Anda di halaman 1dari 24

Pemeriksaan Risiko Perdarahan

pada Pasien Pre-Operasi THT

disusun oleh:
El Nissi Leonard 112016175
Stella 112016153
Tri Angela Anggrayani 112016173

Dokter Pembimbing :

dr. Abdi Bumi Suryanto, Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT


RS IMANUEL WAY HALIM BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
18 September 2017 21 Oktober 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya,
kami dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul Pemeriksaan Risiko
Perdarahan pada Pasien Pre-Operasi THT. Referat ini penulis susun untuk melengkapi
tugas di Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan THT di RS Imanuel Way Halim
Lampung. Penulis juga ingin berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing
yaitu dr. Abdi Bumi Suryanto, Sp.THT yang telah membimbing selama kepaniteraan dan
membantu dalam menyusun referat ini.
Penulis berharap referat ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak yang ingin
mengetahui sedikit banyak tentang Pemeriksaan Risiko Perdarahan pada Pasien Pre-
Operasi THT. Akhir kata, referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
ingin mengucapkan permohonan maaf apabila ada kesalahan dalam isi dan format dari referat
ini. Semoga referat ini memberikan manfaat bagi pembaca.

Jakarta 25 September 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .................................................................................................... 1


Kata Pengantar 2
Daftar Isi .... 3
Bab I. Pendahuluan 4
Bab II. Pembahasan .... 5
II.1 Haemostasis 5
II.2Anamnesis ... 9
II.3 Pemeriksaan Fisik... 10
II.4Pemeriksaan Laboratorium . 12
II.5 Haemostasis pada Operasi Otorhinolaryngologi. 21
Bab III. Penutup 23
Daftar Pustaka 24

BAB I
PENDAHULUAN

Haemostasis adalah kemampuan alami untuk menghentikan perdarahan pada lokasi luka
oleh spasme pembuluh darah, adhesi trombosit dan keterlibatan aktif faktor koagulasi, adanya

3
koordinasi dari endotel pembuluh darah, agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Fungsi
utama mekanisme koagulasi adalah menjaga keenceran darah,sehingga darah dapat mengalir
dalam sirkulasi dengan baik serta membentuk thrombus sementara pada dinding pembuluh darah
yang mengalami kerusakan.1

Hemostasis bukanlah suatu proses yang pasif melainkan suatu proses aktif dari sistem
vaskuler. Kematian dapat terjadi akibat ketidakmampuan untuk menghentikan perdarahan atau
mengkonversikan darah kebentuk padat. Jika sistem ini terganggu karena kelainan bawaan
(inherited) atau didapat (acquired), maka fungsi fisiologis dari sistem koagulasi akan terganggu.2

Di semua area pembedahan sangat penting untuk mencapai haemostasis supaya


mencegah komplikasi, seperti perdarahan yang bisa membuat menjadi syok dan kematian atau
hematoma yang dapat menyebabkan infeksi dan luka yang tidak mengering.3

Dalam mempersiapkan pasien untuk operasi, sangat penting untuk mengetahui riwayat
preoperasinya. Informasi yang terpentingnya seperti gangguan perdarahan atau riwayat keluarga
gangguan perdarahan. Dalam sebuah penelitian baru-baru ini ditemukan bahwa pasien yang
mengalami komplikasi perdarahan pascaoperasi, sekitar 90% dapat dihindari jika riwayat
gangguan pendarahan preoperasi telah diketahui. Informasi preoperasi lainnya yang penting
adalah apakah pasien menggunakan terapi anti-platelet atau anti koagulan (seperti aspirin,
dipyridamole, atau warfarin) dan kapan atau apakah pengobatan ini telah dihentikan.3

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Haemostasis

Haemostasis adalah penghentian pendarahan dari pembuluh darah yang rusak, dimana
penghentian dari hemoragik (hemo berarti darah, stasis berarti tetap). Untuk terjadinya
perdarahan dari pembuluh darah, haruslah terdapat rusaknya atau retaknya dinding pembuluh

4
darah dan tekanan dalam pembuluh darah haruslah lebih tinggi dari luar pembuluh darah untuk
memaksa darah keluar dari bagian yang rusak.4

Haemostasis normal merespon pada kerusakan pembuluh darah dalam interaksi yang
dekat antara pembuluh darah, trombosit yang bersirkulasi dalam peredaran darah, dan faktor-
faktor koagulasi darah. Mekanisme yang cepat dan efisien dalam menghentikan pendarahan di
lokasi pembuluh darah yang terluka merupakan hal yang sangat penting dalam menyelamatkan
nyawa. Namun demikian respon tersebut butuh untuk dikontrol sedemikian rupa untuk mencegah
pembentukan gumpalan darah yang ekstensif dan untuk menghancurkan gumpalan darah bila
sudah terjadi kerusakan. Sistem haemostasis mewakilkan keseimbangan antara mekanisme
prokoagulasu dan antikoagulasi yang terkait dengan proses fibrinolisis. Terdapat 5 komponen
utama yang tergabung di dalamnya yaitu trombosit, faktor koagulasi, inhibitor koagulasi,
fibrinolisis, dan pembuluh darah.5

Mekanisme haemostasis juga memiliki sejumlah fungsi yang penting yaitu:6

1. Untuk menjaga darah dalam keadaan cair saat beredar dalam pembuluh darah
2. Untuk menghentikan pendarahanan atau kehilangan darah di lokasi luka dengan
pembentukan gumpalan haemostasis
3. Untuk membatasi proses ini terjadi hanya pada sekitar daerah luka
4. Untuk memastikan menyingkirkan pada akhirnya gumpalan yang terbentuk saat
proses penyembuhan telah usai

Haemostasis melibatkan 3 langkah utama yaitu spasme pembuluh darah, formasi sumbat
trombosit, dan koagulasi darah. Trombosit memainkan peranan penting dalam haemostasis.
Trombosit seperti yang telah diketahui memiliki peran besar dalam pembentukan sumbatan
trombosit. Trombosit juga berkontribusi dalam 2 langkah lainnya dalam haemostasis.4

Konstriksi setelah trauma merupakan reaksi instrinsik dari pembuluh darah, terutama
pada arteriole kecil dan kapiler. Vasokonstriksi setelah trauma dapat mengurangi/menurunkan
aliran darah ke daerah luka. Vasokonstriksi lokal yang di induksi oleh serotonin (5-
hydroxytriptamine) telah diteliti secara luas. Sejumlah besar dari serotonin dilepas dari trombosit
pada sumbat hemostasis primer. Thromboxane A2 (TX-A2) yang disintesis dan dilepaskan oleh
trombosit yang teraktifasi juga menginduksi kontraksi otot polos pada konsentrasi yang amat
kecil, serta efek yang dapat membentuk suatu mekanisme hemostasis yang penting. Endotelium
merupakan suatu regulator penting dalam proses hemostasis dan antitrombotik. Endotelium

