Anda di halaman 1dari 42

BAB IV

DASARDASAR PERANCANGAN DAN


RENCANA PENGOLAHAN

V.1 Umum
Perencanaan, perancangan, konstruksi, dan operasi suatu instalasi pengolahan air
limbah merupakan hal yang kompleks, karena tidak hanya melibatkan unsur
lingkungan dan teknik, tetapi juga politik dan sosial. Oleh karena itu, selain ditujukan
untuk mengurangi konsentrasi polutan dalam air limbah hingga memenuhi baku
mutu, perencanaan, perancangan, pembangunan, dan pengoperasian suatu instalasi
harus mempertimbangkan dampak-dampak sosial dan politik yang mungkin timbul
terhadap lingkungan sekitar lokasi. Dampak-dampak tersebut misalnya:
- menimbulkan gangguan estetika, contohnya bau
- mengubah kualitas badan air penerima sehingga peruntukkannya berubah
- menurunkan harga tanah yang berakibat pada rendahnya pertumbuhan
populasi manusia dan perkembangan daerah sekitar lokasi
- menyebarkan penyakit bawaan air.

Faktorfaktor yang menjadi dasar perencanaan instalasi pengolahan air limbah


meliputi:
1. lingkup pelayanan
2. baku mutu air
3. karakteristik air limbah
4. lokasi instalasi pengolahan air limbah

IV.2 Lingkup Pelayanan


Air limbah yang berasal dari aktivitas pabrik dibagi menjadi 2 kategori, yaitu air
limbah domestik dan air limbah industri.
Air limbah domestik

IV-1
Menurut Keputusan MENLH No 112 Tahun 2003, air limbah domestik adalah
air limbah yang berasal dari usaha/kegiatan pemukiman, perniagaan,
perkantoran, apartemen, dan asrama, sedangkan yang dimaksud dengan air
limbah domestik di lingkungan pabrik adalah air limbah hasil kegiatan
perkantoran, contohnya air limbah dari kamar mandi dan dapur.
Air limbah industri
Air limbah industri adalah air buangan yang merupakan hasil samping dari
proses produksi. Air limbah industri dari PT Z mempunyai karakteristik yang
berbedabeda tergantung dari proses yang berlangsung dan bahan baku yang
digunakan. Contoh, air limbah proses fermentasi memiliki kualitas yang
berbeda dengan air limbah dari proses lainnya. Air limbah proses fermentasi
mengandung garam dalam jumlah yang sangat besar sehingga membutuhkan
pengolahan pendahuluan khusus untuk menyisihkan garam-garam tersebut.

Instalasi pengolahan air limbah di PT Z direncanakan untuk mengolah seluruh air


limbah dari proses produksi, kecuali air limbah dari area fermentasi. Air limbah
domestik tidak diolah di instalasi pengolahan karena sudah diolah di dalam tangki
septik.

IV.3 Baku Mutu Air


Baku mutu air adalah persyaratan kualitas air yang ditetapkan oleh suatu negara atau
daerah untuk keperluan perlindungan dan pemanfaatan air pada negara atau daerah
bersangkutan. Di dalam pengelolaan kualitas air dikenal dua macam baku mutu air,
yaitu :
1. Stream standard merupakan baku mutu badan air, yaitu batas kadar polutan
yang diperbolehkan terdapat dalam badan air agar badan air tetap dapat
berfungsi sesuai peruntukannya (Kep-02/MENKLH/I/1988 tentang Pedoman
Penetapan Baku Mutu Lingkungan).

IV-2
2. Effluent standard merupakan baku mutu air limbah, yaitu batas kadar polutan
yang terdapat dalam air limbah yang diijinkan dibuang ke badan air, (Kep-
02/MENKLH/I/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan).

Kedua baku mutu di atas dapat diterapkan sebagai acuan pengolahan air limbah PT Z.
Stream standard dapat digunakan karena kualitas air Sungai Cijengkol masih
memenuhi standar peruntukkan air kelas III, yaitu irigasi dan budi daya ikan,
sedangkan effluent standard digunakan apabila kualitas badan air sudah buruk.
Kualitas air Sungai Cijengkol dan baku mutu badan air yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 disajikan pada Tabel II.2.

Perencanaan IPAL PT Z menggunakan effluent standard untuk mencegah penurunan


kualitas badan air karena PT Z berada dalam wilayah industri yang akan mengalami
pengembangan dan untuk memudahkan pemeriksaan kualitas efluen IPAL yang akan
dibuang ke badan air, karena stream standard dipengaruhi oleh debit sungai saat itu.
Effluent standard yang menjadi acuan dalam mengolah air limbah di PT Z adalah
baku mutu yang ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Jawa Barat tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri di Jawa Barat
Nomor 6 Tahun 1999 seperti yang disajikan dalam Tabel IV.1.

Perencanaan IPAL PT Z menggunakan baku mutu limbah cair golongan I kecuali


untuk COD dan BOD, dengan pertimbangan ekonomi karena semakin besar
penyisihan polutan yang harus dilakukan, biaya yang dibutuhkan akan semakin besar.

IV-3
Tabel IV.1 Baku Mutu Air Limbah Industri
Baku Mutu Limbah Cair
No Parameter Analisis Satuan
Golongan I Golongan II
A. FISIKA
0
1 Temperatur C 38 38
2 Zat padat terlarut (TDS) mg/l 2000 4000
3 Zat padat tersuspensi (TSS) mg/l 200 4000
B. KIMIA
1 pH 6-9
2 Besi (Fe) mg/l 5 10
3 Fluorida (F) mg/l 2 3
4 Amoniak bebas (NH3-N) mg/l 1 5
5 Nitrat mg/l 20 30
6 Nitrit mg/l 1 3
7 BOD mg/l 50 150
8 COD mg/l 100 300
9 Fenol mg/l 0,5 1
10 MBAS mg/l 5 10
11 Minyak & lemak mg/l 10 50

IV.4 Karakteristik Air Limbah


Karakteristik air limbah terdiri dari kuantitas dan kualitas air limbah.

IV.4.1 Kuantitas Air Limbah


Kuantitas dinyatakan dengan debit air limbah. Debit air limbah dari proses produksi
berfluktuasi, sebanding dengan kapasitas produksi setiap saat. Data debit yang
dibutuhkan dalam perencanaan instalasi pengolahan meliputi debit air limbah rata-
rata, minimum, dan maksimum.
- Debit air limbah ratarata (Qr), adalah debit ratarata yang terjadi selama
periode dua puluh empat jam. Debit ratarata digunakan untuk menentukan
kapasitas pengolahan dan pengembangan instalasi. Debit ratarata dapat juga
digunakan untuk memperkirakan kapasitas pompa dan biaya pengadaan
bahan kimia.
- Debit air limbah maksimum (Qmaks), adalah debit air limbah maksimum
yang terjadi selama periode dua puluh empat jam. Debit maksimum hari

IV-4
diperlukan untuk menentukan waktu detensi minimum di dalam unit
pengolahan.
- Debit air limbah minimum (Qmin), adalah debit air limbah minimum yang
terjadi selama periode dua puluh empat jam. Debit air limbah minimum
berguna dalam penentuan ukuran saluran agar deposisi solids tidak terjadi
ketika debit air berada dalam kondisi minimum (Metcalf & Eddy, 2004).

