Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit
saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang
mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal
(Grace & Borley, 2007).
Hematesis melena merupakan suatu perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) yang termasuk dalam keadaan gawat darurat yang dapat terjadi karena pecahnya
varises esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum. (Arief Mansjoer, 2000 : 634)
Hematemesis didefinisikan sebagai mutah darah dan melena sebagai berak
berwarna hitam, lembek karena mengandung darah yang sudah berubah bentuk (acid
hematin). (I Made Bakta, 1999:53)
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya hematemesis melena, antara lain :
1. Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.
2. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lain-
lain.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura
trombositopenia
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol,
dan lai-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan
bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam perdarahan
saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang
terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50
% seluruh perdarahan saluran makan bagian atas.
a) Kelainan di esophagus
1) Varises esophagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises
esophagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrium.Pada
umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif.Darah yang dimuntahkan
berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan
asam lambung.
2) Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus sering memberikan keluhan melena daripada
hematemesis.Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis, hanya
sesekali penderita muntah darah dan itupun tidak masif.
3) Sindroma Mallory Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah-muntah hebat yang pada akhirnya
baru timbul perdarahan.misalnya pada peminum alkohol atau pada hamil muda.
Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah - muntah hebat dan terus -
menerus.
4) Esofagitis dan tukak esophagus
Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering intermiten atau
kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada
hematemesis.Tukak di esophagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika
dibandingka dengan tukak lambung dan duodenum.
b) Kelainan di lambung
1) Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-obatan
yang menyebabkan iritasi lambung.Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri ulu
hati.
2) Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah , nyeri ulu hati dan sebelum
hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrium yang berhubungan
dengan makanan. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih dominan
dari hematemesis.
c) Kelainan darah : polisetimia vera, limfoma, leukemia, anemia, hemofili,
trombositopenia purpura.

C. PATOFISIOLOGI
Usaha mencari penyebab perdarahan saluran makanan dapat dikembalikan kepada
factor-faktor penyebab perdarahan, antara lain : factor pembuluh darah (vasculopathy)
seperti pada tukak peptic, pecahnya varises esophagus; factor trobosit (thrombopathy)
seperti pada ITP, factor kekurangan zat-zat pembentuk darah (coagulopathy) seperti pada
hemophilia, sirosis hati dan lain-lain. Malahan pada serosis hati dapat terjadi ketiganya :
vasculopathy, pecahnya varises esophagus, thrombopathy, terjadinya pengurangan
trombosit di sirkulasi perifer akibat hipersplenisme, dan terdapat pula coagulophaty
akibat kegagalan sel-sel hati. Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori, yaitu
teori erosi yaitu pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan yang kasar
(berserat tinngi dan kasar), atau minum OAINS (NSAID), dan teori erupsi karena tekanan
vena porta yang terlalu tinggi, yang dapat pula dicetuskan oleh peningkatan tekanan intra
abdomen yang tiba-tiba seperti pada mengejan, mengangkat barang berat, dan lain-lain.
Perdarahan saluran makan dapat pula dibagi menjadi perdarahan primer, seperti
pada : hemophilia, ITP, hereditary haemorrhagic telangiectasi, dan lain-lain. Dapat pula
secara sekunder, seperti pada kegagalan hati, uremia, DIC, dan iatrigenic seperti
penderita dengan terapi antikoagulan, terapi fibrinolitik, drug-induce thrombocytopenia,
pemberian transfuse darah yang massif, dan lain-lain. (I Made Bakta, 1999 :55)
Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ulkus peptikum. Begitu juga
riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah, konsumsi alkohol yang
berlebihan mengarahkan ke dugaan gastritis serta penyakit ulkus peptikum. Adanya
riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah lebih kearah Mallory-
Weiss. Konsumsi alkohol berlebihan mengarahkan dugaan ke gastritis (30-40%),
penyakit ulkus peptikum (30-40%), atau kadang-kadang varises. Penurunan berat badan
mengarahkan dugaan ke keganasan. Perdarahan yang berat disertai adanya bekuan dan
pengobatan syok refrakter meningkatkan kemungkinan varises.
Adanya riwayat pembedahan aorta abdominalis sebelumnya meningkatkan
kemungkinan fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda dengan riwayat perdarahan
saluran cerna bagian atas singkat berulang (sering disertai kolaps hemodinamik) dan
endoskopi yang normal, harus dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya arteri submukosa,
biasanya dekat jantung, yang dapat menyebabkan perdarahan saluran pencernaan
intermitten yang banyak).

