Anda di halaman 1dari 85

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Deskripsi Konseptual

1. Variabel Hasil Belajar (Y)

a. Pengertian Belajar

Ada dua pendekatan di dalam pelaksanaan pengajaran yaitu pendekatan

yang mengutamakan hasil dan pendekatan yang lebih mengutamakan kepada

proses. Sesungguhnya antara keduanya tidak terdapat perbedaan yang

prinsipil, sebab suatu hasil belajar yang baik akan diperoleh melalui proses

yang baik, dan sebaliknya proses belajar yang baik akan memberi hasil yang

baik pula.

Pada hakikatnya belajar menunjuk ke perubahan tingkah laku siswa

dalam situasi tertentu berkat pengalamannya yang berulang-ulang dan

perubahan tingkah laku tersebut akan mengarah pada tujuan yang akan

dicapai. Menurut pendapat tradisional, belajar adalah menambah dan

mengumpulkan sejumlah pengetahuan (Aqib, 2010: 42). Di sini yng

dipentingkan pendidikan intelektual. Kepada anak-anak diberikan bermacam-

macam pelajaran untuk menambah pengetahuan yang dimilikinya, terutama

dengan jalan menghafal. Belajar juga membuat kelakuan seseorang akan

berubah daripada sebelumnya.

16
17

Perubahan tingkah laku dimaksud ialah dari tidak tahu menjadi tahu,

timbulnya pengertian baru, serta timbul dan berkembangnya sifat-sifat sosial,

susila, dan emosional. Pembelajaran yang berhasil ialah pembelajaran yang

dapat memberikan kontribusi pada hasil belajarnya (Bobbi, dkk, 2006:56).

Sehingga pada diri siswa perubahan yang terjadi adalah dari tidak bisa

membaca menjadi bisa membaca, bisa menghitung, dan sebagainya.

Dalam kamus paedagogik (Apriliya, 2007:55) menyatakan belajar dalam

lingkup pembelajaran berarti usaha atau kegiatan pelajar dalam menyerap dan

menolah bahan ajar/materi, sehingga memperoleh pengetahuan baru,

keterampilan, dan sikap yang sudah dimiliki sebelumnya. Dalam kegiatan

pembelajaran guru berusaha mengaktifkan/membelajarkan siswa. Sedangkan

pendapat lain mengatakan belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau

perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah

laku yang baru berkat pengalaman dan latihan (N. Sudirman, 2006:42).

Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku

akibat interaksi individu dengan lingkungan baik yang bersifat internal maupun

eksternal yang meliputi beberapa aspek kehidupan bagi kelangsungan

hidupnya. Belajar juga bisa diartikan sebagai suatu proses yang

mengakibatkan perubahan dalam diri individu yaitu perubahan tingkah laku

dalam penampilannya yang muncul dan berkembang dari pengalamannya.

Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Gary dan Kingsley dalam

Sudjana (2009:5) mengatakan bahwa belajar adalah proses perubahan


18

tingkah laku yang orisinil atau asli melalui pengalaman dan latihan-latihan.

Menurut Makmun (2002:10) belajar selalu menunjuk pada suatu proses

perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau

pengalaman tertentu.

Gie (2002:14) mendefinisikan belajar sebagai segenap

rangkaian/aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang

mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan dalam

pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya relatif permanen. Dalyono

(2010:49) mendefinisikan behwa belajar adalah suatu usaha atau kegiatan

yang bertujuan bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang,

mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan,

keterampilan, dan sebagainya. Hal senada diungkapkan Ahmadi dan

Supriyono(2004:121) bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan

individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru yang secara

keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi

dengan lingkungan.

Menurut Arsyad (2011:3) mengemukakan bahwa belajar adalah

perubahan perilaku, sedangkan perilaku itu adalah tindakan yang dapat

diamati. Dengan kata lain perilaku adalah suatu tindakan yang dapat diamati

atau hasil yang diakibatkan oleh tindakan atau beberapa tindakan yang dapat

diamati.
19

Lebih lanjut Abdillah (2002:68) menyimpulkan bahwa belajar adalah

suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku

baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif,

afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.

Thobroni (2011:19) mengatakan bahwa belajar berhubungan dengan

perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan

oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi tertentu. Menurut

Slameto (2010:2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali

sifat maupun jenisnya. Oleh karena itu tidak setiap perubahan dalam diri

seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut menunjukkan bahwa dalam

belajar tingkah laku yang mengalami perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa

perubahan tingkah laku merupakan tujuan yang hendak dicapai dalam

kegiatan belajar, sehingga tingkah laku siswa dapat dijadikan sebagai

pedoman untuk mengetahui kemajuan individu dalam belajar di sekolah.

Perubahan atau kemajuan yang diperoleh siswa itu berupa pengetahuan,

keterampilan, sikap, dan nilai-nilai kehidupan. Pengertian dan konsep belajar

banyak dipengaruhi oleh aliran dan teori-teori yang berkembang. Tiga rumpun
20

utama yang mendasari konsep belajar yaitu aliran kognitivisme, behaviorisme,

dan konstruktivisme.

Selain ditinjau dari aspek perubahan tingkah laku, belajar juga dapat

ditinjau dari aspek kognitif. Aliran ini dikenal sebagai aliran kognitivisme.

Menurut Uno (2010:53), aliran kognitivisme berpendapat bahwa belajar

merupakan proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Teori

belajar berdasarkan kognitivisme yang sering digunakan di dalam proses

belajar mengajar di antaranya adalah teori perkembangan Piaget dan teori

kognitif Bruner. Piaget dalam Djiwandono (2002:20)berpendapat bahwa

kemampuan atau perkembangan kognitif hasil dari hubungan perkembangan

otak dan sistem nervous serta pengalaman-pengalaman yang membantu

individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

Hal tersebut menegaskan bahwa belajar merupakan proses internal yang

mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor-faktor lain.

Proses belajar dimaksud mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan

menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang terbentuk di dalam pikiran

seseorang berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Selain itu,

belajar juga memperhatikan tingkat perkembangan intelektual individu yang

belajar. Menurut Piaget dalam Uno (2010:11), proses belajar harus

disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa, yang

dalam hal ini Piaget membaginya menjadi empat tahap yaitu tahap sensori-
21

motor (ketika anak berumur 1,5 sampai 2 tahun), tahap pra-operasional (2/3

sampai 7/8 tahun), tahap operasional konkret (7/8 sampai 12/14 tahun}, dan

tahap operasional formal (14 tahu atau lebih).

Teori kognitif Bruner dalam Gredler (2004:99) menekankan pada adanya

pengaruh budaya terhadap tingkah laku seseorang. Menurutnya

perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan

oleh caranya melihat lingkungan yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik.

Lebih lanjut Gredler (2004:99) menjelaskan bahwa tahap enaktif

merupakan representasi pengetahuan dalam melakukan tindaka. Tahap ikonik

adalah tahap perangkuman bayangan secara visual. Tahap simbolik adalah

tahap ketiga yang merupakan tahap di mana digunakan kata-kata lambang-

lambang lain untuk melukiskan pengalaman.

Menurut Dahar (2006:110), teori bermakna dari Ausubel menyatakan

bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Belajar diklasifikasikan dalam

dua dimensi, yaitiu dimensi yang berhubungan dengan cara informasi atau

materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau

penemuan dan dimensi yang berhubungan dengan cara bagaimana siswa

dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada sehingga

terjadi belajar bermakna.

Berdasarkan hal tersebut materi yang dipelajari diasimilasikan dan

dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Materi

yang secara potensial bermakna dipilih serta diatur oleh guru dan harus sesuai
22

dengan tingkat perkembangan serta pengalaman siswa. Untuk mewujudkan

suatu situasi belajar yang bermakna, faktor motivasi sangat berperan, sebab

siswa tidak akan mengasimilasi materi baru apabila tidak mempunyai

keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya.

Gagne dalam Ruseffedi (2003:138) menyebutkan ada delapan kategori

hierarki, di mana proses belajar disusun berurutan dari yang paling sederhana

ke arah yang paling kompleks yaitu (1) isyarat/sinyal, (2) stimulus-respon,

(3)rangkaian gerak, (4) rangkaian verbal, (5) membedakan, (6) pembentukan

konsep, (7) pembentukan aturan, dan (8) pemecahan masalah.

Pandangan tentang belajar menurut aliran behaviorisme, tidak lain

adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antar

stimulus dan respons. Aliran ini berpendapat bahwa belajar adalah perubahan

yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan

cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons. Menurut

Skinner dalam teori Conditioning Operant menjelaskan bahwa belajar

sebagaimana dikutip (2000:34) sebagai berikut :

In Skinner a view, learning is behavior. As the subject learns, responses


increase and when unlearning occurs, the rate responsding falls (Skinner,
1950). Learning is therefore formally defined as a change in the likelihood or
probability of responses, probability or likelihood or responsding is difficult to
measure. Therefore, Skinner suggests that larning should be mesured by the
rate or frequency of responsding.
23

Dalam pandangan Skinner, belajar merupakan respon (tingkah laku)

yang baru. Respon ini terjadi bila peserta didik belajar dan tidak akan terjadi

apabila tidak ada proses belajar. Belajar menurutnya dapat diukur melalui laju

atau frekuensi respon yang diberikan peserta didik. Oleh karena itu untuk

memahami tingkah laku peserta didik secara tuntas, diperlukan pemahaman

terhadap respon itu sendiri dan berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh

respon tersebut. Skinner juga menjelaskan bahwa menggunakan perubahan-

perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan

membuat segala sesuatunya menjadi bertambah rumit, sebab perlu perlu

penjelasan lebih mendalam lagi.

Sedangkan aliran konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan itu

bukanlah kumpulan suatu fakta atau kenyataan yang sedang dipelajari, akan

tetapi merupakan konstruksi kognitif individu terhadap suatu objek. Aliran ini

berpendapat dengan berinterksi terhadap objek dan lingkungannya melalui

proses melihat, mendengar, dan merasa maka individu dapat mengetahui

sesuatu.

Berdasarkan paparan konsep dan teori belajar di atas dapat disimpulkan

bahwa belajar adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan,

keterampilan, maupun sikap, dan nilai yang positif sebagai pengalaman untuk

mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Perubahan-

perubahan tersebut sifatnya relatif menetap dalam jangka waktu yang lama.
24

b. Pengertian Hasil Belajar

Proses pembelajaran dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yang telah

dirumuskan. Pada umumnya hasil belajar meliputi pengetahuan, sikap, dan

keterampilan. Hasil belajar yang akan diperoleh siswa setelah menempuh

pengalaman belajarnya atau proses belajar mengajar. Sudjana (2010:22)

mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan dimiliki

siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Proses pembelajaran dan hasil belajar saling berhubungan karena dalam

kegiatan pembelajaran terdapat tujuan yang akan dicapai. Siswa yang

sebelumnya tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti

setelah belajar. Hamalik (2011:30) mengatakan hasil belajar adalah bila

seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang

tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi

mengerti.

Perubahan tingkah laku dimaksud ialah dari tidak tahu menjadi tahu,

timbulnya pengertia baru, serta timbul dan berkembangnya sifat-sifat sosial,

susila, dan emosional. Pembelajaran yang berhasil ialah pembelajaran yang

dapat memberikan kontribusi pada hasil belajarnya (Bobbi, dkk, 2006: 56).

Sehingga pada siswa perubahan yang terjadi ialah dari tidak bisa membaca

menjadi bisa membaca, bisa menghitung, dan sebagainya.

Pembahasan masalah hasil belajar tidak terlepas dari masalah penilaian

hasil belajar. Hasil belajar adalah data yang selanjutnya akan diolah untuk
25

mengomunikasikan kriteria penilaian kepada yang berkepentingan. Hal itu

ditegaskan oleh Slameto (2001:226) bahwa dalam laporan penilaian hasil

belajar terdiri atas sembilan tujuan yaitu:

1. Menyediakan bahan untuk penelaahan dan sistematik tentang

perkembangan siswa di sekolah.

2. Memberikan informasi kepada orang tua siswa tentang kemajuan anaknya

di sekolah.

3. Memberikan informasi kepada siswa yang bersangkutan tentang

kemunduran dan kemajuannya di sekolah.

4. Menyediakan bahan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah

yang dihadapinya.

5. Memberikan informasi kepada kepala sekolah tentang kemajuandan

kemunduran siswa di sekolah, sebagai bahan untuk membuat keputusan

penyelenggaraan pendidikan.

6. Menyediakan bahan untuk kenaikan akademik siswa yang bersangkutan.

7. Menyediakan bahan untuk sekolah yang akan menampung siswa yang akan

melanjutkan ataupun yang pindahan.