Data variasi debit diperlukan juga untuk menentukan kapasitas instalasi apabila
terjadi kenaikan produksi yang menyebabkan kenaikan jumlah air limbah sehingga
memerlukan perluasan instalasi pengolahan. Pada umumnya instalasi dibangun
dengan kapasitas yang lebih besar dari kapasitas yang dibutuhkan saat pembangunan
instalasi tersebut. Hal ini ditujukan agar instalasi tetap dapat mengolah air limbah
apabila sewaktu-waktu kapasitas naik. Penentuan kapasitas instalasi dalam
pengolahan air limbah didasarkan hal-hal berikut ini :
kemudahan pengembangan, hal ini berhubungan dengan tersedianya lahan dll,
kinerja unit-unit pengolahan pada tahun awal IPAL dioperasikan, karena
kapasitas instalasi tidak boleh terlalu besar dibandingkan dengan beban
pengolahan, dan
kenaikan kapasitas produksi.
(Qasim,1985)

Penetapan kapasitas instalasi pengolahan air limbah PT Z didasari oleh tiga hal
tersebut di atas. Faktor pertama yang mendasari penentuan kapasitas instalasi adalah
kenaikan kapasitas produksi. PT Z mempunyai izin operasi hingga mencapai
produksi kecap 30000 ton/tahun, saus 2000 ton/tahun, dan tepung 2500 kg/tahun,
sedangkan produksi riil per tahun saat ini adalah 22600 ton kecap, 457 ton saus, dan
287 kg tepung, maka kenaikan produksi sebesar 25% akan sebanding dengan
kenaikan jumlah air limbah. IPAL PT Z direncanakan untuk dapat mengolah air
limbah dengan debit yang dihasilkan pada saat kapasitas produksi kecap mencapai
maksimum, yaitu 30000 ton, dan apabila produksi masih mengalami kenaikan,

IV-5
perluasan instalasi diperlukan. Kenaikan kapasitas produksi yang hanya 25%
memungkinkan instalasi dibangun dengan ukuran yang disesuaikan dengan kapasitas
mendatang, sehingga over design tidak akan terjadi pada debit air limbah saat ini.
Faktor terakhir yaitu luas lahan yang diperuntukkan bagi pengembangan instalasi.
Lahan yang dipilih untuk lokasi IPAL masih luas, sehingga perluasan instalasi
mungkin dilakukan.

Air limbah di PT Z dibagi menjadi dua, yaitu limbah pekat dan limbah ringan.
Limbah pekat berasal dari proses pemasakan dan pemisahan kecap dari ampas
sedangkan limbah ringan berasal dari proses pencucian dan perebusan kedelai serta
air limbah dari area cuci tangan pekerja. Fluktuasi debit selama 1,5 tahun untuk
limbah pekat dan ringan ditunjukkan pada Gambar IV.1.

70
D e b it (m 3 /h a ri)

60
50
40 Pekat
30 Ringan
20
10
0
Au l
n

ei
No t
M r
n

n
ar

ar
b

Se g

b
D ev
ay

p
Ju

Oc
Ap

Ju
Ja

Ja
Fe

Fe

M
M

Gambar IV.1. Fluktuasi Debit Air Limbah (Data PT Z)

Dari Gambar IV.1 dapat ditentukan debit maksimum, rata-rata, dan minimum untuk
limbah pekat dan ringan seperti yang ditampilkan pada Tabel IV.2.

IV-6
Tabel IV.2 Variasi Debit Limbah Pekat dan Ringan
Debit (m3/hari) Limbah pekat Limbah ringan
Maksimum 14 67
Rata-rata 9 54
Minimum 2 48

Fluktuasi debit sangat besar, sehingga dalam perancangan beberapa alat diperlukan
data debit setiap jam. Tabel IV.4 menunjukkan debit limbah pekat dan ringan setiap
jam.

Tabel IV.3 Debit Per Jam


Jam Limbah ringan Limbah pekat Jumlah
(m3) (m3) (m3)
08.00-09.00 1,8 0,39 2,16
09.00-10.00 1,2 1,12 2,29
10.00-11.00 2,4 1,64 4,07
11.00-12.00 1,5 1,12 2,64
12.00-13.00 3,7 0,39 4,05
13.00-14.00 2,5 0,13 2,67
14.00-15.00 2 0,33 2,36
15.00-16.00 2,1 0,33 2,47
16.00-17.00 3,1 0,33 3,44
17.00-18.00 2,5 0 2,5
18.00-19.00 2,6 0,2 2,78
19.00-20.00 1,5 0,13 1,68
20.00-21.00 2,3 0,85 3,15
21.00-22.00 2,4 0,26 2,66
22.00-23.00 1,3 0,39 1,69
23.00-24.00 1 0,13 1,13
24.00-01.00 2,2 0,46 2,67
01.00-02.00 2,6 0,59 3,15
02.00-03.00 1,4 0,46 1,9
03.00-04.00 1,3 0,07 1,37
04.00-05.00 1,7 0,59 2,29
05.00-06.00 1,3 0,39 1,72
06.00-07.00 1,2 1,05 2,21
07.00-08.00 3 0,92 3,94

IV-7
Pengukuran kuantitas air limbah di PT Z dilakukan menggunakan alat ukur debit
mekanis direncanakan akan dipasang di:
outlet tangki ekualisasi, tujuannya untuk mengontrol debit rata-rata yang akan
diolah di instalasi, sehingga operasi dan proses pada unit pengolahan setelah
tangki ekualisasi dapat dikontrol
outlet IPAL, ditujukan untuk mengetahui kuantitas air limbah yang telah
diolah.

IV.3.2 Kualitas Air Limbah


Komponen-komponen yang terdapat di dalam air limbah akan memberikan sifat fisik,
kimia, dan biologi sehingga air limbah memiliki karakteristik tertentu.

a. Sifat Fisik
Sifat fisik dari air limbah meliputi temperatur, warna, bau, dan kekeruhan. Parameter-
parameter ini dibahas secara ringkas pada Tabel IV.4.

Tabel IV.4 Parameter Sifat Fisik Air Limbah


Parameter Deskripsi
Temperatur air limbah umumnya sedikit lebih tinggi dari air
Temperatur
bakunya. Temperatur sangat berpengaruh pada aktivitas mikroba,
kelarutan gas, dan kekentalan (Qasim,1985).
Kekeruhan pada air limbah disebabkan oleh kandungan suspended
Kekeruhan
solids (Qasim,1985).
Warna pada air limbah disebabkan adanya material koloid yang
Warna
berasal dari bahan baku atau zat warna sisa proses produksi.
Bau pada air limbah disebabkan oleh dua hal, yaitu adanya gas yang
dihasilkan proses dekomposisi zat organik dan atau karena adanya
Bau
penambahan substansisubstansi tertentu ke dalam air limbah
(Metcalf & Eddy, 2004).

IV-8
b. Sifat Kimia
Sifat kimia air limbah dinyatakan dalam kandungan komponen organik, suspended
solids total, dan senyawa toksik.
1) Komponen Organik
Komponen organik merupakan polutan utama pada sebagian besar air limbah industri
makanan. Keberadaan komponen organik di dalam air, secara langsung akan
mengurangi konsentrasi oksigen pada badan air penerima, sehingga komponen ini
harus secepat mungkin disisihkan. Berbagai parameter yang dapat digunakan untuk
mengestimasi banyaknya komponen organik di dalam air adalah BOD, COD, TOC,
DOC, dll, tetapi parameter-parameter tersebut tidak mengungkapkan jenis dari
komponen organik. Rasio COD/BOD merupakan angka penting dalam penentuan
biodegradabilitas polutan dalam air limbah, jika rasio COD/BOD < 2, maka air
limbah tersebut bersifat easily biodegradable (Jordening-Winter, 2002).
Biochemical Oxygen Demand
Biochemical Oxygen Demand (BOD) merupakan parameter yang umum dipakai
untuk menyatakan konsentrasi komponen organik di dalam air limbah. BOD adalah
jumlah oksigen terlarut yang digunakan mikroorganisme di dalam proses oksidasi
biokimia untuk menguraikan zat organik di dalam air. Nilai BOD penting di dalam
perancangan unit pengolahan air limbah untuk: (1) mengetahui organic loading pada
unit pengolahan, (2) mengetahui beban pengolahan instalasi, dan (3) bahan evaluasi
dari efisiensi sistem pengolahan.
Chemical Oxygen Demand
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi kimiawai komponen organik di dalam air menjadi anorganik.

Nilai COD akan lebih besar daripada BOD karena lebih banyak komponen organik
yang dapat dioksidasi secara kimia daripada biologi.

IV-9
2) Total Suspended Solids
Di dalam air limbah, total suspended solids disebabkan oleh adanya pasir, silt, clay,
dan zat organik. Suspended solids ini bila masuk ke badan air penerima akan
mengakibatkan kenaikan kekeruhan dan jika mengendap akan mengganggu
kehidupan akuatik. Penguraian padatan organik oleh mikroorganisme di dasar badan
air akan menurunkan konsentrasi oksigen terlarut dan menghasilkan gas yang dapat
meracuni biota air (Qasim,1985).
3) Senyawa Toksik
Senyawa toksik dikelompokkan dalam senyawa toksik yang biodegradable dan non-
biodegradable. Contoh senyawa toksik yang bersifat non-biodegradable adalah
logam-logam seperti arsenik, nikel, timbal, dan cadmium sedangkan contoh senyawa
toksik yang biodegradable adalah fenol dan sianida. Senyawa toksik non-
biodegradable dapat disisihkan dengan pengolahan pendahuluan, sedangkan senyawa
toksik yang bersifat biodegradable dapat disisihkan dengan proses biologi dengan
syarat:
senyawa toksik selalu ada pada air limbah sehingga mikroorganisme dapat
beradaptasi dan mendegradasi senyawa tersebut dengan memproduksi suatu
enzim
tidak terjadi shock loads senyawa toksik, dengan cara mengatur konsentrasi
senyawa toksik serendah mungkin dengan konsentrasi yang sama dari waktu
ke waktu (Jordening-Winter, 2002).