D. PATHWAYS
E. MANIFESTASI KLINIS
Perdarahan yang lebih banyak dan cepat akan menyebabkan penurunan venous
return ke jantung, penurunan cardiac out put dan meningkatkan tahanan perifer yang
merangsang reflex vasokonstriksi. Terjadinya hipotensi ortostatik lebih dari 10 mmHg
(Till Test), menandakan perdarahan minimal 20% dari volume total darah. Gejala yang
sering menyertai antara lain adalah : sincop, kepala terasa ringan, mual, berkeringat dan
haus. Bila darah yang keluar sekitar 40% akan terjadi renjatan (syok) dengan segala
manifestasinya. (I Made Bakta, 1999 : 57)
Manifestasi Klinis yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena
adalah syok (frekuensi denyut jantung,suhu tubuh), penyakit hati kronis (sirosis hepatis),
dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara 38C-39C, nyeri pada
lambung, hiperperistaltik, penurunan Hb dan Ht yang tampak setelah beberapa jam,
leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan, dan peningkatan kadar
ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein darah oleh bakteri usus.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien Hematemesis Melena adalah koma
hepatik (suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan kesadaran,
penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati),
syok hipovolemik (kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantung dan
tekanan darah menurun), aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang
masuk saluran napas), anemi posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan tidak
disadari).

G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin
dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan
pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas
meliputi :
1. Pengawasan dan pengobatan umum
a. Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif
morfin,
meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
b. Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan
berhenti
dapat diberikan makanan cair.
c. Infus cairan langsung dipasang & diberilan larutan garam fisiologis slama belum
ada darah.
d. Pengawasan tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu dipasang
CVP monitor.
e. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti
keadaan
perdarahan.
f. Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
g. Pemberian obat hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom
(Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau
ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
h. Dilakukan klisma atau lavemen dgn air biasa disertai pemberian antibiotika yg
tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri
usus, dan dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian
air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga
diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian
perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali
memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila
perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera
dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan
tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti.
Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi
vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut
terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan
elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung
koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang
dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini
dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises
esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur
esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan
varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan
narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai
populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi
perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan
perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan
operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,
pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan
berhenti dan fungsi hari membaik.
Selain cara-cara tersebut diatas, adapula metode lain untuk menghentikan
perdarahan varises esophagus, antara lain :
a. Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem jaringan (His-toacryl R)
yang langsung disuntikkan intravena.
b. Endoscopic band ligator
Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan tindakan-tindakan sebagai
berikut :
a. Laser photo coagulation
b. Diathermy coagulation
c. Adrenalin injection
d. Sclerotheraphy injection. (I Made Bakta, 1999 : 60)
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah
esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan
duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah
1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises.
Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik ini
sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.
2. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan
sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat
dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk
pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang
berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini
mungkin setelah hematemesis berhenti.
3. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit
hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran
makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang
sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.
BAB II

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas pasien, meliputi : Nama, Umur (biasanya bisa usia muda maupun tua), Jenis
kelamin (bisa laki-laki maupun perempuan), Suku bangsa, Pekerjaan, Pendidikan,
Alamat, Tanggal MRS, dan Diagnosa medis
2. Keluhan utama biasanya keluhan utama kx adalah muntah darah atau berak darah
yang datang secara tiba-tiba.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang keluhan utama kx adalah muntah darah atau berak
darah yang datang secara tiba-tiba .
b. Riwayat kesehatan dahulu Biasanya kx mempunyai riwayat penyakit hepatitis
kronis, sirosis hepatitis, hepatoma, ulkus peptikum, kanker saluran pencernaan
bagian atas, riwayat penyakit darah (misal : DM), riwayat penggunaan
obatulserorgenik, kebiasaan / gaya hidup (alkoholisme, gaya hidup / kebiasaan
makan).
c. Riwayat kesehatan keluarga Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya
mempunyai kebiasaan makan yang dapat memicu terjadinya hematemesis melena,
maka dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain
4. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola perspsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan obat-obat
ulserogenik
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual, muntah, kembung,
dan nafsu makan menurun, dan intake nutrisi harus daam bentuk makanan yang
lunak yang mudah dicerna
c. Pola aktivitas dan latihan
Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein (hydroprotein)
yang dapat menyebabkan keluhan subjektif pada pasien berupa kelemahan otot
dan kelelahan, sehingga aktivitas sehari-hari termasuk pekerjaan harus dibatasi
atau harus berhenti bekerja
d. Pola eliminasi Pola eliminasi mengalami gangguan,baik BAK maupun BAB.
Pada BAB terjadi konstipasi atau diare. Perubahan warna feses menjadi hitam
seperti petis, konsistensi pekat. Sedangkan pada BAK, warna gelap dan
konsistensi pekat.
e. Pola tidur dan istirahat
Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi kurus, perut
membesar karena ascites dan kulit mengering, bersisik agak kehitaman.
f. Pola hubungan peran
Dengan adanya perawatan yang lama makan akan terjadi hambatan dalam
menjalankan perannya seperti semula.
g. Pola reproduksi seksual
Akan terjadi perbahan karena ketidakseimbangan hormon, androgen dan estrogen,
bila terjadi pada lelaki (suami) dapat menyebabkan penurunan libido dan impoten,
bila terjadi pada wanita (istri) menyebabkan gangguan pada siklus haid atau dapat
terjadi aminore dan hal ini tentu saja mempengaruhi pasien sebagai pasangan
suami dan istri.
h. Pola penaggulangan stres
Biasanya kx dengan koping stres yang baik, maka dapat mengatasi masalahnya
namun sebaliknya bagi kx yang tidak bagus kopingnya maka kx dapat destruktif
lingkungan sekitarnya.
i. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pola ini tidak terjadi gangguan pada klien.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien Hematomesis melena akan terjadi ketidak seimbangan
nutrisi akibat anoreksia, intoleran terhadap makanan / tidak dapat mencerna,
mual, muntah, kembung.
b. Sistem respirasi
Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan hipoksia,
ascites.
c. Sistem kardiovaskuler
Riwayat perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi hati
menimbulkan gagal hati), distritnya, bunyi jantung (S3, S4).
d. Sistem gastrointestinal.
Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritus perifer.
e. Sistem persyaratan
Penurunan kesadaran, perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat
tak jelas.
f. Sistem geniturianaria / eliminasi
Terjadi flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali. asites), penurunan /
tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urin gelap pekat, diare /
konstipasi.

