Anda di halaman 1dari 4

I.

Pendahuluan
Dengan meningkatnya permintaan energi di seluruh dunia, khususnya permintaan
untuk bahan bakar minyak bumi yang dengan cepat menjadi langka dan lebih mahal. Hal ini
diantisipasi bahwa permintaan minyak akan meningkat dari 84,40 juta barel menjadi 116,00
juta barel per hari pada tahun 2030 di Amerika Serikat saja. Saat ini, sektor transportasi di
seluruh dunia hampir seluruhnya tergantung pada bahan bakar yang berasal dari minyak bumi
sementara produk berbasis minyak bumi adalah salah satu penyebab utama karbon dioksida
antropogenik (CO2) ke atmosfer. Seperlima dari emisi CO2 global diciptakan oleh sektor
transportasi [4], yang menyumbang sekitar 60% dari konsumsi minyak dunia. Para peneliti
dipaksa untuk menyelidiki jenis baru dari sumber energi terbarukan. Biodiesel dianggap
pengganti yang mungkin untuk bahan bakar, keuntungan dari penggunaan biodesel adalah
biodegradable, tidak beracun, terbarukan dan mengurangi emisi CO, SO2, partikulat,
senyawa organik yang mudah menguap dan hidrokarbon tidak terbakar dibandingkan dengan
diesel konvensional dan juga memiliki cetane number yang lebih tinggi dan titik nyala lebih
besar dari 423 K dibandingkan dengan 350 K untuk bahan bakar diesel petroleumbased.
Di Amerika Serikat dan Eropa, surplus minyak nabati seperti minyak kedelai, minyak
bunga matahari, dan minyak rapeseed yang digunakan sebagai bahan baku untuk produksi
biodiesel. Lebih dari 95% bahan baku produksi biodiesel berasal dari minyak nabati, ini dapat
menimbulkan beberapa masalah seperti persaingan dengan pasar minyak nabati, yang
meningkatnya harga minyak goreng dan biodiesel. Selain itu, akan menyebabkan deforestasi
di beberapa negara karena semakin banyak hutan telah ditebang untuk keperluan perkebunan.
Untuk mengatasi kelemahan ini, banyak peneliti yang tertarik dalam minyak non-edible,
karena minyak ini tidak cocok untuk konsumsi oleh manusia karena komponen dalam
minyak beracun. Metode yang paling umum digunakan untuk mengkonversi minyak untuk
biodiesel adalah melalui transesterifikasi lemak hewan atau minyak nabati dan non-dimakan,
keuntungan dari metode itu dilakukan dalam kondisi normal dan didapat hasil atau kualitas
yang lebih baik biodiesel. Kemudian peneliti meneliti sumber yang lebih berkelanjutan
seperti, minyak jojoba. Minyak ini memiliki struktur yang panjang (C26-C48) lurus rantai
lilin ester, dan bukan trigliserida. Minyak jojoba murni juga telah digunakan sebagai
campuran bahan bakar mesin diesel. Penelitian ini berkaitan dengan memproduksi biodiesel
dari minyak nabati non (minyak jojoba Mesir). Pilihan minyak jojoba Mesir (GREEN
GOLD) adalah karena ketersediaan di Mesir, harga murah, reaktivitas kimia yang rendah dan
titik didih yang sangat tinggi (382C) yang memberikan ini produk sifat fisiko-kimia yang
sangat penting dan kegunaan.
Tujuan dalam pekerjaan ini adalah mempelajari minyak jojoba Mesir (Green Emas)
sebagai aplikasi dari minyak non-edible untuk produksi biodiesel menggunakan metanol dan
kalium hidroksida sebagai katalis, dan untuk mempelajari variabel yang berbeda yang
mempengaruhi proses alkali katalisis minyak jojoba Mesir , yaitu waktu reaksi, metanol:
rasio molar minyak, suhu, persentase katalis basa (KOH). Akhirnya, beberapa diuji sifat
biodiesel dan dibandingkan dengan solar murni.

