Anda di halaman 1dari 18

Artikel

IMPLEMENTASI RISK BASED THINKING DALAM ISO


9001:2015 UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN
MUTU IPB

Diajukan untuk memenuhi tugas individu


Mata Kuliah Sistem Penjaminan Mutu
diampu oleh
Dr. Adil Basuki Ahza

Disusun oleh:
Mhd Hendra Wibowo (P056163373.22EK)

MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN TINGGI


SEKOLAH BISNIS
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
1

IMPLEMENTASI RISK BASED THINKING DALAM ISO 9001:2015


UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN MUTU IPB

A. Pendahuluan
Pendidikan tinggi memainkan peran yang dinamis dan positif dalam masyarakat,
budaya dan ekonomi suatu negara. Tantangan yang dihadapi pendidikan tinggi Indonesia
saat ini antara lain adalah pergeseran tuntutan masyarakat akan kualitas lulusan perguruan
tinggi (PT) terkait dengan sikap, pengetahuan dan keterampilan; semakin ketatnya
kompetisi lulusan PT dalam memasuki dunia kerja; semakin ketatnya kompetisi PT dalam
memperoleh calon mahasiswa, termasuk dengan PT asing; dan perkembangan teknologi
informasi yang memungkinkan pembelajaran jarak jauh dan universitas virtual (distance
learning & virtual university). Di era liberalisasi dan globalisasi dimana PT saat ini diberi
kebebasan dengan status otonominya harus diimbangi dengan peningkatan tanggung
jawab dan akuntabilitas yang memadai. Tantangan-tantangan tersebut menuntut PT untuk
menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan berkelanjutan.
Ada banyak pengertian mutu yang telah dikembangkan oleh para ahli manajemen
organisasi. Juran (1999) mengungkapkan dua pengertian mutu, yaitu (1) mutu berarti
fitur-fitur produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan dan dengan demikian
memberikan kepuasan pelanggan, dan (2) mutu berarti bebas dari kekurangan -
kebebasan dari kesalahan agar tidak mengulang pekerjaan, ketidakpuasan pelanggan,
klaim pelanggan, dan sebagainya. Campell dan Rozsnayi (2002) mengelompokkan
konsep mutu menjadi beberapa kategori, diantaranya adalah quality as excellence (selalu
berusaha untuk menjadi yang terbaik), quality as zero errors (tidak melakukan
kesalahan), quality as fitness for purpose (kesesuaian tujuan), quality as
transformation (fokus pada peserta didik), quality as threshold (sesuai kriteria tertentu),
dan quality as enhancement or improvement (peningkatan kualitas secara keberlanjutan).
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun
2014 menjelaskan bahwa mutu pendidikan tinggi adalah tingkat kesesuaian antara
penyelenggaraan pendidikan tinggi dengan Standar Pendidikan Tinggi yang terdiri atas
Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan Standar Pendidikan Tinggi yang Ditetapkan oleh
Perguruan Tinggi.
Untuk menjawab tantangan-tantangan di atas dan membentuk budaya mutu maka
perlu dikembangkan sistem perbaikan mutu berkelanjutan melalui suatu Sistem
Manajemen Mutu. Sistem manajemen mutu (SMM) adalah sistem formal yang
mendokumentasikan proses, prosedur, dan tanggung jawab untuk mencapai kebijakan
dan sasaran mutu. SMM membantu mengkoordinasikan dan mengarahkan kegiatan
organisasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan meningkatkan efektivitas dan
efisiensi secara terus menerus (http://asq.org/learn-about-quality/quality-management-
system/, diakses 25 Agustus 2016). Salah satu standar internasional yang menetapkan dan
menerapkan SMM adalah International Organization for Standardization (ISO),
khususnya ISO 9001, yang secara luas telah digunakan oleh banyak organisasi di dunia.
2

Berdasarkan sejarahnya, ISO 9001 diperkenalkan pada tahun 1987 (ISO 9001:1987
untuk penjaminan mutu (quality assurance / QA) dalam desain, pengembangan, produksi,
instalasi dan pelayanan bagi organisasi yang memiliki aktivitas menciptakan produk baru.
Pada tahun 2000 keluar ISO 9001:2000 yang memadukan tiga standar penjaminan mutu
(ISO 9001, 9002, dan 9003) menjadi hanya satu standar yaitu 9001. ISO 9001:2000
membuat perubahan mendasar dalam SMM dengan menempatkan manajemen proses
sebagai landasan pengukuran, pengamatan dan peningkatan tugas dan aktivitas
organisasi, serta menuntut keterlibatan manajemen puncak dalam mengintegrasikan
manajemen mutu dengan sistem bisnis secara keseluruhan, dengan tujuan untuk
memenuhi kepuasan pelanggan dan peningkatan berkesinambungan. Versi selanjutnya
adalah ISO 9001:2008 yang menekankan bahwa ISO 9001 mensyaratkan Documented
quality management system, and not a system of documents
(https://kasmancepu.wordpress.com/sejarah-iso-9001/, diakses 20 Agustus 2016). Versi
terakhir yang keluar pada tahun 2015 adalah ISO 9001:2015 yang didasarkan pada
sejumlah prinsip manajemen mutu termasuk fokus yang kuat pada pelanggan, motivasi
dan implikasi dari manajemen puncak, pendekatan proses dan perbaikan terus-menerus.
ISO 9001:2015 membantu memastikan bahwa pelanggan mendapatkan produk-produk
dan layanan berkualitas baik (http://www.iso.org/iso/home/standards/management-
standards/iso_9000.htm, diakses 20 Agustus 2016).
Salah satu perubahan penting pada revisi ISO 9001:2015 adalah membangun
pendekatan sistematis untuk risiko daripada memperlakukannya sebagai komponen
tunggal dari SMM. Risk-based thinking (berpikir berbasis risiko) sebenarnya telah
dilakukan secara otomatis dan tanpa sadar untuk mendapatkan hasil terbaik. Konsep
risiko selalu tersirat dalam ISO 9001, revisi tahun 2015 membuatnya lebih eksplisit dan
membangun ke dalam sistem manajemen secara keseluruhan
(www.bsigroup.com/IS09001Revision, diakses 20 Agustus 2016). Artikel ini akan
mengkaji dan menguraikan tentang risk-based thinking (RBT) dalam ISO 9001:2015 dan
contoh implementasinya untuk pengembangan sistem manajemen mutu di IPB. Lingkup
kajian implementasi RBT dalam pengembangan sistem manajemen mutu di IPB
dilakukan berdasarkan kriteria-kritera dalam akreditasi institusi perguruan tinggi.