Keberadaan senyawa toksik dalam air limbah akan mempengaruhi jenis pengolahan,
karena proses biologi memiliki keterbatasan untuk mengolah air limbah yang
mengandung senyawa toksik dengan konsentrasi yang melebihi kapasitas
mikroorganisme.

c. Sifat Biologi
Air limbah mempunyai sifat biologi yang biasanya dinyatakan dengan konsentrasi
dan jumlah mikroorganisme yang terdapat pada air limbah. Perancangan instalasi

IV-10
pengolahan sebaiknya memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan sifat biologi
pada air limbah, misalnya:
kelompok mikroorganisme yang ditemukan pada air limbah serta peranan
kelompok mikroorganisme tersebut untuk pengolahan secara biologi.
keberadaan organisme patogen pada air limbah
metode untuk mengestimasi jumlah organisme yang berpengaruh di dalam
pengolahan air limbah
metode untuk mengevaluasi sifat toksik pada air limbah yang telah diolah
(Metcalf & Eddy, 2004).

Kualitas air limbah PT Z telah dianalisis dan hasilnya seperti ditampilkan pada
Tabel IV.5.

Tabel IV.5 Kualitas Air Limbah Industri PT Z


Limbah Limbah Baku
Parameter analisis Satuan Pekat Ringan Mutu
TDS mg/l 9840 1666 2000
TSS mg/l 14200 1820 200
pH mg/l 3.61 5,49 6-9
Besi mg/l 0 0,988 5
Fluorida mg/l 7,977 13,24 2
Amoniak mg/l 1.866 0,574 1
Nitrat mg/l 15,479 3,616 20
Nitrit mg/l 0.383 0,046 1
BOD mg/l 26591 11451 100
COD 88635 34700 200
a) COD terlarut mg/l 80658 31577
b) COD tak terlarut 7977 3123
Fenol mg/l 0,027 0 0.5
MBAS mg/l 0,657 2,944 5
Minyak & lemak mg/l 346,84 121,05 10
Sumber: Analisis Laboratorium Air Teknik Lingkungan ITB, 2007

IV-11
Pengukuran kualitas air limbah meliputi beberapa sifat fisik dan kimia, tetapi
pengukuran sifat biologi yaitu konsentrasi/jumlah mikroorganisme dalam air limbah
tidak dilakukan, sebab sifat biologi dianggap kurang berperan di dalam perencanaan
sistem pengolahan.

Air limbah PT Z mempunyai temperatur sedikit lebih tinggi daripada temperatur air
bakunya dan mempunyai bau yang menyengat. Bau ini timbul karena proses
fermentasi gula yang terjadi akibat air limbah pekat berada terlalu lama di dalam
saluran. Air limbah pekat PT Z berwarna coklat tua, sedangkan air limbah ringan
berwarna keruh.

Komponen pencemar utama dalam air limbah industri PT Z adalah komponen


organik karena produk yang dihasilkan dari kegiatan produksi PT Z adalah makanan.
Komponen organik diukur dengan parameter COD dan BOD karena hasil pengukuran
kedua parameter ini representatif untuk menggambarkan konsentrasi organik dalam
air limbah dan perbandingan COD dan BOD penting untuk menentukan sistem
pengolahan.

IV.5 Lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah


Penentuan lokasi instalasi harus dilakukan secara hati-hati karena harus
mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Seluruh alternatif lokasi
yang ada dievaluasi berdasarkan topografi. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan
di dalam penentuan lokasi instalasi diantaranya:
instalasi terletak pada elevasi yang lebih rendah daripada lokasi produksi, agar
air limbah dari proses dapat disalurkan secara gravitasi
lokasi terletak pada wilayah pabrik yang tidak dicadangkan untuk
pengembangan pabrik
lokasi pada lahan yang luas akan lebih menguntungkan untuk perluasan
instalasi
lokasi dekat dengan badan air penerima

IV-12
lokasi instalasi mempunyai akses yang mudah ke pembuangan
lokasi tidak terisolasi dari sarana transportasi
lokasi berada pada lahan yang memiliki struktur tanah yang kokoh
lokasi berada pada lahan yang memiliki kelandaian (Qasim, 1985).

Instalasi pengolahan air limbah di PT Z akan dibangun pada lokasi instalasi eksisting,
karena dengan menempatkan instalasi di lokasi tersebut, banyak keuntungan yang
diperoleh, diantaranya :
lokasi berada pada ketinggian setengah meter di bawah ketinggian pipa
penyaluran air limbah pekat dan ringan, sehingga air limbah dari proses
produksi dapat disalurkan secara gravitasi dan menghemat biaya karena tidak
membutuhkan pompa.
lokasi terletak dekat dengan pusat pembuangan limbah padat pabrik sehingga
memudahkan pembuangan produk akhir proses pengolahan, contohnya
lumpur.
lokasi bersebelahan dengan Sungai Cijengkol
tersedia lahan yang cukup luas; luas tanah yang disediakan untuk
pembangunan dan perluasan IPAL adalah 924 m2.
lokasi dekat dengan sarana transportasi dalam pabrik
lokasi cukup jauh dari pemukiman penduduk, untuk mencegah gangguan bau
dan menghindari persepsi buruk masyarakat terhadap IPAL.

IV.6 Rencana Pengolahan


Air limbah dari proses produksi dibedakan menjadi 2 jenis dan disalurkan melalui
saluran yang berbeda. Dari Tabel IV.6 dapat ditentukan jenis polutan pada air limbah
pekat dan ringan yang konsentrasinya melebihi baku mutu sehingga memerlukan
pengolahan. Terdapat beberapa sistem pengolahan limbah pekat dan ringan, yaitu
sebagai berikut:
Sistem pengolahan I

IV-13
Pengolahan limbah pekat dengan pengolahan fisik, kemudian limbah pekat hasil
pengolahan dicampur dengan limbah ringan dan diolah bersamaan pada
pengolahan biologi, karena COD limbah ringan juga tinggi. Kelebihan sistem
pengolahan ini adalah kapasitas instalasi yang dibutuhkan lebih kecil. Untuk
menguji kemungkinan penerapan sistem ini, dimisalkan digunakan unit
prasedimentasi dengan efisiensi 90%, unit flotasi dengan efisiensi 90%, dan 2
unit pengolahan biologi dengan efisiensi unit anaerob sebesar 90% dan unit
pengolahan aerob dengan efisiensi 95%. Hasil perhitungan (Lampiran A)
menunjukkan COD hasil pengolahan air limbah campuran sebesar 865 mg/l. Oleh
karena hasil ini tidak memenuhi baku mutu dan minyak yang terdapat pada
limbah ringan juga memerlukan pengolahan, maka sistem pengolahan I tidak
dapat digunakan. Gambar IV.2 menampilkan diagram alir sistem pengolahan I.

Limbah pekat Prasedimentasi Flotasi Anaerob Aerob

Limbah ringan
Gambar IV.2 Sistem Pengolahan I

Sistem Pengolahan II
Pengolahan limbah pekat dan ringan secara bersamaan sejak awal pengolahan.
Kelemahan dari sistem ini adalah kapasitas unit pengolahan besar. Sistem
pengolahan II diujikan dengan menggunakan sistem pengolahan yang sama
dengan sistem pengolahan I yaitu unit prasedimentasi dengan efisiensi 90%, unit
flotasi dengan efisiensi 90%, dan 2 unit pengolahan biologi dengan efisiensi unit
anaerob sebesar 90% dan unit pengolahan aerob dengan efisiensi 95%. Kualitas
air limbah campuran ditunjukkan pada Tabel IV.6.