5
merupakan sumber utama dari von Willebrand factor (vWF) yang lepas dari sel-sel endotelium
setelah terpapar fibrin, trauma, atau pemberian vasopressin. Sel-sel endotel juga mengandung
suatu inhibitor dari aktivasi plasminogen. Patelet Activating Factor (PAF), fibronectin, dan
tissue thromboplastin disintesis sel-sel endotelium yang terstimulasi.5

Trombosit memiliki permukaan area yang besar dimana terdapat faktor koagulasi.
Glikoprotein GPIb dan IIb/IIIa selanjutnya memfasilitasi penempelan trombosit ke vWF dan
selanjtunya ke endothelium. Paparan kolagen dan thrombin mendorong agregasi trombosit dan
reaksi pelepasan trombosit dimana trombosit melepaskan isi granulanya. Adenosine diphosphate
(ADP) mendorong agregasi platelet untuk membentuk sumbatan haemostasis primer. Sistesis
prostaglandin trombosit teraktivasi untuk membentuk thromboxane A2 yang mempotensiasi
reaksi pelepasan trombosit, mendorong agregasi trombosit, dan juga aktivitas vasokonstriktor.
Fibrin, yang diproduksi dari proses koagulasi darah, terikat dengan vWF dan menjerat trombosit
agar membentuk sumbatan haemostasis yang stabil. Trombosit yang sudah teraktivasi
mendorong terjadinya koagulasi saat daerah tempat terikatnya fosfolipid terekspos yang
selanjutnya terlibat dalam aktivasi faktor X dan prothrombin menjadi thrombin dalam kaskade
koagulasi.7

Protein dari kaskade koagulasi adalah proenzim (serine protease) dan prokofaktor yang
teraktifasi secara sekuensial. Kaskade ini telah dibagi berdasarkan tes laboratorium menjadi jalur
ekstrinsik, jalur intrinsik, dan jalur umum. Pembagian ini berguna untuk memahami hasil dari tes
koagulasi in vitro. Namun jalur ini juga saling terkait dengan tes koagulasi in vivo. Koagulasi
dimulai ketika faktor jaringan (tissue factor) teraktivasi di permukaan sel yang terluka dan
mengikat faktor VIII; kompleks ini selanjutnya mengaktivasi faktor IX, yang merupakan
kofaktor dari VIII, yang mengaktivasi faktor X menjadi faktor Xa.7

6
Gambar 1. Jalur Koagulasi Darah Diinisiasi oleh Tissue Factor (TF)5

Trombosit mempercepat proses koagulasi dengan menyediakan membran fosfolipid.


Kompleks dari Xa dan Va, terativasi dari kofaktor V oleh thrombin, bekerja sebagai prothrombin
(faktor II) untuk menghasilkan thrombin. Thrombin lalu mengkonversi fibrinogen menjadi
monomer fibrin, dengan pelepasan fibrinopeptide A dan B. Monomer-monomer ini bersatu untk
membentuk sumbatan polimer fibrin. Faktor XIII bereaksi silang dengan polimer ini untuk
membentuk sumbatan yang lebih stabil.7

Trombin memiliki beberapa peran kunci dalam proses koagulasi sebagai berikut.7

1. Trombosit mengkonversi fibrinogen plasma menjadi fibrin.


2. Trombosit mengaplifikasi koagulasi dengan cara:
a. mengaktifkan faktor XA yang meningkatkan produksi IXa
b. membelah faktor VII dari molekul pembawanya yaitu vWF untuk
mengaktivasi dan mengaugmentasi produksi Xa
c. mengaktivasi faktor V menjadi faktor Va
2. Mengaktivasi faktor XIII menjadi faktor XIIIa yang selanjutnya menstabilkan
gumpalan fibrin

7
3. Memungkinkan terjadinya agregasi trombosit
4. Berikatan dengan thrombomodulin di permukaan endotel untuk membentuk
kompleks yang mengaktivasi protein C yang terlibat dalam regulasi koagulasi

Gambar 2. Peran thrombin dalam haemostasis4

Untuk menginhibisi kaskade koagulasi dan memastikan akasi dari thrombin terbatas
hanya pada lokasi luka diperlukan adanya faktor-faktor inhibisi koagulasi yang berperan sebagai
berikut.7

1. Antithrombin menginaktivasi protease serine terutama faktor Xa dan thrombin.


Heparin mengaktivasi antithrombin
2. 2 makroglobulin, 2 antiplasmin, 2 antitripsin dan kofaktor heparin II juga
menginhibisi protease serin dalam sirkulasi
3. Protein C dan protein S adalah protein dependen vitamin K yang dibentuk di hati.
Protein C diaktivasi via kompleks thrombin-trombomodulin dan seperti protein S,
menginhibisi koagulasi dengan menginaktivasi faktor Va dan VIIIa; ini juga
menambahkan fibrinolysis dengan menginaktivasi inhibitor tissue plasminogen
activator (TPA)

8
4. Tissue factor pathway inhibitor (TFPI) menginhibisi jalur utama in vivo dengan
inhibisi faktor VIIa dan Xa

Fibrinolisis adalah proses dimana fibrin didegradasi oleh plasmin. Pro-enzim dalam
sirulasi darah, yaitu plasminogen, dapat teraktivasi menjadi plasmin saat terjadi setelah luka oleh
TPA dan urokinase-like plasminogen activator (UPA) yang dilepaskan dari sel yang teraktivasi
atau yang rusak. Plasminogen juga teraktivasi menjadi plasmin oleh agen eksogen seperti
streptokinase, atau dengan UPA atau TPA terapeutik. Plasmin mencerna fibrin (atau fibrinogen)
menjadi fibrin degradation products (FDPs) dan juga mendegradasi faktor V dan VII. Plasmin
bebas diinaktivasi oleh plasma 2 antiplasmin dan 2 makroglobulin.7