B. Risk-Based Thinking (RBT) dalam ISO 9001:2015


Salah satu perubahan penting dalam ISO 9001:2015 adalah membangun
pendekatan sistematis dengan mempertimbangkan risiko yang melekat dalam semua
aspek sistem manajemen mutu. Pada ISO 9001:2008, klausul pada tindakan preventif
dipisahkan dari sistem secara keseluruhan, sedangkan pada ISO 9001:2015, risiko
menjadi bagian yang terintegrasi dengan sistem secara keseluruhan. Dengan demikian,
sistem menjadi proaktif daripada reaktif dalam mencegah atau mengurangi efek yang
tidak diinginkan melalui identifikasi awal dan tindakan.
Dalam ISO 9001:2015 RBT perlu dipertimbangkan dari awal terhadap seluruh
sistem, membuat tindakan preventif yang melekat untuk perencanaan, pengoperasian,
analisis dan evaluasi kegiatan. RBT merupakan bagian dari pendekatan proses dimana
3

tidak semua proses dari sistem manajemen mutu mewakili tingkat risiko yang sama,
disesuaikan dengan kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya.
ISO 9001:2015 sering memadukan istilah risiko dan peluang. Peluang atau
kesempatan adalah seperangkat keadaan yang memungkinkan untuk melakukan sesuatu
dimana dalam menentukan untuk mengambil atau tidak mengambil kesempatan
dilakukan berdasarkan tingkat risiko yang berbeda. RBT akan menganalisis situasi saat
ini dan kemungkinan peluang untuk perbaikan.
Risiko dalam ISO 9001:2015 dibahas sebagai bagian terpadu (terintegrasi) dari
pendekatan proses. Bagian-bagian dalam ISO 9001:2015 yang membahas RBT adalah
(ISOc, 2015):
Pendahuluan menjelaskan konsep RBT
Klausul 4 mensyaratkan organisasi untuk membahas risiko dan peluang terkait
proses SMM
Klausul 5 mensyaratkan manajemen puncak untuk meningkatkan kesadaran RBT
serta menentukan risiko dan peluang yang dapat mempengaruhi produk/layanan yang
sesuai
Klausul 6 mensyaratkan organisasi untuk mengidentifikasi risiko dan peluang yang
terkait dengan kinerja SMM dan mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasinya
Klausul 7 mensyaratkan organisasi untuk menentukan dan menyediakan sumber
daya yang diperlukan (risiko tersirat setiap kali "tepat" atau "sesuai" disebutkan)
Klausul 8 mensyaratkan organisasi untuk mengelola proses operasional (risiko
tersirat setiap kali "tepat" atau "sesuai" disebutkan)
Klausul 9 mensyaratkan organisasi untuk memantau, mengukur, menganalisis dan
mengevaluasi efektivitas tindakan yang diambil untuk mengatasi risiko dan peluang
Klausul 10 mensyaratkan organisasi untuk memperbaiki, mencegah atau
mengurangi efek (dampak) yang tidak diinginkan dan meningkatkan SMM serta
memperbarui risiko dan peluang.

Dengan mempertimbangkan risiko di seluruh sistem dan semua proses yang


memungkinkan untuk mencapai tujuan dan hasil yang lebih konsisten, maka pelanggan
dapat yakin bahwa mereka akan menerima produk atau layanan yang diharapkan.
Penerapan RBT dalam SMM suatu organisasi akan memberikan manfaat, yaitu:
meningkatkan tata kelola organisasi
membangun basis pengetahuan yang kuat
membangun budaya proaktif untuk selalu melakukan perbaikan
mengikuti hukum dan peraturan yang berlaku
menjamin konsistensi kualitas produk dan layanan
meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan.
4

C. Prinsip dalam ISO 9001:2015, Sistem Akreditasi Nasional dan Sistem


Manajemen Mutu Pendidikan Tinggi
Standar ISO selalu ditinjau setiap lima tahun dan direvisi jika diperlukan. Hal ini
akan membantu memastikan standar ISO sebagai alat tetap berguna bagi pelanggan
(pasar). Tantangan yang dihadapi oleh bisnis dan organisasi saat ini sangat berbeda dari
beberapa dekade yang lalu, misalnya globalisasi telah mengubah cara berbisnis dan
organisasi, operasi rantai pasokan lebih kompleks daripada yang dilakukan di masa lalu.
Selain itu, terdapat peningkatan harapan dari pelanggan dan pihak berkepentingan lainnya
agar lebih banyak akses ke informasi, masyarakat saat ini memiliki suara yang lebih kuat
daripada sebelumnya. Oleh karena itu, ISO 9001 harus mencerminkan perubahan ini agar
tetap relevan.
Perubahan yang paling terlihat dalam ISO 9001:2015 adalah struktur baru yang
sekarang mengikuti struktur yang sama secara keseluruhan dengan standar sistem
manajemen ISO lainnya, sehingga memudahkan bagi siapa saja yang menggunakan
beberapa sistem manajemen. Perubahan utama lainnya adalah fokus pada risk-based
thinking (RBT) yang sebenarnya telah menjadi bagian dari standar ISO sebelumnya,
hanya saja pada versi baru RBT diungkapkan lebih eksplisit dan masuk ke dalam sistem
manajemen secara keseluruhan (ISOa, 2015).
Revisi yang juga cukup signifikan dari sistem manajemen mutu ISO 9001:2008
menjadi ISO 9001:2015 adalah perubahan prinsip manajemen mutu dari 8 menjadi 7
prinsip manajemen mutu (Tabel 1). Pada ISO 9001:2015, prinsip ke-4 dan ke-5
digabungkan menjadi satu prinsip yaitu Process Approach, sehingga hanya ada 7
prinsip manajemen mutu.