IV-14
Tabel IV.6 Kualitas Air Limbah Campuran

Konsentrasi
No Parameter
Campuran (mg/l)
1 TDS 3311,49
2 TSS 3544
3 BOD 12722
4 COD 42405
5 Minyak & lemak 166,50

Hasil perhitungan (Lampiran A) menunjukkan COD hasil pengolahan air limbah


campuran sebesar 170 mg/l. Hasil pengolahan menggunakan sistem pengolahan II
telah memenuhi baku mutu air limbah industri golongan II sehingga sistem ini
terpilih untuk diterapkan pada IPAL PT Z. Gambar IV.3 menampilkan diagram
alir sistem pengolahan II.

Limbah pekat

Prasedimentasi Flotasi Anaerob Aerob

Limbah ringan
Gambar IV.3 Sistem Pengolahan II

IV.7 Beban Pengolahan

Beban pengolahan merupakan besaran yang menunjukkan perbandingan antara


konsentrasi polutan yang akan diolah dan baku mutu yang digunakan. Tabel IV.7
menunjukkan beban pengolahan IPAL PT Z.

IV-15
Tabel IV.7. Beban Pengolahan IPAL PT Z
Beban
Influen Efluen
No Parameter Pengolahan
(mg/l) (mg/l)
(%)
1 TDS 3311,49 2000 39,60
2 TSS 3544 200 94,35
3 BOD 12722 50 99,6
4 COD 42405 200 99,53
a) COD terlarut (CODs) 38589
b) COD tak terlarut (CODp) 3816
5 Minyak & lemak 166,50 10 93,99

Beban pengolahan dapat diturunkan dengan penyusunan sistem pengolahan yang


tepat dan dalam perencanaan IPAL PT Z, pengolahan dibagi menjadi 2 tahap dan 1
pengolahan pendahuluan.
Pengolahan pendahuluan, ditujukan untuk menyisihkan benda-benda kasar
yang terbawa air limbah agar tidak merusak peralatan pada tahap
pengolahan selanjutnya dan meminimalkan variasi konsentrasi dan laju
alir dari air limbah.
Pengolahan pendahuluan yang dipakai adalah fine screens dan tangki
ekualisasi.
Pengolahan tahap pertama, ditujukan untuk menyisihkan zat pencemar tak
terlarut dengan cara pengendapan partikel diskrit dan penyisihan minyak
dan lemak dengan dissolved air flotation, sehingga akan mengurangi
beban tahap pengolahan berikutnya.
Tahap kedua, yaitu pengolahan biologi, ditujukan untuk menghilangkan
zat pencemar senyawa organik yang terlarut dan sisa suspended solids
sebagai lanjutan dari tahap pengolahan sebelumnya. Pengolahan yang
digunakan yaitu pengolahan biologi dalam kondisi anaerob menggunakan
anaerobic submerged filter (fixed bed) yang terdiri dari 2 reaktor: reaktor
asidogenesis dan reaktor metanogenesis, diikuti pengolahan dalam kondisi
aerob menggunakan lumpur aktif.

IV-16
Instalasi pengolahan di PT Z akan dioperasikan secara kontinyu. Keuntungan yang
diperoleh adalah (1) kapasitas pengolahan yang lebih kecil, (2) tidak banyak
membutuhkan pompa dan tenaga operator untuk mengoperasikan unit.

IV.18 Sistem Pengolahan


IV.8.1 Pengolahan Pendahuluan
Air limbah yang dihasilkan proses produksi PT Z mengandung banyak materi-materi
kasar seperti kulit kacang kedelai, dll. Materi-materi kasar ini apabila dibiarkan dapat
menyebabkan kerusakan alat karena penyumbatan komponen alat oleh materi-materi
kasar, pengendapan materi di dasar pipa, dan gangguan operasional yang lain. Untuk
mencegah gangguan-gangguan tersebut, digunakan fine screen. Fluktuasi debit air
limbah PT Z cukup besar, untuk meminimalkan fluktuasi tersebut dan juga
menyeragamkan kualitas limbah pekat dan ringan, digunakan tangki ekualisasi.

a. Fine screen
Screen termasuk dalam pengolahan pendahuluan karena merupakan unit operasi
yang diletakkan pertama sebelum air limbah masuk ke unit-unit pengolahan lainnya.
Screen adalah alat dengan bukaan-bukaan yang memiliki ukuran seragam, digunakan
untuk menahan materi-materi kasar yang terbawa air limbah. Fine screen yang biasa
digunakan sebagai pengolahan pendahuluan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu (1) static
(fixed), (2) rotary drum, (3) step type. Fine screen memiliki bukaan yang bervariasi
antara 0,2-0,6 mm. Headloss yang terjadi karena aliran yang melewati fine screen
yaitu berkisar antara 1,2-2 m (Metcalf & Eddy, 2004).

Fine screen yang akan digunakan adalah screen jenis static inclined, yang memiliki
bukaan antara 0,2 -1,2 mm, karena semakin kecil bukaan screen, maka semakin
banyak materi-materi yang tertahan. Dalam desain ini, fine screen dipilih karena air
limbah banyak mengandung materi-materi kasar berukuran kecil (kurang dari 0,6mm)
yang tidak diinginkan masuk ke instalasi pengolahan.

IV-17
Perawatan static inclined screen dilakukan dengan pembersihan satu sampai dua kali
dalam satu hari, menggunakan air panas tekanan tinggi, steam, atau degreaser untuk
menghilangkan lemak-lemak yang tertinggal untuk mencegah grease up. Static
screen cocok untuk diterapkan pada pabrik berskala kecil (Metcalf & Eddy, 2004).

b. Tangki Ekualisasi
Tangki ekualisasi berfungsi untuk mengurangi variasi karakteristik air limbah, yaitu
konsentrasi polutan dan debit aliran. Untuk pengolahan air limbah di PT Z yang
kuantitas dan kualitasnya sangat berfluktuasi, dibutuhkan tangki ekualisasi karena :
tangki ekualisasi akan menyeragamkan karakteristik air limbah sehingga tidak
terjadi shock loading yang dapat mengurangi efisiensi pengolahan biologi.
konsistensi solids loading akan meningkat sehingga kualitas effluen dan
performansi thickening dari clarifier meningkat.
tangki menyediakan feeding kontinu terhadap sistem pengolahan biologi di
waktu-waktu dimana proses produksi industri tidak berjalan.
penggunaan tangki ekualisasi akan mengurangi ukuran unit-unit pengolahan
selanjutnya.
Tangki ekualisasi dapat diletakkan secara in-line dan off-line, Gambar IV.4
menyajikan 2 jenis alternatif peletakan tangki ekualisasi.

IV-18
(a)

(b)
Gambar IV.4 Peletakan ekualisasi: (a) In -Line Equalization dan (b) Off -Line
Equalization (Metcalf & Eddy, 2004)

Pada peletakan tangki ekualisasi dengan sistem in-line, semua air limbah dialirkan
melalui tangki ekualisasi. Karakteristik air limbah, baik debit maupun konsentrasi
COD, TSS, dll akan lebih seragam bila sistem in-line diterapkan. Penerapan sistem
in-line equalization akan meningkatkan efisiensi penyisihan suspended solids pada
bak pengendap primer (primary sedimentation) sebesar 23%-47%. Pada sistem off-
line, air limbah dialirkan ke tangki ekualisasi jika debit air limbah tersebut melebihi
atau kurang dari debit rata-rata (Reynolds, 1982). Kelebihan sistem off-line adalah
kebutuhan pompa dapat diminimumkan (Metcalf & Eddy, 2004).

Terdapat beberapa alternatif peletakan tangki ekualisasi. Tangki ekualisasi dapat


diletakkan sesudah primary treatment dan sebelum secondary treatment dengan
tujuan menghindari masalah-masalah yang ditimbulkan lumpur dan scum, tetapi bisa
juga diletakkan sebelum primary treatment. Jenis peletakan yang kedua

IV-19
membutuhkan alat pengaduk (mixer) untuk mencegah deposisi padatan dan
konsentrasi yang bervariasi. Sistem aerasi pada tangki ekualisasi akan menyisihkan
BOD sebanyak 10%-20%.

Tangki ekualisasi dengan sistem in-line yang diletakkan sebelum primary treatment
dan setelah pre treatment akan diterapkan untuk instalasi pengolahan air limbah PT Z
karena fluktuasi debit air limbah sangat besar dan dengan meletakkan tangki
ekualisasi setelah pre treatment menurut Metcalf & Eddy akan meningkatkan
efisiensi pengolahan selanjutnya karena karakteristik air limbah sudah seragam.