II.2 Anamnesis

Fungsi dari mendeteksi kelainan darah pada evaluasi pre-anestesi adalah untuk mencegah
terjadinya komplikasi perdarahan pada tindakan medis. Gangguan haemostasis yang tidak
terdeteksi dapat menimbulkan perdarahan selama dan setelah tindakan pembedahan.
Dibandingkan dengan gangguan yang didapat, factor kelainan koagulasi dan gangguan trombosit
yang diturunkan lebih jarang terjadi pada populasi. Gangguan yang didapat biasanya terjadi
akibat penggunaan obat seperti terapi antiplatelet dan antikoagulansia oral. Tes koagulasi sangat
penting untuk pre-operasi. Sebelum pemeriksaan lab, tentu resiko perdarahan harus dianamnesis
terlebih dahulu disertai dengan riwayat perdarahan dalam keluarga. Kuesioner yang dipakai
adalah HEMSTOP yaitu adalah singkatan dari Hematoma, Hemoragi, Menoragi, Surgery, Tooth
extraction, Obstetrics, Parents.8

Untuk melakukan anamnesis terhadap kecurigaan kelainan haemostasis, perlu kita


tanyakan gejala perdarahan seperti:8

1. Pernahkan menerima pengobatan untuk perdarahan abnormal? (mimisan, luka minor)


2. Pernahkan mengalami hematoma yang lebih besar dari 2 cm tanpa trauma atau setelah
trauma minor?
3. Setelah pencabutan gigi, pernahkah ada perdarahan yang lama hingga memerlukan
pengobatan dokter gigi?
4. Pernahkah mengalami perdarahan berlebihan saat atau setelah pembedahan?
5. Apakah ada keluarga anda yang mengalami gangguan koagluasi seperti hemophilia, von
wille brand disease)?

9
6. Pernahkan anda konsultasi atau menerima pengobatan karena menstruasi yang
berkepanjangan?
7. Pernahkan mengalami perdarahan berkepanjangan setelah melahirkan?

Selain itu tanyakan riwayat penyakit seperti haemostasis, penyakit hati kronik, SLE,
keganasan darah, gagal ginjal ronis, riwayat pemakaian obat yang dapan menurunkan produksi,
destruksi, dan perubahan fungsi trombosit seperti (Sulfonamide, Quinidine, Karbamazapine,
Aspirin, Dipiridamol, Kloramfenikol, Estrogen, Heparin, Digoksin).7

II.3 Pemeriksaan Fisik

Sebagaimana diketahui gangguan perdarahan dapat disebabkan oleh kelainan vaskuler,


trombosit atau sistem pembekuan darah. Tanda-tanda tertentu yang spesifik dapat membantu
menentukan penyebab gangguan perdarahan. Tanda-tanda tersebut dapat dibagi atas 2 kelompok,
yaitu tanda-tanda yang lebih sering dijumpai pada kelainan vaskuler dan trombosit, sedangkan
kelompok lainnya yaitu tanda-tanda yang lebih sering dijumpai pada gangguan pembekuan
darah, seperti terlihat pada tabel dibawah ini.9
Tabel 1. Perbandingan gejala klinis kelainan darah9

Tanda-tanda Kelainan pembekuan darah Kelainan vaskuler atau trombosit


Ptechiae Jarang Khas
Hematoma Khas Jarang
Ekhimosis Besar dan soliter Kecil dan multiple
Hemarthrosis Khas Jarang
Perdarahan dari luka Sedikit Terus menerus
Jenis kelamin 80-90% herediter pada pria Relatif lebih sering pada wanita
Riwayat keluarga Sering Jarang

Kelainan vaskuler atau trombosit sering disebut kelainan purpura karena gejala
perdarahan pada kulit dan mukosa. Petechiae merupakan tanda spesifik untuk kelainan vaskuler
atau trombosit dan jarang dijumpai pada kelainan pembekuan darah. Lesi ini merupakan
perdarahan kapiler kecil, munculnya sekaligus dalam jumlah banyak begitu pula menghilangnya.
Pada kelainan purpura, petechiae sering dijumpai bersama ekhimosis superfisial yang multipel.9

Pada kelainan pembekuan darah, tanda yang karakteristik adalah hematoma yang besar.
Hematoma tersebut dapat timbul spontan atau setelah trauma ringan. Hemarthrosis adalah

10
perdarahan kedalam rongga sendi dan merupakan gejala yang diagnostik untuk kelainan
pembekuan darah yang bersifat bawaan. Sering tanpa perubahan warna kulit, sehingga gejalanya
seperti artritis. Pada orang dengan gangguan perdarahan, bila mengalami trauma perdarahan
yang terjadi lebih banyak dan berlangsung lebih lama dari pada orang normal.

Pada kelainan pembekuan darah, mulainya proses perdarahan sering terlambat (delayed
bleeding). Setelah trauma, perdarahan dapat berhenti selama beberapa jam, tetapi kemudian
timbul perdarahan yang tidak dapat dihentikan dengan vasokonstriktor. Penghentian perdarahan
yang sementara disebabkan trombosit dapat membentuk sumbat hemostatik.

Pada kelainan trombosit atau vaskuler, perdarahan terjadi segera setelah trauma.
Walaupun darah yang keluar tidak sebanyak pada kelainan pembekuan darah, tetapi dapat
berlangsung lama sampai berhari-hari. Perdarahan spontan seperti menorhagia, metrorhagia,
hematuria, hematemesis, melena dan epistaksis dapat terjadi pada kelainan purpura maupun
kelainan pembekuan darah, sedangkan hemoptisis jarang terjadi karena gangguan perdarahan.

Pada kelainan bawaan gejala perdarahan biasanya mulai tampak sejak bayi atau masa
anak-anak dan pada anamnesa dijumpai riwayat keluarga yang positif. Pada pemeriksaan
laboratorium sering kali dijumpai kekurangan salah satu faktor pembekuan. Pada kelainan
pembekuan darah yang didapat, gejala perdarahan tidak seberat kelainan bawaan, sifatnya
multipel dan gambaran kliniknya sering didominasi penyakit primernya. Pada anamnesa perlu
ditanyakan tentang obat-obatan yang diminum, karena banyak obat yang menyebabkan
trombositopenia, gangguan fungsi trombosit atau kelainan vaskuler.9

II. 4 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan lab yang dapat dilakukan adalah Protrombin time (PT),Activated partial
tromboplastin time (aPTT), Trombin time (TT), Bleeding time (BT), Clotting time (CT), D-
dimer, Fibrinogen, Trombosit, International normalized ratio (INR). Tetapi yang dilakukan saat
preoperasi biasanya hanya BT, aPTT dan PT. Karena dalam gangguan haemostatis yang perlu
diperhatikan adalah vaskuler, trombosit, dan system pembekuan darah. BT sudah cukup untuk
menilai vaskuler, trombosit akan diperiksa dalam darah rutin dan system pembekuan darah akan
dinilai dengan PT dana PTT. PT untuk menilai jalur ekstrinsik dan campuran, sedangkan aPTT
untuk menilai jalur intrinsic dan campuran.

