Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Olahraga bulutangkis merupakan salah satu jenis olahraga prestasi yang sangat
terkenal diseluruh dunia.Sehingga menjadi suatu olehraga yang paling diminati di UNITRI
MALANG. UNITRIMALANG juga sering melaksanakan aktivitas yang dapat
dipertandingkan seperti misalnya pada kompetisi UNITRI CUP MALANG.Bagi mahasiswa
UNITRI MALANG yang gemar berolahraga atau memiliki bakat bermain Bulutangkis dapat
mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bulutangkis sebagai wadah pengembangan
bakat dan keterampilan mahasiswa untuk meningkatkan prestasi dalam keterampilan bermain
bulutangkis. Latihan UKM bulutangkis UNITRI MALANG dilaksanakan setiap hari selasa
dan hari kamis di GOR Bulutangkis UNITRI MALANG.

Beberapa faktor yang menjadi penghambat tercapainya peninggkatan prestasi atlet


UKM bulutangkis salah satu faktor penghambat yaitu cedera.Faktor penghambat pemain
UKM bulutangkis UNITRI MALANG terhadap prestasi kejuaraan di MALANG,
menempatkan faktor cedera berada di posisi kedua sebesar 74.2% setelah faktor latihan yaitu
sebesar 77,4%, hal ini dapat disimpulkan bahwa faktor cedera sangat berpengaruh terhadap
prestasi pemain bulutangkis.Salah satu cara yang dapat di lakukan yaitu antara lain terapi
massase ( Ali Satya Graha, 2009 ). Masase secara fisiologis memperlancarkan peredaran
darah,merilekskan otot dan mengurangi peradangan sehingga dapat membantu proses
penyembuhan cedera.

Sebagai aspek pendukung prestasi atlet, jenis masase seperti sport masase, circullo
masase, Swedia masase dan masase frirage dapat membantu atlet dalam mencapai prestasi,
karena masase dapat membantu menjaga kondisi atlet tetap dalam kondisi baik sesuai dengan
fungsi masase yang digunakan. Masase frirage merupakan salah satu masase yang dapat
bermanfaat untuk membantu penyembuhan setelah penanganan medis maupun sebelum
penanganan medis sebagai salah satu pencegahan dan perawatan tubuh dari cedera ringan
seperti keseleo pada persendian dan kontraksi otot akibat aktivitas sehari-hari ataupun
berolahraga.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan di UKM Bulutangkis UNITRI
MALANG pada bulan maret, diketahui bahwa cedera merupakan salah satu cedera yang
dialami pemain bulutangkis di UKM bulutangkis UNITRI MALANG. Gejala yang
disebabkan oleh cedera menimbulkan inflamasi atau peradangan yang ditandai adanya kalor
(panas), rubor (merah), dolor (nyeri), tumor (bengkak) yang bermuara menyebabkan derajat
gerak sendi (Range of Movement) menjadi terganggu bahkan menurun dari derajat gerakan
normal, sehingga menggangu pemain saat bertanding. Bambang Priyonoadi (2008: 2)
mengatakan bahwa, dalam mencapai prestasi yang diinginkan, olahragawan perlu didukung
oleh berbagai aspek seperti pelatih, latihan dengan program yang benar, medis, fisioterapi,
masseur, psikologi dan ilmu gizi.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 12 April 2017, peneliti ingin
melakukan penelitian secara mendalam kepada 40 orang anggota UKM bulutangkis untuk
mengetahui seberapa besar efektivitas masase frirage dalam mengatasi penurunan range of
movement pada pemain Bulutangkis UNITRI MALANG. Dari hasil wawancara dengan
anggota UKM bulutangkis UNITRI MALANG disamapaikan bahwa biasanya meraka
menggunakan sekitar 80% masase dan 20% menggunakan conterfain atau etil clorin saat
terjadi cedera. Dari latar belakang di atas diteliti bahwa pengaruh masase frirage terhadap
penurunan ROM khususnya pada pemain bulutangkis UNITRI Kabupaten MALANG.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Apakah yang menjadi pengaruh masase frirage terhadap penurunan ROM pada pemain
Bulutangkis UNITRI MALANG ?

1.3 TUJUAN
1.3.1 TUJUAN UMUM
Mengetahui pengaruh masase frirage terhadap penurunan ROM pada pemain
Bulutangkis UNITRI MALANG.
1.3.2 TUJUAN KHUSUS
Mengidentifikasi pengaruh masase frirage pada pemain Bulutangkis UNITRI
MALANG
Mengidentifikasi penurunan ROM pada pemain Bulutangkis UNITRI MALANG.
Menganalisis pengaruh masase frirage terhadap penurunan ROM pada pemain
Bulutangkis UNITRI MALANG.