8. Menyediakan informasi bagi lembaga, jawatan, maupun pihak lain.

9. Memperbaiki program dan proses pembelajaran di sekolah.

Slameto (2001:165) menambahkan bahwa hasil belajar minimal meliputi

3 aspek yaitu:
26

1. Aspek Afektif/intelektual, meliputi diskriminasi pemahaman dan mampu

berpikir dengan dalil-dalil.

2. Aspek kognitif, aspek ini mengukur kemampuan untuk mencari sumber

masalah dan memecahkannya dengan ilmu yang telah dipelajari

3. Aspek keterampilan motoris, yaitu mampu melakukan/melaksanakan

pemecahan masalah berupa perbuatan yang bermakna.

Poerwanto (2009:28) mengatakan hasil belajar adalah prestasi yang

dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan

dalam raport. Hasil belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau

kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai

dengan bobot yang dicapainya. Nasution (2010:17) menjelaskan pengertian

hasil belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir,

merasa, dan berbuat. Hasil belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga

aspek yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Sebaliknya dikatakan hasil belajar

kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam tiga

kriteria tersebut.

Thobroni (2011:22) mengatakan hasil belajar adalah pola-pola

perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan

keterampilan.

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Hasil

belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik setelah ia

menerima pengalaman pembelajaran. Sejumlah pengalaman yang diperoleh


27

peserta didik mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar

mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran karena akan

memberikan sebuah informasi kepada guru tentang kemajuan peserta didik

dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui proses pembelajaran,

selanjutnya setelah mendapat in formasi tersebut guru dapat menyusun dan

membina kegiatan-kegiatan peserta didik lebih

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki siswa dalam menerima,

menolak, dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses

pembelajaran. Hasil belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan

sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk

nilai raport setiap mata pelajaran setelah mengalami proses pembelajaran.

Hasil belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari

evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya hasil belajar

siswa. Hasil belajar merupakan prestasi yang diperoleh setelah melakukan

suatu kegiatan yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada diri

individu.

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Hasil

belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik setelah ia

menerima pengalaman pembelajaran. Sejumlah pengalaman yang diperoleh

peserta didik mencakup ranag kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar

mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran karena akan


28

memberikan sebuah informasi kepada guru tentang kemajuan peserta didik

dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui proses pembelajaran,

selanjutnya setelah mendapat informasi tersebut guru dapat menyusun dan

membina kegiatan-kegiatan peserta didik lebih lanjut baik untuk individu

maupun kelompok belajar. Nana Sudjana (2009:3) mendefinisikan hasil belajar

siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku, dan dalam pengertian

yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Dimyati dan Mudjiono (2006:3-4) juga menyebutkan Hasil belajar

merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari

sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluai hasil belajar. Dari sisi

siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses

belajar. Hasil belajar pada suatu sisi adalah berkat tindakan guru suatu

pencapaian tujuan pembelajaran. Pada sisi lain merupakan peningkatan

kemampuan mental siswa. Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono,

2006:26-27) menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:

a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentag hal yang telah

dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan

dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.

b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang

hal yang dipelajari.


29

c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk

menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya menggunakan

prinsip.

d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-

bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang lebih kecil.

e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa

hal berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya kemampuan menilai hasil

ulangan.

Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima

pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek

kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan

evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan

menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan

pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi

hasil belajar itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar sangat

beragam.
30

Sugihartono (2007:76-77) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil bebelajar, sebagai berikut:

1) Faktor internal, adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang

belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis.

2) Faktor eksternal, adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal

meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

Munadi (2012:124) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil

belajar antar lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal:

a. Faktor Internal

1. Faktor Fisiologis.

Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak

dalam keadaan lelah dan cape, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan

sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam

menerima materi pelajaran.

2. Faktor Psikologis.

Setiap individu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki

kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi

hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ),

perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif, dan daya nalar peserta

didik.

b. Faktor Eksternal

1. Faktor Lingkungan
31

Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor

lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan

alam misalnya suhu, kelembaban, dan lain-lain. Belajar pada tengah hari

di ruangan yang kurang akan sirkulasi udara dapat berpengaruh dan

berbeda dengan pembelajaran di pagi hari yang kondisinya masih segar

dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega.

2. Faktor Instrumental

Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan

penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan.

Faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya

tujuan-tujuan yang direncanakan. Faktor instrumental ini berupa kurikulum,

sarana, dan guru.

Sunarto (2000:23) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara

lain:

a. Faktor intern adalah faktor faktor yang berasal dari dalam diri

seseorang yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Di antara

faktor-faktor intern yang dapat mempengaruhi prestasi belajar

seseorang antara lain kecerdasan/intelegensi, bakat, minat, motivasi.

b. Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi

belajar seseorang yang sifatnya berasal dari luar diri seseorang

tersebut. Termasuk faktor ekstern antara lain keadaan lingkungan


32

keluarga, keadaan lingkungan sekolah, dan keadaan lingkungan

masyarakat.

Suryabrata (2010:233) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi

hasil belajar dibagi dua yaitu faktor yang berasal dari luar diri pelajar yang

meliputi faktor nonsosial dan faktor sosial serta faktor yang berasal dalam diri

pelajar yaitu faktor fisiologis dan psikologis.

1) Faktor nonsosial dalam belajar

Lingkungan alami merupakan lingkungan fisik di sekitar anak berupa

berbagai fenomena alam maupun keadaan lingkungan tempat anak hidup.

Lingkungan alami akan membawa dampak besar terhadap hasil belajar

anak. Apabila kondisi lingkungan mendukung proses belajar anak maka

dapat dipastikan hasil belajar anak akan maksimal.

Suryabrata (2010:233) mengatakan bahwa kelompok faktor

nonsosial meliputi keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu, tempat, dan

alat-alat yang digunakan untuk belajar. Semua faktor tersebut harus diatur

sedemikian rupa sehingga dapat membantu proses atau perbuatan belajar

secara maksimal.

2) Faktor sosial dalam belajar

Suryabrata (2010:234) mengatakan bahwa faktor sosial dalam

belajar adalah faktor manusia itu ada maupun kehadirannya dapat

disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran orang atau orang lain

pada waktu seseorang belajar banyak sekali menggamggu belajar atau


33

sebaliknya. Oleh karenanya diperlukan lingkungan belajar sosial yamg

kondusif untuk belajar.

Hasil belajar juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar diri

individu, baik faktor fisikmaun sosial psikologis pada lingkungan keluarga,

sekolah, maupun masyarakat. Masing-masing kondisi lingkungan akan

memberikan pengaruh terhadap hasil belajar seseorang.

Munardji (2004:133) mengatakan bahwa lingkungan sosial adalah

manusia atau sesama manusia, baik manusia itu ada (kehadirannya)

ataupun tidak langsung hadir. Kehadiran orang lain pada waktu sedang

belajar, sering mengganggu aktivitas belajar. Menurut Asrori (2008:162)

lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa dapat

dibedakan menjadi tiga yaitu lingkungan sosial siswa di rumah, lingkungan

sosial siswa di sekolah, dan lingkungan sosial dalam masyarakat.

Selain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga memegang

peranan penting bagi perkembangan belajar seseorang. Dalam masalah

lingkungan sekolah Munardji (2004:138) menjelaskan bahwa lingkungan

sekolah yang mempengaruhi keberhasilan belajar adalah lingkungan fisik

beserta komponennya seperti kondisi sekolah serta kelengkapan sarana

serta prasarana penunjang prosese belajar.

Segala sesuatu di sekolah akan sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan belajar seseorang. Lebih lanjut Slameto (2010:64)

mengatakan bahwa faktor sekolah mempengaruhi belajar mencakup


34

metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan murid, siswa dengan

siswa, disiplin sekolah, metode belajar, keadaan gedung, serta standar

pelajaran.

Lingkungan masyarakat siswa atau individu berada juga

berpengaruh terhadap semangat serta aktivitas belajarnya. Lingkungan

masyarakat yang warganya memiliki latar belakang pendidikan cukup,

terdapat lembaga-lembaga pendidikan serta sumber-sumber belajar di

dalamnya akan memberikan pengaruh positif terhadap semangat dan

perkembangan belajar generasi mudanya.

3) Faktor fisiologis dalam belajar

Faktor fisiologis adalah faktor berkaitan dengan kondisi fisik

seseorang atau kondisi jasmaniah seseorang. Faktor ini merupakan faktor

bawaan dalam diri seorang individu, melekat pada dirinya, serta sebagian

menjadi karakteristik dirinya. Slameto (2010:54) menyebutkan bahwa

faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh. Faktor

fisiologis ini ada bersifat permanen seperti cacat tubuh permanen, ada

pula bersifat smentara seperti kesehatan.

Faktor jasmani mencakup kondisi serta kesehatan jasmani dari

individu. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta

bagian-bagiannya. Dalam proses belajar seseorang akantergannggu jika

kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang

bersemangat, mudah pusing, serta berkurangnya fungsi dari alat-alat


35

inderanya. Agar orang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan

kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan

ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olah

raga, rekreasi, serta ibadah.

Selain dari kesehatan cacat tubuh juga merupakan faktor penentu

dari hasil belajar. Cacat tubuh adalah suatu penyebab kurang baik atau

kurang sempurna mengenai tubuh atau badan. Sukmadinata (2005:225)

mengatakan bahwa keadaan cacat tubuh akan mempengaruhi belajar.

Siswa dengan cacat tubuh biasanya mengalami tekanan dalam batinnya

yang menyebabkan kurang percaya diri. Oleh karena itu siswa cact

belajarnya akan sangat terganggu Anak yang cacat tubuh hendaknya

belajar pada lembaga pendidikan khusus.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa keadaan

jasmani yang perlu diperhatikan dalam belajar adalah kondisi fisik normal

atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir.

Kondisi fisik normal ini terutama harus meliputi keadaan otak, panca

indera, anggota tubuh. Selain itu kondisi kesehatan fisik sehat serta segar

sangat mempengaruhi keberhasilan belajar. Di dalam menjaga kesehatan

fisik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain makan, minum

teratur, olah raga serta cukup tidur.

4) Faktor psikologis dalam balajar


36

Faktor psikologis mempengaruhi hasil belajar meliputi segala hal

berkaitan dengan kondisi mental kejiwaan seseorang. Aspek psikis atau

kejiwaan tidak kalah pentingnya dalam belajar dengan aspek jasmaniah.

Slameto (2010:55) mengatakan bahwa sekurang-kurangnya ada tujuh

faktor mempengaruhi belajar yaitu intelegensi, perhatian, minat, bakat,

motif, kematangan, dan kelelahan. Untuk kelancaran belajar bukan hanya

dituntut kesehatan jasmaniah tetapi kesehatan rohaniah atau psikis pula.

Orang sehat psikisnya adalah orang terbebas dari tekanan batin,

frustasi, konflik-konflik psikis, terhindar dari kebiasaan-kebiasaan buruk

yang mengganggu perasaan. Orang sehat psikisnya akan merasakan

kebahagiaan serta dapat menyerap pelajaran lebih optimal.

Berdasrkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor

psikologis dalam belajar meliputi seluruh keadaan psikologi anak yang

sedang belajar. Apabila keadaan psikologis anak baik maka dimungkinkan

akan memperoleh hasil belajar dengan baik pula dan sebaliknya.

Menurut Dalyono (1997:55-60) berhasil tidaknya seseorang dalam

belajar disebabkan oleh dua faktor yaitu:

a) Faktor intern (yang berasal dari dalam diri orang yang belajar)

1. Kesehatan.

Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya

terhadap kemampuan belajar. Bila seseorang yang tidak selalu

sehat, sakit kepala, demam, pilek batuk, dan sebagainya dapat


37

mengakibatkan tidak bergairah untuk belajar. Demikian pula halnya

jika kesehatan rohani (jiwa) kurang baik.

2. Intelegensi dan bakat

Kedua aspek kejiwaan ini besar sekali pengaruhnya terhadap

kemampuan belajar. Seseorang yang mempunyai intelegensi baik

(IQ-nya tinggi) umumnya mudah belajar dan hasilnyapun

cenderung baik. Bakat juga besar pengaruhnya dalam menentukan

keberhasilan belajar. Jika seseorang mempunyai intelegensi yang

tinggi dan bakatnya ada dalam bidang yang dipelajari, maka proses

belajar akan lebih mudah dibandingkan orang yang hanya memiliki

intelegensi tinggi saja atau bakat saja.

3. Minat dan mmotivasi

Minat dapat timbul karena adanya daya tarik dari luar dan juga

datang dari sanubari. Timbunya minat belajar disebabkan beberapa

hal, antara lain karena keinginan yang kuat untuk menaikkan

martabat atau memperoleh pekerjaan yang baik serta ingin hidup

senang atau bahagia. Begitu pula seseorang yang belajar dengan

motivasi yang kuat, akan melaksanakan kegiatan belajarnya

dengan sungguh-sungguh, penuh gairah, dan semangat.