11
A. Waktu protrombin (Protrombin time/PT)

Mengukur secara langsung kelainan secara potensial dalam sistem tromboplastin


ekstrinsik (fibrinogen, protrombin, faktor V, VII dan X) dan jalur umum, dan juga dapat dipakai
untuk memantau pemberian antikoagulan oral. Nilai normal tergantung pada tromboplastin yang
digunakan, teknik yang tepat dan visual, sekitar 10 15 detik (dapat bervariasi secara bermakna
antar laboratorium).a Prinsip pemeriksaan waktu protrombin adalah mengukur lamanya waktu
yang dibutuhkan dalam detik untuk pembentukkan fibrin dari plasma sitrat, setelah penambahan
tromboplastin jaringan dan ion Ca dalam jumlah optimal.10

Reagen

Platelet-poor plasma (PPP) dari pasien dan kontrol (yang disiapkan di sentrifugasi pada
2000g untuk 15 menit pada 40C. Perhatikan bahwa plasma disimpan di 40C mungkin memiliki
shortened PT sebagai akibat dari faktor VII aktivasi dalam keadaan dingin.6

Metode

Masukkan 0,1 ml plasma ke dalam tabung gelas yang ditempatkan di waterbath dan
tambahkan 0,1 ml tromboplastin. Tunggu 1-3 menit agar campuran bisa menghangat. Kemudian
tambahkan 0,1 ml CaCl2 hangat dan mulai stopwatch. Campur isinya dalam tabung dan catat
waktu akhir. Lakukan uji duplikat pada plasma pasien dan kontrolnya plasma. Bila sejumlah
sampel harus diuji sebagai batch, sampel dan kontrol harus cocok untuk menghilangkan bias
waktu.6

Ekspresi Hasil

Hasilnya dinyatakan sebagai rata-rata dari duplikat pembacaan dalam hitungan detik atau
sebagai rasio dari rata-rata waktu plasma pasien dengan waktu normal kontrol plasma. Plasma
kontrol diperoleh dari 20 laki-laki normal dan wanita (tidak hamil dan tidak memakai
kontrasepsi oral) dan rata-rata geometrik normal PT (MNPT) dihitung.6

Implikasi klinik: 11,12,13



Nilai meningkat pada defisiensi faktor tromboplastin ekstrinsik (faktor II, V, VII dan X)
jika kadarnya <30%, defisiensi vitamin K, DIC (disseminated intravascular

12
coagulation), HDN (Haemorrhagic disease of the newborn), obstruksi bilier, gangguan
reabsorpsi usus, absorpsi lemak yang buruk, lupus, intoksikasi salisilat, sel hati yang
mengalami kerusakan tidak dapat mensintesis protrombin. Obat yang perlu diwaspadai:
antikoagulan oral (warfarin, heparin, klorpromazin, difenilhidantoin, metildopa),
antibiotik (penisilin, streptomisin, kloramfenikol, kanamisin, neomisin, tetrasiklin),
aspirin/ salisilat, sulfonamide.

Nilai menurun apabila konsumsi vitamin K meningkat, tromboflebitis, infark miokardial,
embolisme pulmonal, dan diet tinggi lemak. Pengaruh obat: barbiturate, digitalis,
diuretik, difenhidramin, kontrasepsi oral, rifampisin, dan metaproterenol.
B. aPTT (activated Partial Thromboplastin Time)

Mendeteksi defisiensi sistem thromboplastin intrinsik (faktor I, II, V, VIII, IX, X, XI dan
XII) dan jalur koagulasi umum. Digunakan untuk memantau penggunaan heparin. Nilai normal:
21 45 detik (dapat bervariasi antar laboratorium) Rentang terapeutik selama terapi heparin
biasanya 1,5 2,5 kali nilai normal (bervariasi antar laboratorium). 11,12

Reagen

Platelet-poor plasma (PPP) dari pasien dan kontrol. Kaolin. 5g/l dalam buffer barbitone
saline, pH 7,4. Tambahkan beberapa manik-manik kaca untuk membantu resuspensi Suspensi
stabil di suhu kamar. Zat aktif permukaan yang tidak larut lainnya seperti silika, celite atau asam
ellagic juga bisa digunakan. Fosfolipid, banyak reagen tersedia untuk APTT, yang paling penting
adalah menetapkan aktivator-kombinasi fosfolipid yang peka terhadap kekurangan faktor VIII,
IX dan XI pada konsentrasi 0,35-0,4 iu / ml. Reagen yang gagal mendeteksi penurunan derajat
ini terlalu sensitif untuk penggunaan rutin. Sistemnya juga harus responsif terhadap heparin tak
terfragmentasi selama terapi kisaran sekitar 0,3-0,7 iu / ml. Selain itu, beberapa laboratorium
akan berharap sistem menjadi peka terhadap adanya antikoagulan lupus. CaCl2. 0,025 mol/l.6

Metode

Campurkan volume yang sama dari reagen fosfolipid dan suspensi kaolin dan biarkan di
dalam tabung gelas di waterbath pada 370C. Tempatkan 0,1 ml plasma ke dalam gelas tabung
yang kedua. Tambahkan 0,2 ml larutan kaolin-fosfolipid ke dalam tabung plasma, campur isinya
dan segera mulai stopwatch. Biarkan di 370C selama 10 menit dan goyangkan sesekali. Tepat 10

13
menit, tambahkan 0,1 ml prewarmed CaCl2 dan mulai stopwatch kedua. Ukur waktu cairan saat
menjadi gumpalan. Ulangi tes setidaknya satu kali pada plasma pasien dan plasma kontrol.6

Implikasi klinik: 11,12

Meningkat pada penyakit von Willebrand, hemofilia, penyakit hati, defisiensi vitamin K,
DIC, defisiensi faktor koagulasi selain faktor VII. Obat yang perlu diwaspadai: heparin,
streptokinase, urokinase, warfarin
Menurun pada DIC sangat awal, hemorrhagia akut, kanker meluas (kecuali mengenai
hati)

C. Waktu Thrombin (Thrombin Time/TT)

Pemeriksaan yang sensitif untuk defisiensi fibrinogen. Nilai normal: dalam rentang 3 detik
dari nilai kontrol (nilai kontrol: 16-24 detik), bervariasi antar laboratorium.11