1.4 MAMFAAT
PRAKTIS
a) Membantu Pemain UKM Bulutangkis menangani cedera sehingga cedera yang
dialami dapat disembuhkan.
TEORITIS
b) Penelitian dapat menambah wawasan bagi ilmu pengetahuan di bidang massase terapi
tentang cara tepat menangani cedera pergelangan tangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Masase Frirage
Masase telah lahir di Indonesia sejak zaman kerajaan dan perkembangan agama-
agama yang mengurangi ajaran-ajaran animisme. Salah satu bukti masase telah ada di bumi
Indonesia ini, tergambar pada relief-relief peninggalan agama Hindhu dan Budha. Seperti
halnya di India, masase telah tertuang dalam kitab Ayur-veda yang menceritakan kehidupan
penganut agama Hindu dalam kehidupan di dunia ini (Ali Satia Graha dan Bambang
Priyonoadi, 2009: 16).
Perkembangan masase juga terjadi dengan pesat di negara-negara Eropa seperti
Swedia, Inggris, Perancis, Belanda, dan Jerman. Negara-negara Eropa menggunakan masase
untuk perawatan orang sakit dan cedera, pesenam dan olahragawan, serta untuk
mengembalikan kebugaran dan melawan kelelahan yang diakibatkan oleh latihan fisik
(Bambang Priyonoadi, 2008: 2).
Para ahli kesehatan menyadari dan membuktikan bahwa masase tidak sekadar cara
untuk mendapatkan kesegaran badani, kekuatan tubuh, dan ketenangan jiwa, tetapi
mempunyai pengaruh yang lebih luas terutama dalam membantu proses penyembuhan suatu
penyakit, kelainan atau gangguan fisik, serta mencegah atau memulihkan cedera
(TjiptoSoeroso, 1983: 6).
Istilah masase frirage berasal dari kata: masase yang artinya pijatan, dan frirage yaitu
gabungan teknik masase atau manipulasi dari friction (gerusan) dan efflurage (gosokan) yang
dilakukan secara bersamaan dalam melakukan pijatan. Masase frirage ini, sebagai salah satu
ilmu pengetahuan terapan yang termasuk dalam bidang terapi dan rehabilitasi, baik untuk
kepentingan sport medicine, pendidikan kesehatan maupun pengobatan kedokteran timur
(pengobatan alternatif) yang dapat bermanfaat untuk membantu penyembuhan setelah
penanganan medis maupun sebelum penanganan medis sebagi salah satu pencegahan dan
perawatan tubuh dari cedera, penyakit, kelelahan dan perawatan kulit. Sehingga dengan
terlahirnya masase frirage ini, bertujuan untuk pencegahan dan perawatan tubuh supaya tetap
bugar dan sehat, selain dari berolahraga dan perawatan medis. Terapi masase, khususnya
pada masase frirage dalam melakukan pijatan hanya menggunakan ibu jari untuk
memasasenya (Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi, 2009: 18).
Menurut Tjiptosoerosa (1983: 5) bahwa saat melakukan masase akan diperoleh
sirkulasi darah dan peredaran hormon yang lancar, sebagai penenang, atau perangsangan
saraf dan sebagai pengobatan bermacam-macam penyakit :
2.1.1 Macam-macam Manipulasi Masase Frirage dan Pengaruhnya.
Menurut Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi (2009: 19) bahwa manipulasi dalam
masase frirage menggunakan 4 cara yaitu manipulasi friction, efflurage, traksi dan reposisi.
Seperti yang dijelaskan dibawah ini:
1) Manipulasi friction adalah manipulasi dengan cara menggerus. Tujuannya adalah
menghancurkan myogilosis yaitu timbunan dari sisa-sisa pembakaran yang terdapat pada
otot dan menyebabkan pengerasan serabut otot.

2) Manipulasi efflurage adalah manipulasi dengan cara menggosok-gosok atau mengelus-


elus. Tujuan dari manipulasi efflurage adalah untuk mempelancar peredaran darah.

3) Tarikan (traksi) caranya adalah dengan menarik bagian anggota gerak tubuh yang
mengalami cedera khususnya pada sendi ke posisi semula.

4) Mengembalikan sendi pada posisinya (reposisi) caranya adalah waktu penarikan (traksi)
pada bagian anggota gerak tubuh yang mengalami cedera khususnya pada bagian
sendi,dilakukan pemutaran atau penekanan agar sendi kembali pada posisi semula.

2.1.2Macam-macam Masase Frirage dalam Penatalaksanaan pada Gangguan Tubuh.


Menurut Ali Satia Graha (2009: 20) bahwa macam-macam masase frirage dalam
penatalaksanaan pada gangguan tubuh antara lain:
1) Masase frirage pada penatalaksanaan organ tubuh, merupakan gabungan manipulasi
friction, efflurage dan perangsangan syaraf atau titik-titik meridian tubuh (refleksi dengan
alat bantu kayu) untuk membantu proses rangsang syaraf baik pada bagian syaraf
simpatik, parasimpatik atau pada terminal meridian yang ada pada organ tubuh manusia.
Masase frirage ini untuk pasien yang mengalami gangguan pada kepala, mata, telinga,
hidung, gigi, tenggorokan, paru-paru, jantung, liver, lambung, pangkreas, usus, kantong
kemih, ovarium, testis dan ubur.

2) Masase frirage pada penatalaksanaan untuk cedera anggota gerak tubuh baik pada bagian
atas maupun bawah, merupakan gabungan manipulasi friction, efflurage dan traksi yang
dilakukan pada bagian tubuh yang mengalami cedera saja, antara lain: syaraf, otot dan
persendian tubuh yang mengalami cedera ringan berupa ankle dan kontraksi otot akibat
aktivitas sehari-hari dan olahraga.
3) Masase frirage pada penatalaksanaan untuk bayi dan ibu hamil, merupakan gabungan
manipulasi friction dan efflurage yang dilakukan pada bagian tubuh bayi dan ibu hamil.
Masase frirage pada bayi dan ibu hamil ini, membantu dalam proses pertumbuhan tubuh
bayi lebik baik dan cepat juga membantu ibu hamil agar tidak mengalami keluhan pegal
pada tubuh dan membantu agar tetap bugar dan sehat.

4) Masase frirage pada penatalaksanaan untuk perawatan tubuh, merupakan gabungan


manipulasi friction, efflurage, lulur dan aroma terapi. Masase frirage pada perawatan
tubuh ini, membantu untuk mencegah penuan dan gangguan dari radikal bebas.

2.1.3 Kode Etik Masase


Kode etik dari Dewan Sertifikasi Nasional untuk Masase Terapi dan Olah Tubuh atau
National Certification Board for Therapeutic Masase and Bodywork (NCBTMB) khusus
mengeluarkan standar profesional yang memberi izin atau menghentikan tanggung jawab
para ahli terapi masase dan olah tubuh untuk memberikan pelayanan terhadap klien (pasien).
Hal ini bertujuan agar integritas profesi para ahli terapi dan keselamatan klien terlindungi.
Kode etik ini dikeluarkan pada tahun 1995.
Para praktisi yang bersertifikat nasional yang mengikuti kode etik ini akan memberikan
performa kerja sebagai berikut :
1) Memiliki komitmen yang sungguh-sungguh dalam mempersiapkan kualitas perawatan
yang paling prima bagi klien yang membutuhkan jasa profesional.

2) Memperlihatkan kualifikasi secara jujur, termasuk di dalamnya soal latar belakang


pendidikan dan keanggotaan profesi mereka dan hanya memberikan pelayanan sesuai
dengan kualifikasi (kemampuan).

3) Memberi informasi secara akurat kepada klien, praktisi kesehatan lainnya dan
masyarakat yang terbatas pada lingkup ruang kerja.

4) Mampu mengakui adanya keterbatasan kemampuan mereka dan kontraindikasi dari


terapi masase dan olah tubuh serta mampu memberi rujukan kepada profesional
kesehatan lainnya bagi klien bila mana diperlukan.
5) Melakukan tindakan hanya apabila yakin akan ada harapan yang memuaskan atau
menguntungkan klein.