Tabel 1 Perbedaan prinsip manajemen mutu ISO 9001:2008 dengan ISO 9001:2015
ISO 9001:2008 ISO 9001:2015
1. Customer focus 1. Customer focus
2. Leadership 2. Leadership
3. Involvement of people 3. Engagement of people
4. Process approach 4. Process approach
5. Systems approach to management 5. Improvement
6. Continual improvement 6. Informed decision making
7. Factual approach to decision making 7. Relationship management
8. Mutually beneficial supplier
relationship

ISOb (2015) menjabarkan lebih rinci prinsip-prinsp manajemen mutu dalam ISO
9001:2015. Secara ringkas, penjabaran ke-7 prinsip manajemen mutu ISO 9001:2015
adalah sebagai berikut:
1. Costumer Focus: fokus utama dari manajemen mutu adalah untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan dan berusaha untuk melebihi harapan pelanggan.
5

2. Leadership: pemimpin dari semua tingkatan menetapkan serta menyatukan tujuan,


arahan dan menciptakan kondisi dimana orang-orang terlibat dalam mencapai sasaran
organisasi.
3. Engagement of People: kompeten, mampu diberdayakan, dan keterlibatan orang-
orang di semua tingkatan adalah hal yang penting untuk menambah kapabilitas
organisasi dalam menciptakan dan memberikan nilai.
4. Process Approach: hasil yang dapat diprediksi dan konsisten akan tercapai lebih
efektif dan efisien jika aktifitas-aktifitas dapat dimengerti dan dikelola sebagai proses-
proses yang saling berkaitan serta berfungsi sebagai suatu sistem yang utuh.
5. Improvement: organisasi yang sukses selalu fokus terhadap perbaikan.
6. Evidence-Based Decision Making: pengambilan keputusan berdasarkan analisis dan
evaluasi data dan informasi memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mencapai
hasil yang diharapkan.
7. Relationship Management: untuk mempertahankan kesuksesan, organisasi harus
mengelola hubungannya dengan pihak-pihak yang berkepentingan diantaranya adalah
para pemasoknya.

Prinsip-prinsip dalam ISO 9001:2015 tersebut masih sejalan dengan 10 prinsip dan
empat asas dalam sistem akreditasi nasional pendidikan tinggi Indonesia. Adapun 10
prinsip sistem akreditasi nasional pendidikan tinggi Indonesia yaitu:
1. Independen: adalah prinsip yang harus ditegakkan dalam sistem manajemen dan
lembaga penjaminan mutu yang memiliki kemandirian dalam pengambilan keputusan
penilaian, terbebas dari konflik kepentingan maupun intervensi pihak ketiga
2. Akurat: sistem manajemen dan penjaminan mutu harus dibangun berdasarkan pada
data dan iformasi yang akurat, sahih dan andal.
3. Obyektif: sistem manajemen dan penjaminan mutu harus didasarkan atas bukti dan
informasi serta penilaian yang obyektif.
4. Transparan: sistem manajemen dan penjaminan mutu harus ditegakkan atas
persyaratan, proses dan hasilnya secara terbuka,
5. Akuntabel: sistem manajemen dan penjaminan mutu harus dibangun, diterapkan dan
dikembangkan sebagai akuntabilitas publik dengan penuh tanggungjawab
6. Imparsialitas: ketidakberpihakan adalah prinsip yang harus ditegakkan dalam sistem
manajemen dan lembaga penjaminan mutu dalam proses penilaian dan pengambilan
keputusan
7. Kredibel: kredibilitas adalah prinsip yang harus ditegakkan dalam sistem manajemen
dan lembaga penjaminan mutu dalam proses penilaian, pengambilan keputusan dan
akuntabilitas publik
8. Menyeluruh: akreditasi harus dilakukan secara komprehensif mencakup seluruh
sistem manajemen maupun penjaminan mutu pendidikan tinggi.
9. Efektif: akreditasi harus dilaksanakan dengan cerminan hasil dan daya guna dalam
membangun budaya mutu, menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi.
6

10. Efisien: akreditasi harus dilaksanakan dengan menggunakan sumberdaya yang


berdaya guna dan berhasilguna.

Asas sistem akreditasi nasional pendidikan tinggi Indonesia adalah:


1. Jujur, Benar: kejujuran adalah landasan kebenaran, keadilan, keobyektifan,
impasialitas, transparansi dan integritas
2. Keamanahan: landasan membangun akuntabilitas dan pertanggungjawaban
(accountability dan responsibility) dan perilaku bertanggungjawab.
3. Keharmonisan: merupakan asas pengembangan sistem manajemen dan penjaminan
mutu yang esensial dalam menegakkan prinsip dan nilai-nilai partisipasi total,
perilaku akuntabel internal maupun eksternal yg harmonis, keterkaitan
(interconnection, interrelatedness), antar standar, individu, maupun perilaku
organisasional secara menyeluruh.
4. Kecerdasan: landasan keseluruhan yg utama munculnya kreatifitas dan inovasi dalam
membangun dan mengembangkan sistem manajemen & penjaminan mutu.
Kecerdasan adalah asas tumbuh kembangnya kreatifitas & kemampuan inovasi yang
kredibel, komprehensif, akurat, efektif dan efisien dalam menghasilkan peningkatan
mutu berkelanjutan.