Reagen

Platelet-poor plasma (PPP) dari pasien dan kontrol. Trombin bovine komersial yang biasa
digunakan. Disimpan beku sebagai solusi unit 50 NIH dan baru diencerkan dalam salin buffer
barbitone dalam tabung plastik sehingga bisa memberikan waktu pembekuan plasma normal dari
15detik (biasanya sekitar 7-8 unit trombin NIH per ml). Semakin singkat waktunya dari plasma
normal, semakin tinggi ketidakberhasilannya untuk mendeteksi kelainan ringan.6

Metode

Tambahkan larutan trombin 100 ml ke 200 ml plasma kontrol dalam tabung kaca pada
suhu 370C dan mulai stopwatch. Ukur waktu pembekuan dan amati sifat bekuan (misalnya
apakah transparan atau buram, tegas atau tipis). Ulangi prosedur dengan dua tabung berisi
plasma pasien dalam rangkap dua dan kemudian dengan sampel kontrol kedua plasma.6

Implikasi klinik:11

Meningkat pada DIC, fibrinolisis, hipofibrinogenemia, multiple mieloma, uremia,


hipoalbuminemia, paraproteinemia, penyakit hati yang parah. Obat yang perlu diwaspadai:
heparin, low-molecular-weight heparin/LMWH, urokinase, streptokinase, asparaginase.

14
60% kasus DIC menunjukkan TT meningkat. Pemeriksaan TT kurang sensitif dan spesifik
untuk DIC dibandingkan pemeriksaan lain
D. Skin bleeding time (BT)

BT digunakan untuk mengevaluasi hemostasis primer yaitu fungsi vascular dan


trombosit, dan kemampuan tubuh untuk membekukan darah. Saat melakukan bleeding time
pasien tidak boleh mengonsumsi aspirin, NSAIDS dan alkohol untuk 7 hari sebelum tes. Ada 2
cara BT yaitu ivy dan duke. Pada cara IVY, manset untuk mengukur tekanan darah dinyalakan
pada tekanan 40 mmHg, kemudian dibersihkan dan dilakukan incise sedalam 1 mm dan panjang
10 mm, setiap 30 detik, kertas saring diusapkan ke daerah luka, saat kertas saring menyerap
darah, artinya perdarahan aktif dan belum berhenti. Nilai normal adalah 2-9 menit.8
Cara Duke menyerupai cara ivy, tetapi tidak ada manset yang dibutuhkan. Dibuat incise
sedalam 3 mili. Pada lobus telinga, kemudian dengan kertas ssaring, luka tersebut diusap
sehingga kertas saring menyerap darah.12
Variabilitas teknis:
Meskipun sudah ada upaya standardisasi, tes ini tetap tidak dapat direproduksi dengan
baik dan terganggu oleh sejumlah besar variabel. Faktor yang berkaitan dengan teknik meliputi
lokasi dan arah sayatan.12
Sensitivitas dan spesifisitas yang buruk:
Hanya untuk menilai vascular dan trombosit. Waktu BT tidak selalu mencerminkan
pendarahan jika dilakukan di lokasi lain. Berbagai faktor yang sering dihadapi pasien dapat
memperpanjang waktu perdarahan kulit tanpa hubungan yang jelas dengan risiko perdarahan. Ini
termasuk obat-obatan (aspirin dan obat anti-peradangan nonsteroid lainnya), gagal ginjal berat,
trombositopenia, paraproteinemia dan anemia berat. Demikian pula, waktu pendarahan mungkin
berada dalam kisaran normal di VWD, kelainan penyimpanan platelet dan pengguna aspirin,
namun perdarahan perdarahan yang meningkat mungkin masih terjadi.12
Dari uraian di atas, jelas bahwa tes koagulasi memiliki keterbatasan yang cukup besar
karena faktor teknis, tidak sensitif terhadap beberapa kelainan pendarahan dan kepekaan
terhadap beberapa kelainan umum yang tidak membawa risiko pendarahan.12

E. D dimer

D dimer adalah hasil pemecahan oleh factor 8 fibrin yang menandakan aktivasi system
hemostasis. Adanya nilai fisiologis dari pembentukan fibrin dan degradasinya, individu sehat

15
memiliki nilai normal untuk d-dimer. Nilai normal: Negatif atau < 0,5 mcg /mL atau < 0,5 mg/L
SI .11
Cara pengambilan
Darah diambil dengan pungsi vena rutin. Diletakkan dalam tabung yang diisi dengan
sitrat dan dicampur dengan cara inversi. Dan dibawa ke laboratorium dalam 3 jam. Bila tidak
memungkinkan, plasma dipisahkan dengan sentrifugasi dan dibekukan, dibawa ke lab dengan
menggunakan dry ice.11
Peningkatan palsu
Pada kondisi titer reumatoid faktor yang tinggi, adanya tumor marker (penanda) CA-125,
terapi estrogen dan kehamilan normal, penyakit liver (menurunya klirens) dan penyakit jantung.
Harus diingat bahwa jika defisiensi factor 8 maka D dimer akan cenderung turun, dan semakin
menua umur maka D-dimer akan meningkat.11
Deskripsi
Setelah pengaktifan jalur intrinsik atau ekstrinsik dari kaskade koagulasi, trombin dan
memecah fibrinogen menjadi fibrinogen A dan B, menghasilkan monomer fibrin terlarut, yang
kemudian membentuk polimer fibrin. Domain D dari polimer fibrin ini bersatu dengan faktor
XIII yang teraktivasi, menghasilkan gumpalan fibrin berikatan silang yang tidak larut. Karena
aktivasi paralel sistem fibrinolitik untuk menjaga keseimbangan antara koagulasi dan fibrinolisis,
plasmin, produk akhir dari sistem fibrinolitik, membelah polimer fibrin yang tidak larut,
menghasilkan produksi produk degradasi fibrin (FDP). Jika polimer terikat silang antara dua
domain D dari fibrinopeptida, D-dimer diproduksi. Bila D-dimer meningkat menandakan adanya
gangguan dalam system hemostasis dan trombolitik, sehingga memerlukan evaluasi lebih lanjut
apakah terdapat gangguan dalam pembentukan thrombus, DVT, konsumsi obat antikoagulansia,
DIC,.11
Implikasi klinik

Meningkat pada DIC, DVT, Emboli paru, gagal hati/ginjal, kehamilan trimester akhir,
preeklamsia, infark miokard, keganasan, in amasi, infeksi parah, pembedahan dan trauma11

F. Fibrinogen
Fibrinogen adalah protein yang dapat larut di plasma yang nantinya akan diubah menjadi
fibrin oleh enzim thrombin untuk membentuk bekuan darah. Nilai normal: 200 450 mg/dL
atau 2,0 4,5 g/L (SI unit) Nilai normal menunjukkan kemampuan darah membeku yang normal.