6) Secara konsisten mampu menjaga dan meningkatkan pengetahuan dan kompetensi


profesional, menunjukkan keunggulan profesional secara berkala melalui penilaian dan
pengujian dan melalui pelatihan secara kontinyu agar diketahui kelebihan dan
kekurangannya.

7) Menjalankan bisnis dan aktivitas profesional secara jujur dan mempunyai integritas
yang tinggi serta mampu menghargai nilai-nilai yang melekat pada setiap orang.

8) Tidak membeda-bedakan klien atau profesi kesehatan lainnya.

9) Menjaga kerahasiaan semua klien, kecuali atas dasar hukum yang kuat, perintah
pengadilan atau apabila memang benar-benar diperlukan bagi kepentingan masyarakat
luas.
10) Menghormati hak-hak klien atau pengacara untuk mendapatkan segala informasi yang
diperlukan dan secara sukarela memberikan izin untuk melakukan tindakan perawatan.
Izin ini bisa diberikan secara lisan maupun tulisan.

11) Menghormati hak-hak klien untuk menolak perawatan, menambahnya ataupun


menghentikannya berdasarkan izin dan persetujuan yang telah diberikan sebelumnya.

12) Menyediakan semua perlengkapan dan perawatan dengan baik agar keselamatan,
kenyamanan dan privasi klien terjamin.

13) Menggunakan hak untuk menolak memberikan perawatan kepada seseorang atau pada
bagian tubuh tertentu dengan alasan yang masuk akal.

14) Mampu menahan diri dalam segala situasi untuk melakukan atau terlibat dalam
kegiatan secara seksual ataupun perilaku seksual yang melibatkan klien, walaupun ada
indikasi bahwa klien hendak mengarah kepada hal tersebut.
15) Menghindari segala ketertarikan, segala aktivitas atau pengaruh yang bertolakbelakang
dengan segala kewajiban dalam profesi terapi masase dan olah tubuh, dan harus
bertindak profesional sesuai kepuasan klien.

16) Menghormati batasan-batasan dengan klien dengan memperhatikan privasi, menjaga


kerahasiaan, pengungkapan rahasia, memperhatikan ekspresi emosional, kepercayaan
klien dan harapan klien terhadap keprofesionalan para praktisi terapi. Para praktisi
terapi akan selalu menjaga dan menghargai otonomi kliennya.

17) Mampu menolak setiap pemberian atau keuntungan lainnya yang dapat mempengaruhi
segala keputusan, tindakan perawatan yang nyata-nyata hanya memberikan keuntungan
pribadi dan bukan demi kebaikan pasien.

18) Mengikuti semua kebijakan, prosedur, petunjuk/pedoman, peraturan, kode etik dan
persyaratan-persyaratan yang dikeluarkan oleh Dewan Sertifikasi Nasional untuk
Masase Terapi dan Olah Tubuh.

2.1.4 Prinsip-prinsip Tindakan Profesional bagi para Ahli Terapi Masase


1) Prinsip 1
Para ahli terapi masase hendaknya membuat diri mereka bertindak sesuai dengan
kode etik yang telah dikeluarkan oleh yang berwenang di mana dia melakukan praktik
masase atau kode etik yang dikeluarkan oleh organisasi di mana mereka tergabung di
dalamnya sebagai anggota.
2) Prinsip 2
Para ahli terapi masase harus secara terus menerus meningkatkan pengetahuan mereka
tentang tubuh manusia dan tentang terapi masase baik secara akademis maupun
dengan melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan profesinya serta saling tukar
menukar atau berbagi informasi dengan sesama rekan seprofesi.
3) Prinsip 3
Ahli terapi masase harus membuat tingkat pengukuran yang sesuai agar kesehatan,
keselamatan, hak privasi, dan kepercayaan pasien terlindungi serta harus
memperlakukan kliennya dengan bermartabat dan terhormat.
4) Prinsip 4
Para ahli terapi masase harus menyediakan pelayanan kepada masyarakat tanpa
memandang gender, ras, kebangsaan, leluhur, agama, kepercayaan, status pernikahan,
aliran politik, ketidakmampuan, orientasi seksual dan status sosial dan ekonominya.
5) Prinsip 5
Para ahli terapi masase hanya menerapkan keahlian mereka yang benar-benar dikuasai
dan mampu dilakukan, selama tidak melanggar bidang keahlian yang telah ditentukan
oleh hukum yang dikeluarkan.
6) Prinsip 6
Para ahli terapi masase harus secara jujur menampilkan dan menerapkan keahlian
mereka.
7) Prinsip 7
Para ahli terapi masase hendaknya mampu bertindak secara individu maupun secara
kerja sama dengan ahli kesehatan lainnya dalam mengimplementasikan pelayanan
profesional.
8) Prinsip 8
Para ahli terapi hendaknya tidak membuat diagnosa medis kecuali sesuai dengan
kemampuan, pengalaman dan pengetahuan. Mereka hendaknya menginformasikan
kepada kliennya atau ahli kesehatan lainnya tentang penemuan-penemuannya secara
visual dan jelas, demikian juga dengan informasi-informasi yang sesuai untuk
perawatan kliennya.
9) Prinsip 9
Para ahli terapi masase hendaknya melaporkan semua tindakan yang tidak etis dan
aktivitas-aktivitas profesi yang illegal dari rekan seprofesinya kepada yang
berwenang.
10) Prinsip 10
Para ahli terapi masase hendaknya memperagakan praktek kesehatan dan kebersihan
secara optimal pada kliennya dengan mengikuti cara hidup yang sehat dan bersih.

2.2 Range Of Motion


2.2.1 Pengertian ROM (Range Of Motion)

ROM ( Range of Motion) adalah jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan
sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, transversal, dan frontal.
Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh
menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi
tubuh menjadi bagian depan ke belakang. Potongan transversal adalah garis horizontal yang
membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah.

Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh ligamen, otot, dan konstruksi sendi.
Beberapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap potongan. Pada potongan sagital,
gerakannya adalah fleksi dan ekstensi (jari-jari tangan dan siku) dan hiperekstensi (pinggul).
Pada potongan frontal, gerakannya adalah abduksi dan adduksi (lengan dan tungkai) dan
eversi dan inversi (kaki). Pada potongan transversal, gerakannya adalah pronasi dan supinasi
(tangan), rotasi internal dan eksternal (lutut), dan dorsifleksi dan plantarfleksi (kaki).