Motivasi berbeda dengan minat. Motivasi adalah daya

penggerak atau pendorong.

4. Cara belajar
38

Cara belajar seseorang juga mempengaruhi pencapaian hasil

belajarnya. Belajar tanpa memperhatikan teknik dan faktor fisiologis,

psikologis, dan ilmu kesehatan akan memperoleh hasil yang

kurang.

b) Faktor eksternal (yang berasal dari luar diri orang yang belajar)

1. Keluarga

Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap

keberhasilan anak dalam belaja, misalnya tinggi rendahnya

pendidikan, besar kecilnya penghasilan, dan perhatian.

2. Sekolah

Keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat

keberhasilan anak. Kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian

kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas atau

perlengkapan di sekolah, dan sebagainya, semua ini mempengaruhi

keberhasilan belajar.

3. Masyarakat

Keadaan masyarakat juga menentukan hasil belajar. Bila

sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-

orang yang berpendidikan, terutama anak-anaknya, rata-rata

bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini akan mendorong anak

giat belajar.

4. Lingkungan sekitar
39

Keadaan lingkungan tempat tinggal, juga sangat

mempengaruhi hasil belajar. Keadaan lingkungan, bangunan

rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas, dan sebagainya semua

ini akan mempengaruhi kegairahan belajar.

Adapun faktor yang dominan yang mempengaruhi hasil belajar siswa

adalah kualitas pembelajaran yang diberikan guru. Siswa yang mempunyai

kompetensi baik, tetapi tidak didukung oleh kualitas pembelajaran yang ada

pada lingkungannya, maka siswa tersebut akan dapat memperoleh hasil

yang minimal. Sebaliknya apabila kompetensi siswa yang rendah namun

didukung oleh kualitas pembelajaran yang baik, maka hasil belajar siswa

dapat maksimal. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kedua

faktor baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi hasil belajar saling

mendukung satu sama lainnya.

d. Klasifikasi Hasil Belajar

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan

menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin S. Bloom dalam

Catharina Tri Ani (2006:7-12) yaitu:

1) Ranah kognitif

Ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan intelektual seseorang.

Hasil belajar kognitif melibatkan siswa ke dalam proses berfikir seperti

mengingat, memahami, menerapkan, menganalisa, sintesis, dan evaluasi.

2) Ranah afektif
40

Ranah afektif berkaitan dengan kemampuan yang berkenaan dengan

sikap, nilai, perasaan, dan emosi. Tingkatan-tingkatannya aspek ini dimulai

dari yang sederhana sampai kepada tingkatan yang kompleks, yaitu

penerimaan, penanggapan, penilaian, pengorganisasian, dan karakterisasi

nilai.

3) Ranah psikomotor

Ranah psikomotor berkaitan dengan kemampuan yang menyangkut

gerakan-gerakan otot. Tingkatan-tingkatan aspek ini yaitu gerakan refleks

keterampilan pada gerak dasar kemampuan perseptual, kemampuan di

bidang fisik, gerakan-gerakan skil mulai dari keterampilan sederhana

sampai kepada keterampilan yang kompleks dan kemampuan yang

berkenaan dengan non discursive komunikasi seperti gerakan ekspresif

dan interpretative.

e. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran merupakan deskripsi tentang perubahan perilaku

yang diinginkan atau deskripsi tentang perubahan perilaku yang diinginkan

atau deskripsi produk yang menunjukkan bahwa belajar telah terjadi.

Gagne dan Briggs dalam Nashar mengklasifikasikan hasil belajar

menjadi 5 yaitu:

1) Keterampilan intelektual (intellectual skills)

Keterampilan intelektual merupakan kemampuan yang membuat

individu kompeten. Kemampuan ini bertentangan mulai dari kemahiran


41

bahasa sederhana seperti menyusun kalimat sampai pada kemahiran

teknis maju, sperti teknologi rekayasa dan jegiatan ilmiah. Keterampilan

teknis itu misalnya menemukan kekuatan jembatan atau memprediksi

inflasi mata uang.

2) Strategi kognitif (cognitive strateggies)

Strategi kognitif merupakan lemampuan yang mengatur perilaku

belajar, mengingat, dan berfikir seseorang. Misalnya kemampuan

mengendalikan perilaku ketika membaca yang dimaksudkan untuk belajar

dan metode internal yang digunakan untuk memperoleh inti masalah.

Kemampuan yang berada di dalam strategi kognitif ini digunakan oleh

pembelajar dalam memecahkan masalah secara kreatif.

3) Informasi verbal (verbal information)

Informasi verbal merupakan kemampuan yang diperoleh pembelajar

dalam bentuk informasi atau pengetahuan verbal. Pembelajar umumnya

telah memiliki memori yang umum digunakan dalam bentuk informasi,

seperti nama bulan, hari, minggu, bilangan, huruf, kota, negara, dan

sebagainya. Informasi verbal yang dipelajari pada situasi pembelajaran

diharapkan dapat diingat kembali setelah pembelajar menyelesaikan

kegiatan pembelajaran.

4) Keterampilan motorik (motor skills)

Keterampilan motorik merupakan kemampuan yang berkaitan

dengan kelenturan syaraf atau otot. Pembelajar naik sepeda, menyetir


42

mobil, menulis halus merupakan beberapa contoh yang menunjukkan

keterampilan motorik. Dalam kenyataannya pendidikan di sekolah lebih

banyak menekankan pada fungsi intelektual dan acapkali mengabaikan

keterampilan motorik, kecuali untuk sekolah teknik

5) Sikap (attitudes)

Sikap merupakan kecenderungan pembelajar untuk memilih

sesuatu.Setiap pembelajar memiliki sikap terhadap berbagai benda, orang,

dan situasi. Efek sikap ini dapat diamati dari reaksi pembelajar (positif atau

negatif) terhadap benda, orang, ataupun situasi yang sedang dihadapi.

f. Pengukuran dan Evaluasi Hasil Belajar

Menurut Evalia Siregar (2010:144) penilaian hasil belajar adalah segala

macam prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai

unjuk kerja (performance) siswa atau seberapa jauh siswa dapat mencapai

tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Pengukuran mempunyai hubungan yang sangat erat dengan evaluasi.

Evaluasi dilakukan setelah dilakukan pengukuran, artinya keputusan

(judgement) yang harus ada dalam setiap evaluasi berdasar data yang

diperoleh dari pengukuran. Untuk mengetahui seberapa jauh pengalaman

belajar yang telah dimiliki siswa, dilakukan pengukuran tingkat pencapaian

siswa. Dari hasil pengukuran ini guru memberikan evaluasi atas keberhasilan

pengajaran dan selanjutnya melakukan langkah-langkah guna perbaikan

proses pembelajaran berikutnya.


43

Secara rinci fungsi evaluasi dalam pengajaran dapat dikelompokkan

menjadi empat yaitu:

1) Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa

setelah melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu.

2) Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran.

3) Untuk keperluan bimbingan konseling.

4) Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang

bersangkutan.

Salah satu tahap kegiatan evaluasi, baik yang berfungsi formatif

maupun sumatif adalah tahap pengumpulan informasi melalui pengukuran.

Menurut Darsono (2000:110-111) pengumpulan informasi hasil belajar dapat

ditempuh melalui dua cara yaitu:

1) Teknik tes

Teknik tes biasanya dilakukan di sekolah-sekolah dalam rangka

mengakhiri tahun ajaran atau semester. Pada akhir tahun sekolah

mengadakan tes akhir tahun. Menurut pola jawabannya tes dapat

diklasifikasikan menjadi tiga yaitu tes objektif, tes jawaban singkat, dan tes

uraian.

2) Teknik non tes

Pengumpulan informasi atau pengukuran dalam evaluasi hasil

belajar dapt juga dilakukan melalui observasi, wawancara, dan angket.


44

Teknik non tes lebih banyak digunakan untuk mengungkap kemampuan

psikomotorik dan hasil belajar efektif.

2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

1) Pengertian Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

(PPKn)

Pembelajaran adalah usaha sadar diri seorang guru untuk

membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber

belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.sedangkan

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah nama salah

satu mata pelajaran sebagai muatan wajib dalam kurikulum pendidikan

dasar dan menengah (Pasal 37 Ayat 1 UU SPN). Mata pelajaran PPKn

merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga

negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan

kewajibannya untuk menjadi warga negara yang baik, cerdas, terampil, dan

berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Pada Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, dinyatakan bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

wajib dimuat dalam kurikulum dasar, menengah dan perguruan tinggi. Hal

ini berarti bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di semua

jenjang pendidikan harus tetap diajarkan, dikembangkan dan ditingkatkan

untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar


45

berkenan dengan mewujudkan warga negara yang dapat diandalkan oleh

bangsa dan negara.

Menurut Arthur and Wright, (2001:78) Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan merupakan kombinasi dari 3 unsur penting, yaitu :

1. Pendidikan tentang kewarganegaraan (education about citizenship)

yakni pengetahuan tentang sistem politik yang dilaksanakan dalam

suatu Negara.

2. Pendidikan demi kewarganegaraan (education for citizenship) yakni

pengetahuan ketrampilan dan nilai-nilai sebagai alat untuk mendorong

terbentuknya warga negara yang aktif.

3. Pendidikan melalui kewarganegaraan (education through citizenship)

yakni pendidikan yang menekankan aspek learning by doing melalui

pengalaman praktis di dalam sekolah atau di luar sekolah.

Sedangkan menurut Udin S. Winataputra (2003:89) bahwa secara

akademis Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) didefinisikan

sebagai suatu bidang kajian yang memusatkan telaahnya pada seluruh

dimensi psikologis dan sosial budaya kewarganegaraan individu dengan

menggunakan ilmu politik.

Stanley E. Diamond dan Elmer F. Peliger, (1999:68) mengemukakan

bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah studi yang

berhubungan dengan tugas-tugas Pemerintah serta hak dan kewajiban

warga negara.
46

Menurut Budimansyah (2010:144-145) Pendidikan Kewarganegaraan

secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan

untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara

Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif dan bertanggungjawab.

Kedua, pendidikan kewarganegaraan secara teoritik dirancang sebagai

subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif,efektif dan

psikomotirk yang bersifat konvluen atau saling berpenetrasi dan integrasi

dalam konteks substansi ide, nilai, konsep dan moral Pancasila,

kewarganegaraan yang demokratis dan bela negara. Ketiga, pendidikan

kewarganegaraan secara pragmatic dirancang sebagai subjek

pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai

(content embedding value) dan pengalaman belajar (learning experience)

dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan

sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warganegara dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai penjabaran

lebih lanjut dari ide, nilai, sikap dan moral Pancasila, kewarganegaraan

yang demokratis dan bela negara.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa P

untuk menyiapkan peserta didik mempelajari orientasi, sikap dan perilaku

kewarganegaraan yang baik sehingga yang bersangkutan memiliki rasa

memiliki, kesadaran, kecintaan, kesetiaan dan keberanian untuk berkorban

demi membela dan membangun tanah airnya.


47

2) Sejarah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

Pendidikan Kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang

fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya. Hal tersebut dapat

dilihat dalam substansi kurikulum PKn yang sering berubah dan tentu saja

disesuaikan dengan kepentingan negara. Secara historis, epistemologis dan

pedagogis, pendidikan kewarganegaraan berkedudukan sebagai program

kurikuler SMA, yang berisikan materi tentang pemerintahan Indonesia.

Dengan diberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional

No. 20 tahun 2003, diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama

Kurikulum berbasis Kompetensi tahun 2004 dimana Pendidikan

Kewarganegaraan berubah nama menjadi Kewarganegaraan. Tahun 2006

namanya berubah kembali menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, dimana

secara substansi tidak terdapat perubahan yang berarti, hanya kewenangan

pengembangan kurikulum yang yang diserahkan pada masing-masing

satuan pendidikan, maka kurikulum tahun 2006 ini dikenal dengan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Berbagai perubahan yang dialami dalam pengimplementasian

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) sebagaimana

diuraikan di atas menunjukkan telah terjadinya ketidakajekan dalam

kerangka berpikir, yan sekaligus mencerminkan telah terjadinya krisis

konseptual, yang berdampak pada terjadinya krisis operasional kurikuler.


48

Perkembangan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau

disingkat PPKn tidak bisa diisolasi dari kecenderungan globalisasi yang

mempengaruhi kehidupan manusia di mana pun ia berada. Dalam konteks

globalisasi ini beberapa ahli memberikan penekanan pada fungsi peran

Pendidikan Kewarganegaraan dalam membangun warganya. Pada program

Pendidikan Kewarganegaraan yang memfokuskan pada tema-tema yang

sesuai dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Pendidikan

Kewarganegaraan hendaknya mengembangkan warga negara yang

memiliki ciri-ciri utama, yaitu jati diri, kebebasan untuk menikmati hak

tertentu, pemenuhan kewajiban-kewajiban, tingkat minat dan keterlibatan

dalam urusan publik, dan pemilikkan nilai-nilai dasar kemasyarakatan.