Sistem manajemen mutu (SMM) pendidikan tinggi (Dikti) telah menerapkan 8


(delapan) prinsip manajemen mutu dalam sistem ISO 9001 versi lama. Pada
penerapannya di Dikti ditambahkan 4 (empat) prinsip untuk keberhasilan yang
berkelanjutan dalam pengelolaan Dikti. Peningkatan kinerja Dikti didasarkan pada
delapan prinsip manajemen mutu, yaitu:
1. Pendekatan proses: Organisasi pendidikan harus mengadopsi pendekatan proses
ketika mengembangkan dan menerapkan sistem manajemen mutu. Organisasi harus
memahami interaksi di antara proses dan mengidentifikasi sejauh mana setiap proses
operasional menciptakan nilai bagi peserta didik sesuai dengan tujuan organisasi.
2. Memahami kompetensi inti (fokus pada pelanggan), mencakup berbagai enabler
(pemungkin) untuk memastikan keunggulan kompetitif dari organisasi pendidikan,
yaitu teknologi, keterampilan, keahlian dan budaya organisasi. Kompetensi inti
organisasi pendidikan harus didukung inovasi yang mampu beradaptasi dengan
perubahan lingkungan pendidikan untuk mempertahankan keunggulan kompetitif.
3. Jumlah optimasi (pendekatan sistem untuk manajemen) memungkinkan setiap proses
operasional untuk mencapai tujuannya dari sudut pandang administrasi.
4. Kepemimpinan visioner, Pemimpin dalam organisasi pendidikan harus menetapkan
visi, menciptakan kebijakan untuk mewujudkan visi, dan memimpin organisasi
pendidikan untuk merespon perubahan lingkungan pendidikan dengan segera.
5. Pendekatan faktual (pendekatan faktual untuk pengambilan keputusan), memastikan
keputusan administratif berdasarkan fakta yang jelas dan dipahami, bukan
berdasarkan pada spekulasi. Untuk tujuan ini diperlukan informasi dan kebijaksanaan
yang dikombinasikan dengan analisis, berpikir logis, dan pendekatan ilmiah.
7

6. Kolaborasi dengan mitra (hubungan yang saling menguntungkan) adalah penting


untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kreativitas dosen dan peserta
didik.
7. Keterlibatan orang adalah cara yang paling efektif dan efisien untuk sebuah organisasi
pendidikan dalam mencapai tujuannya. Untuk itu organisasi harus dapat memfasilitasi
keterlibatan semua orang dalam organisasi pendidikan, memanfaatkan kompetensi,
pengetahuan, keterampilan, dan kreativitas setiap orang secara maksimal.
8. Perbaikan terus-menerus dari proses pembelajaran organisasi pendidikan dan
pembelajaran individu dalam organisasi memungkinkan organisasi pendidikan untuk
terus menciptakan nilai. Hal ini memungkinkan pertumbuhan yang berkelanjutan
dalam lingkungan pendidikan eksternal.

Adapun empat prinsip tambahan untuk keberhasilan yang berkelanjutan dalam


pengelolaan Dikti meliputi:
1. Menciptakan nilai pembelajaran untuk mendorong peserta didik merasa puas dengan
nilai yang mereka terima. Langkah-langkah kepuasan menentukan sejauh mana nilai-
nilai kebutuhan dan memenuhi harapan peserta didik.
2. Fokus pada nilai sosial berarti membuat peserta didik dan pihak-pihak lain merasa
tertarik, merasa nyaman, memperhatikan etika, keselamatan, dan pelestarian
lingkungan. Organisasi pendidikan dapat memastikan pertumbuhan yang
berkelanjutan hanya ketika masyarakat luas menghargai nilai tambah atas luaran
peserta didik.
3. Agility (kegesitan atau kelincahan) adalah prinsip penting dalam peningkatan mutu
berkelanjutan dimana lingkungan pendidikan dapat berubah secara drastis.
4. Otonomi didasarkan pada analisis keadaan dan analisis diri.

E. Implementasi RBT ISO 9001:2015 dalam Sistem Manajemen Mutu IPB


ISOc (2015) menyebutkan bahwa RBT digunakan untuk membangun sistem
manajemen dan proses, dimana untuk mengidentifikasi risiko suatu organisasi sangat
tergantung pada konteks organisasi. Seperti dijelaskan pada bagian pendahuluan, lingkup
kajian ini dibatasi pada implementasi RBT dalam pengembangan sistem manajemen mutu
di IPB berdasarkan kriteria-kritera dalam akreditasi institusi perguruan tinggi.
Mutu dan kelayakan suatu perguruan tinggi di Indonesia dapat ditetapkan
berdasarkan standar akreditasi yang menjadi tolok ukur yang harus dipenuhi oleh institusi
perguruan tinggi. Standar akreditasi institusi perguruan tinggi terdiri atas beberapa
elemen penilaian (parameter/indikator kunci) sebagai dasar untuk mengukur dan
menetapkan mutu dan kelayakan kinerja perguruan tinggi yang bersangkutan.
Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan
Tinggi (BAN-PT), terdapat tujuh standar akreditasi institusi perguruan tinggi, yaitu:
Standar 1. Visi, misi, tujuan dan sasaran, serta strategi pencapaian
Standar 2. Tata pamong, kepemimpinan, sistem pengelolaan, dan penjaminan mutu
Standar 3. Mahasiswa dan lulusan
8

Standar 4. Sumber daya manusia


Standar 5. Kurikulum, pembelajaran, dan suasana akademik
Standar 6. Pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sistem informasi
Standar 7. Penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013


Tentang Statuta Institut Pertanian Bogor (IPB), status IPB saat ini adalah sebagai
Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH), artinya IPB merupakan PTN-BH
yang mengelola bidang akademik dan nonakademik secara otonom. Visi IPB adalah
menjadi terdepan dalam memperkokoh martabat bangsa melalui pendidikan tinggi unggul
pada tingkat global di bidang pertanian, kelautan, dan biosains tropika. Adapun misi IPB
adalah:
a. menyiapkan insan terdidik yang unggul, profesional, dan berkarakter kewirausahaan
di bidang pertanian, kelautan, dan biosains tropika;
b. memelopori pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang unggul di
bidang pertanian, kelautan, dan biosains tropika untuk kemajuan bangsa; dan
c. mentransformasikan ilmu pengetahuan, teknologi, serta seni dan budaya unggul IPB
untuk pencerahan, kemaslahatan, dan peningkatan kualitas kehidupan secara
berkelanjutan.