II. Bahan dan Metode


A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini ialah minya mesir jojoba, methanol,
Na2SO4 anhidrat, dan KOH.
B. Metode
B.1 Transesterifikasi Minyak Mesir Jojoba dengan Katalis KOH
Sebanyak 100 mL minyak mesir jojoba dipipet dalam labu leher 3, dipanaskan dan
diaduk dalam penangas air yang dilengkapi dengan pengaduk magnetik (suhu pemanasan
hingga 400C & kecepatan pengadukan berkisar hingga 1700 rpm) untuk mencapai suhu (20-
65 C) pada 1000 rpm. Ditambahkan KOH dalam rasio (0,3 -2% berat minyak) ditambahkan
ke metanol (3: 1-10: 1 rasio molar minyak) dalam labu terpisah dan dikocok perlahan sampai
KOH menjadi benar-benar larut dalam metanol (metoksida terbentuk). Metoksida
ditambahkan ke minyak panas. Kemudian dimasukkan dalam corong pisah selama 12 jam
dan kemudian lapisan ester ditampung, setelah pemisahan lengkap dengan mencuci dengan
air panas untuk 5- 6 kali dan menggunakan Na2SO4 anhidrat untuk pengeringan. Larutan hasil
pemisahan ditentukan dengan mengukur volume lapisan ester (biodiesel) dan konversi
ditentukan dengan menggunakan kromatografi gas dan quadruple Mass Spektrometer [GC-
MS].

B.2. Analisis
Kromatografi gas dan quadrupole Mass Spektrometer [GC-MS] dari Mesloo. (Kolom:
TR5-MS, 30mm*0.25mm, BEI 0,25 pM Film, Temperatur terprpgram: diawali dengan suhu
100C selama 5 menit, kemudian dinaikan menjadi 250C dengan laju alir 5C/menit dan
tahan selama 10 menit, Carrier gas: helium (He) dengan laju alir 1 ml/menit, suhu injektor:.
230 C dan tipe injeksi: split dengan laju alir 10 ml/menit)
Studi yang diteliti adalah: Waktu (0,5-3,5 jam), Suhu (20-65C), Methanol: rasio molar
minyak (3:1-10:1), Jumlah katalis (0,3-2% berat minyak) , Penentuan sifat bahan bakar
campuran biodiesel dengan solar dan dibandingkan dengan solar murni.

III. Hasil dan Diskusi


a. Efek Waktu Reaksi
Tingkat konversi biodiesel sebagai fungsi kontak waktu, menunjukkan bahwa terjadi
kenaikan tingkat konversi biodiesel dengan waktu reaksi. Pada awalnya reaksi yang terjadi
cukup lambat karena adanya pencampuran dan dispersi alkohol ke dalam minyak. Namun
setelah itu reaksi yang terjadi berlangsung lebih cepat sehingga mencapai hasil maksimum
dan kemudian reaksi berlangsung konstan dengan kenaikan waktu reaksi. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil sesuai dengan teori literatur.
Hubungan antara waktu reaksi dan hasil dari biodiesel yang diproduksi disimulasikan
dengan menggunakan persamaan berikut :
y = 7,638* t + 64,495
R2 = 0,978
Dimana :
y = hasil sebenarnya (vol %)
t = waktu reaksi (h)
hasil sebenernya = hasil* konversi model ini berlaku untuk 0,5 t 3.5

b. Efek Suhu Reaksi


Suhu memiliki efek yang sangat kuat terhadap hasil produksi biodiesel. Tingginya suhu
reaksi dapat menurunkan viskositas minyak dan hasil yang didapatkan mengalami
peningkatan laju reaksi karena energi yang dibutuhkan lebih banyak untuk proses reaksi
sehingga hasil produksi biodiesel meningkat. Namun, suhu reaksi harus kurang dari titik
didih (titik didih metanol 67 C pada tekanan atmosfer) hasil maksimum yang diperoleh ialah
pada suhu 60C dan selanjutnya hasil biodiesel mengalami penurunan, jika suhu reaksi
mengalami kenaikan hal tersebut disebabkan oleh tingginya suhu reaksi yang dibutuhkan.
Suhu reaksi yang lebih tinggi dapat mempercepat reaksi safonifikasi atau penguapan metanol
alkohol dan menghasilkan hasil yang lebih rendah
Hubungan antara suhu reaksi dan hasil dari biodiesel yang diproduksi disimulasikan
dengan menggunakan persamaan berikut :
y = 1,9324* T - 32,703
R2 = 0,9413
Dimana :
y = hasil sebenarnya (vol %)
T = suhu (C)
hasil sebenernya = hasil* konversi model ini berlaku untuk 20 T 65