Karakteristik tersebut menuntut adanya upaya pengembangan kurikulum

dan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang berorientasi pada

konsep dalam nuansa lokal, nasional, dan global.

3) Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22

Tahun 2006 Tentang Standar Isi ditegaskan bahwa Pendidikan

Kewarganegaraan termasuk cakupan kelompok mata pelajaran

Kewarganegaraan dan Kepribadian, dimaksudkan untuk peningkatan

kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta

peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Selain itu perlu pula


49

ditanamkan kesadaran wawasan kebangsaan, jiwa patriotisme dan bela

negara, penghargaan terhadap hak asasi manusia, kemajemukan bangsa,

pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung

jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap

serta perilaku antikorupsi, kolusi, dan nepotisme.

Secara konsep, dapat dikemukakan bahwa Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) adalah pengorganisasian dari disiplin ilmu-ilmu

sosial dan humaniora dengan penekanan pada pengetahuan dan

kemampuan dasar tentang hubungan antar warganegara dan warganegara

dengan negara yang dilandasi keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa, nilai luhur dan moral budaya bangsa, memiliki rasa

kebangsaan (nasionalisme) yang kuat dengan memperhatikan keragaman

agama, sosiokultural, bahasa dan suku bangsa, serta memiliki jiwa

demokratis yang diharapkan dapat diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.

Dengan kata lain bahwa materi/konten Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

di Indonesia terdiri dari beberapa disiplin ilmu yang memerlukan

pengorganisasian materi secara sistematis dan pedagogik, seperti ilmu

hukum, politik, tatanegara, humaniora, moral Pancasila, psikologi, nilai-nilai

budi pekerti dan disiplin ilmu lainnya. Dengan demikian secara substansi

mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) terbuka terhadap

perubahan dan dinamika yang berkembang dalam kehidupan masyarakat

dan negara.
50

Selanjutnya dalam Lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006

Tentang Standar Isi yang telah dipaparkan di atas, antara lain disebutkan

bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dimaksudkan untuk

meningkatkan kesadaran, wawasan dan sikap serta perilaku, karena saat ini

semakin marak bahkan telah menyentuh dan menjadi the way of life

bangsa Indonesia. Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

harus memberikan konstribusi dalam perencanaan dan penyusunan

perangkat pembelajaran maupun dalam proses pembelajarannya.dengan

penekanan dan wadah yang lebih luas tersebut diharapkan peserta didik

sejak dini sudah dapat memahami bahaya yang mengancam keutuhan

Negara Indonesia.

Secara terperinci ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi : Hidup rukun dalam

perbedaan, Cinta lingkungan, Kebangsaan sebagai bangsa Indonesia,

Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,

Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Kesatuan

Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.

2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi : Tertib dalam kehidupan

keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat,

Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa


51

dan bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan

peradilan internasional.

3. Hak asasi manusia meliputu : Hak dan kewajiban anak, Hak dan

kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional

HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

4. Kebutuhan warga negara meliputi : Hidup gotong royong, Harga diri

sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan

mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri,

Persamaan kedudukan warga negara.

5. Konstitusi Negara meliputi : Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang

pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia,

Hubungan dasar negara konstitusi.

6. Kekuasaan dan politik, meliputi : Pemerintah desa dan kecamatan,

Pemerintah daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan

sistem politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem

pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi.

7. Pancasila meliputi : kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan

ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara,

Pengalaman nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila

sebagai ideologi terbuka.


52

8. Globalisasi meliputi : Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri

Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional

dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan, bahwa Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) membahas berbagai aspek dalam kehidupan,

yaitu pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial kultural,

bahasa, usia, dan suku bangsa.

4) Fungsi dan Tujuan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) tidak

bisa diisolasi dari kecenderungan globalisasi yang mempengaruhi

kehidupan manusia dimanapun ia hidup. Dalam menghadapi

kecenderungan globalisasi tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan di

Indonesia ditempatkan sebagai salah satu bidang kajian yang

mengembangkan misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa

Indonesia melalui value-based education. Selain itu, Pendidikan

Kewarganegaraan di Indonesia mengembang misi sebagai pendidikan

demokrasi. Oleh karena itu hendaknya Pendidikan Kewarganegaraan

mengkaji konsep besar yang dibawa globalisasi, yakni demokrasi, hak-hak

asasi manusia, dan menempatkan hukum di atas segalanya yang

didasarkan pada fondasi sepuluh pilar demokrasi (The Ten pillars of

Indonesian Constitusional Democracy) yang menjadi dasar pengembangan


53

pendidikan kewarganegaraan yang baru. Sepuluh pilar demokrasi yang

dimaksud adalah :

1. Keutuhan Yang Maha Esa

2. Hak Asasi Manusia

3. Kedaulatan Rakyat

4. Kecerdasan Rakyat

5. Pemisahan Kekuasaan Negara

6. Otonomi Daerah

7. Supremasi Hukum (rule of law)

8. Peradilan Yang Bebas

9. Kesejahteraan Rakyat

10. Keadilan sosial

Fokus utama pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan bermuara

pada pembangunan civic competence (kompetensi kewarganegaraan).

Aspek-aspek civic competence tersebut meliputi pengetahuan

kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic

skills) dan watak atau karakter kewarganegaraan (civic disposition).

Pengetahuan kewarganegaraan menyangkut akademik keilmuan yang

dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral

(terkait dengan materi inti tentang hak dan tanggung jawab warga

negara(kewajiban), hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses-proses

demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional,


54

pemerintahan berdasarkan hukum, dan peradilan yang bebas dan tidak

memihal, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.

Keterampilan kewarganegaraan meliputi keterampilan intelektual dan

keterampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Contoh keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam merespon

berbagai persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD.

Contoh keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak

dan kewajibannya di bidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi

atas terjadinya kejahatan yang diketahui. Watak/karakter kewarganegaraan

merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata

pelajaran Pendidikan kewarganegaraan. Watak atau karakter dipandang

sebagai muara dari pengembangan, pengetahuan, keterampilan

kewarganegaraan.

Dengan memperhatikan visi, misi, dan tujuan mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan, karakterisitik mata pelajaran ini ditandai

dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain

yang bersifat afektif (sikap).

Menurut Suyono (2001:67) seorang warga negara pertama-tama perlu

memiliki pengetahuan kewarganegaraan yang baik, terutama dibidang

politik, hukum, dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Selanjutnya seorang warga negara diharapkan memiliki keterampilan

secara intelektual maupun secara partisipatif dalam kehidupan berbangsa


55

dan bernegara. Pada akhirnya pengetahuan dan keterampilannya itu akan

membentuk suatu watak atau karakter yang mapan, sehingga menjadi sikap

atau kebiasaan hidup sehari-hari yang mencerminkan warga negara yang

baik itu misalnya sikap religius, toleran, jujur, adil, demokratis, menghargai

perbedaan, menghormati hukum, menghormati hak orang lain, memiliki

semangat kebangsaan yang kuat, memiliki rasa kesetiakawanan sosial, dan

lail-lain. Dengan demikian terdapat beberapa keharusan dan tuntutan

terhadap Pendidikan Kewarganegaraan di era global, baik dalam kajian

disiplin ilmu, kurikulum, dan pembelajaran.

5) Kelebihan dan Kelemahan PKn

Seperti yang kita ketahui setiap mata pelajaran pasti memiliki kelebihan

dan kekurangannya masing-masing. Oleh karena itu, tinggal bagaimana kita

menyikapi kelebihan serta kekurangannya tersebut. Salah satunya dalam

Pendidikan Kewarganegaraan.

a) Kelebihan PKn

Banyak yang kita peroleh dari mempelajari PKn, adapun kelebihan

PKn yaitu :

1. Menambah wawasan nusantara.

2. Memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

3. Dapat terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi,

bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, baik dan cerdas

dalam penyelenggaraan bernegara.


56

4. Memiliki masyarakat yang berkualitas, sehingga mampu bekerjasama

serta bersaing dalam era global.

b) Kelemahan PKn

Salah satu faktornya yaitu minat belajar. Pada bidang Pendidikan

Kewarganegaraan haruslah mendapat perhatian khusus karena dalam

pelajaran ini kita jadi tahu banyak hal tentang kehidupan bermasyarakat

yang menyangkut pendidikan moral, sopan santun, dan lain sebagainya.

Tapi mengapa dalam praktiknya nol ? karena banyak yang menganggap

pelajaran ini sebagai angin lalu yang tidak bermanfaat dibandingkan

dengan pelajaran lainnya. Oleh karena itu, kita sebagai guru wajib

memperhatikan minat belajar siswa dengan seksama. Hal ini untuk

memudahkan penulis membimbing dan mengarahkan siswa sehingga

mempunyai dorongan serta tertarik untuk belajar Pendidikan

Kewarganegaraan.

3. Media Pembelajaran

Sadiman (2005:6) mengatakan bahwa kata media berasal dari bahasa

Latin dan merupakan jamak dar kata medoe yang berarti perantara atau

pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media merupakan

sarana komunikasi tidak langsung yang digunakan untuk menyampaikan

ide, gagasan, maupun informasi dari seseorang kepada orang lain. Dalam
57

pembelajara nmedia merupakan sarana yang dapat digunakan oleh guru

untuk menyampaikan bahan pelajaran kepada seluruh siswa.

Arsyad (2011:3) mengatakan bahwa media berasal dari bahasa Latin

medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar.

Dalam bahasa Arab media berasal dari kata wasaail yang berarti pengantar

pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media apabila dipahami

secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang

membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh

pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Dalam pengertian ini guru, buku

teks serta lingkungan sekolah merupakan media belajar.

Daryanto (2011:4) mengatakan bahwa kata media merupakan bentuk

jamak dari kata medium yang berarti perantara atau pengantar terjadinya

komunikasi dari pengirim menuju penerima. Media merupakan salah satu

komponen komunikasi yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator

menuju komunikan.

AECT (Association of Education and Communication Technology)

(1997:21) mengatakan bahwa media adalah segala bentuk dan saluran

yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Hamidjojo

dalam Latuheru (2008:4) Media adalah semua bentuk perantara yang

digunakan manusia untuk menyebarkan ide, gagasan, atau pendapat yang

dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju.


58

Gerlach dan Ely dalam Latuheru 2008:4) mengatakan Media adalah

manusia dengan berbagai benda yang berhubungan dengannya, materi,

kejadian yang divisualisasikan yang membangun kondisi yang membuat

siswa mampu memperoleh pengetahuan dan sikap.

Berdasarkan beberpa pengertian media di atas dapat disimpulkan

bahwa media adalah suatu bentuk perantara yang berfungsi menyampaikan

pesan dari pengirim kepada penerima.

Secara lebih khusus Arsyad (2011:3) mengatakan media dalam

proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis,

photografis atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun

kembali informasi visual atau verbal. Media pembelajaran merupakan

pengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses

belajar yaitu siswa dan isi pelajaran.

Sanjaya (2010:204) mengatakan bahwa media pembelajaran adalah

seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan seperti

radio, televisi, buku, koran, majalah, komputer, dan lain sebagainya. Selain

alat-alat tersebut orang dan bahan serta peralatan yang menciptakan

kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahua, keterampilan,

dan sikap juga disebut sebagai media pembelajaran.

Secara lebih spesifik Sadiman (2005:19) menjelaskan bahwa media

pelajaran adalah perangkat lunak (software) berisi pesan atau informasi

yang biasanya disajikan dengan mempergunakan peralatan. Peralatan atau


59

perangkat keras (hardware) merupakan sarana untuk dapat mengumpulkan

pesan yang terkandung dalam media tersebut.

Latuheru (2008:14) mengatakan bahwa media pembelajaran adalah

bahan atau alat yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan

maksud agar proses interaksi komunikasi edukatif antara pengajar dan

pembelajar dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna.

Subyakto(2003:6) menjelaskan bahwa media pembelajaran adalah

segala alat yang digunakan oleh guru dan pembelajar untuk mencapai

tujuan yang telah ditentukan.

Berdasarkan beberapa penjelasan media pembelajaran di atas dapat

disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat

digunakan untuk menyampaikan pesan atau materi yang mengandung

tujuan pembelajaran kepada penerima pesan dalam pembelajaran. Media

pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perhatian, dan kemampuan siswa

sehingga dapat mendorong berhasilnya proses pembelajaran.

a. Manfaat Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah media yang digunakan dalam proses

pembelajaran sehingga proses pembelajaran menjadi efektif dan efisien.

Penggunaan media pembelajaran dapat memberikan rangsangan kepada

siswa dalam proses belajar, sehingga dapat mempertinggi kualitas

pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sudjana


60

(2005:2) menjelaskan bahw media pengajaran dapat mempertinggi proses

belajar siswa dalam pembelajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat

mempertinggi hasil belajar yang dicapainya.