Ketika mengkaji rentang gerak, perawat menanyakan pertanyaan dan mengobservasi


dalam mengumpulkan data tentang kekakuan sendi, pembengkakan, nyeri, keterbatasan
gerak, dan gerakan yang tidak sama. Klien yang memiliki keterbatasan mobilisasi sendi
karena penyakit, ketidakmampuan, atau trauma membutuhkan latihan sendi untuk
mengurangi bahaya imobilisasi. Latihan tersebut dilakukan oleh perawat yaitu latihan rentang
gerak pasif. Perawat menggunakan setiap sendi yang sakit melalui rentang gerak penuh.

Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang digerakkan oleh otot ataupun gaya
eksternal lain dalam ruang geraknya melalui persendian. Bila terjadi gerakan, maka seluruh
struktur yang terdapat pada persendian tersebut akan terpengaruh, yaitu: otot, permukaan
sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf.

Pengertian ROM lainnya adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan


terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing
persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Latihan range of motion
(ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).

2.2.2 Tujuan ROM (Range Of Motion)

Adapun tujuan dari ROM (Range Of Motion), yaitu :

1. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibiltas dan kekuatan otot

2. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan

3. Mencegah kekakuan pada sendi

4. Merangsangsirkulasidarah

5. Mencegahkelainanbentuk, kekakuandankontraktur
2.2.3 Manfaat ROM (Range Of Motion)

Adapun manfaat dari ROM (Range Of Motion), yaitu :

1. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan

2. Mengkaji tulang, sendi, dan otot

3. Mencegah terjadinya kekakuan sendi

4. Memperlancar sirkulasi darah

5. Memperbaiki tonus otot

6. Meningkatkan mobilisasi sendi

7. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan

2.2.4 Prinsip Latihan ROM (Range Of Motion)

Adapun prinsip latihan ROM (Range Of Motion), diantaranya :

1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari

2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien.

3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosa, tanda-
tanda vital dan lamanya tirah baring.

4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan,
siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.

5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang di
curigai mengalami proses penyakit.

6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau perawatan rutin
telah di lakukan.
2.2.5 Jenis-jenis ROM (Range Of Motion)

ROM dibedakan menjadi duajenis, yaitu :

a. ROM Aktif

ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan
menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam
melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal
(klien aktif). Keuatan otot 75 %.

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif. Sendi yang digerakkan pada ROM aktif adalah sendi
di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendri secara aktif.

b. ROM Pasif

ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang lain
(perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan
rentang gerak yang normal (klienpasif). Kekuatanotot 50 %.

Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan
keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak
dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total
(suratun, dkk, 2008).

Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian
dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh
persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu
melaksanakannya secara mandiri.

2.2.6 Indikasi dan Sasaran ROM

1. ROM Aktif :
1.1 Indikasi :

a) Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan menggerakkan ruas
sendinya baik dengan bantuan atau tidak.
b) Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat menggerakkan persendian
sepenuhnya, digunakan A-AROM (Active-Assistive ROM, adalah jenis ROM Aktif
yang mana bantuan diberikan melalui gaya dari luar apakah secara manual atau
mekanik, karena otot penggerak primer memerlukan bantuan untuk menyelesaikan
gerakan).
c) c. ROM Aktif dapat digunakan untuk program latihan aerobik.
d) d. ROM Aktif digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas diatas dan dibawah
daerah yang tidak dapat bergerak.

1.2 Sasaran :

a) Apabila tidak terdapat inflamasi dan kontraindikasi, sasaran ROM Aktif serupa
dengan ROM Pasif.
b) Keuntungan fisiologis dari kontraksi otot aktif dan pembelajaran gerak dari kontrol
gerak volunter.
c) Sasaranspesifik:
Memelihara elastisitas dan kontraktilitas fisiologis dari otot yang terlibat
Memberikan umpan balik sensoris dari otot yang berkontraksi
Memberikan rangsangan untuk tulang dan integritas jaringan persendian
Meningkatkan sirkulasi
Mengembangkan koordinasi dan keterampilan motorik

2. ROM Pasif

2.1 Indikasi :

a) Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila dilakukan
pergerakan aktif akan menghambat proses penyembuhan
b) Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak aktif pada ruas atau
seluruh tubuh, misalnya keadaan koma, kelumpuhan atau bed rest total
2.2 Sasaran :

a. Mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan ikat

b. Meminimalisir efek dari pembentukan kontraktur

c. Mempertahankan elastisitas mekanis dari otot

d. Membantu kelancaran sirkulasi

e. Meningkatkan pergerakan sinovial untuk nutrisi tulang rawan serta difusi persendian

f. Menurunkan atau mencegah rasa nyeri

g. Membantu proses penyembuhan pasca cedera dan operasi

h. Membantu mempertahankan kesadaran akan gerak dari pasien

2.2.7 Kontraindikasi dan Hal-hal yang harus diwaspadai pada latihan ROM

Kontraindikasi dan hal-hal yang harus diwaspadai pada latihan ROM

a) Latihan ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu proses
penyembuhan cedera.
Gerakan yang terkontrol dengan seksama dalam batas-batas gerakan yang bebas
nyeri selama fase awal penyembuhan akan memperlihatkan manfaat terhadap
penyembuhan dan pemulihan
Terdapatnya tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan yang salah,
termasuk meningkatnya rasa nyeri dan peradangan
b) ROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya membahayakan (life
threatening)
PROM dilakukan secara hati-hati pada sendi-sendi besar, sedangkan AROM
pada sendi ankle dan kaki untuk meminimalisasi venous stasis dan pembentukan
trombus
Pada keadaan setelah infark miokard, operasi arteri koronaria, dan lain-lain,
AROM pada ekstremitas atas masih dapat diberikan dalam pengawasan yang
ketat
2.2.8 Keterbatasan dalam Latihan ROM

a. ROM Aktif

Untuk otot yang sudah kuat tidak akan memelihara atau meningkatkan kekuatan.
Tidak akan mengembangkan keterampilan atau koordinasi kecuali dengan
menggunakan pola gerakan.