IPB diberi mandat untuk menyelenggarakan Tridharma Perguruan Tinggi dalam


rumpun ilmu pertanian dan ilmu-ilmu yang mendukung berkembangnya pertanian dalam
arti luas untuk pembangunan pertanian Indonesia, dengan kompetensi utama pertanian
tropika. Secara struktur, organisasi IPB dipimpin oleh Rektor yang dibantu oleh empat
Wakil Rektor, dimana Rektor bertanggung jawab kepada Majelis Wali Amanat (MWA).
IPB mempunyai perusahaan induk (holding company) sebagai unit usaha komersial IPB,
yaitu PT Bogor Life Science & Technology (BLST).
IPB mengelola jenjang pendidikan mulai dari Diploma (D3), Sarjana (S1),
Pascasarjana (S2, S3). Berdasarkan data tahun 2014 diketahui daya tampung Program
Sarjana adalah 60-170 Mahasiswa Per-Program Studi yang terdiri atas 9 Fakultas dan 37
Program studi. Dosen tetap IPB sebanyak 1.224 orang, dimana jumlah Doktornya 794
orang, jumlah Profesor 203 orang, dan ratio Dosen dan Mahasiswa 1:13. Jumlah alumni
IPB yang terdata pada tahun 2014 adalah 122.932 orang. Kampus IPB terdiri atas kampus
Pusat di Dramaga seluas 2.670.000 m2, kampus Baranangsiang seluas 128.800 m2,
kampus Taman Kencana seluas 34.578 m2, kampus Cilibende seluas 15.034 m2, dan
kampus Gunung Gede seluas 141.452 m2, kesemuanya adalah milik pemerintah. Nilai
aset pada neraca IPB per-31 Desember 2014 adalah Rp. 727.367.244.082, terdiri atas aset
lancar sebesar Rp. 323.809.784.146 dan aset tidak lancar sebesar Rp. 403.557.459.936.
Jumlah KI IPB yang didaftarkan paten sampai dengan tahun 2015 berjumlah 322 invensi.
Berdasarkan profil singkat tentang IPB dan standar akreditasi institusi perguruan
tinggi, maka diidentifikasi kemungkinan risiko dan prinsip atau upaya pencegahan
9

terhadap risiko yang mungkin terjadi. Secara ringkas penjelasannya adalah sebagai
berikut:

Standar 1. Visi, misi, tujuan dan sasaran, serta strategi pencapaian


Standar ini mencerminkan mutu pengelolaan perguruan tinggi yang memiliki
kelayakan arah masa depan yang jelas. Perguruan tinggi harus memiliki strategi dan
upaya perwujudannya yang dipahami dan didukung dengan penuh komitmen serta
partisipasi yang optimal semua pemangku kepentingan (stakeholders). Kebijakan mutu
dalam ISO 9001 harus mengungkapkan secara jelas visi dan misi organisasi. Beberapa
risiko yang mungkin terjadi dengan penetapan visi, misi, tujuan dan sasaran, serta strategi
pencapaian (VMTS) IPB antara lain:
VMTS sulit diukur atau terlalu abstrak untuk mencapainya, sehingga sulit
diterjemahkan menjadi indikator-indikator yang terukur
VMTS gagal dipahami oleh stakeholder, karena minimnya sosialisasi atau memang
bahasanya yang sulit dipahami, sehingga arah jalannya organisasi menjadi tidak jelas.

Kedua risiko tersebut dapat dicegah dengan membuat VMTS yang mudah diukur
dan diterjemahkan ke dalam Indikator Kinerja Kunci (IKK) serta membuat VMTS yang
sederhana dan mudah dipahami, dan melakukan sosialisasi kepada semua stakeholder
terkait. Ciri visi yang baik menurut Dikti yaitu:
Understandable, jelas dan mudah dimengerti
Desirable , sesuai dengan yang diharapkan
Feasible, realistik dan dapat dicapai
Guiding, memberi arah yang jelas
Motivating, menumbuhkan motivasi
Flexible, menstimulasi inisiatif dan penyesuaian pada perubahan

Standar 2. Tata pamong, kepemimpinan, sistem pengelolaan, dan penjaminan mutu


Tata pamong (governance), kepemimpinan, sistem pengelolaan, dan penjaminan
mutu institusi perguruan tinggi sebagai satu kesatuan yang terintegrasi yang menjadi
kunci penting bagi keberhasilan institusi dalam mewujudkan visi, melaksanakan misi,
dan mencapai tujuan yang dicita-citakan sesuai dengan strategi-strategi yang
dikembangkan dan harapan-harapan pemangku kepentingan. Terdapat beberapa prinsip
dalam ISO 9001:2015 yang terkait dengan standar tata pamong, kepemimpinan, sistem
pengelolaan, dan penjaminan mutu antara lain prinsip Leadership, Improvement dan
Evidence-Based Decision Making. Beberapa risiko yang mungkin terjadi dengan standar
tata pamong, kepemimpinan, sistem pengelolaan, dan penjaminan mutu antara lain:
Terdapat ketidaksatuan pendapat misal terkait visi, misi, dan tujuan antar pimpinan
perguruan tinggi atau kepemimpinan Rektor dan Wakil Rektor tidak diterima oleh
semua pihak. Hal ini akan menyebabkan terhambatnya kinerja dan pencapaian tujuan
organisasi.
10

Pimpinan IPB lebih mengutamakan ambisi pribadi atau berpihak pada satu golongan
tanpa memperhatikan kepentingan institusi. Hal ini harus dihindari mengingat
perguruan tinggi bukan perusahaan pribadi.
Pengelolaan organisasi perguruan tinggi tidak efisien dan efektif, misal struktur
organisasi terlalu besar dikarenakan mengakomodir kepentingan berbagai pihak,
bukan berdasarkan kebutuhan untuk mencapai tujuan organisasi.
Strategi yang ditetapkan dan keputusan yang diambil salah karena tidak didasarkan
pada fakta dan data yang valid, dikarenakan belum terintegrasinya sistem pangkalan
data IPB.

Risiko-risiko tersebut dapat dicegah antara lain dengan cara:


Menerapkan prinsip engagement of people seperti yang diimplementasikan pada ISO
9001:2015, dimana melibatkan setiap orang di semua tingkatan untuk turut serta
dalam menciptakan dan memberikan nilai bagi organisasi IPB.
Selalu berupaya mengutamakan musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan
Tidak menggunakan politik praktis dalam pengelolaan organisasi, amanah dalam
memimpin organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara bersama
dan berorientasi pada kepuasan pelanggan atau stakeholder.
Membangun sistem pangkalan data IPB yang terintegrasi untuk mendukung dalam
penyusunan strategi dan pengambilan keputusan yang tepat, menerapkan prinsip
Evidence-Based Decision Making.