Thobroni (2011:213) mengatakan media pembelajaran dapat

bermanfaat dalam proses belajar mengajar yaitu dapat memperjelas

penyajian pesan, menarik perhatian siswa, meningkatkan hasil belajar,

mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu serta memberikan

kesamaan pengalaman kepada siswa. Selain itu, media pembelajaran dapat

membangkitkan motivasi, minat belajar, pemahaman siswa, menyajikan

data denga menarik, memudahkan penafsiran data serta memadatkan

informasi.

Hujair Sanaky (2009:4) mengatakan manfaat media pembelajaran

sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:

1) Pengajaran lebih menarik perhatian pembelajar sehingga dapat

menumbuhkan motivasi belajar.

2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih

dipahami pembelajar, serta memungkinkan pembelajar menguasai

tujuan pengajaran dengan baik.

3) Metode pembelajaran bervariasi, tidak semata-mata hanya komunikasi

verbal melalui penuturan kata-katapesan pengajar, pembelajar tidak

bosan dan pengajar tidak kehabisan tenaga.


61

4) Pembelajar lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya

mendengarkan penjelasan dari pengajar saja, tetapi juga aktivitas lain

yang dilakukan seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan

lain-lain.

Selain itu Hujair Sanaky (2009:5) juga menjelaskan manfaat media

pembelajaran bagi pengajar dan pembelajar adalah sebagai berikut:

1) Manfaat media pembelajaran bagi pengajar yaitu:

a) Memberikan pedoman, arah untuk mencapai tujuan.

b) Menjelaskan struktur dan urutan pengajaran secara baik.

c) Memberikan kerangka sistematis mengajar secara baik.

d) Memudahkan pengajar terhadap mengendalikan materi pelajaran.

e) Membantu kecermatan, ketelitian, dalam penyajian materi pelajaran.

f) Membangkitkan rasa percaya diri seorang pengajar,

g) Meningkatkan kualitas pelajaran.

2) Manfaat media pembelajaran bagi pembelajar adalah:

a) Meningkatkan motivasi belajar pembelajar.

b) Memberikan dan meningkatkan variasi belajar pembelajar.

c) Memberikan struktur materi pelajaran dan memudahkan pembelajar

untuk belajar.

d) Memberikan inti informasi, pokok-pokok secara sistematis sehingga

memudahkan pembelajar untuk belajar.

e) Merangsang pembelajar untuk berfokus dan beranalisis.


62

f) Menciptakan kondisi dan situasi belajar tanpa tekanan.

g) Pembelajar dapat memahami materi pelajaran dengan sistematis

yang disajikan pengajar lewat media pembelajaran.

Selanjutnya Riyana (2008:10) mengatakan bahwa media

pembelajaran memiliki nilai dan manfaat sebagai berikut:

1) Membuat konkrit konsep-konsep yang abstrak.

2) Menghadirkan objek-objek yang terlalu berbahaya atau sukar didapat ke

dalam lingkungan belajar.

3) Menampilkan objek yang terlalu besar atau kecil.

4) Memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat atau lambat.

Konsep-konsep yang sulit dijelaskan secara langsung seperti

peredaran darah, bentuk transaksi, dan lain sebagainya dapat

disederhanakan dengan menggunakan media gambar atau bagan. Objek

yang terlalu besar dapat digantikan oleh gambar, foto, dan model.

Sedangkan objek yang terlalu kecil dapat disajikan dengan menggunakan

mikroskop dan lainnya. Peristiwa yang terjadi pada masa lalu dapat

ditampilkan melalui rekaman video,sedangkan peristiwa alam seperti

letusan gunung berapi dapat disajikan dalam bentuk simulasi komputer.

b. Jenis-jenis Media Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan komponen instruksional meliputi

pesan, orang. Maupun peralatan. Dengan masuknya berbagai pengaruh ke


63

dalam dunia pendidikan misalnya teori atau onsep baru serta tenologi,

media pembelajaran terus mengalami perkembangan, tampil dalam

berbagai jenis, dengan masing-masing ciri serta kemampuannya sendiri.

Dari sinilah kemudian timbul usaha-usaha untuk melakukan klasifikasi atau

pengelompokkan media, mengarah kepada pembuatan taksonomi media

pembelajaran di sekolah.

Usaha-usaha ke arah taksonomi media tersebut telah dilakukan oeh

beberapa ahli. Rudy Bretz dalam Sumiati (2008:128) mengklasifikasikan

media berdasarkan unsur pokoknya yaitu suara, visual berupa gambar,

garis, simbol, maupun gerak. Media menurut taksonomi Bretz dikelompokan

menjadi delapan kategori yaitu media audio visual gerak, media audio visual

diam, media audio semi gerak, media visual gerak, media visual diam,

media semi gerak, media audio, dan media cetak.

Pengelompokan menurut tingkat kerumitan perangkat media,

khususnya media audio visual, dilakukan oleh C.J Duncan, dengan

menyusun suatu hirarki. Dari hirarki Duncan dalam Sumiati (2008:131)

mengatakan semakin tinggi tingkat hirarki suatu media, semakin rendah

satuan biaya serta semakin khusus sifat penggunaannya semakin

bertambah. Begitu juga sebaliknya, jika suatu media berada pada hirarki

paling rendah..

Schramm dalam Sadiman (2005:62) mengatakan ada dua kelompok

media yaitu big media atau media rumit dan little media yaitu media
64

sederhana serta murah. Lebih jauh lagi ahli ini menyebutkan ada media

massal, media kelompok, media individu, didasarkan atas daya liput media.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka media pembelajaran

juga mengalami perkembangan melalui pemanfaatan teknologi itu sendiri.

Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, Arsyad (2011:19)

mengklasifikasikan media atas empat kelompok yaitu media hasil teknologi

cetak, media hasil teknologi audio visual, media hasil teknologi berbasis

komputer, dan media hasil gabungan teknologi cetak serta komputer.

Seels dan Glasgow dalam Arsyad (2011:19) membagi media ke dalam

dua kelompok besar yaitu media tradisional serta media teknologi mutakhir.

Arsyad (2011:21) menjelaskan bahwa pilihan media tradisional berupa

media visual diam tidak diproyeksikan dan yang diproyeksikan, audio,

penyajian multimedia, visual dinamis yang diproyeksikan, media cetak,

permainan, dan media realita. Sedangkan pilihan media teknologi mutakhir

berupa media berbasis telekomunikasi seperti teleconference dan media

berbasis mikroprosesor seperti permainan komputer dan hypermedia.

Ruminiati (2007:2-13) membagi media menjadi 5:

1) Media nonproyeksi yaitu media pameran atau displayed, media yang

terdiri dari model dan bahan grafis.

2) Media yang diproyeksikan yaitu media yang diproyeksikan ke layar

dengan menggunakan proyektor misalnya overhead, transparansi, slide,

film strips, dan opaque.


65

3) Media audio merupakan media yang fleksibel karena bentuknya yang

mudah dibawa, praktis, dan relatif murah. Contoh dari media ini adalah

tape compo dan pengeras suara.

4) Media video adalah media yang menggunakan CD atau DVD yang dapat

digunakan sebagai alat bantu mengajar pada berbagai bidang studi.

5) Media berbasis komputer, media ini sudah sangat luas digunakan dalam

dunia pendidikan karena potensi media komputer sangat berguna dan

dimanfaatkan untuk meningkatkan kelancaran proses pembelajaran

yang efektif.

Menurut Heinich dan Molenda (2002:6) media dapat dibagi menjadi 6

jenis yaitu:

1) Teks

Teks meerupakan elemen dasar bagi menyampaikan suatu informasi

yang mempunyai berbagai jenis dan bentuk tulisan yang berupaya

memberi daya tarik dalam penyampaian informasi.

2) Media audio.

Media yang membantu menyampaikan maklumat dengan lebih berkesan

membantu meningkatkan daya tarik terhadap sesuatu persembahan.

Jenis audio termasuk suara latar, musik, atau rekaman suara dan

lainnya.
66

3) Media visual

Media yang dapat memberikan rangsangan-rangsangan visual seperti

gambar/foto, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun, poster, papan

buletin, dan lainnya.

4) Media proyeksi gerak

Media yang termasuk di dalamnya film gerak, film gelang, program TV,

video kaset, (CD, VCD, atau DVD).

5) Benda-benda tiruan/miniatur

Benda yang dimaksud adalah benda-benda tiga dimensi yang dapat

disentuh dan diraba oleh siswa. Media ini dibuat untuk mengatasi

keterbatasan baik obyek maupun situasi sehingga proses pembelajaran

tetap berjalan dengan baik.

6) Manusia

Termasuk di dalamnya guru, siswa, atau pakar/ahli di bidangnya.

Sedangkan menurut Herry Pratikno (2007:6.31) menyatakan ada tiga

jenis media pembelajaran yang dapat digunakan dan dikembangkan dalam

kegiatan pembelajaran oleh guru di sekolah yaitu:

1) Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan

menggunakan indra penglihatan terdiri atas media yang dapat

diproyeksikan (projekted visual) dan media yang tidak dapat

diproyeksikan (nonprojekted visual).


67

2) Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk

auditif yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan

kemauan para siswa untuk mempelajari bahan ajar dan sejenisnya.

3) Media audio visual merupakan kombinasi dari media audio dan media

audio visual atau media pandang dengar.

Menurut Rudi Bretz (2003:25) mengidentifikasi jenis-jenis media

berdasarkan tiga unsur pokok yaitu suara, visual, dan gerak. Dari ketiga

unsur tersebut Rudi Bretz (2003:99) mengklasifikasikannya ke dalam tujuh

kelompok yaitu:

- Media audio

- Media cetak

- Media visual diam

- Media visual gerak

- Media audio semi gerak

- Media audio visual diam

- Media audio visual gerak

Dengan memperhatikan berbagai pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa jenis media pembelajaran ada bermacam-macam yang

kesemuanya dapat digunakan dalam berbagai disiplin ilmu dan pada

berbagai mata pelajaran yang dapat digunakan oleh guru dan siswa untuk
68

mencapai hasil belajar yang optimal sesuai tujuan pembelajaran. Kriteria

yang paling utama dalam pemilihan media adalah media harus disesuaikan

dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai.

c. Media Video

Media sangat erat hubungannya dengan multimedia. Turban dan

kawan-kawan (Niken dan Dany, 2010:11) mendefinisikan multimedia

merupakan kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output. Media

ini dapat berupa audio (suara, musik), animasi, video, teks, grafik, dan

gambar. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa multimedia yakni

gabungan dari dua atau lebih media.

Video sebagai media audio-visual yang menampilkan gerak, semakin

lama semakin populer dalam masyarakat kita. Pesan yang disajikan bisa

bersifat fakta (kejadian/peristiwa penting, berita maupun fiktif (seperti

misalnya ceritera), bisa bersifat informatif, edukatif maupun instruksional.

Sebagian besar tugas film bisa digantikan oleh video. Tapi tidak berarti

bahwa video akan menggantikan kedudukan film. Masing-masing

mempunyai kelebihan dan keterbatasannya sendiri.

Menurut Brown dkk. (1973:23), Salah satu rencana dasar untuk

memanfaatkan media pendidikan kadang-kadang digambarkan sebagai

menyiapkan, menyajikan, dan menindaklanjuti. Formula sederhana ini

melibatkan lima langkah, sebagai berikut:

1) Persiapkan diri Anda


69

Misalnya preview video, mendengarkan rekaman. Pelajari panduan

yang tersedia atau catatan tentang item itu, buat catatan selama preview.

Buat rencana untuk menggunakan item yang menjelaskan bagaimana

Anda akan memperkenalkannya, apa yang akan Anda lakukan dan minta

kepada siswa Anda untuk melakukannya selama dan setelah

menggunakannya, dan bagaimana Anda akan mengaitkan pengalaman

itu dengan sederetan aktivitas sehingga membuatnya bermanfaat dan

relevan.

2) Persiapkan lingkungan

Atur bahan-bahan yang diperlukan untuk mendapatkan sudut

pandang dan pendengaran yang tepat. Lihat peralatan yang disediakan,

yang dibawa, dan yang telah terpasang, dan kesiapannya saat akan

menggunakannya. Periksa ruang ventilasi dan temperatur.

3) Persiapkan kelas

Perkenalkan item tersebut, jelaskan mengapa itu digunakan pada

saat itu, jelaskan dengan singkat cakupannya, tekankan apa yang

penting dipelajari dari media itu. Beri tahu siswa apa yang diharapkan

mereka lakukan setelah menggunakan item itu. Apakah mereka akan

dites? Apakah mereka harus bersiap untuk membahas poin-poin yang

ditampilkan? Apakah mereka hanya duduk dan menikmatinya, Jika

mereka mau, bahas tentang isi dan ide materi itu?