IV.8.2 Pengolahan Tahap Pertama (primary treatment)


Pengolahan tahap pertama yang diterapkan pada IPAL PT Z adalah pengolahan fisik,
terdiri dari penyisihan partikel diskrit dengan prinsip sedimentasi dan penyisihan
minyak dan lemak dengan dissolved air flotation.

Prasedimentasi ( Primary Sedimentation)


Tujuan pengolahan menggunakan prasedimentasi adalah untuk menyisihkan padatan-
padatan yang dapat mengendap (settleable solids) secara gravitasi. Endapan di dasar
tangki dikumpulkan secara mekanis dengan alat yang disebut scrapper ke ruang
lumpur yang juga berada di dasar tangki, sedangkan materi-materi yang dapat
mengapung seperti minyak dan lemak dikumpulkan juga secara mekanis
menggunakan skimmer. Lumpur dan float akan diolah pada pengolahan lumpur.

Beberapa parameter penting untuk mendesain tangki prasedimentasi adalah waktu


detensi dan overflow rates. Weir loading rates bukanlah parameter yang akurat dalam
desain prasedimentasi. Pada umumnya, unit prasedimentasi didesain dengan waktu
detensi 1,5-2,5 jam, tetapi ada juga yang dioperasikan dengan waktu yang lebih
pendek yaitu 0,5-1 jam, biasanya unit prasedimentasi yang diletakkan sebelum proses
biologi. Pada umumnya, prasedimentasi didesain berdasarkan overflow rates.

IV-20
Semakin kecil overflow rates, semakin lama waktu detensi air di dalam tangki, maka
efisiensi pengendapan pun akan naik ( Metcalf & Eddy, 2004).

Bentuk unit prasedimentasi yang paling umum digunakan adalah persegi panjang
(rectangular) dan silinder (circular). Berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari
prasedimentasi berbentuk persegi panjang dan kelebihan dari bentuk silinder.
Kelebihan:
membutuhkan luas lahan lebih sedikit dan biaya konstruksi lebih murah jika
unit yang dibangun lebih dari satu karena salah satu dinding tangki dapat
digunakan bersama
mudah dalam pengontrolan bau yang mungkin timbul
menyediakan jarak yang lebih panjang untuk pengendapan
kehilangan tekan pada inlet dan outlet lebih kecil
kebutuhan energi untuk pengumpulan lumpur lebih sedikit
kemungkinan terjadinya short circuiting lebih kecil.

Kekurangan:
memungkinkan adanya dead space
biaya perawatan alat-alat mekanis yang digunakan untuk pendukung operasi
seperti sprockets, chain, dan flights
mekanisme pembuangan lumpur lebih sulit karena lumpur tidak terkonsentrasi
di satu tempat (Qasim, 1985).

Sedangkan keuntungan dari pemakaian tangki prasedimentasi dengan bentuk silinder


adalah:
mudah untuk menyisihkan lumpur
efisiensi pemisahan lumpur dan air tinggi
sesuai digunakan pada instalasi kecil-menengah
sangat cocok diterapkan untuk karakteristik air limbah yang konstan.

IV-21
Dari pertimbangan-pertimbangan di atas, prasedimentasi berbentuk silinder dipilih
untuk diterapkan di IPAL PT Z.

Efisiensi Penyisihan TSS


Pengendapan yang berlangsung pada unit prasedimentasi akan mengurangi
konsentrasi BOD dan TSS pada efluen. Pada umumnya, 30%-40% BOD dan 50%-
70% TSS dapat tersisihkan pada unit prasedimentasi (Qasim,1985). Untuk
mengetahui karakteristik pengendapan padatan yang terkandung pada air limbah dan
mendapatkan persen penyisihan BOD dan TSS, dilakukan percobaan menggunakan
kerucut imhoff. Caranya adalah dengan mengisi kerucut imhoff berdiamater 9 cm
hingga volume 1000 mL dan mencatat waktu pengendapan solid setiap volume
endapan tertentu. Pengukuran waktu pengendapan dihentikan jika dalam jangka
waktu tertentu volume endapan tidak bertambah lagi. Tabel IV.8 menunjukkan data-
data yang diperoleh pada percobaan.

Tabel IV.8 Hasil Percobaan Laboratorium


Waktu (detik) Volume endapan (ml)
60 1,5
92,4 2
147 2,5
201,6 3
266,4 3,5
375 4
615 4,5
1504,2 5

Data tersebut akan digunakan untuk mengetahui persen penyisihan settleable solids.
Pengolahan data disajikan pada Tabel IV.9.

IV-22
Tabel IV.9 Pengolahan Data Percobaan Sedimentasi
Fraksi Fraksi Tinggi Jarak Kecepatan
endapan tersisa endapan pengendapan pengendapan
(cm) (cm) (cm/detik)
[1] [2] [3] [4] [5]
0,0015 0,7 0,07 47,11 0,785
0,002 0,6 0,09 47,09 0,51
0,0025 0,5 0,12 47,06 0,32
0,003 0,4 0,14 47,04 0,233
0,0035 0,3 0,17 47,02 0,176
0,004 0,2 0,19 46,99 0,125
0,0045 0,1 0,21 46,97 0,076
0,005 0 0,24 46,95 0,031

Data pada Tabel IV.10 diplotkan untuk menghasilkan grafik pengendapan partikel
diskrit seperti ditunjukkan pada Gambar IV.5.

0.8
0.7
0.6
Fraksi tersisa

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
Fo

0 V o

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90
Kecepatan pengendapan (cm/dtk)

Gambar IV.5. Grafik Pengendapan Partikel Diskrit

Efisiensi penyisihan TSS ditentukan secara grafis menggunakan Gambar IV.5 dan
Persamaan 1.
Fo
1
fraksi tersisihkan = (1-Fo) +
Vo VdF
0
(Reynolds, 1992) (1)

dimana : VO = overflow rates


1-Fo = fraksi partikel yang mempunyai kecepatan lebih besar dari Vo

IV-23
Fo
1
Vo VdF = fraksi partikel tersisihkan yang mempunyai kecepatan lebih
0

kecil dari Vo

Jika overflow rates diambil pada nilai yang umum digunakan dalam desain, yaitu
40m3/(m2.hari) atau 0,046 cm/detik (Qasim, 1985), maka dari Gambar IV.7 dapat
ditentukan Fo pada Vo = 0,046 cm/detik adalah 0,125, dan efisiensi penyisihan TSS
dapat dihitung sebagai berikut:
1
fraksi tersisihkan= (1-0,125)+ 2,875 x 10-3 = 0,9375 (93,75%)
0, 046
Hasil ini menunjukkan bahwa proses sedimentasi sangat efektif untuk menurunkan
TSS, dan dengan demikian pengolahan tahap pertama (primary treatment) air limbah
PT Z cukup dilakukan dengan cara sedimentasi tanpa proses kimia (koagulasi).

b. Dissolved Air Flotation (DAF)


DAF adalah unit operasi yang digunakan untuk memisahkan padatan maupun partikel
liquid dari fase liquid. Cara kerja dari DAF yaitu melarutkan udara dengan pemberian
tekanan hingga mencapai konsentrasi jenuh gas di dalam air sehingga ketika air
dialirkan ke tangki flotasi yang bertekanan atmosfer, akan terbentuk gelembung-
gelembung udara berukuran mikroskopik. DAF berfungsi untuk menyisihkan
suspended solids, minyak, lemak, dan material organik yang terkandung dalam air
limbah. DAF akan mengapungkan partikel-partikel dengan berat jenis yang kecil dan
tidak mengendap pada prasedimentasi. Pengendapan padatan pada DAF harus
dihindari dengan cara mengatur waktu detensi di dalam unit DAF. Jika waktu detensi
terlalu lama, partikel padatan tersebut akan mengendap tetapi dengan pengaturan
waktu yang sesuai, settleable solids akan terperangkap oleh partikel gas
(www.komline.com).

Terdapat 3 mekanisme menempelnya flok dengan gelembung, yaitu (Mans-Lundh,


2002):

IV-24
adhesi
Adhesi bisa terjadi pada ukuran flok dan padatan berukuran 20 mikrometer atau
yang berukuran sama dengan gelembung udara. Pada umumnya, gelembung udara
berukuran 40-70 mikrometer.
pemerangkapan
Pemerangkapan terjadi bila flok dan padatan berukuran lebih besar dari
gelembung, yaitu 200 mikrometer.
penyatuan
Penyatuan terjadi ketika flok pecah dan gelembung tertangkap oleh flok sehingga
terjadi re-flocculate.