Standar 3. Mahasiswa dan lulusan


Standar ini merupakan acuan keunggulan mutu mahasiswa dan lulusan, serta
bagaimana seharusnya perguruan tinggi memperlakukan dan memberikan layanan
kepada mahasiswa dan lulusannya. Perguruan tinggi bertanggung jawab memberikan
jaminan mutu dan layanan untuk menjamin keberhasilan mahasiswa. Prinsip-prinsip
dalam ISO 9001:2015 yang dapat digunakan untuk standar mahasiswa dan luluasn adalah
prinsip Costumer Focus, Engagement of People, Process Approach, dan Improvement.
Beberapa hal yang perlu diantisipasi yang mungkin menjadi risiko dalam standar
mahasiswa dan lulusan antara lain:
Persaingan antar perguruan tinggi yang semakin ketat tidak hanya lingkup nasional
tetapi juga global akan menyebabkan turunnya pangsa pasar IPB
Kualitas calon mahasiswa (input) yang masuk ke IPB menurun akan menyebabkan
menurunnya kualitas lulusan IPB
Waktu tunggu lulusan untuk bekerja masih terlalu lama, yang dapat disebabkan oleh
kompetensi lulusan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.
Alumni tidak dilibatkan dalam menyusun rencana strategis dan pengembangan
kurikulum karena hubungan dengan alumni kurang kuat.
11

Risiko-risiko tersebut dapat dicegah antara lain dengan cara:


Menerapkan prinsip Costumer Focus, Process Approach, dan Improvement dalam
kegiatan promosi akademik. Inovasi dalam promosi akademik harus dilakukan secera
keberlanjutan disesuaikan sasaran yang akan dicapai.
Memperketat seleksi dan mengembangkan inovasi dalam sistem perekrutan
mahasiswa
Melakukan pembinaan karir, technopreneurship, dan informasi kerja bagi mahasiswa
dan lulusan. Selain itu, pembinaan program kreativitas mahasiswa (PKM) perlu
ditindaklanjuti sampai ke tahapan inkubasi bisnis, sehingga lulusan IPB dapat
menciptakan lapangan pekerjaan.
Prinsip Engagement of People sebaiknya juga melibatkan alumni sebagai salah satu
stakeholder yang penting untuk menentukan arah pengembangan institusi.

Standar 4. Sumber daya manusia (SDM)


Pengelolaan perguruan tinggi yang baik harus didukung oleh sumber daya manusia,
terdiri atas dosen dan staf pendukung yang memiliki kompetensi relevan dan andal dalam
jumlah yang memadai. Dosen merupakan sumber daya manusia utama dalam proses
pembentukan nilai tambah yang bermutu pada diri mahasiswa yang dibimbingnya, bagi
bidang ilmu yang diampunya, dan kesejahteraan masyarakat. Dosen harus memenuhi
kualifikasi akademik dan profesional, ditandai dengan latar pendidikan yang dibuktikan
dengan ijazah dan sertifikat kompetensi yang dipersyaratkan seperti termaktub dalam
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 45 dan 46;
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal
28 Ayat (1) dan (2); dan memiliki mutu kinerja yang ditandai dengan tingkat jabatan
akademik dan rekam jejak (track record) yang baik. Staf pendukung merupakan sumber
daya manusia yang berfungsi menunjang dan memfasilitasi proses pembentukan nilai
tambah yang diharapkan. Beberapa hal yang perlu diantisipasi yang mungkin menjadi
risiko dalam standar SDM antara lain:
Pengembangan SDM tidak terarah karena belum ada perencanaan SDM yang baik,
desain atau analisis pekerjaan dan analisis jabatan tidak sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan organisasi
Pelaksnaan beberapa kegiatan terkait teknologi informasi terhambat karena
kompetensi dan keterampilan SDM tidak sesuai dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasin (TIK)
Kinerja SDM menurun karena sistem monitoring dan evaluasi (monev) dan kinerja
belum berjalan dengan baik, khususnya untuk PTN BH

Risiko-risiko tersebut dapat dicegah antara lain dengan cara:


Membuat dan mengembangkan perencanaan SDM (analisis pekerjaan dan jabatan)
sesuai dengan kebutuhan dan tujuan organisasi serta peraturan pemerintah.
12

Melaksanakan program-program peningkatan keterampilan SDM, misalnya pelatihan


di bidang TIK
Membangun sistem monev dan kinerja yang wajar dan membuat suasana kerja
kondusif

Standar 5. Kurikulum, pembelajaran, dan suasana akademik


Standar ini merupakan acuan keunggulan mutu sistem pembelajaran di perguruan
tinggi. Dalam kegiatan akademik termasuk pengembangan dan penetapan kurikulum
program studi, proses pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar, perguruan tinggi berfungsi
sebagai pemberi kemungkinan (enabler) bagi kegiatan program studi. Prinsip-prinspi
dalam ISO 9001:2015 yang dapat diterapkan pada standar ini terutama adalah prinsip
Process Approach, Improvement, dan Engagement of People. Beberapa risiko yang
mungkin terjadi diantaranya:
Kurikulum tidak sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja karena
sistem monev pengembangan kurikulum program studi tidak berjalan dengan baik
Kurangnya interaksi mahasiswa dan dosen karena sebagian dosen mempunyai
kegiatan yang padat di luar mengajar
Media pembelajaran melalui TIK yang telah dikembangkan tidak dimanfaatkan
secara optimal, misalnya untuk sistem e-learning
Terjadi pelanggaran-pelanggaran akademik oleh mahasiswa misalnya terkait dengan
plagirisme dan lain-lain.

Risiko-risiko tersebut dapat dicegah antara lain dengan cara:


Pengembangan kurikulum harus melibatkan alumni dan pihak luar kampus, prinsip
Engagement of People dan Improvement dapat digunakan untuk mengatasi risiko ini
Mengadakan jadwal pertemuan rutin baik tatap muka langsung maupun
memanfaatkan sarana pembejaran yang ada misalnya sistem e-learning.
Memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada mahasiswa dan dosen untuk
memanfaatkan sistem TIK yang telah dikembangkan sebagai media pembelajaran
Memberikan pemahaman etika akademik secara konsisten dan sangsi tegas bagi yang
melanggar.