b. ROM Pasif

ROM Pasif tidak dapat :

Mencegah atrofi otot


Meningkatkan kekuatan dan daya tahan
Membantusirkulasi

2.2.9 Macam-macam Gerakan ROM

Ada berbagai macam gerakan ROM, yaitu :

1. Fleksi, yaitu berkurangnya sudut persendian.

2. Ekstensi, yaitu bertambahnya sudut persendian.

3. Hiperekstensi, yaitu ekstensi lebih lanjut.

4. Abduksi, yaitu gerakan menjauhi dari garis tengah tubuh.

5. Adduksi, yaitu gerakan mendekati garis tengah tubuh.

6. Rotasi, yaitu gerakan memutari pusat dari tulang.

7. Eversi, yaitu perputaran bagian telapak kaki ke bagian luar, bergerak membentuk
sudut persendian.

8. Inversi, yaitu putaran bagian telapak kaki ke bagian dalam bergerak membentuk sudut
persendian.

9. Pronasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan bergerak ke


bawah.
10. Supinasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan bergerak ke atas.

11. Oposisi, yaitu gerakan menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan
yang sama.

2.2.10 Gerakan ROM Berdasarkan Bagian Tubuh

Menurut Potter & Perry, (2005), ROM terdiri dari gerakan pada persendian sebaga
berikut :

1. Leher, Spina, Serfikal

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menggerakan dagu menempel ke dada, rentang 45

Ekstensi Mengembalikan kepala ke posisi tegak, rentang 45

Hiperektensi Menekuk kepala ke belakang sejauh rentang 40-45


mungkin,

Fleksi lateral Memiringkan kepala sejauh mungkin rentang 40-45


sejauh mungkin kearah setiap bahu,

Rotasi Memutar kepala sejauh mungkin dalam rentang 180


gerakan sirkuler,

2. Bahu

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menaikan lengan dari posisi di samping rentang 180


tubuh ke depan ke posisi di atas kepala,

Ekstensi Mengembalikan lengan ke posisi di rentang 180


samping tubuh,
Hiperektensi Mengerkan lengan kebelakang tubuh, rentang 45-60
siku tetap lurus,

Abduksi Menaikan lengan ke posisi samping di rentang 180


atas kepala dengan telapak tangan jauh
dari kepala,

Adduksi Menurunkan lengan ke samping dan rentang 320


menyilang tubuh sejauh mungkin,

Rotasi dalam Dengan siku pleksi, memutar bahu rentang 90


dengan menggerakan lengan sampai ibu
jari menghadap ke dalam dan ke
belakang,

Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakan rentang 90


lengan sampai ibu jari ke atas dan
samping kepala,

Sirkumduksi Menggerakan lengan dengan lingkaran rentang 360


penuh,

3. Siku

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menggerakkan siku sehingga lengan rentang 150


bahu bergerak ke depan sendi bahu dan
tangan sejajar bahu,

Ektensi Meluruskan siku dengan menurunkan rentang 150


tangan,
4. Lengan bawah

Gerakan Penjelasan Rentang

Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan rentang 70-90


sehingga telapak tangan menghadap ke
atas,

Pronasi Memutar lengan bawah sehingga rentang 70-90


telapak tangan menghadap ke bawah,

5. Pergelangan tangan

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menggerakan telapak tangan ke sisi rentang 80-90


bagian dalam lengan bawah,

Ekstensi Mengerakan jari-jari tangan sehingga rentang 80-90


jari-jari, tangan, lengan bawah berada
dalam arah yang sama,

Hiperekstensi Membawa permukaan tangan dorsal ke rentang 89-90


belakang sejauh mungkin,

Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke rentang 30


ibu jari,

Adduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke rentang 30-50


arah lima jari,

6. Jari- jari tangan

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Membuat genggaman, rentang 90


Ekstensi Meluruskan jari-jari tangan, rentang 90

Hiperekstensi Menggerakan jari-jari tangan ke rentang 30-60


belakang sejauh mungkin,

Abduksi Mereggangkan jari-jari tangan yang rentang 30


satu dengan yang lain,

Adduksi Merapatkan kembali jari-jari tangan, rentang 30

7. Ibu jari

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Mengerakan ibu jari menyilang rentang 90


permukaan telapak tangan,

Ekstensi menggerakan ibu jari lurus menjauh rentang 90


dari tangan,

Abduksi Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30

Adduksi Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang 30

Oposisi Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari


-
tangan pada tangan yang sama.

8. Pinggul

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Mengerakan tungkai ke depan dan rentang 90-120


atas,

Ekstensi Menggerakan kembali ke samping rentang 90-120


tungkai yang lain,
Hiperekstensi Mengerakan tungkai ke belakang rentang 30-50
tubuh,

Abduksi Menggerakan tungkai ke samping rentang 30-50


menjauhi tubuh,

Adduksi Mengerakan tungkai kembali ke


posisi media dan melebihi jika rentang 30-50
mungkin,

Rotasi Memutar kaki dan tungkai ke arah


rentang 90
dalam tungkai lain,

Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai menjauhi


rentang 90
tungkai lain,

Sirkumduksi Menggerakan tungkai melingkar -

9. Lutut

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Mengerakan tumit ke arah belakang rentang 120-130


paha,

Ekstensi Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-130

10. Mata kaki

Gerakan Penjelasan Rentang

Dorsifleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari rentang 20-30


kaki menekuk ke atas,

Plantarfleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari rentang 45-50


kaki menekuk ke bawah,
11. Kaki

Gerakan Penjelasan Rentang

Inversi Memutar telapak kaki ke samping rentang 10


dalam,

Eversi Memutar telapak kaki ke samping rentang 10


luar,

12. Jari-Jari Kaki

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60

Ekstensi Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60

Abduksi Menggerakan jari-jari kaki satu rentang 15


dengan yang lain,

Adduksi Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15

2.2.11 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ROM


ROM normal sangat bervariasi pada setiap individu dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain umur, jenis kelamin, aktif ROM dan pasif ROM.

Umur
Beberapa peneliti dalam studinya menemukan perubahan (penurunan/peningkatan)
ROM sendi pada beberapa kelompok umur.