Perlengkapan pendukung kinerja DAF adalah tangki tekan dan sistem penyisihan
scum.
(1) Tangki Tekan
Tangki tekan berfungsi untuk meningkatkan kelarutan gas di dalam air sehingga
ketika gas dilepaskan ke tangki DAF yang bertekanan atmosfer, akan terbentuk
gelembung-gelembung berukuran mikroskopis Untuk melarutkan gas hingga kondisi
jenuh gas di dalam air, tekanan dinaikkan dan temperatur diturunkan. Tekanan pada
tangki berkisar antara 275-350 kPa.

(2) Perlengkapan Penyisihan Scum/Float


Padatan yang terapung di permukaan air disebut sebagai float. Float ini akan
disisihkan dari tangki flotasi secara mekanik menggunakan skimmer. Konsentrasi
padatan pada float masih berkisar antara 2%-10%, maka sebelum dibuang, lumpur ini
dikeringkan terlebih dulu agar volume lumpur yang dibuang lebih sedikit.

Parameter-parameter penting dalam mendesain DAF adalah sebagai berikut:


- Rasio air-solids (A/S ratio)
Rasio A/S merupakan parameter kunci keberhasilan proses flotasi dengan DAF.
Rasio A/S yang berlebih atau kurang akan mempengaruhi kualitas float yang

IV-25
terbentuk. Harga A/S ini dipengaruhi oleh kelarutan udara, tekanan yang
dioperasikan, debit air limbah, dan konsentrasi suspended solids. Harga A/S
bervariasi antara 0,005-0,06 ml/mg.
- Hydraulic Loading Rate (HLR)
HLR merupakan ukuran yang menyatakan perbandingan antara jumlah influen yang
masuk terhadap luas permukaan efektif per satuan waktu. Besarnya HLR maksimum
harus lebih kecil daripada kecepatan naik minimum flok agar flok tidak ada yang
terbawa oleh overflow. Kriteria desain HLR untuk pengolahan limbah industri
berkisar antara 4-8 m/hari.
- Solids Loading Rate (SLR)
SLR merupakan ukuran yang menyatakan perbandingan antara konsentrasi total
suspended solids, minyak, dan lemak yang masuk ke DAF terhadap luas permukaan
efektif per satuan waktu. Pada umumnya, menaikkan harga SLR akan menurunkan
konsentrasi float.
- Resirkulasi efluen
Efisiensi flotasi dapat ditingkatkan dengan aliran resirkulasi efluen. Efluen dari tangki
flotasi dengan persentase tertentu diresirkulasikan ke dalam tangki tekan dan
dicampur dengan air limbah (Mans-Lundh, 2002). Debit resirkulasi bergantung pada
karakteristik air limbah, konsentrasi suspended solids dalam air limbah, dan kualitas
efluen yang ingin dicapai Pada instalasi pengolahan, resirkulasi tidak dibutuhkan
karena konsentrasi minyak dan lemak tidak terlalu besar.

Efisiensi penyisihan TSS dan COD oleh DAF sebesar 90%, dan penyisihan minyak
dan lemak sebesar 94% (www.etsenvironmental.com), tetapi COD yang tersisihkan
pada DAF bukanlah COD total, melainkan COD yang disebabkan kandungan TSS/
COD tak terlarut.

IV-26
IV.8.3 Pengolahan Tahap Kedua (secondary treatment)
Pengolahan tahap kedua merupakan pengolahan biologi, bertujuan untuk
menghilangkan zat pencemar senyawa organik yang terlarut dan sisa suspended
solids sebagai lanjutan dari tahap pengolahan sebelumnya.
Beberapa kelebihan pengolahan secara anaerob dibandingkan aerob yaitu (Jordening-
Winter, 2002):
1) tidak membutuhkan banyak energi, justru dapat menghasilkan energi dalam
bentuk biogas
2) biomassa yang dihasilkan lebih sedikit sehingga pengolahan lumpur lebih
sederhana
3) kebutuhan nutrien untuk biomassa anaerob lebih sedikit daripada biomassa aerob
4) dapat mengolah COD dengan konsentrasi tinggi.

Pengolahan anaerob juga memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu (Jordening-Winter,


2002):
1) pertumbuhan biomassa anaerob sangat lambat, sehingga waktu start up yang
dibutuhkan lebih lama
2) efluen hasil pengolahan anaerob tidak aman untuk dibuang ke badan air, karena
konsentrasi COD efluen yang dapat dicapai tidak serendah yang dapat dicapai
pengolahan secara aerob
3) menimbulkan bau.

Karakteristik air limbah yang akan diolah terdiri dari 91% COD terlarut, sedangkan
pengolahan tahap pertama hanya menyisihakan COD yang tidak terlarut
menyebabkan efluen dari DAF masih mengandung konsentrasi COD yang sangat
besar, maka digunakan pengolahan biologi secara anaerob dan aerob.

1) Pengolahan secara anaerob

IV-27
Berikut adalah 3 alternatif sistem anaerob yang akan digunakan. Pemilihan alternatif
bergantung pada kesesuaian sistem untuk diterapkan terhadap karakteristik air limbah
yang ada.

Fixed bed
Sistem fixed bed terdiri dari suatu reaktor, di mana air limbah dapat didistribusikan
dengan aliran ke atas (upflow) atau ke bawah (downflow) melewati suatu media yang
berfungsi sebagai tempat pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, media juga
menyediakan suatu mekanisme untuk pemisahan padatan dan gas yang dihasilkan di
dalam proses degradasi. Biomassa di dalam reaktor fixed bed terbagi menjadi 2, yaitu
biomassa yang diimobilisasikan pada biofilm dan biomassa yang tersuspensi di
rongga-rongga biofilm. Pada reaktor fixed bed, biomassa akan mengalami gradien
konsentrasi. Konsentrasi maksimum biomassa yaitu 15 kg/m3 dan konsentrasi
minimum 4 kg/m3 (Malina & Pohland, 1992). Jika konsentrasi biomassa ini
direpresentasikan dalam bentuk ketebalan, ketebalan biofilm berada dalam range 1-4
mm. Ketebalan 4 mm untuk batas ketebalan biofilm yang dekat dengan zona inlet,
apabila fixed film dioperasikan dengan aliran ke bawah (downflow). Reaktor fixed
bed aliran upflow lebih diminati karena waktu start up lebih pendek daripada
downflow, yaitu 3-4 bulan sedangkan reaktor fixed bed downflow membutuhkan
waktu start up 4-6 bulan (Malina & Pohland, 1992).

Konsentrasi COD yang direkomendasikan untuk reaktor fixed bed yaitu 8000-12000
mg/l (Malina & Pohland, 1992) atau tidak lebih dari 2 kg/m3 (Jordening-Winter,
2002), dengan beban organik sebesar 16 kg COD/m3 hari dan waktu detensi antara
12-96 jam dapat menyisihkan COD 75-85% (Malina & Pohland, 1992).

Efisiensi reaktor anaerob sangat bergantung pada jumlah bakteri metanogen. Semakin
banyak bakteri metanogen yang tertahan di dalam reaktor, penyisihan materi organik
akan semakin besar. Proses dengan fixed bed menfasilitasi biomassa untuk tumbuh
melekat pada media dan oleh karena itu, proses ini dapat menjaga jumlah bakteri

IV-28
metanogen di dalam reaktor sehingga efisiensi meningkat dan menghasilkan sistem
yang stabil (Chaiprasert, 2003).

Kelebihan dari reaktor fixed bed yaitu :


dapat diaplikasikan untuk beban organik yang tinggi
investasi lebih rendah daripada sistem anaerob konvensional
sistem cenderung tetap stabil pada kondisi pH dan substrat yang berfluktuasi
lahan yang dibutuhkan untuk konstruksi reaktor tidak besar (Jordening-
Winter, 2002).
tidak dibutuhkan perlengkapan pengadukan (mixing)
mudah untuk mendapatkan konsentrasi biomassa yang tinggi dan umur
lumpur yang panjang (Malina & Pohland, 1992).