4) Gunakan item
70

Misalnya tampilkan video dengan benar. Pastikan bahwa gambar

diproyeksikan di atas kepala pemirsa dan memiliki fokus yang tepat,

pastikan bahwa suara dan nada terdengar dengan baik sehingga semua

pemirsa mendengar, mengerti, dan menikmati pesannya. Akhiri

pertunjukan dengan profesional, matikan lampu dan kecilkan suara

setelah video selesai.

5) Tindak lanjut

Setelah digunakan, undang dan jawab (bahas) pertanyaan-

pertanyaan tentang video itu. Review pengalaman, atau mungkin berikan

tes. Supervisi kinerja siswa atau skill mereka setelah mendapatkan

pengalaman itu.

Prosedur lima langkah yang sederhana ini seringkali digunakan

sebagai panduan dasar penggunaan video. Memang benar bahwa dalam

kondisi tertentu guru yang tidak berpengalaman dapat meningkatkan

prestasi kelas dengan mengikutinya.

Namun guru yang ingin menggunakan material ini dengan cara

yang lebih kreatif, dan melakukannya melalui penerapan prosedur

perencanaan yang lebih rinci dan sistematis, akan membuat variasi

terhadap langkah-langkah di atas, khususnya pada langkah 1, 3, dan 5

dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas penggunaan video, untuk

memberikan kesempatan untuk personalisasi pengajaran dan untuk

memungkinkan variasi pola interaksi dan pengelompokan siswa.


71

Menurut Brown (1973:180) dalam mengajar dan belajar

keuntungan utama dan paling sering dikutip dari video adalah:

1) Video membantu untuk mengatasi beberapa hambatan intelektual

untuk belajar. Video berkomunikasi secara efektif dan langsung tanpa

memerlukan banyak keahlian membaca.Siswa yang mengalami

kesulitan dalam memahami istilah-istilah tertentu melalui media cetak

verbal saja, seperti fusi nuklir, biasanya akan terbantu untuk

mencapai pemahaman tersebut melalui menonton video bersuara

pada subyek itu.

2) Video membantu mengatasi hambatan fisik tertentu. Teknik-teknik

gambar gerak khusus-microphotography, fotomikrografi,

telephotography, dan animasi memberikan contoh cara di mana

video-video memungkinkan melihat aksi gerakan yang tidak dapat

dilakukan mata telanjang manusia.

3) Video memberikan kontinuitas tindakan seperti yang terjadi atau

sengaja diubah untuk memberikan beberapa pengalaman visual

khusus yang penting untuk pemahaman. Sebagai contoh video dapat

menunjukkan tindakan terjadi secara normal dan mereka dapat

mempercepat, memperlambat, atau menghentlkan (pause) tindakan

yang diinginkan.

4) Video memungkinkan kita untuk menciptakan kembali peristiwa,

tindakan, atau proses nyata atau imajinasi yang telah terjadi, yang
72

mungkin dapat terjadi, atau mungkin tidak mampu terjadi dalam

kehidupan nyata, baik bisa dilihat atau tidak.

Brown (1973:90) mengatakan bahwa guru menggunakan video

dalam berbagai cara dan untuk berbagai tujuan:

1) Untuk menyampaikan informasi.

2) Untuk mengubah atau memperkuat sikap.

3) Untuk mengembangkan keterampilan.

4) Untuk mengasah minat.

5) Untuk menggali masalah.

6) Untuk menciptakan suasana hati.

7) Untuk meraih keuntungan emosional.

8) Mereka kadang menggunakan video untuk menguji kemampuan siswa

mereka untuk menerapkan prinsip-prinsip terhadap situasi masalah.

9) Mereka mungkin menunjukkan video lebih dari sekali, dan pada

beberapa kesempatan, mereka mungkin mematikan suara dan

memberi komentar mereka sendiri.

10) Memungkinkan gambar secara sendirian untuk membawa pesan

tersebut.

11) Mereka mungkin mengundang partisipasi siswa dalam menjelaskan

pentingnya tindakan yang digambarkan.


73

12) Mereka kadang-kadang menunjukkan bagian tertentu video, dengan

hanya menggunakan kutipan yang berlaku untuk topik tertentu yang

sedang dibahas.

13) Atau mereka mungkin menghentikan video dan membekukan aksi

(pause) di lokasi tertentu yang telah ditetapkan untuk mengundang

diskusi kelas atau untuk memeriksa pemahaman siswa terhadap poin

yang ditunjukkan.

Brown (1973:190) juga mengatakan bahwa siswa menggunakan

video dengan cara yang bervariasi:

1) Untuk belajar mandiri atau belajar kelompok kecil.

2) Mere dapat menggunakan video sering atau jarang seperti mereka

menggunakan materi referensi cetak, atau sebagai bagian dari modul

program yang ditugaskan.

3) Dalam keadaan tertentu, melihat video itu sendiri mungkin dianggap

cukup tepat sebagai aktivitas rekreasi waktu luang, sebagaimana

membaca bebas di saat waktu luang.

d. Media Gambar

Menurut Sadiman (2009:41), media gambar adalah sebutan umum

untuk alat peraga yang hanya memiliki ukuran panjang dan lebar yang

berada pada satu bidang datar. Hamalik (2001:63) mengartikan bahwa

media gambar adalah gambar yang tak diproyeksikan, terdapat di mana-


74

mana, baik di lingkungan siswa, maupun orang dewasa, mudah diperoleh

dan ditunjukkan kepada siswa.

Hal senada dikemukakan oleh Santyasa (2007:11) yang menyatakan

bahwa media gambar adalah suatu penyajian secara visual yang

menggunakan titik-titik, garis-garis, gambar-gambar, tulisan-tulisan, atau

simbol visual yang lain dengan maksud untuk mengikhtisarkan,

menggambarkan, dan merangkum suatu ide, data, atau kejadian.

Media gambar sebagai salah satu media pembelajaran sangat

penting dalam upaya penyampaian materi secara lebih interaktif dan

komunikatif. Hamalik (2001:12) menjelaskan beberapa manfaat media

gambar dalam proses pembelajaran, sebagai berikut:

1) edukasi, yang artinya mendidik dan memberikan pengaruh positif pada


pendidikan; 2) sosial, memberikan informasi yang autentik dan
pengalaman berbagai bidang kehidupan dan memberikan konsep yang
sama kepada setiap orang; 3) ekonomis, meningkatkan produksi
melalui pembinaan prestasi kerja secara maksimal; 4) politis,
berpengaruh pada politik pembangunan; dan 5) seni budaya dan
telekomunikasi, yang mendorong dan menimbulkan ciptaan baru,
termasuk pola usaha penciptaan teknologi kemediaan yang modern.

Media gambar termasuk media visual, yang berfungsi untuk

menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Saluran yang dipakai

menyangkut indera penglihatan. Pesan yang akan disampaikan akan

dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual.

Simbol-simbol tersebut perlu dipahami benar artinya agar proses

penyampaian pesan dapat berhasil dan efisien. Selain fungsi umum


75

tersebut, secara khusus media gambar berfungsi pula untuk menarik

perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta

yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan.

Media gambar juga merupakan media pembelajaran yang paling

mudah ditemui dan banyak digunakan. Selain fungsi tadi, media gambar

juga memiliki fungsi khusus, yaitu menyederhanakan informasi dan

memperjelas sajian agar mudah dipahami dan mudah diingat. Media

gambar banyak jenisnya, beberapa diantaranya yang banyak dipahami

dan mudah diingat. Media gambar banyak jenisnya, beberapa diantaranya

yang banyak dimanfaatkan dalam proses pembelajaran adalah grafik,

bagan (chart), diagram, sketsa, poster, gambar kartundan peta.

Menurut Hamalik (2001:42), sifat, kelebihan dan kelemahan

penggunaan media gambar adalah sebagai berikut :

a. Sifat media gambar adalah sederhana, mudah pembuatannya serta

murah.

b. Kelebihan-kelebihan media gambar antara lain :

1) Mudah dibaca, praktis dan mudah diatur serta mudah dimengerti.

2) Motif dan designnya bervariasi.

c. Kelemahan media gambar antara lain :

1) Media gambar hanya menekankan persepsi indera mata.

2) Gambar benda yang terlalu komplek kurang efektif untuk kegiatan

pembelajaran.
76

3) Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.

Media gambar digunakan untuk menyalurkan pesan dari sumber ke

penerima pesan. Media gambar juga digunakan untuk menarik perhatian,

memperjelas ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan

cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa media gambar

merupakan salah satu teknik media pembelajaran yang efektif karena

mengkombinasikan fakta dan gagasan secara jelas, kuat dan terpadu melalui

pengungkapan kata-kata dan gambar.

Definisi tersebut dipadukan dengan pengertian praktis, maka gambar

sebagai media, dapat mengkomunikasikan fakta-fakta dan gagasan secara

luas dan kuat melalui perpaduan antara pengungkapan kata-kata dan

gambar.

4. Kreativitas Siswa

a. Pengertian Kreativitas

Kreativitas berasal dari kata kreatif yang berarti memiliki daya cipta

atau memiliki kemampuan untuk menciptakan, sedangkan kreativitas

adalah kemampuan untuk mencipta atau perhal berkreasi (Anton,

2008:530). Hurlock (2005:4) mengatakan bahwa kreativitas adalah


77

kemampuan untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa

saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak dikenal

pembuatannya.

Menurut Anton (2008:530) kreativitas berasal dari kata kreatif yang

memiliki daya cipta atau memiliki kemampuan untuk menciptakan.

Sedangkan kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta atau perihal

berkreasi.

Nana Syaodih (2005:104) mengemukakan bahwa kreativitas

merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menemukan dan

menciptakan hal baru, cara-cara baru, model baru yang berguna bagi

dirinya dan masyarakat. Hal baru itu tidak perlu sesuatu yang sama sekali

unsur-unsurnya mungkin telah ada sebelumnya, tetapi individu

menemukan kombinasi baru, hubungan baru, konstruk baru yang

memiliki kualitas yang berbeda dengan keadaan yang sebelumnya. Jadi

hal baru itu sesuatu yang sifatnya inovatif.

Rhodes yang dikutip Utami Munandar (2002:25) menganalisis lebih

dari 40 definisi tentang kreativitas menyimpulkan bahwa pada umumnya

kreativitas dirumuskan dalam istilah pribadi (person), proses, dan produk.

Rhodes menyebut keempat jenis definisi kreativitas ini sebagai Four Ps

of Creativity: Person, Process, Product. Sebagian definisi kreativitas

berfokus pada salah satu dari empat P ini atau kombinasinya. Keempat P

ini saling berkaitan. Pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses
78

kreatif, dengan dukungan dan dorongan (press) dari lingkungan,

menghasilkan produk kreatif. Di era globalisasi ini di mana ilmu

pengetahuan berkembang dengan pesatnya, kreativitas merupakan jalan

bagi suatu bangsa yang sedang berkembang untuk dapat mengikuti

perubahan-perubahan yang terjadi serta untuk dapat menghadapi

problema-problema yang semakin kompleks. Dalam mengembangkan

kreativitas terutama pada proses belajar mengajar di sekolah, siswa perlu

diberikan kesempatan untuk bersibuk diri secara kreatif. Pendidik

hendaknya dapat merangsang anak untuk melibatkan dirinya dalam

kegiatan kreatif yaitu dengan memberikan kebebasan kepada anak untuk

mengekspresikan drinya secara kreatif.

Menurut Sutadipura (2003:102) kreativitas adalah kemampuan

untuk menemukan cara-cara baru bagi problem-problem baik yang

berkaitan dengan ilmu pengetahuan, seni sastra atau seni-seni lainnya,

yang mengandung suatu hasil atau pendekatan yang sama sekali baru

bagi yang bersangkutan, meskipun itu merupakan hal yang tidak begitu

asing lagi.

Dalam pengertian yang lebih luas, kreativitas berarti suatu proses

yang tercermin dalam kelancaran, kelenturan (fleksibilitas), dan

originalitas berpikir. Menurut Hurlock (2005:4) Kreativitas adalah

kemampuan untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa

saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak dikenal


79

pembuatannya. Nana Syaodih (2005:104) mengemukakan bahwa

kreativitas merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk

menemukan dan menciptakan hal baru, cara-cara baru, model baru yang

berguna bagi dirinya dan masyarakat. Hal baru itu tidak perlu sesuatu

yang sama sekali unsur-unsurnya mungkin telah ada sebelumnya, tetapi

individu menemukan kombinasi baru, hubungan baru, konstruk baru yang

memiliki kualitas yang berbeda dengan keadaan yang sebelumnya.