16
Fibrinogen adalah reaktan akut yang menunjukkan bahwa meningkatnya fibrinogen dapat dilihat
pada keadaan seperti inflamasi, trauma, infeksi, cancer, stroke.11
Cara pemeriksaan
Spesimen plasma diambil dengan cara pungsi vena. Diletakkan dalam tabung yang berisi
sodium sitrat. 11
Nilai kritis: < 50 atau > 700 mg/Dl11
Deskripsi
Memeriksa lebih secara mendalam abnormalitas PT, aPTT, dan TT. Menapis adanya DIC
dan brinogenolisis. Fibrinogen adalah protein terlarut yang diproduksi di hati dan dilepaskan
dalam pembuluh darah.11
Implikasi klinik:
Meningkat pada: penyakit in amasi contoh: arthritis reumatoid, infeksi, infark miokard
akut, stroke, kanker, sindrom nefrotik, kehamilan dan eklampsia|, dan menurun pada: DIC,
penyakit hati, kanker, brinolisis primer, dis brinogenemia, meningkatnya antitrombin III.11

G. Activated clotting time


Activated clotting time (ACT) adalah tes koagulasi yang dirancang untuk memantau
terapi heparin dalam situasi klinis dimana dibutuhkan antikoagulan intensif. Serupa dengan
waktu tromboplastin parsial (PTT), ACT mencerminkan waktu pembentukan gumpalan melalui
jalur koagulasi intrinsik dengan penambahan aktivator faktor XII yang meningkat secara linear
dengan konsenterasi heparin. Waktu pembekuan juga bervariasi antara analisa ACT yang
diproduksi oleh vendor yang berbeda (atau sama), bergantung pada sumber dan rumus aktivator,
jumlah aktivator relatif terhadap volume sampel, atau metode pendeteksian bekuan. Oleh karena
itu, protokol khusus instrumen harus ditetapkan dan divalidasi untuk setiap jenis prosedur klinis.
Waktu pembekuan yang diaktifkan secara normal (ACT) menunjukkan bahwa darah yang diuji
tidak mengandung heparin atau bahwa semua heparin dihambat oleh protamine (pembalikan
antikoagulan pascaoperasi).14
Perpanjangan ACT juga dapat mengindikasikan defisiensi faktor koagulasi,
trombositopenia berat, atau disfungsi platelet berat. Spesimen dari pemeriksaan ini adalah darah
lengkap sekitar 0.5-1 mL dari arteria tau vena. Normalnya nilai clotting time adalah 8-15 menit.14

H. Trombosit

Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah. Trombosit diaktivasi setelah
kontak dengan permukaan dinding endotelia. Trombosit terbentuk dalam sumsum tulang. Masa

17
hidup trombosit sekitar 7,5 hari. Sebesar 2/3 dari seluruh trombosit terdapat disirkulasi dan 1/3
nya terdapat di limfa. Nilai normal dari trombosit adalah 170.000 380.000/mm 3 dan dalam SI
170-380 x 109/L.11

Perdarahan hebat yang disebabkan oleh trombositopenia atau gangguan fungsi trombosit
dapat menyerang mukosa (contohnya epistaksis, perdarahan gastrointestinal, atau menorrhagia)
atau dapat menyerang kulit (gejala timbul seperti purpura, ptechiae, dan ekimosis). Gejala ini
biasanya terjadi saat jumlah trombosit <10x109/L namun angka ini dapat lebih tinggi jika
terdapat gangguan fungsi trombosit.7

Trombositopenia adalah temuan yang cukup sering ditemukan dan adalah hal yang
penting untuk memastikan hasil laboratorium mencerminkan pengurangan yang sebenarnya dari
jumlah trombosit sebelum memulai tes diagnosis lainnya. Penyebab tersering dari
trombositopenia palsu termasuk gumpalan darah yang terbentuk pada sampel, agregasi platelet,
dsb. Agregasi platelet, yang dapat terlihat pada preparat kaca, dapat terjadi in vitro sebagai hasil
dari pengaruh temperature atay autoantibodi-dependen-antikoagulan. Trombositopenia asli
paling sering merupakan hasil adanya autoantibodi (pada autoimun idiopatik trombositopenik
prupra), infeksi HIV, kemoterapi pada pengobatan kanker, penggunaan obat (diuretik tiazid), dsb.
Pemeriksaan sumsum tulang biasanya dilakukan pada pemeriksaan trombositopenia karena
berguna untuk mengeksklusi kondisi seperti leukimia akut, yang biasanya pada pemeriksaan
laboratorium menunjukan trombositopenia.6

Tes untuk mengetahui fungsi dari trombosit yang paling bermakna dalah agregometri
trombosit yang emngukur jatuhnya bsorbansi ringan dalam plasma kaya trombosit sebagai
agregat trombosit.. Agregasi awal (primer) disebabkan oleh agen eksternal, respon sekunder oleh
agen agregasi yang lepas dari trombosit itu sendiri. 5 agen agregasi eksternal yang paling sering
digunakan adalah ADP, kolagen, ristocetin, asam arakidonat, dan adrenalin. Pola dari respon
terhadap tiap agen dapat membantu utnuk menegakan diagnosis. Flow oximetry sekarang ini
semakin sering digunakan dalam praktek rutin untuk mengidentifikasi defek pada glikoprotein
trombosit.5

Dengan tes PFA-100, darah sitrat diaspirasi melalui selang kapiler ke membrane yang
sudah dilapisi kolagen/ADP atau kolagen/adrenalin. Aliran darah terus dijaga. Trombosit

18
selanjutnya mulai beradhesi dan beragregasi, terutama via interaksi vWF dengan GPIb dan
GPIIb/IIIa, menghasilkan oklusi pada bukaan.5

Analisa PFA-100 dapat memberikan hasil negative palsu dengan relative umumnya defek
trombosit. Tes fungsi platelet komplit dan skrining VWF mungkin diperukan untuk mengeksklusi
fungsi trombosit yang abnormal, meskipun hasil dari PFA-100 normal.5