Kekurangan reaktor fixed bed adalah (Malina & Pohland, 1992):


waktu start up yang dibutuhkan lebih lama daripada reaktor pertumbuhan
tersuspensi
pengontrolan konsentrasi biomassa lebih sulit daripada reaktor pertumbuhan
tersuspensi karena terbatasnya akses ke dalam reaktor
biaya media pertumbuhan biomassa yang tinggi
tidak cocok diterapkan bila air limbah mengandung suspended solids yang
dapat terpresipitasi, misalnya ion kalsium
akumulasi suspended solids akan berdampak negatif pada kinerja proses.
.
Fluidized bed
Konsep dasar fluidized bed yaitu melewatkan air limbah melalui suatu lapisan pasir
dengan aliran ke atas dengan suatu kecepatan aliran yang cukup sehingga lapisan
pasir dapat terfluidisasi.

Reaktor fluidized bed akan lebih tinggi daripada fixed bed karena rasio tinggi dan
diameter reaktor besar karena diperlukan kecepatan upflow yang tinggi. Rasio tinggi-

IV-29
diameter bervariasi antara 2-5. Medium yang umum digunakan pada skala lapangan
reaktor fluidized bed adalah pasir silika spherical dengan diameter 0,2-0,5 mm dan
spesific gravity 2,65. Pada fluidized bed, konsentrasi biomassa tertinggi terjadi pada
media teratas dan konsentrasi biomassa terendah pada media terbawah, karena
tingginya turbulensi pada daerah itu (Malina & Pohland, 1992).
Beban organik yang bervariasi antara 8-60 kg/m3 hari dapat menyisihkan COD
sebesar 65-90% dengan waktu detensi 5-10 jam (Jordening-Winter, 2002).

Kelebihan dari reaktor fluidized bed yaitu (Malina & Pohland, 1992):
dapat diaplikasikan untuk beban organik yang tinggi
lahan yang dibutuhkan untuk konstruksi reaktor tidak besar
tidak dibutuhkan perlengkapan pengadukan (mixing)
mudah untuk mendapatkan konsentrasi biomassa yang tinggi dan umur
lumpur yang panjang
kualitas efluen lebih baik daripada yang dihasilkan pengolahan anaerob lain
sistem yang stabil untuk konsentrasi substrat yang bervariasi atau toxic shocks
kondisi pH, temperatur, dan konsentrasi substrat dalam reaktor relatf seragam.

Kekurangan reaktor fluidized bed adalah (Malina & Pohland, 1992):


waktu start up yang dibutuhkan lebih lama daripada reaktor pertumbuhan
tersuspensi
energi yang dibutuhkan untuk membuat media pertumbuhan terfluidisasi
tinggi
pengontrolan konsentrasi biomassa dan media sulit dilakukan
biaya media pertumbuhan biomassa yang tinggi
tidak cocok diterapkan bila air limbah mengandung suspended solidss yang
dapat terpresipitasi, misalnya ion kalsium
sistem mekanik perlengkapan reaktor sangat kompleks.

IV-30
Anaerobic contact process
Prinsip dari anaerobic contact prosess sama dengan completely mixed activated
sludge, dimana ouput dari reaktor anaerobic contact prosess diendapkan dalam
kondisi anaerob dan sebagian lumpur yang mengendap dikembalikan ke reaktor.
Adanya resirkulasi lumpur memudahkan pengontrolan umur lumpur, sehingga
jumlah mikroorganisme pembentuk metan dapat dipertahankan.

Penggunaan anaerobic contact process untuk beban COD 45000 g/m3 menghasilkan
penyisihan COD sebesar 80% dengan beban organik 4 kg/m3 hari pada suhu 35oC
(Malina & Pohland, 1992). Umur lumpur minimum yang harus dijaga untuk
mempertahankan mikroorganisme pembentuk metan tetap berada dalam sistem yaitu
4 hari. Umur lumpur di bawah 10 hari mengakibatkan penurunan efisiensi proses,
maka sistem sebaiknya dioperasikan pada umur lumpur sepanjang mungkin. Hal ini
berhubungan dengan laju pertumbuhan spesifik mikroorganisme pembentuk metan
yaitu 0,27/hari dengan koefisien laju kematian spesifik 0,02/hari, sedangkan koefisien
pertumbuhan (yield) yaitu 0,2 kg MLVSS/kg COD (Winkler, 1981).

Keberhasilan unit anaerobic contact process sangat bergantung pada produksi


biomassa anaerob dan karakteristik pengendapan flok. Konsentrasi mixed liquor
volatile suspended solids (MLVSS) dalam reaktor berkisar antara 4000-6000 mg/l.

Anaerobic contact process yang mengandalkan pemisahan flok dan air secara
gravitasi sangat bergantung pada karakteristik pengendapan flok anaerob, karena flok
anaerob biasanya mengandung gas sehingga kemampuan pengendapan flok menjadi
suatu masalah. Banyak pendekatan yang telah dilakukan untuk memperbaiki
pengendapan sludge anaerob, misalnya stripping, stirred, vacuum degasification, atau
melengkapi clarifier dengan plate dan lamella settlers dan pembubuhan koagulan dan
flokulan.

IV-31
Untuk memperbaiki karakteristik pengendapan flok, maka shock loading BOD,
keberadaan padatan terlarut dan material toksik harus dihindarkan. Jika air limbah
mengandung zat-zat yang bersifat non-biodegradable dalam konsentrasi besar, maka
zat-zat tersebut akan terakumulasi di dalam resirkulasi biomasa. Penumpukan dalam
waktu yang lama menyebabkan kematian biomassa anaerob.

Beberapa kelebihan reaktor anaerobic contact process adalah (Malina & Pohland,
1992):
cocok untuk zat organik terlarut tinggi
mudah dalam pengambilan sampel saat monitoring
kualitas efluen baik
lumpur aerob dapat distabilisasi pada reaktor anaerob
konsentrasi substrat, kondisi temperatur, dan pH homogen karena pengadukan
yang sempurna.
Sedangkan kelemahan dari reaktor ini yaitu (Malina & Pohland, 1992):
pengendapan biomassa menjadi kendala
perlu dilakukan pre-treatment untuk lumpur biologi untuk memperbaiki
kualitas pengendapan flok
tidak cocok diterapkan untuk air limbah dengan konsentrasi TSS tinggi.

Dari uraian singkat ketiga alternatif pengolahan secara anaerob: fixed bed, fluidized
bed, dan anaerobic contact process, maka sistem yang dipilih adalah fixed bed
dengan aliran ke atas (upflow). Beberapa alasan yang mendasari pemilihan fixed bed
adalah sebagai berikut:
(1) biaya investasi lebih kecil dibanding 2 sistem lainnya
Beban organik fixed bed lebih tinggi daripada anaerobic contact
process, maka volume reaktor yang dibutuhkan lebih kecil.

IV-32
Harga media dan biaya transportasinya yang tinggi tidak lebih dari
biaya yang dikeluarkan untuk membuat reaktor anaerobic contact
process dan perlengkapan mixingnya.
Fluidized bed membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk energi
fluidisasi media.
(2) pengoperasian fluidized bed membutuhkan keahlian karena perlengkapan
reaktor lebih kompleks
(3) air limbah telah melewati pengolahan fisik, sehingga konsentrasi suspended
solids dalam air limbah sudah berkurang sehingga clogging dapat dihindari.
(4) proses menggunakan fixed bed resistan terhadap shock loading dan materi-
materi toksik dalam air limbah
(5) dapat mengolah berbagai jenis air limbah.
(6) cocok untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi organik terlarut tinggi

Anaerobic fixed bed merupakan pengolahan biologi dengan pertumbuhan


mikroorganisme terlekat, sehingga dalam pengoperasian proses ini diperlukan media
pertumbuhan (support growth) bagi bakteri. Dalam desain ini, media yang digunakan
adalah media berbahan dasar plastik (Propylene) yaitu Pall Rings. Alasan pemilihan
media ini karena ringan sehingga tidak perlu merancang konstruksi penyangga
khusus dan menyediakan luas permukaan yang besar bagi pertumbuhan bakteri. Pall
rings yang dipilih berukuran 50 mm dan mempunyai pori besar yaitu lebih dari 90%.

Reaktor fixed bed akan dioperasikan secara upflow, dengan kecepatan yang sangat
kecil yaitu 1 m/jam karena kecepatan yang terlalu tinggi dapat mengangkat media
pertumbuhan bakteri. Pengoperasian secara upflow ditujukan untuk meminimasi
terjadinya clogging.