- Fleksi-ekstensi wrist, rotasi hip dan rotasi shoulder mengalami penurunan ROM
dengan bertambahnya usia .
- Gerakan aktif hip dan knee mengalami penurunan 3 sampai 5 pada kelompok
umur 25 39 tahun dan 60 74 tahun. Untuk ekstensi hip penurunan ROM
sampai 15 %.
- Peningkatan ROM thoracolumbal (fleksi, ekstensi dan lateral fleksi) terjadi pada
kelompok umur 15 24 tahun dan mulai umur 25 34 tahun terjadi penurunan
secara progresif
Jenis Kelamin
Boone dan kawan-kawan menemukan bahwa wanita pada usia 21-69 tahun
mengalami penurunan ROM pada gerakan ekstensi hip lebih besar daripada fleksi
hip pada pria dengan umur yang sama. Wanita pada usia 1 29 tahun mengalami
penurunan ROM pada gerakan adduksi dan lateral rotasi hip yang lebih besar
daripada pria pada kelompok umur yang sama.

Beighton dan kawan-kawan dalam studinya di Afrika menemukan bahwa wanita usia
antara 0 80 tahun lebih mobile daripada pria pada kelompok umur yang sama.

Aktif ROM
Dapat memberikan informasi tentang keberadaan gerakan yang dilakukan
klien/pasien termasuk memantau/melihat koordinasi gerak, kekuatan otot dan ROM
sendi.

Bila terdapat rasa nyeri selama melakukan aktif ROM, kemungkinan terjadi
pemendekan atau penguluran pada jaringan kontraktil (otot dan tendon).

Rasa nyeri dapat juga disebabkan oleh penguluran/penjepitan jaringan non kontraktil
seperti ligamen, kapsul sendi dan bursa.

Pasif ROM
Pasif ROM biasanya sedikit lebih besar daripada aktif ROM. Hal ini
disebabkan oleh kontrol gerak volunter pada tiap sendi lebih kecil pada pasif ROM.

Pemeriksaan pasif ROM memberikan informasi tentang integritas permukaan sendi


dan ekstensibilitas kapsul sendi, ligamen dan otot tanpa dipengaruhi oleh kekuatan
otot dan koordinasi gerak klien/pasien.
2.3 Batminton
2.3.1 Sejarah
Nama Badminton pada awalnya berasal dari nama sebuah rumah atau sebuah
istana di kawasan Gloucestershire yang terletak 200 kilometer sebelah barat kota
London, Inggris. Badminton House, demikian nama istana tersebut menjadi saksi
sejarah bagaimana olahraga ini mulai dikembangkan menuju bentuknya seperti
sekarang. Badminton berasal dari sebuah permainan anak-anak, yaitu permainan
battledore pada abad ke-16 yang dilakukan di Badminton House dengan
menepaknepakan shuttlecock ke atas, permainan ini dilakukan dengan penepak kayu
dan memakai tali sebagai tanda suttlecock dapat menyebrang. Sampai akhirnya pada
tahun 1860, Isaac Spratt menulis buku yang berjudul Badminton Battledore a New
Game. Buku yang ditulis menggambarkan terjadinya evolusi permainan battledore
di Badminton Home, yang kemudian dipertandingkan (Syahri Alhusin, 2007: 2).
Di Indonesia olahraga badminton dikenal juga sebagai bulutangkis,
perkembangan olahraga bulutangkis di Indonesia berawal dari terbentuknya
Persatuaan Olahraga Republik Indonesia (PORI) pada tanggal 20 Januari 1947 di
Jakarta dan sebagai pusatnya di Yogyakarta dengan Tri Tjondokusumo sebagai ketua
pertama PORI. Pada 15 Mei 1951 didirikan Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia
(PBSI) dan diketuai oleh Rochidi. IBF (International Badminton Federation)
diprakarsai pada tahun 1934 oleh 9 negara anggota yaitu: Canada, Denmark, Inggris,
Prancis, Irlandia, Belanda, New Zeland, Scotlandia dan Wales. Anggota IBF
bertambah secara cepat dari tahun ke tahun. Turnamen pertama IBF yang paling
bergengsi adalah Thomas Cup (World men's team championships) pada tahun 1 948.
Sejak itu turnamen berkembang untuk tim putri seperti Uber Cup, Sudirman Cup,
World Junior dan World Grand Prix Finals.
Indonesia secara resmi masuk di International Badminton Federation (IBF)
tahun 1953 dan mengikuti perlombaan yang diadakan IBF seperti Thomas dan Uber
Cup yang diselenggarakan oleh IBF. Selanjutnya pada IBF Exstraordinary General
meeting di Madrid, Spanyol, September 2006, usulan untuk mengubah nama
InternationalBadminton Federation (IBF) menjadi Badminton World Federation
(BWF) diterima dengan bulat oleh seluruh 206 delegasi yang hadir. Bulutangkis
menjadi olahraga Olimpiade musim panas di Olimpiade Barcelona pada tahun 1992.
Pada Olimpiade Barcelona Indonesia dan Korea Selatan memperoleh dua mendali
emas pada cabang bulutangkis tahun itu.
Bulutangkis menjadi olahraga nasional yang dimainkan di semua kota di
Indonesia, khususnya di Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan. Pertandingan
bulutangkis antar kota di Indonesia mulai diadakan, walau hanya antar perkumpulan
atau himpunan bulutangkis yang ikut pada Pekan Oahraga Nasional (PON) I di
Surakarta tahun 1948 yang diikuti oleh banyak wilayah di Indonesia (Syahri Alhusin,
2007: 4).
Tony Grice (1996: 1) menyatakan,bahwa olahraga bulutangkis menarik minat
berbagai kelompok umur, berbagai tingkat keterampilan pria maupun wanita
memainkan bulutangkis di dalam atau di luar ruangan untuk rekreasi maupun sebagai
ajang pertandingan. Hal ini disebabkan karena olahraga bulutangkis banyak
mempunyai kelebihan secara umum dan mampu memasyarakatkan olahraga di
dalam masyarakat luas.