Jadi hal baru itu sesuatu yang sifatnya inovatif. Utami Munandar

dalam Nana Syaodih (2005:104) memberikan rumusan tentang

kreativitas adalah kemampuan: a) untuk membuat kombinasi baru,

berdasarkan data, informasi atau unsur yang ada, b) berdasarkan data

atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban

terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kualitas,

ketepatgunaan dan keragaman jawaban, c) yang mencerminkan

kelancaran, keluwesan dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan

untuk mengelaborasi suatu gagasan.

Sutadipura (2007:102) mengemukakan tiga unsur kreativitas yaitu

sebagai berikut:

- Kreativitas itu merupakan suatu proses daripada perubahan.

- Perubahan itu terutama lebih menyangkut perorangan daripada

kelompok.
80

- Perubahan itu harus menyangkut suatu segi yang sama sekali baru

bagi yang bersangkutan.

Rhodes yang dikutip dalam Utami Munandar (2002:25)

menganalisis lebih dari definisi tentang kreativitas menyimpulkan bahwa

pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam istilah pribadi (person),

proses (process), dorongan (press), dan produk (product).

Rhodes menyebut keempat jenis definisi kreativitas ini sebagai Four

Ps of Creativity. Berikut beberapa definisi tentang kreativitas menurut

para pakar:

1) Pribadi

Menurut Hulbeck Creativity is an imposing of ones whole personality

on the environment in a unique and characteristic way. Tindakan

kreatif muncul dari keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan

lingkungannya. Definisi tentang kreativitas yang juga menekankan

aspek pribadi diberikan Sternberg dalam three facet model of

creativity, yaitu kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas

antara tiga atribut psikologis, yaitu intelegensi, gaya kognitif, dan

kepribadian/motivasi.

2) Proses

Definisi tentang proses kreatif dari Torrance pada dasarnya

menyerupai langkah-langkah dalam metode ilmiah yaitu The process

of (1) sensing difficulties, problem, gaps in information, missing


81

elements, something asked; (2) making guesses and formulating

hypotheses about these deficiencies; (3) evaluating and testing these

guesses and hypotheses; (4) possibly revising and retesting them;

and finally (5) communicating the result. Definisi Torrance ini meliputi

seluruh proses kreatif dan ilmiah mulai dari menemukan masalah

sampai dengan menyampaikan hasil. Walla s dalam Nana Syaodih

(2005:105) mengemukakan ada 4 tahap perbuatan atau kegiatan

kreatif yaitu;

a) Tahap persiapan atau preparation, merupakan tahap awal berisi

kegiatan pengenalan masalah, pengumpulan data informasi yang

yang relevan, melihat hubungan antara hipotesis dengan kaidah-

kaidah yang ada, tetapi belum sampai menemukan sesuatu, baru

menjajagi kemungkinan-kemungkinan.

b) Tahap pematangan atau incubation, merupakan tahap

menjelaskan, membatasi, membandingkan masalah. Dengan

proses inkubasi atau pematangan ini diharapkan ada pemisahan

mana hal-hal yang benar-benar penting dan mana yang tidak,

mana yang relevan dan mana yang tidak.

c) Tahap pemahaman atau illumination, merupakan tahap mencari

dan menemukan kunci pemecahan, menghimpun informasi dari

luar untuk dianalisis dan disinteiskan, kemudian merumuskan

beberapa keputusan.
82

d) Tahap pengetesan atau verification, merupakan tahap mentes dan

membuktikan hipotesis, apakah keputusan yang diambil itu tepat

atau tidak.

3) Produk

Definisi yang berfokus pada produk kreatif menekankan orisinalitas,

seperti definisi dari Barron yang menyatakan bahwa Kreativitas

adalah kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang

baru, Begitu pula menurut Haefele Kreativitas adalah kemampuan

untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna

sosial. Definisi Haefele ini menekankan bahwa suatu produk kreatif

tidak hanya harus baru tetapi juga diakui dan bermakna. Amabile

mendefinisikan kreativitas sebagai produksi suatu respons atau karya

yang baru dan sesuai dengan tugas yang dihadapi.

4) Pendorong

Definisi keempat menekankan kreativitas pada faktor press atau

dorongan, baik dorongan internal (dari diri sendiri berupa keinginan

dan hasrat untuk menciptakan dan bersibuk diri secara kreatif)

maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis.

Definisi Simpson merujuk pada aspek dorongan internal, yaitu

kemampuan kreatif yang dirumuskan sebagai The initiativethat one

manifers by his power to break away from the usual sequence of

thought. Menurut Amabile kreativitas tidak hanya bergantung pada


83

keterampilan dalam bidang dan berpikir kreatif, tetapi juga pada

motivasi intrinsik (pendorong internal) untuk bersibuk diri dalam

bekerja, dan pada lingkungan sosial yang kondusif (pendorong

eksternal).

D.N. Perkins dan R. Weber dalam Zaleha Izhab (2008:53)

memberikan hasil kajian yang sangat menarik. Menurut hasil kajian

tersebut ada aspek ketidaksengajaan yang ada di kalangan orang-

orang yang dikatakan telah menciptakan, menemukan, dan

mewujudkan sesuatu dalam hidup mereka. Mereka menyimpulkan:

1) Semua bentuk ketidaksengajaan bisa saja ditemukan dalam proses

kreatif.

2) Penemu biasanya muncul dari kajian sistematis, taruhan yang adil,

dan taruhan yang baik.

3) Jarang sekali akan muncul dari keberuntungan.

4) Meskipun kadang-kadang muncul dari coba-coba, tetapi sangat

jarang terjadi.

5) Taruhan yang aman dalam banyak usaha kreatif atau penemuan.

Berdasarkan kajian di atas dapat dipahami bahwa suatu produk

yang kreatif tidak dapat dilihat sebagai produk dari kebetulan saja,

yaitu sesuatu yang ditemukan karena ketidaksengajaan. Menurut

Zaleha Ishab (2008:54) produk yang kreatif adalah produk dari suatu
84

usaha selama beberapa jam, hari atau bulan dalam berpikir dan

merenung.

D.N. Perkins dalam Zaleha Ishab juga mengemukakan bahwa

kreativitas tidak hanya bergantung pada satu sifat saja, tetapi

melibatkan banyak komponen. Komponen tersebut antara lain:

1) Berpikir kreatif melibatkan sisi estetik dan standar praktis.

2) Berpikir kreatif bergantung pada perhatian terhadap tujuan dan hasil.

3) Berpikir kreatif lebih banyak bergantung kepada mobilitas daripada

kepada kelancaran.

4) Berpikir kreatif tidak hanya objektif tetapi juga subjektif.

5) Berpikir kreatif lebih banyak bergantung kepada motivasi intrinsik

daripada motivasi ekstrinsik.

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa kreativitas bukan

saja berhubungan dengan penemuan yang bagus dan menarik, tetapi

lebih banyak berhubungan dengan penemuan yang menunjukkan

penerapan dan mungkin agak membosankan, sehingga menjadikan

aspek kreatifnya tidak terlihat. Dalam menjalani proses kreatif ini tidak

bisa terpaku pada satu hal karena kaku dan terobsesi dengan

kreativitas.

Kadang-kadang diperlukan sikap subjektif dan memperhatikan

pendapat yang berdasarkan perasaan. Selain itu, sikap proaktif dalam

bertindak juga diperlukan dalam menjalani proses kreatif.


85

Menurut Vogel dalam Ajisarmi (2009:15) kreativitas tampaknya

berkorelasi dengan fleksibilitas dalam proses berpikir, yaitu adanya

gagasan-gagasan yang lebih mengarah pada kompleksitas berpikir,

karena itu kreativitas sebagai proses berpikir yang menghasilkan

konsep-konsep baru dan asli atau menghasilkan pemecahan masalah.

Menurut Carin (2008:46) pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

dalam mengembangkan kreativitas anak adalah pertanyaan yang

relevan dengan ciri-ciri kreatif tersebut. Untuk lebih menjelaskan

pengertian kreativitas, akan dikemukakan beberapa perumusan yang

merupakan kesimpulan para ahli mengenai kreativitas.

Munandar (2009:47-50) menjelaskan pengertian kreativitas, yang

merupakan kesimpulan para ahli mengenai kreativitas, yaitu:

1) Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru

berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada.

2) Kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan

berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak

kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana

penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan

keragaman jawaban.

3) Jadi secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai

kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan


86

orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi

(mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan.

Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan khususnya untuk

kepentingan pendidikan, dalam hal ini pendidikan tentang kreativitas itu

harus menyediakan suatu lingkungan tempat mendidik atau belajar di

mana setiap individu dengan pandangan-pandangannya mendapat

informasi atau penghargaan sama seperti yang diberikan kepada

kelompok.

Kreativitas menurut Semiawan (2007:66) diartikan sebagai

kemampuan untuk mencipta produk baru. Ciptaan itu tidak seluruh

produknya harus baru, mungkin saja gabungannya, kombinasinya,

sedangkan unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya. Semiawan

mengambil contoh orang yang menciptakan sepatu roda, itu merupakan

orang yang kreatif, walaupun sepatu dan roda jauh sebelumnya telah

diciptakan orang lain. Jadi kreativitas juga merupakan kemampuan

membuat kombinasi baru dan hubungan antar unsur, sehingga tercipta

sesuatu yang baru.

b. Ciri-ciri Kepribadian Kreatif

Csikszentmihalyi dalam Utami Munandar (2002:51) mengemukakan

sepuluh ciri-ciri kepribadian kreatif antara lain sebagai berikut:


87

1) Pribadi kreatif mempunyai kekuatan energi fisik yang memungkinkan

mereka bekerja berjam-jam dengan konsentrasi penuh, tetapi mereka

juga bisa tenang dan rileks, bergantung pada situasinya.

2) Pribadi kreatif, cerdas, dan cerdik, tetapi pada saat yang sama

mereka juga naif. Di satu pihak mereka mempunyai kebijakan

(wisdom), tetapi juga bisa seperti anak-anak (childlike). Insight yang

mendalam dapat tampak bersama-sama dengan ketidakmatangan

emosional dan mental. Mereka dapat berfikir konfergen dan divergen.

3) Ciri-ciri paradoksal ketiga berkaitan dengan kombinasi antara sikap

bermain dan disiplin. Kreativitas memerlukan kerja keras, keuletan,

dan ketekunan untuk menyelesaikan suatu gagasan atau karya baru

dengan mengatasi rintangan yang sering dihadapi.

4) Pribadi kreatif dapat berselang-seling antara imajinasi dan fantasi,

namun tetap bertumpu pada realitas. Keduanya diperlukan untuk

dapat melepaskan diri dari kekinian tanpa kehilangan sentuhan

dengan masa lalu.

5) Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan baik introversi maupun

ekstroversi. Seseorang perlu dapat bekerja sendiri untuk dapat

berkreasi, tetapi juga penting baginya untuk bertemu dengan orang

lain, bertukar pikiran, dan mengenal karya-karya orang lain.

6) Orang kreatif dapat bersikap rendah diri dan bangga akan karyanya

pada saat yang sama. Mereka puas dengan prestasi mereka tetapi
88

biasanya tidak terlalu ingin menonjolkan apa yang telah mereka capai,

dan mereka juga mengakui adanya faktor keberuntungan dalam karier

mereka. Mereka lebih berminat terhadap apa yang masih mereka

lakukan.

7) Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan androgini psikologis,

yaitu mereka dapat melepaskan diri dari stereotip gender (maskulin-

feminin). Lepas dari kedudukan gender, mereka bisa sensitif dan

asertif, dominan, dan submisif pada saat yang sama.

8) Orang kreatif cenderung mandiri bahkan suka menentang, tetapi di

lain pihak mereka bisa tetap tradisional dan konservatif.

Bagaimanapun, kesediaan untuk mengambil resiko dan meninggalkan

keterkaitan pada tradisi juga perlu.

9) Kebanyakan orang kreatif sangat bersemangat bila menyangkut karya

mereka, tetapi juga sangat objektif dalam penilaian karyanya. Tanpa

semangat seseorang bisa kehilangan minat terhadap tugas yang

sangat sulit, tetapi tanpa objektivitas, karyanya bisa menjadi kurang

baik dan kehilangan kredibilitasnya.

10) Sikap keterbukaan dan sensitivitas orang kreatif sering membuatnya

menderita jika mendapat banyak kritik dan serangan terhadap hasil

jerih payahnya, namun di saat yang sama ia juga merasakan

kegembiraan yang luar biasa.


89

Menurut Utami Munandar dalam Reni Akbar Hawadi dkk.