c. Efek Rasio Molaritas Metanol Terhadap Minyak


Rasio stoikiometri untuk reaksi transesterifikasi melibatkan 3 mol metanol dan 1 mol
minyak untuk menghasilkan 3 mol ester asam lemak dan 1 mol alkohol jojobate. Kelebihan
metanol digunakan selama transesterifikasi untuk memastikan bahwa minyak akan benar-
benar dikonversi ke ester menurut reaksi maju. Selain itu, rasio alkohol yang lebih tinggi
dapat menghasilkan konversi ester yang lebih besar dalam waktu singkat. Reaksi dilakukan
pada suhu 601C dengan pengadukan pada 1000 rpm dan 0,5% KOH sebagai katalis. Rasio
molar metanol minyak bervariasi antara 3:1 dan 10:1. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa rasio molar metanol minyak (6:1) menunjukkan hasil maksimum (90,5) melampaui
rasio ini, penambahan metanol berlebih tidak memberikan efek terhadap pembentukan ester;
melainkan mengangkat biaya proses. Hal ini menunjukkan bahwa hasil sesuai dengan teori
literatur.
Hubungan antara rasio metanol : minyak dan hasil dari biodiesel yang diproduksi
disimulasikan dengan menggunakan persamaan berikut :
y = -1,566*J2 + 25,756 *J 13,538
R2 = 0,9413
Dimana :
y = hasil sebenarnya (vol %)
J = rasio metanol : minyak
hasil sebenernya = hasil* konversi model ini berlaku untuk (3:1) J (10:1)

d. Efek persentase katalis (KOH) terhadap berat minyak


Transesterifikasi lilin minyak jojoba denganmetanol dapat dilakukan menggunakan dua
metode yaitu katalis asam dan katalis basa. Konsentrasi katalis dapat mempengaruhi hasil
biodiesel yang dihasilkan. Katalis basa biasanya lebih sering digunakan karena memiliki
reaktivitas yang lebih tinggi dan suhu yang digunakan lebih rendah. KOH merupakan katalis
basa yang secara luas digunakan dalam proses transesterifikasi. Efektivitas basa KOH lebih
baik daripada basa NaOH seperti yang dilaporkan pada studi sebelumnya. Reaksi
berlangsung pada suhu 601oC dengan pengadukan 1000 rpm dan pada metanol 6M untuk
minyak. Wt% KOH divariasi dari 0,3 sampai 2 persen. Hasil menunjukkan bahwa kadar
biodisel maksimum berada pada konsentrasi KOH 0,5%.

e. Biodiesel properti
Biodiesel dari minyak nabati memiliki viskositas tinggi, karena massa molekulnya
besar menyebabkan permasalahan pada sistem pemompaan, pembakaran dan atomisasi dalam
sistem injeksi mesin diesel. Untuk memecahkan masalah tersebut, digunakan beberapa
metode seperti:
1. Pencampuran dalam rasio campuran kecil dengan bahan bakar diesel yang murni,
2. Mmencampur dengan sedikit metanol atau etanol,
3. Pirolisis dan konversi ke Biodiesel Bahan bakar.
Dalam penelitian ini, pencampuran dengan murni petro diesel (B10,B20) dan murni bio
diesel (B100) dijelaskan serta ditentukan sifat-sifat kimia fisika, yang mana: 100% biodiesel
diberi label B100, campuran 20% biodiesel dan 80% petrodiesel diberi label B20, campuran
10% biodiesel dan 90 petrodiesel diberi label B10, dan 100% petrodiesel diberi label D100.
Berdasarkan hasil percobaan, penggunaan campuran minyak biodiesel dan petrodiesel lebih
disukai mesin untuk mengurangi emisi hidrokarbon, CO2, CO dan sulfat.

IV. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa biodiesel yang dihasilkan dari
minyak jojoba mesir dapat digunakan sebagai bahan alternatif dalam mesin diesel
konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi biodiesel dari minyak jojoba
mesir oleh transesterifikasi dengan metanol menggunakan katalis basa (KOH) dipengaruhi
oleh waktu, rasio molar metanol:minyak, konsentrasi katalis dan suhu.
Persentase hasil terbaik didapatkan pada penggunaan metanol:minyak dengan rasio 6:1,
konsentrasi katalis KOH (0,5%), dan suhu 60 1 C selama 3 jam pada kecepatan 1000 rpm.
Hasil biodiesel ditentukan menggunakan GC-MS. Dari hasil analisis dapat diketahui
bahwa minyak non- edible yang digunakan dalam penelitian ini (minyak mesir jojoba)
dapat digunakan sebagai sumber untuk produksi biodiesel. Biodiesel (B100) memiliki titik
nyala yang tinggi sehingga direkomendasikan menggunakan campuran B10 karena
kekentalan minyak dan beberapa sifatnya lebih baik daripada murni biodiesel.

Anda mungkin juga menyukai