2.3.2 Sarana dan Prasarana Olahraga Bulutangkis


Agus Suhendartin Suryobroto (2001 : 4) mengatakan, sarana adalah segala
sesuatu yang diperlukan dalam pembelajaran pendidikan jasmani, mudah dipindah
bahkan dibawa oleh pelakunya atau siswa. Sedangkan prasarana adalah barang atau
benda tidak bergerak yang dapat menunjang atau mendukung pelaksanaan tugas dan
fungsi unit kerja. Karakteristik bulutangkis tentang hubunganya dengan sarana dan
prasarana menurut Richard Keaton yang dikutip oleh Okta Sari (2008: 13)
menjelaskan bahwa, bermain bulutangkis tidak memerlukan tempat yang terlalu
luas, dapat dilakukan di dalam maupun di luar gedung, serta alat yang digunakan
relatif ringan, murah dan mudah diperoleh. Menurut Syahri Alhusin, (2007: 10)
alat dan perlengkapan utama yang wajib diperlukan dalam bulutangkis sebagai
berikut ini:

1) Net

Net merupakan pembatas berupa jaring yang membentang di tengah-tengah


lapangan yang membagi lapangan menjadi dua bagian sepanjang lebih dari 20 kaki.
Net berdiri di tengah-tengah lapangan engan tinggi 155 cm di bagian tepi, dan tinggi
net di tengah-tengah lapangan adalah 152 cm dari permukaan tanah. Pada net
diberikan tanda vertical yang naik dari garis pinggir lapangan, untuk memungkinkan
pemain menyesuaikan diri dengan lapangan tanpa perlu melihat garis-garis di lantai
(Johnson, M.L, 1984: 19)
2) Raket
Menurut Johnson, M.L (1984: 20), peraturan bulutangkis internasional tidak
menetapkan ukuran, bentuk atau berat raket. Raket adalah peralatan yang mutlak
digunakan oleh pemain saat bermain bulutangkis. Raket standar memiliki ukuran
panjang 66-68 cm dan lebar kepala 22 cm. Raket bahan karbon beratnya adalah 85
gram. Daun raket terdapat jaring yang dibuat dari senar (string).
3) Shuttlecock
Shuttlecock standar dari Badminton World Federation (BWF) terbuat dari
bulu angsa berjumlah 14-16 buah, yang memiliki berat 5,67 gram, panjang 8,8 cm,
panjang bulu 6,5 cm dan panjang dop atau kepala shuttlecock adalah 2,3 cm.
4) Sepatu dan Pakaian
Sepatu dan pakaian tergolong aksesori utama. Sepatu bulutangkis harus
ringan dan tidak selip saat dipakai di lapangan agar pemain dapat melakukan
gerakan tanpa mengalami selip atau terpeleset. Johnson, M.L (1984: 21)
mengatakan,untuk pertandingan pilihlah sepatu yang setengah nomor lebih besar
dari biasa. Penggunaan pakaian sebenarnya bebas, tetapi pada tingkat internasional
banyak dipakai pakaian yang dapat menyerap keringat dengan cepat.
5) Lapangan
Lapangan yang digunakan untuk bermain bulutangkis adalah lapangan
dengan standar WBF yaitu berukuran 6 meter x 13,2 meter yang dibagi dalam
bidang-bidang, masing-masing dua sisi berlawanan panjangnya 6,6 meter. Ada garis
tunggal, garis ganda panjang masingmasing 3 meter, juga ada ruang yang memberi
jarak antara pelaku dan penerima service sepanjang 1,96 meter dari garis tengah.
Dalam penggunaan lapangan bulutangkis tinggi langit-langit harus berada
setidaknya 27 kaki diatas lantai (Johnson, M.L, 1984: 18)

2.3.3Teknik Memukul Dalam Bulutangkis


Teknik memukul dalam bermain bulutangkis sangat beragam, seorang
pemain harus bisa memukul cock, baik dari atas maupun dari bawah menggunakan
raket dengan tepat. Jenis-jenis pukulan yang harus dikuasai pemain bulutangkis
terdapat beberapa pukulan, seperti pukulan service, lob, dropshot, smash, netting,
underhand, dan drive.
Menurut Syahri Alhusin, (2007: 33-43) jenis pukulan di atas dapat
dijelaskan seperti berikut ini:
1) Service
Dalam permainan bulutangkis, pukulan service merupakan pukulan awal
sebagai tanda dimulainya pertandingan. Dalam pertandingan dengan sistem rally
point setiap pemain akan memperoleh nilai jika berhasil mematikan permainan
lawan. Permainan bulutangkis ada tiga jenis service, yaitu service pendek,service
tinggi, dan flick atau service setengah tinggi.

2) Lob / overhead (pukulan atas)

Pukulan lob adalah cock overhead (di atas) yang dipukul di bagian belakang
kepala (samping telinga). Pukulan di belakang kepala ini relatif lebih sulit dibanding
dengan overhead yang biasa, karena untuk bisa melakukan pukulan (teknik) ini
diperlukan ekstra kekuatan kaki, kelenturan, footwork yang baik. Pukulan lob dibagi
menjadi dua jenis yaitu full lob dengan arah cock tinggi ke belakang dan Attacking
lob dengan arah cock-nya tidak terlalu tinggi.

3) Dropshot

Pukulan dropshot adalah pukulan yang dilakukan seperti smash.


Perbedaannya pada posisi raket saat perkenaan dengan cock. Cock dipukul dengan
dorongan dan sentuhan yang halus. Dropshot (pukulan potong) yang baik adalah
apabila jatuhnya cock dekat dengan net dan tidak melewati garis ganda.
Karakteristik pukulan potong ini adalah, cock senantiasa jatuh dekat jaring di daerah
lapangan lawan. Pukulan ini dapat digunakan untuk mengacau dan memancing
lawan agar mengangkat cock, sehingga lawan dapat diserang dengan berbagai
pukulan smash.
5) Smash
Smash yaitu pukulan overhead (atas) yang diarahkan ke bawah dan
dilakukan dengan tenaga penuh dari seorang. Pukulan ini identik sebagai pukulan
menyerang. Karakter dari pukulan ini adalah keras dan laju dari cock sangat cepat.
Pukulan smash adalah bentuk pukulan keras yang sering digunakan dalam
permainan bulutangkis yang dilakukan oleh seorang pemain untuk menghentikan
permainan lawan dan memperoleh nilai.
6) Netting
Netting adalah pukulan yang dilakukan dekat net, diarahkan sedekat
mungkin ke net, cock dipukul dengan sentuhan tenaga yang halus sekali. Pukulan
netting yang baik yaitu apabila cock dipukul halus dan melintir tipis dekat sekali
dengan net. Karakteristik teknik dasar ini adalah cock dipukul dengan kekuatan
mendekati nol tetapi hasilnya dapat mematikan lawan. Dengan netting yang baik,
lawan akan sulit untuk megembalikan cock.
7) Underhand (Pukulan dari Bawah)
Jenis pukulan Underhand ini dominan digunakan dalam permainan
bulutangkis sebagai cara bertahan akibat pukulan serang lawan. Dalam situasi
tertekan ketika permainan, harus melakukan pukulan penyelamatan dengan cara
mengangkat cock tinggi ke daerah belakang lapangan lawan. Pukulan dasar ini
dapat dilakukan dengan teknik pukulan forehand dan backhand.
8) Drive
Drive adalah pukulan cepat dan mendatar banyak digunakan dalam
permainan ganda. Karakter pukulan ini cock melaju mendatar, tetapi sasaranya
berbeda, yaitu depan, tengah dan belakang. Pukulan drive bertujuan untuk
mengembalikan pukulan smash lawan dan menghindari lawan menyerang atau
sebaliknya memaksa lawan mengangkat kok dan berada pada posisi bertahan.
Pukulan ini menuntut keterampilan grip, reflek yang cepat dan kekuatan
pergelangan tangan.

