-
dysplasia, karena hal tersebut belum dipelajari secara intensif dibandingkan pengaruh dari
nutrisi.
Kemungkinan hip-dysplasia adalah suatu penyakit biokimia yang disebabkan oleh
penekanan tulang rangka yang belum dewasa, sehingga latihan diduga akan mempercepat
pengembangan dari perubahan kemunduran akan ketidakstabilan pinggul pada hewan.
Dan Pierrmattei, et al., (2006) menambahkan, hal-hal yang mendukung kejadian hip
dysplasia seperti otot pelvis yang terlalu kecil dari normal, porposi antara massa otot dan
pertumbuhan tulang yang kurang proporsional, pada gen tertentu tulang akan terlihat normal
namun kartilago memiliki kelainan pertumbuhan dan kemudian diperparah dengan jaringan
ikat dan otot yang ada disekitarnya.
2. Gejala Klinis
Susah naik setelah istirahat, intoleran terhadap latihan.
Kepincangan setelah latihan.
Atropi otot pada pelvis.
Gaya berjalan yang goyang sampai pergerakan abnormal pada bagian belakang kaki.
3. Teknik Diagnosa
a) Physical examination (PE)
Physical examination (PE) pada hewan muda umur 5 dan 10 bulan terlihat adanya
kepincangan. Pada PE ditemukan rasa sakit selama persendian pinggul diektensi, berputar
kearah luar dan abduksi, pertumbuhan otot pelvis yang sedikit, intolerance exercise. PE pada
hewan tua ditemukan rasa sakit selama persendian pinggul diektensi, pengurangan jarak
gerakan, atropi otot pada pelvis, intolerance exercise.
Diagnosa yang benar pada hip displasia dilihat pada penyebab dari gejala klinis
adalah didasarkan pada umur, ras, anamnese, PE, dan perubahan pada radiograf. Standar
gambaran radiograf untuk diagnosa hip displasia adalah ventrodorsal terlihat pelvis dengan
bagian belakang kaki meluas simetris dan memutar kedalam ke pusat patella luar lekuk
trochlear.
b) Uji Barlow
Uji barlow didefinisikan sebagai deteksi luksasi caput femur dengan usaha
mengeluarkan kaput femur dari acetabulum dengan melakukan adduksi kaki hewan dan
ibu jari pemeriksa diletakkan dilipatan paha. Positif bila saat mengeluarkan kaput femur,
teraba kaputnya oleh ibu jari pemeriksa dan ada bunyi 'klik'.
c) Uji Barden
Dikenal juga dengan uji daya angkat pinggul. Paha dipegang dengan kuat selagi
berdiri dibelakang hewan dan kemudian dilakukan pengangkatan kaki belakang secara
lateral. Ini sangat berguna pada posisi tangan lain diatas region trochanter mayor dalam
mendeteksi perpindahan lateral.
Ketika trochanter mayot dapat berpindah secara lateral. 0,5 cm, maka hasil tes
mengindikasikan positif, , uji ini dilakukan pada hewan dengan posisi lateral recumbency
yaitu ibu jari diletakan di tuber ischia dan jari tengah berada di spina iliaca dorsal dan jari
telunjuk diletakan di trochanter mayor, kemudian tangan yang satu mengangkat femur
secara lateral, tarik caput femur keluar dari acetabulum. Teknik ini sangat baik dilakukan
pada hewan kecil dengan tingkat akurasi sebesar 83 %.
2 Fosfor Osteolysis
3.1 Kesimpulan
Gangguan atau penyakit muskuloskeletal adalah suatu kondisi yang mempengaruhi
sistem muskuloskeletal yang dapat terjadi pada tendon, otot, sendi, pembuluh darah dan atau
saraf pada anggota gerak. Gejala dapat berupa nyeri, rasa tidak nyaman, kebas pada bagian
yang terlibat dan dapat berbeda derajat keparahannya mulai dari ringan sampai kondisi berat,
kronis dan lemah
Caprine artritis ensefalitis merupakan penyakit menular yang bersifat kronis pada
kambing yang biasanya Dikenal sebagai 'lutut besar', Penyakit ini disebabkan oleh caprine
artritis ensefalitis Virus (CAEV) dari genus lentivirus famili Retroviridae.
Hip displasia adalah perkembangan abnormal dari persendian coxofemoral yang
dicirikan oleh subluksasio atau luksasio lengkap dari caput femur pada hewan muda dan
sedang sampai berat penyakit degenerasi persendian pada hewan tua. Luksasio persendian
coxofemoral adalah pemisahan sempurna antara caput femur dan acetabulum, sedangkan
subluksasio adalah pemisahan parsial.
Kejadian hip displasia sering terjadi pada anjing ras besar, jarang terjadi pada kucing.
Pada umur 5-10 bulan kejadian hip displasia sering muncul dengan penyakit degenerasi
persendian yang kronis.
DAFTAR PUSTAKA
Ardana IBK, & Willyanto I. 2010. Buku Ajar Patologi Klinik Veteriner. Universitas
Udayana. Denpasar.
Ettinger SJ, & Feldman EC. 2002. Textbook of Veterinary Internal Medicine Volume 1
Sixth Edition. Elsivier Sauders Publisher. Missouri. USA
Fossum, TW. 2002. Small Animal Surgery 3rd Edition. Elsivier Mosby. China
Houlton JEF, Cook JL, Innes JF, Hobbs SJL, & Brown G. 2006. BSAVA Manual of Canine
and Feline Musculoskeletal Disorders. Gloucester. England
Morgan, RV. 2008. Handbook of Small Animal Practice. Elsivier Saunders Publihsher.
Missouri. United States America.
Piermattei D, Flo G, & DeCamp C. 2006. Handbook of Small Animal orthopedics and
Fracture Repairs 4th Edition. Elsivier Saunders Publisher. Missouri.
Cork L.C. 1990. Pathology and epidemiology of lentiviral infection of goats. In: Maedi-
Visna and Related Diseases, Petursson G. & Hoff-Jrgensen R., eds. Kluwer
Academic Press, Dordrecht, The Netherlands, 119127.
Deandres D., Klein D., Watt J. et all. 2005. Diagnostic tests for small ruminant
lentiviruses. Vet. Microbiol., 107, 4962.
Lowa State University (2007). Caprine arthritis-encephalitis, Small ruminant lentivirus
infection. Oie Lowa