B. Diagnosa Keperawatan (Lynda Juall Carpenito)


1. Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan dilambung
2. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk memproses (mencerna) makanan.
4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perawatan pennyakitnya.
5. Intoleransi aktivitas berhubugnan dengan kelemahan

C. Perencanaan / Intervensi
1. Diagnosa Kep. I : Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
dilambung
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria Hasil : - Perdrahan berkurang / berhenti
- Nadi teratur dan pengisian kuat (60 100 x/mnt)
- Tekanan darah menurun (110/70 120/80 mmHg)
- Akral hangat
Rencana Tindakan
1. Observasi TTV dan tanda-tanda syok hipovolemik tiap 30 menit
R / Deteksi dini terhadap perubahan kondisi pasien sehingga dapat
menentukan tindakan yang lebih tepat.
2. Bila ada tanda-tanda syok hipovolemik beri posisi kepala lebih rendah dari
kaki..
R / Mencegah terjadinya hipoksia
3. Observasi intake dan out put cairan
R / Menjaga kebutuhan keseimbangan cairan tetap adekuat
4. Observasi adanya perdarahan
R / Deteksi dini terhadap perubahan kondisi pasien.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian plasma expander
R / Mengganti plasma yang keluar akibat muntah dan BAB darah 2. Diagnosa

2. Diagnose Kep II : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru.
Tujuan : Sesak nafas berkurang
Kriteria Hasil : - Frekuensi pernafasan normal (RR 16 20 x/menit).
- Tidak terdapat bunyi nafas tambahan.
- Kx tidak hipoksia.
Rencana Tindakan
1. Observasi TTV klien (terutama RR).
R / Mengetahui tk skala sesak Kx.
2. Auskultasi bunyi nafas Kx.
R / Mengetahui ada tidaknya bunyi nafas tambahan.
3. Berikan posisi yang nyaman pada Kx seperti semi fowler.
R / Mengurangi rasa nyeri.
4. Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan teraepi obat.
R / Melaksanakan fungsi independent.
3. Diagnosa Kep. III : Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk memproses (mencerna) makanan.
Tujuan : Kebutuhan pasien terpenuhi
Kriteria Hasil : - Tidak ada nyeri tekan abdomen
- Mual / muntah berkurang
- BB meningkat
- Nafsu makan bertambah
Rencana Tindakan
1. Timbang BB Kx setiap hari.
R / Sebagai indikator / status nutrisi Kx tercukupi atau belum.
2. Berikan HE pada Kx dan keluarga tentang pentingnya makanan / nutrisi bagi
diri Kx.
R / Kx dapat kooperatif dan mau makan.
3. Motivasi Kx agar mau makan.
R / Meningkatkan nafsu makan.
4. Kolaborasi dengan tim ahli gizi dalam pemberian nutrisi.
R / Melaksanakan fungsi independent
DAFTAR PUSTAKA

Davey, Patrick (2005). At a Glance Medicine (36-37). Jakarta: Erlangga.

Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media. Aesculapius.

Mubin (2006).Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan Terapi(2ndEd.). Jakarta:

EGC.

Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4.Jakarta : EGC

Sylvia, A Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan.Edisi 6.Jakarta :

EGC

Anda mungkin juga menyukai