2.4 Hubungan Masase Frirage dengan penurunan ROM pada pemain Bulutangkis
UNITRI MALANG
Belum ada penelitian yang membahas tentang hubungan masase frirage
dengan penurunan ROM pada pemain Bulutangkis UNITRI MALANG Adapun
penelitian tersebut adalah milik Wawan Agung Raharjo (2011) yaitu, Tingkat
Keberhasilan Masase Frirage dan Streching dalam Cedera Panggul Tim Hoki
Uiversitas Negeri Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan tingkat keberhasilan
masase frirage dan steching dalam meminimalisir cedera pangggul yang terganggu
pada range of movement menjadi lebih baik dan meningkat kualitasnya pada
gerakan panggul tim Hoki UNY. Dari tingkat keberhasilan yang diperoleh dari
Range of Movement pada articulatio coxae sendi panggul antara lain: meliputi gerak
fleksi pada panggul tanpa bantuan sebesar 43,44%, ekstensi tanpa bantuan sebesar
39,53%, abduksi tanpa bantuan sebesar 41,50% dan adduksi tanpa bantuan sebesar
33,07%, sedangkan gerak fleksi dengan bantuan sebesar 41,26%, ekstensi dengan
bantuan sebesar 41,04%, abduksi dengan bantuan sebesar 41,19% dan adduksi
dengan bantuan sebesar 36,78%. Disimpulkan bahwa hubungan terhadap penurunan
ROM sehingga pemain bulutangkis UNITRI MALANG memerlukan penanganan
khusus terhadap cedera yang dialami untuk meningkatkan prestasi.
BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

cedera anggota gerak


tubuh baik pada
bagian atas maupun
bawah

MASASE FRIRAGE PENURUNAN ROM

organ tubuh USIA


bayi dan ibu hamil JENIS KELAMIN
perawatan tubuh AKTIF ROM
PASIF ROM

KET : DITELITI

TIDAK DITELITI

Setelah peneliti melakukan penelitian Pemain bulutangkis UNITRI MALANG yang


mengalami penurunan ROM di pengaruhi oleh usia, jenis kelamin, aktif ROM, dan pasif
ROM denagn masase frirage pada cedera anggota gerak tubuh bagian atas dan bagian bawah.
Ada beberapa factor Masase frirage yang tidak di teliti yaitu organ tubuh,bayi dan ibu hamil,
perawatan tubuh.

3.2 HIPOTESIS

Hubungan masase frirage yang diberikan terhadap pemain bulutangkis UNITRI


MALANG tidak memiliki tingkat keberhasilan yang signifikan dalam mengatasi penurunan
range of movement pemain bulutangkis UNITRI MALANG. ( H0 = # ada hubungan masase
frirage terhadap penurunan ROM pada pemain bulutangkis UNITRI MALANG ).
BAB IV
POPULAS DAN SAMPLE

4.1 Desain
Penelitian ini merupakan hasil observasional dengan pendekatan cross
selectional pada tanggal 12 april 2017.

4.2 Populasi
4.2.1 Pengertian Populasi dan Sample
Populasi adalah sekumpumpulan data yang mempunyai karakteristik yang
sama dan menjadi objek inferensi. Statistika inferensi mendasarkan diri pada kedua
konsep dasar populasi sebagai keseluruhan data, baik nyata atau pun imajine, dan
sample sebagai bagian dari populasi yang di gunakan untuk melakukan inferensi
(pendekatan / penggambaran) terhadap populasi tempatnya berasal.sample dianggap
mewakili populasi.sample yng diambil satu tidak dapat dipakai untuk mewakili
populasi lain, melainkan menggunakan rumus :
n = N / 1+Ne 2
4.2.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pemain Bulutangkis UNITRI MALANG.
Sedangkan sampel penelitian adalah sebagian pemain Bulutangkis UNITRI
MALANG yang mengalami penurunan ROM angan sebanyak 36 pemain dari
keseluruhan populasi 40.
4.2.3 Kriteria
Inklusif :
laki-laki
pemain bulutangkis
ikut ukm unitri

Ekslusif :
perempuan
bukan pemain bulutangkis
tidak ikut ukm
4.2.4 Sampling

Sampel penelitian diambil dengan menggunakan tekhnik purposive sampling.


Seperti yang diungkapkan Ridwan (2009: 20), bahwa purposive sampling adalah
tehknik penentuan sampelnya dengan berdasarkan pertimbangan. Pertimbangan
sampel yang akan dijadikan data penelitian adalah yang memenuhi kriteria yaitu
pemain putri yang aktif mengikuti UKM bulutangkis UNITRI dan pemain yang
sedang mengalami penurunan ROM.

4.2.4 variabel penelitian

Variable dalam penelitian ini di bagi menjadi 2 bagian yaitu variabel bebas
yaitu hubungan masase friarage dan variabel terikatnya yaitu penurunan ROM pada
pemain bulutangkis UNITRI MALANG

4.2.5 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di GOR UNITRI MALANG pada tanggal 12 April


2017.

4.2.6 Instrumen

Penelitian ini dilakukan dengan wawancara kepada pemain bulutngkis


UNITRI MALANG dan alat yang di gunakan yaitu perekam suara,pena dan buku.

Anda mungkin juga menyukai