(2001:510)menjabarkan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif sebagai berikut:

1) Ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif (Aptitude)

a) Keterampilan berpikir lancar yaitu mencetuskan banyak gagasan,

jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan, memberikan

banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, selalu

memikirkan lebih dari satu jawaban.

b) Keterampilan berpikir luwes (fleksibel) yaitu menghasilkan

gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat

suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari

banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda, mampu mengubah

cara pendekatan atau cara pemikiran.

c) Keterampilan cara berpikir rasional yaitu mampu melahirkan

ungkapan yang baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim

untuk mengungkapkan diri, mampu membuat kombinasi-kombinasi

yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.

d) Keterampilan memperinci atau mengelaborasi yaitu mampu

memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk,

menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu objek,

gagasan atau situasi, sehingga lebih menarik.

e) Keterampilan menilai (mengevaluasi) yaitu menentukan patokan

penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar,


90

suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana, mampu

mengambil keputusan trhadap situasi yang terbuka, tidak hanya

mencetuskan gagasan, tetapi juga melaksanakannya.

2) Ciri-ciri Afektif (Non-aptitude)

a) Rasa ingin tahu yaitu selalu terdorong untuk mengetahui lebih

banyak, mengajukan banyak pertanyaan, selalu memperhatikan

orang, objek dan situasi, peka dalam pengamatan dan ingin

mengetahui/meneliti.

b) Bersifat imajinatif yaitu mampu memperagakan atau

membayangkan hal-hal yang belum pernah terjadi, menggunakan

khayalan dan kenyataan.

c) Merasa tertantang oleh kemajuan yaitu terdorong untuk mengatasi

masalah yang sulit, merasa tertantang oleh situasi-situasi yang

rumit, lebih tertarik pada tugas-tugas yang sulit.

d) Sifat berani mengambil resiko yaitu berani memberikan jawaban

meskipun belum tentu benar, tidak takut gagal atau mendapat

kritik, tidak menjadi ragu-ragu karena ketidakjelasan, hal-hal yang

tidak konvensional atau yang kurang berstruktur.

e) Sifat menghargai yaitu dapat menghargai bimbingan dan

pengarahan dalam hidup, menghargai kemampuan dan bakat-

bakat sendiri yang sedang berkembang.


91

Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas,

mempunyai kegemaran dan menyukai aktivitas yang kreatif. Mereka lebih

berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) daripada anak-anak

pada umumnya, artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat

berarti, penting dan disukai, mereka tidak terlalu menghiraukan kritik dan

ejekan orang lain. Mereka pun tidak takut untuk membuat kesalahan dan

mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui orang

lain. Orang yang inovatif berani berani untuk berbeda, menonjol, membuat

kejutan atau menyimpang dari tradisi.

c. Manfaat Kreativitas

Kreativitas sangat penting dalam hidup, maka dari itu kreativitas perlu

dipupuk sejak dini dalam diri peserta didik. Utami Munandar (2002:43)

mengemukakan alasan pentingnya kreativitas antara lain:

1) Dengan berkreasi orang dapat mewujudkan dirinya, dan perwujudan diri

merupakan kebutuhan pokok pada tingkat tertinggi dalam hidup manusia.

Kreativitas merupakan manifestasi dari individu yang berfungsi

sepenuhnya.

2) Kreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat

bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah

merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang

mendapat perhatian dalam pendidikan.


92

3) Bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi dan

lingkungan, tetapi terlebih-lebih juga memberikan kepuasan kepada

individu. Dari wawancara terhadap tokoh-tokoh yang telah mendapat

penghargaan karena berhasil menciptakan sesuatu yang bermakna yaitu

para seniman, ilmuwan dan para inventor, ternyata faktor kepuasan ini

amat berperan, bahkan lebih dari keuntungan material semata-mata.

4) Kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya.

Dalam era pembangunan ini, kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan

negara bergantung pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide baru,

penemuan-penemuan, dan teknologi baru. Untuk mencapai hal ini sikap,

pemikiran, dan perilaku kreatif harus dipupuk sejak dini.

d. Faktor-faktor yang Mendorong Kreativitas Siswa

Kesempatan untuk belajar kreatif ditentukan oleh banyak faktor antara

lain sikap dan minat siswa, guru, orang tua, lingkungan rumah, dan kelas

atau sekolah, waktu, uang, dan bahan-bahan (Conny Seniawan, dkk.1990).

Menurut Amabile (1989) dalam Munandar (2004:113-114), ada beberapa

faktor yang mempengaruhi kreativitas belajar siswa:

1) Sikap orang tua terhadap kreativitas anak.

Sudah lebih dari tiga puluh tahun pakar psikologis mengemukakan bahwa

sikap dan nilai orang tua berkaitan erat dengan kreativitas anak jika kita

menggabung hasil penelitian di lapangan dengan teori-teori penelitian

laboratorium mengenai kreativitas dengan tes psikologis kita memperoleh


93

petunjuk bagaimana sikap orang tua secara langsung mempengaruhi

kreativitas anak mereka.

Ada beberapa faktor yang menentukan kreativitas anak ialah:

a) Kebebasan

Orang tua yang percaya untuk memberikan kebebasan kepada anak

cenderung mempunyai anak kreatif. Mereka tidak otoriter, tidak selalu

mau mengawasi dan mereka tidak terlalu membatasi kegiatan anak.

b) Aspek

Anak yang kreatif biasanya mempunyai orang tua yang menghormati

mereka sebagai individu, percaya akan kemampuan mereka dan

menghargai keunikan anak.

c) Kedekatan emosional

Kreativitas anak dapat dihambat dengan suasana emosional yang

mencerminkan rasa permusuhan, penolakan, dan terpisah.

d) Prestasi

Prestasi bukanlah angka. Orang tua anak yang kreatif menghargai

prestasi anak, mereka mendorong anak untuk berusaha sebaik-baiknya

dalam menghasilkan karya-karya yang baik.

e) Menghargai kreativitas

Anak yang kreatif memperoleh dorongan dari orang tua untuk

melakukan hal-hal yang kreatif.

2) Strategi pembelajaran guru


94

Dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari dapat digunakan strategi

khusus yang dapat meningkatkan kreativitas. Strategi tersebut meliputi:

a) Penilaian

Penilaian guru terhadap pekerjaan murid dapat dilakukan dengan cara:

1) Memberi umpan balik berarti daripada evaluasi yang abstrak dan

tidak jelas.

2) Melibatkan siswa dalam menilai pekerjaan mereka sendiri dan

belajar dari kesalahan mereka.

3) Penekanan terhadap apa yang telah kamu pelajari dan bukan

pada bagaimana melakukannya.

b) Hadiah

Anak senang menerima hadiah dan kadang-kadang melakukan segala

sesuatu untuk memperolehnya. Hadiah yang terbaik untuk pekerjaan

yang baik adalah kesempatan menampilkan dan mempresentasekan

pekerjaan sendiri dan pekerjaan tambahan.

c) PilihanSedapat mungkin berilah kesempatan kepada anak memilih apa

yang nyaman bagi dia selama hal itu sesuai dengan ketentuan yang

ada. Jika guru membatasi pilihan siswa, maka guru dapat menghambat

kreativitas siswa tersebut.


95

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Penelitian Stovika Eva Damayanti pada Program Pasca Sarjana

Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2010 yang berjudul Pengaruh

Penggunaan Multimedia (Aplikasi Presentasi) Terhadap Peningkatan Hasil

Belajar Mata Pelajaran IPS Pada Siswa Kelas V SD Negeri 4 Wates

dengan metode penelitian eksperimen dengan hasil bahwa penggunaan

multimedia (aplikasi presentasi) dalam pembelajaran IPS pada siswa SD

Negeri 4 Wates terbukti memberikan kontribusi positif bagi peningkatan

hasil belajar siswa. Perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti oleh

penulis yaitu pada pembelajaran yang digunakan di mana peneliti

menggunakan pembelajaran PKn dan memedia video serta kreativitas

belajar siswa juga dijadikan sebagai variabel bebas.

2. Nuraziza pada Program Pasca Sarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

pada tahun 2013 yang berjudul Pengaruh Penggunaan Media Film

Perjuangan dan Minat Terhadap Hasil Belajar Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) Siswa SMP Islam Terpadu An-Nuqthah Kota

Tangerang dengan metode penelitian eksperimen dengan hasil bahwa

terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan media film perjuangan

terhadap hasil belajar PKn siswa SMP Islam Terpadu An-Nuqthah kota

Tangerang. Perbedaan dengan hasil penelitian penulis yaitu kreativitas

siswa dijadikan sebagai variabel bebasnya.


96

C. Kerangka Teoritik

Prestasi akademik di sekolah merupakan bentuk lain dari besarnya

penguasaan bahan pelajaran yang telah dicapai siswa, dan rapor bisa

dijadikan hasil belajar terakhir dari penguasaan pelajaran tersebut.

Seseorang tidak dapat memiliki hasil belajar begitu saja tanpa ada hal yang

mendorongnya untuk menunjukkan hasil belajar yang memuaskan. Banyak

faktor yang mempengaruhi hasil belajar seseorang, salah satunya adalah

media yang digunakan guru untuk mengajar ( dalam penelitian ini media

video) dan kreativitas. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan guru dalam

menguasai media video supaya dapat menampilakan video yang dapat

menarik minat siswa untuk memperhatikan tayangan video. Selain itu hasil

belajar siswa dapat dipengaruhi dari kreativitas. Kreativitas atau perbuatan

kreatif banyak berhubungan dengan intelegensi. Siswa yang kreatif pada

umumnya memiliki intelegensi yang cukup tinggi, sehingga peluang

memperoleh prestasi yang tinggi pun semakin besar, sedangkan siswa yang

tingkat intelegensinya rendah biasanya kreativitasnya juga kurang, sehingga

peluang untuk memperoleh prestasi belajar pun rendah. Untuk

mengembangkan kreativitas siswa dalam pembelajaran, guru perlu

menciptakan situasi pembelajaran yang banyak memberi kesempatan

kepada siswa untuk memecahkan masalah, melakukan beberapa

percobaan, mengembangkan gagasan atau konsep-konsep siswa sendiri.


97

Untuk memperjelas pelaksanaan penelitian sekaligus untuk

mempermudah dalam pemahaman dan penganalisaan maka perlu

dijelaskan suatu kerangka pemikiran sebagai berikut:

1. Perbedaan hasil belajar PPKn siswa antara yang menggunakan media

pembelajaran video dengan yang menggunakan media pembelajaran

gambar.

2. Perbedaan hasil belajar antara siswa yang mempunyai kreativitas tinggi

dengan siswa yang mempunyai kreativitas rendah.

3. Pengaruh interaksi antara penggunaan media video dan kreativitas siswa

terhadap hasil belajar PPKn siswa.

4. Perbedaan hasil belajar PPKn siswa antara siswa yang berkreativitas

tinggi menggunakan media pembelajaran video dengan siswa yang

berkreativitas rendah menggunakan media pembelajaran video.

5. Perbedaan hasil belajar PPKn siswa antara siswa yang berkreativitas

tinggi menggunakan media pembelajaran gambar dengan siswa yang

berkreativitas rendah menggunakan media pembelajaran gambar.

6. Perbedaan hasil belajar PPKn siswa antara siswa yang berkreativitas

tinggi menggunakan media pembelajaran video dengan siswa yang

berkreativitas tinggi menggunakan media pembelajaran gambar.

7. Perbedaan hasil belajar PPKn siswa antara siswa yang berkreativitas

rendah menggunakan media pembelajaran video dengan siswa yang

berkreativitas rendah menggunakan media pembelajaran gambar.


98

D. Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono (2004:64) Hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian

telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan latar

belakang masalah, batasan, dan rumusan masalah, tujuan, dan kegunaan

penelitian serta tinjauan pustaka dalam penelitian ini, maka hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Nilai hasil belajar PPKn siswa pada perlakuan menggunakan media

pembelajaran video lebih tinggi dari nilai perlakuan hasil belajar PKn siswa

dengan yang menggunakan media pembelajaran gambar.

2. Nilai hasil belajar PPKn siswa pada perlakuan siswa yang mempunyai

kreativitas tinggi lebih tinggi dari nilai perlakuan siswa yang mempunyai

kreativitas rendah.

3. Terdapat interaksi antara penggunaan media video dan kreativitas siswa

terhadap hasil belajar PPKn siswa.

4. Nilai hasil belajar PPKn siswa pada perlakuan siswa yang berkreativitas

tinggi menggunakan media pembelajaran video lebih tinggi dari siswa yang

berkreativitas rendah menggunakan media pembelajaran video.


99

5. Nilai hasil belajar PPKn siswa pada perlakuan siswa yang berkreativitas

tinggi menggunakan media pembelajaran gambar lebih tinggi dari siswa

yang berkreativitas rendah menggunakan media pembelajaran gambar.

6. Nilai hasil belajar PPKn siswa pada perlakuan siswa yang berkreativitas

tinggi menggunakan media pembelajaran video lebih tinggi dari siswa yang

berkreativitas tinggi menggunakan media pembelajaran gambar.

7. Nilai hasil belajar PPKn siswa pada perlakuan siswa yang berkreativitas

rendah menggunakan media pembelajaran video lebih tinggi dari siswa

yang berkreativitas rendah menggunakan media pembelajaran gambar.


100

Anda mungkin juga menyukai