I. International Normalized Ratio (INR)

Menyadari terdapatnya variabel terikat dan limitasi dari PT sebagai monitor efektif dati
terapi antikoagulan oral, World Health Organization (WHO) bersama dengan International
Committee on Thrombosis and Haemostasis (ICTH) dan International Committee for
Standardization in Haematology (ICSH), mengembangkan protocol untuk mengstasarisasi PT.
Hasilnya dari standarisasi ini adalah INR yang dapatsecara efektif meyamakan kalkulasi dari
berbagai asal tromboplastin untuk WHO sebagai gold standard. 15

INR diuraikan dengan langkah sebagi berikut: PT pasien, dalam detik, dibagi dengan
mean PT dari populasi normal. Rasio ini, selanjutnya disebut sebagai Protrombin Time Ratio
(PTR), selanjutnya dipangkatkan dengan nilai dari International Sensitivity Index (ISI). Hasil
dari PTR yang dipangkatkan dengan nilai ISI selanjutnya disebut sebagai INR.15

International Normalized Ratio adalah rasio normal berstandar internasional yang


direkomendasikan oleh WHO yang sering digunakan untuk pengukuran masa protrombin dan
sebagai pedoman terapi antikoagulan. Pemeriksaan INR berkaitan erat dengan nilai PT,
pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui pengukuran masa protrombin dan sebagai pedoman
terapi antikoagulan. Nilai normal INR : 0,8-1,2.11

Nilai ISI merepresentasikan seberapa responsif PT terhadap reduksi dari faktor koagulasi
dependen vitamin K yaitu faktor II, V, VII, and X, yang diukur dengan pemberian reagen
tromboplastin yang digunakan dalam tes. WHO mereferensikan reagen dengan nilai ISI 1,0.
Sehingga, tromboplastin yang sama sensitif dengan reagen yang direferensikan WHO juga
memiliki nilai ISI 1,0. Semakin tinggi nilai ISI maka semakin tidak sensitif tromboplastinnya.

19
Jadi INR adalah rasio PT yang mencerminkan hasil yang akan diperoleh bila tromboplastin baku
WHO yang digunakan, sedangkan ISI merupakan ukuran kepekaan sediaan tromboplastin
terhadap penurunan faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K. Sediaan baku yang
pertama mempunyai ISI=1,0 (tromboplastin yang kurang peka mempunyai ISI>1,0). Dengan
demikian cara paling efektif untuk standardisasi pelaporan PT adalah kombina sisistem INR
dengan pemakaian konsisten tromboplastin yang peka yang mempunyai nilai ISI sama.15

INR digunakan untuk monitoring terapi warfarin pada pasien jantung, stroke, katup
jantung buatan, terapi jangka pendek setelah operasi. INR hanya boleh digunakan setelahrespons
pasien stabil terhadap warfarin, yaitu minimal satu minggu terapi. Standar INR tidak boleh
digunakan jika pasien baru memulai terapi warfarin untuk menghindari hasilyang salah pada uji.
Pasien dalam terapi antikoagulan diharapkan nilai INR nya 2-3detik, bila terdapat resiko tinggi
terbentuk bekuan, diperlukan INR sekitar 2,5-3,5.11,15

II.5 Haemostasis pada Operasi Otorhinolaryngologi


A. Telinga
Pencapaian haemostasis dalam operasi telinga merupakan hal yang esensial. Hal ini
berkenaan dengan skala pekerjaan yang kecil yang dilakukan menggunakan mikroskop.
Seringkali, dibawah kaca pembesar, perdarahan dalam jumlah kecil dapat mengganggu lapang
kerja dokter bedah sampai keadaan dimana prosedur operasi harus dihentikan.16
Salah satu dari teknik utama yang digunakan untuk menjaga lapang kerja operasi dalam
pembedahan di daerah telinga melibatkan kerjasama yang erat dengan anestesiologis, yang dapat
menciptakan tekanan darah yang cukup rendah untuk dilakukan operasi. Perdarahan apapun yang
terjadi dalam waktu ini sebaiknya segera dikenali dan dihentikan sebelum seluruh area operasi
tertutup darah. Teknik lainnya yang digunakan untuk menciptakan area operasi yang tidak
tertutup darah melibatkan penggunaan adrenalin (epinefrin). Hal ini sering sigunakan pada
permulaan dengan anastesi local seperti lidokain, degan menginjeksi jaringan subkutis sebelum
dilakukan insisi pada kulit. Adrenalin juga digunakan untuk membasahi kapas yang ditaruh
dibawah telinga, di tempat perdarahan untuk menghentikan darah atau memperlambat aliran
darah yang keluar, dibantu dengan penekanan pada luka. Kapas yang sudah direndam adrenalin
sering merupakan terapi tambahan, meskipun adalah terapi tambahan yang penting, untuk
penggunaan diatermi bipolar pada titik perdarahan yang spesifik.16

20
Studi dan penelitian telah mencari efek dari hipotensi selama operasi telinga. Telah
diketahui secara luas nahwa hipotensi adalah teknik yang berguna untuk membantu mendapatkan
area operasi yang baik dalam operasi telinga dengan menggunakan mikroskop. Namun begitu,
cara untuk mendapatkan keadaan hipotensif ini masih menjadi perdebatan. Penggunaan natrium
nitroprusside merupakan salah satu contoh dari bagaimana sebuah antihipertensi kuat telah diuji
coba dalam kasus ini. Salah satu studi yang menggunakan natrium nitropusside telah diketahui
menuai banyak masalah, seringkali menyebabkan takifilaksis, dan tidak menujukkan keefektifan
yang lebih besar dibanding teknik anastesi lain yang lebih umum. Meskipun begitu studi lainnya
menunjukkan potensi kebermanfaatan dengan agregasi trombosit.16

B. Hidung

Epistaksis adalah hal yang paling sering terjadi pada hidung. Perdarahan pada hidung
bisa terjadi pada segala usia dan membuat tantangan yang berbeda-beda. Anak yang masih muda,
pasien trauma, dan pada orangtua adalah pasien dengan resiko tertinggi. Pada perdarahan
anterior sering berasal dari vaskular atas Littles area yang ada pada septum nasal. Pada area ini
adalah tempat yang mudah untuk dilakukan terapi.16
Perdarahan dari hidung bisa berhenti dengan kompresi. Cara ini merupakan bagian dari
triad yang disebut Trotters manoeuvre (kompresi, duduk dengan badan maju kedepan, dan
kompres dengan air dingin pada bagian kepala), biasanya dilakukan dalam 10-15 menit supaya
darah dapat berhenti. Jika titik perdarah dapat terlihat, dengan anterior rinoskopi atau dengan
endoskopi, penatalaksanaannya dapat menggunakan bahan kimia ( seperti; silver nitrat) atau
kauter elektrik pada pembuluh darahnya. Ini dapat dilakukan dengan lokal anestesi, dan
pemberian solution kokain atau penilepinefrin untuk memberikan efek vasokonstriksi.16
Jika masih perdarahan masih berlangsung atau titik perdarahan masih belum ditemukan,
maka perlu diberikan tampon pada hidung. Tampon dengan menggunakan kasa, antiseptic, dan
gel bismuth iodoform paraffin (BIPP). Hampir semua epistaksis akan berhenti dengan
penggunaan tampon ini, dengan atau tanpa posterior balon. Jika perdarahan masih belum berhenti
dalam rentang waktu observasi, maka pilihan intervensi bedah bisa dilakukan. Operasi yang bisa
dilakukan adalah septoplasti atau arteri ligasi.16