Standar 6. Pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sistem informasi


Standar ini merupakan acuan keunggulan mutu pengadaan dan pengelolaan dana,
sarana dan prasarana, data dan informasi yang diperlukan untuk penyelenggaraan
program-program dalam perwujudan visi, melaksanakan misi, dan pencapaian tujuan
perguruan tinggi. Beberapa risiko yang mungkin terjadi pada standar 6 ini diantaranya:
Fasilitas laboratorium tidak di-upgrade dan kurang terpelihara karena anggaran yang
terbatas
Fasilitas TIK yang tidak sesuai dengan perkembangan
13

Penerapan sistem ISO maupun SMM tidak paperless, sehingga membuat pengeluaran
meningkat karena banyak kertas yang digunakan untuk membuat berbagai dokumen
standar yang diperlukan.
Krisis ekonomi, sumber pendapatan berkurang, terjadi pemotongan anggaran dari
negara (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara / APBN).

Risiko-risiko tersebut dapat dicegah antara lain dengan cara:


Sharing alat laboratorium, khususnya untuk alat-alat yang canggih (advance), dan
melakukan kerjasama dengan lembaga riset lain untuk sharing penggunaan alat
laboratorium.
Kerjasama dengan provider untuk meningkatkan fasilitas TIK.
Mengembangkan sistem informasi manajemen untuk mengurangi penggunaan kertas
dalam penerapan SMM dan ISO.
Melakukan efisiensi dalam operasional dan meningkatkan sumber-sumber
pemasukan yang berbasis kepakaran dan teknologi.

Standar 7. Penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama


Standar ini adalah acuan keunggulan mutu penelitian, pelayanan/pengabdian
kepada masyarakat, dan kerjasama yang diselenggarakan untuk dan terkait dengan
pengembangan mutu perguruan tinggi. Perguruan tinggi memberdayakan dan melibatkan
program studi untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan, pengembangan dan
pelaksanaan program dan kegiatan penelitian, pelayanan/ pengabdian kepada masyarakat.
Perguruan tinggi merancang dan melaksanakan kerjasama dengan instansi dan
pemangku kepentingan terkait dalam rangka pendayagunaan, peningkatan kepakaran
dosen, kompetensi mahasiswa, serta sumber daya lain yang dimiliki perguruan tinggi
secara saling menguntungkan. Prinsip ISO 9001:2015 yang sangat terkait dengan standar
ini adalah prinsip Relationship Management. Beberapa risiko yang mungkin terjadi pada
standar 7 diantaranya:
Hasil riset dan pengabdian kepada masyarakat (PkM) tidak sesuai kebutuhan
masyarakat dan industri.
Riset yang dilakukan oleh dosen dan peneliti IPB hanya berdasarkan kemauan peneliti
tanpa memperhatikan trend perkembengan teknologi dan kebutuhan pasar.
Rendahnya budaya menulis menyebabkan rendahnya jumlah publikasi ilmiah.
Kerjasama riset hanya dilakukan oleh individu staf tanpa ikatan dengan institusi, staf
dimanfaatkan sebagai tenaga ahli oleh industri atau instansi lain tanpa ada ikatan
dinas.
Industri memanfaatkan teknologi (inovasi) yang dihasilkan oleh IPB tanpa izin.
Industri kurang percaya bekerjasama dengan IPB dalam hal implementasi teknologi
IPB di industri.
14

Risiko-risiko tersebut dapat dicegah antara lain dengan cara:


Memperkuat kerjasama dengan industri dan masyarakat sejak awal riset dilakukan
agar riset yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pasar
Membuat payung riset, rencana induk penelitian (RIP), dan agenda riset strategis agar
arah dan fokus riset institusi IPB menjadi jelas.
Melakukan pembinaan dan pelatihan menulis artikel ilmiah untuk meningkatkan
jumlah publikasi.
Membangun sistem kerjasama 1 (satu) pintu
Melakukan perlindungan atas kekayaan intelektual yang dihasilkan dan melakukan
monitoring atas pelanggarannya
Memperkuat promosi inovasi dan kepakaran yang dimiliki IPB secara berkelanjutan.

Secara ringkas, kemungkinan risiko dan prinsip pencegahan dari setiap standar
dalam akreditasi institusi perguruan tinggi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kemungkinan risiko dan prinsip pencegahannya


No. Standar Kemungkinan Risiko Prinsip Pencegahan
Akreditasi
1. VMTS VMTS sulit diukur, terlalu abstrak Membuat VMTS yang mudah
untuk mencapainya diukur dan diterjemahkan ke
VMTS gagal dipahami oleh dalam Indikator Kinerja Kunci
stakeholder, khususnya staf PT (IKK)
Membuat VMTS yang sederhana
dan mudah dipahami, melakukan
sosialisasi
2. Tata pamong, Ketidaksatuan pendapat diantara Menerapkan prinsip engagement
kepemimpinan, pimpinan of people
sistem Pimpinan mengutamakan ambisi Tidak menggunakan politik
pengelolaan, pribadi dan kepentingan golongan praktis dalam pengelolaan
dan penjaminan Pengelolaan tidak efisien dan organisasi
mutu efektif, misal struktur organisasi Mengutamakan musyawarah
terlalu besar mufakat dalam pengambilan
Salah menetapkan strategi Menerapkan prinsip Evidence-
Based Decision Making
3. Mahasiswa dan Turunnya pangsa pasar IPB Menerapkan prinsip Costumer
lulusan Kualitas calon mahasiswa (input) Focus, Process Approach, dan
menurun Improvement dalam melakukan
Waktu tunggu lulusan bekerja promosi
masih terlalu lama Memperketat seleksi dan
Peran alumni kurang mengembangkan inovasi dalam
sistem perekrutan mahasiswa
Pembinaan karir,
technopreneurship, dan informasi
kerja bagi mahasiswa dan lulusan
Lebih banyak melibatkan alumni
dengan prinsip Engagement of
People
15