C. Tenggorok dan Leher


Tonsilektomi adalah operasi yang paling sering yang dilakukan spesialis telinga hidung
dan tenggorokan. Cara terbaik untuk mencapai haemostatis masih diperdebatkan. Penekanan

21
dengan kasa kering atau kasa yang dibasahi dengan agen hemostasis telah dilakukan. Selain itu
es dingin dipakai untuk fossa tonsillar setelah operasi dilakukan. Jahitan juga dilakukan untuk
meligasi bagian spesifik. Teknik lain meliputi teknik mono-polar, bipolar, coblator diathermi.
Dari hasil penelitian yang terbaik adalah diatermi bipolar. Teknik ini menghasilkan perdarahan
yang paling sedikit.16
Selain tonsilektomi, operasi yang sering dilakukan adalah thyroidectomy dan
paratiroidectomi. Stelah operasi, yang ditakutkan adalah perdarahan dan pembentukan hematom.
Terjadinya hematom harus diperhitungkan karena dekat dengan trakea dan memiliki resiko
sumbatan jalan napas karena kompresi.16
Selain kasus keganasan, trauma adalah kasus lain penyebab perdarahan kepala and leher.
Biasanya terjadi pada dewasa muda, trauma data dibagi menjadi trauma tajam dan tumpul.
Mekanisme trauma dapat berupa kecelakaan, pembunuhan, tembakan, jatuh dari ketinggian,
trauma olahraga. Cara yang akan kita lakukan untuk ligase pembuluh darah harus dilakukan
dalam lingkungan dan situasi yang terkontrol dengan lapang operasi yang tenang. Selain
pembuluh darah besar yang ada di leher, juga terdapat nervus yang penting seperti vagus,
phrenicus, dan laryngeus. Struktur yang penting seperti trakea, esophagus, dan kelenjar tiroid.
Strategi yang lain adalah menggunakan vasopressin sebagai infus kontinu. Hasil menunjukkan
haemostatis kembali dengan cepat pada 80 % kasus tanpa efek samping serius.16

BAB III
KESIMPULAN

Haemostatis adalah hal yang penting diperhatikan sebelum memulai suatu operasi, karena
operasi memiliki resiko perdarahan yang besar. Jalur haemostatis sudah diciptakan sedemikian
rupa sehingga pada manusia normal yang sehat akan terjadi pembekuan darah dan pencegah
perdarahan yang berkepanjangan.

22
Untuk menilai resiko perdarahan pada pasien pre- operasi, kita dapat melakukan
anamnesis dan menanyakan HEMSTOP (Hematoma, Hemoragi, Menoragi, Surgery, Tooth
extraction, Obstetrics, Parents) pada pasien, Selain itu untuk pemeriksaan fisik dapat dilakukan
inspeksi terhadap bekas perdarahan seperti ptekie, hematoma dan ekimosis. Pemeriksaan lab
yang dapat dilakukan adalah Protrombin time (PT),Activated partial tromboplastin time (aPTT),
Trombin time (TT), Bleeding time (BT), Clotting time (CT), D-dimer, Fibrinogen, Trombosit,
International normalized ratio (INR). Tetapi yang dilakukan saat preoperasi biasanya hanya BT,
aPTT dan PT.

DAFTAR PUSTAKA

1. Indrayani. Simposium hemostasis urinalisa. Yogyakarta: Universitas Gajah mada; 2008.


2. Lembar S, Bororing S, Then Z, Kurniawan W. Hematologi. Jakarta: WIMI; 2011.
3. Gaskin JA, Patel KS. Haemostasis in otorhinolaryngology and head and neck surgery. In
Hakim NS, Canelo R. Haemostasis in surgery. London: Imperial College Press and World
Scientific Publishing; 2007. Chapter 3. p. 115-6
4. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7th ed. Belmont: Brooks/cole
Cengage Learning;2010.p.406
5. Hoffbrand A, Moss P. Essential haematology. 6th ed. Chichester: Wiley-Blackwell;
2011.p.315-29
6. Bain B, Bates I, Laffan M, Lewis S. Dacie and Lewis practical haematology. 11th ed.
London: Elsevier; 2011.p.398
7. Mehta A, Hoffbrand A. Haematology at a glance. 4th ed. Hoboken: Willey-Blackwell;
2013.p.78-81
8. Bonhomme F, Boehlen F, Clergue F. Preoperative hemostatic assessment: a new and
simple bleeding questionnaire. Can J Anesth (2016) 63 : 1007-1015. 2016 June. Cited at :
2017 September.

23
9. Ludong MM. Kelainan Fungsi Hemostatis. Jakarta: Bagian patologi klinik FK untar.
2007. Halaman 1-2.)
10. Utama H. Hemostasis dan trombosis. Edisi ke-3. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007.
11. Kementrian kesehatan republik Indonesia. Pedoman interpretasi data klinik. Jakarta:
2011. h.25-6
12. Chee YI, Crawford JC, Watson HG, Greaves M. Guidelines on the assessment of
bleeding risk prior to surgery or invasive procedures. British Committee for Standrards in
Haematology. Blackwell Publishing; 2008. h. 497-8
13. Wiyata B. Penyimpanan plasma untuk uji waktu protrombin. Jakarta; 2014.
14. Kostousov V, Staros EB. Activated clotting time. Medscape : 2014 Jan. Cited at : 2017
Sept. Website : http://emedicine.medscape.com/article/2084818-overview
15. Spectra laboratories. Prothrombin time testing. Milpitas: Fresensius Medical Care
Holdings Inc; 2007.p.1-6
16. Hakim NS, Canelo R (ed). Haemostasis in surgery. London: Imperial College Press;
2007.p.115-21

24

Anda mungkin juga menyukai