No. Standar Kemungkinan Risiko Prinsip Pencegahan


Akreditasi
4. SDM Pengembangan SDM tidak terarah Membuat perencanaan SDM
Kompetensi SDM tidak sesuai Meningkatkan kompetensi SDM
dengan TIK dengan pelatihan
Kinerja SDM menurun Menyekolahkan dosen, mengurus
sertifikasi dosen
Membangun sistem monev dan
kinerja yang wajar dan membuat
suasana kerja kondusif
5. Kurikulum, Kurikulum tidak sesuai dengan Menggunakan prinsip
pembelajaran, kompetensi yang dibutuhkan Engagement of People dan
dan suasana pasar Improvement untuk
akademik Kurangnya interaksi mahasiswa pengembangan kurikulum
dan dosen Mengadakan jadwal pertemuan
TIK tidak dimanfaatkan secara rutin dengan memanfaatkan
optimal berbagai sarana dan media
Terjadi pelanggaran-pelanggaran Memberikan sosialisasi dan
akademik pelatihan kepada mahasiswa dan
dosen untuk memanfaatkan sistem
TIK
Memberikan pemahaman etika
akademik secara konsisten dan
sangsi tegas bagi yang melanggar
6. Pembiayaan, Fasilitas lab tidak di-upgarde dan kerjasama dengan lembaga riset
sarana dan kurang terpelihara lain untuk sharing alat lab
prasarana, serta Fasilitas TIK yang tidak sesuai Kerjasama dengan provider untuk
sistem dengan perkembangan meningkatkan fasilitas TIK
informasi Penerapan sistem ISO maupun Mengembangkan SIM untuk
SMM tidak paperless mengurangi penggunaan kertas
Krisis ekonomi, sumber dalam penerapan SMM dan ISO
pendapatan berkurang Melakukan efisiensi dan
meningkatkan sumber-sumber
pemasukan yang berbasis
kepakaran dan teknologi
7. Penelitian, Hasil riset dan PkM tidak sesuai Memperkuat kerjasama dengan
pelayanan/peng kebutuhan masyarakat dan industri dan masyarakat sejak
abdian kepada industri awal riset dilakukan
masyarakat, dan Riset dilakukan sesuai kemauan Membuat payung riset, RIP, dan
kerjasama peneliti agenda riset strategis
Rendahnya budaya menulis Melakukan pembinaan dan
menyebabkan rendahnya jumlah pelatihan menulis artikel ilmiah.
publikasi ilmiah Membangun sistem kerjasama 1
Kerjasama hanya dilakukan oleh pintu
individu staf tanpa ikatan dengan Melakukan perlindungan atas
institusi kekayaan intelektual yg dihasilkan
Pemanfaatan teknologi (inovasi) dan melakukan monitoring atas
PT tanpa izin pelanggarannya
Industri kurang percaya Memperkuat promosi inovasi dan
bekerjasama dengan PT kepakaran yang dimiliki PT
16

F. Penutup
Salah satu perubahan penting dalam ISO 9001:2015 adalah membangun
pendekatan sistematis dengan mempertimbangkan risiko yang melekat dalam semua
aspek sistem manajemen mutu. Revisi yang juga cukup signifikan dari sistem manajemen
mutu ISO 9001:2008 menjadi ISO 9001:2015 adalah perubahan prinsip manajemen mutu
dari 8 menjadi 7 prinsip manajemen mutu. Prinsip-prinsip dalam ISO 9001:2015 tersebut
masih sejalan dengan 10 prinsip dan empat asas dalam sistem akreditasi nasional
pendidikan tinggi Indonesia. Sistem manajemen mutu (SMM) pendidikan tinggi (Dikti)
telah menerapkan 8 (delapan) prinsip manajemen mutu dalam sistem ISO 9001. Pada
penerapannya di Dikti ditambahkan 4 (empat) prinsip untuk keberhasilan yang
berkelanjutan dalam pengelolaan Dikti. Implementasi risk-based thinking (RBT) dalam
ISO 9001:2015 dapat diterapkan dalam pengembangan SMM IPB dengan
mengidentifikasi kemungkinan risiko dalam setiap standar akreditasi institusi perguruan
tinggi dan prinsip pencegahannya. Dengan demikian diharapkan risiko-risiko yang
mungkin terjadi dapat diminimalisir bahkan jika mungkin diatasi.

Daftar Pustaka
American Society for Quality. What Is a Quality Management System (QMS)? -- ISO
9001 & Other Quality Management Systems. [internet]. [diacu 2016 Agustus 25].
Tersedia dari http://asq.org/learn-about-quality/quality-management-system/.
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. 2011. Buku II Standar dan Prosedur
Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi.
British Standards Institution. ISO 9001:2015 revision. [internet]. [diacu 2016 Agustus
20]. Tersedia dari www.bsigroup.com/IS09001Revision.
Campell C, Rozsnayi C. 2002. Quality Assurance and the Development of Course
Programmes. Regional University Network on Governance and Management of
Higher Education in South East Europe, Bucharest.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penyusunan Rencana Strategis Perguruan Tinggi. [internet]. [diacu 2016 Agustus
25]. Tersedia dari
http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/statuta/latih/2014/08PenyusunanRencanaStrategisP
T.pdf.
International Organization for Standardization. ISO 9000 - Quality management
[internet]. [diacu 2016 Agustus 20]. Tersedia dari
http://www.iso.org/iso/home/standards/management-standards/iso_9000.htm.
a
ISO [International Organization for Standardization]. 2015. Moving from
ISO 9001:2008 to ISO 9001:2015. ISO Central Secretariat, Geneva-Switzerland.
b
ISO . 2015. Quality Management Principles. ISO Central Secretariat, Geneva-
Switzerland.
c
ISO . 2015. Risk-Based Thinking In ISO 9001:2015. [internet]. [diacu 2016 Agustus 24].
Tersedia dari www.iso.org/tc176/sc02/public.
17

Juran JM, Godfrey AB. 1999. Jurans Quality Handbook. 5th edition. McGraw-Hill, New
York
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun
2014 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Sejarah ISO 9001. [internet]. [diacu 2016 Agustus 20]. Tersedia dari
https://kasmancepu.wordpress.com/sejarah-iso-9001.

Anda mungkin juga menyukai