Untuk mengoptimalkan desain proses anaerob, dilakukan pemisahan tahap


asidogenesis dan metanogenesis. Dalam desain IPAL PT Z yang harus mengolah

IV-33
beban organik tinggi, efisiensi penyisihan COD dapat ditingkatkan melalui
pemisahan tahapan ke dalam 2 reaktor.

Reaktor pertama adalah reaktor asidogenesis. Pada reaktor ini terjadi proses hidrolisis
dan asidogenesis. Proses hidrolisis adalah penguraian zat organik kompleks menjadi
produk terlarut yang sederhana sehingga dapat melewati membran sel dan CO2 serta
gas H2. Molekul organik sederhana contohnya format, laktat, asetat, propionat, dan
butirat. Pada proses asidogenesis, zat organik sederhana hasil hidrolisis digunakan
sebagai sumber karbon dan energi oleh mikroorganisme untuk melangsungkan
asidogenesis, dimana produk akhirnya adalah asam volatil rantai pendek seperti
asetat, format, bikarbonat, dan H2.

Reaktor kedua adalah reaktor metanogenesis. Mikroorganisme metanogenesis


mempunyai peran penting dalam proses anaerob untuk menghasilkan biogas.
Mikroorganisme metanogenesis tidak dapat menggunakan hasil fermentasi proses
hidrolisis yang mempunyai atom karbon lebih dari dari 2 atom untuk pertumbuhan
maupun untuk produksi gas metan. Mikroorganisme ini menggunakan sumber energi
sederhana seperti asetat, CO2 dan H2 atau format untuk menghasilkan metan.
Pembentukan gas metan dapat terhambat bila terjadi akumulasi H2, oleh karena itu,
pada reaktor I dimana banyak dihasilkan H2, reaktor harus dilengkapi dengan
pengumpul gas agar akumulasi H2 dapat dikeluarkan.

Pertumbuhan mikroorganisme proses anaerob sangat dipengaruhi pH dan hal ini akan
berpengaruh pada produksi gas metan. Pada umumnya mikroorganisme
metanogenesis akan terjadi pada rentang yang relatif dekat dengan pH optimum, yaitu
pH netral.

2) Pengolahan secara aerob


Berbeda dengan alternatif pengolahan anaerob, ketiga sistem pengolahan aerob
merupakan reaktor pertumbuhan tersuspensi. Berikut ketiga alternatif tersebut:

IV-34
Completely mixed activated sludge (CMAS)
Completely mixed activated sludge adalah proses modifikasi lumpur aktif
konvensional yang menggunakan mikroorganisme yang aktif (lumpur aktif) untuk
menstabilisasi air limbah secara aerob di dalam suatu reaktor, yang mengalami
pengadukan merata ke seluruh bak secara kontinyu.

Air buangan terlebih dahulu harus melalui bak pengendap pertama sebelum
memasuki tangki aerasi. Influen dari bak pengendap pertama ini dimasukkan ke
dalam suatu sistem inlet sehingga beban pengolahan dapat tersebar merata ke seluruh
tangki aerasi, sehingga diharapkan rasio antara substrat dan mikroorganisme cukup
seimbang sehingga memungkinkan terjadinya adsorpsi material organik terlarut oleh
biomassa dengan cepat. Pada reaktor terjadi mekanisme sorpsi dan biooksidasi oleh
lumpur aktif dan menghasilkan produk akhir dan sel biomassa baru.

Proses selanjutnya adalah proses dekomposisi material biodegradable secara aerob.


Waktu detensi hidrolis dalam bak aerasi yang direncanakan harus mencukupi untuk
terjadinya dekomposisi aerob yaitu sekitar 3-5 jam. Konsentrasi MLSS pada reaktor
completely mixed activated sludge yaitu 2500-4000 mg/l dan umur lumpur diatur
selama 5-15 hari Efisiensi penyisihan BOD5 dari sistem ini adalah 8595 %. Aliran
resirkulasi yang biasa digunakan sebesar (25-100)% dari aliran influen (Metcalf &
Eddy, 2004).

Proses completely mixed activated sludge bisa menggunakan reaktor berbentuk


lingkaran atau persegi. Rasio F/M pada umunya berkisar antara 0,05-0,6 lb BOD5 /lb
MLSS hari dan kondisi aerob harus dijaga agar konsentrasi oksigen terlarut tidak
kurang dari 2 mg/l (Reynolds, 1982).

Keuntungan dari CMAS antara lain (Reynolds, 1982):


laju penggunaan oksigen yang merata
tahan terhadap shock loading

IV-35
dapat mengurangi senyawa toksik yang terdapat dalam air limbah
memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dibandingkan variasi lumpur aktif
yang lain
kondisi lingkungan seperti pH, temperatur merata di seluruh tangki sehingga
menguntungkan bagi mikroorganisme pengurai
cocok digunakan untuk mengolah air limbah industri yang mengandung
materi organik dalam konsentrasi tinggi

Sedangkan kelemahan CMAS adalah :


volume reaktor yang dibutuhkan lebih besar dari proses konvensional
biaya operasi dan pemeliharaan yang cukup besar
membutuhkan tenaga terlatih dalam pengoperasiannya.

Kontak stabilisasi
Mekanisme degradasi yang terjadi pada reaktor kontak stabilisasi adalah sorpsi materi
koloid dan tersuspensi yang biodegradable oleh lumpur aktif. Proses kontak
stabilisasi berlangsung pada dua reaktor, reaktor yang pertama berfungsi untuk sorpsi
materi-materi organik dan reaktor kedua adalah untuk biooksidasi dari materi-materi
yang tersorpsi.

Pada tangki kontak, dimana waktu kontak adalah 20-60 menit, lumpur aktif/active
biological solids akan menyerap materi organik tersuspensi dan kemudian lumpur
aktif ini akan dipisah dari air limbah pada clarifier. Rasio resirkulasi adalah 25-75%
dari jumlah air limbah yang masuk ke dalam reaktor. Kemudian lumpur aktif akan
diaerasi pada tangki stabilisasi dalam jangka waktu 3-6 jam, dan di reaktor ini materi
organik yang tersorpsi akan mengalami biooksidasi menghasilkan produk akhir dan
sel mikroba baru. Kapasitas tangki kontak pada umunya 30-35% dari kapasitas
volume total tangki yang dibutuhkan untuk proses kontak dan stabilisasi. Saat di
tangki stabilisasi, mikroorganisme tidak menerima suplai makanan sehingga selama
masa stabilisasi mikroorganisme akan mengalami kekurangan makanan. Akibatnya,

IV-36
lumpur aktif yang sudah distabilisasi akan memiliki kapasitas yang besar untuk
memakan substrat (storage products) pada tangki kontak dan dapat menguraikan
senyawa organik dengan cepat dalam bentuk partikulat, koloid dan terlarut
(Reynolds, 1982).

Secara keseluruhan, volume reaktor kontak stabilisasi lebih kecil daripada kapasitas
tangki yang dibutuhkan proses CMAS, karena waktu detensi pada tangki kontak
sangat pendek dan tangki stabilisasi hanya mengolah lumpur yang terkonsentrasi
karena telah dilakukan separasi pada clarifier (Winkler, 1981).

Pada umumnya, reaktor kontak stabilisasi tidak membutuhkan primary


sedimentation. Rasio F/M berada dalam range 0,2-0,6 lb BOD5/lb MLSS hari. Rezim
aliran pada pada tangki kontak diatur sehingga menciptakan kondisi yang competely
mixed, sedangkan untuk tangki stabilisasi rezim aliran bersifat plug flow. Pada proses
kontak stabilisasi, umur lumpur diatur antara 4-18 hari, konsentrasi MLSS pada
tangki kontak bervariasi antara 2000-4000 mg/l dan di tangki stabilisasi
konsentrasinya yaitu 6000-10000 mg/l. Proses kontak stabilisasi dapat menyisihkan
BOD5 dan suspended solidss sebesar 85-95% (Reynolds, 1982).

Kelebihan proses kontak stabilisasi antara lain :


keseluruhan volume tangki yang dibutuhkan pada proses kontak stabilisasi
lebih kecil daripada proses lumpur aktif konvensional dan CMAS (5060%
dari volume proses lumpur aktif konvensional) (Reynolds,1982)
proses kontak stabilisasi tidak terlalu sensitif terhadap penambahan debit
pengolahan secara tiba-tiba dan kehadiran zat toksik dalam air limbah
pada jenis limbah dan debit pengolahan yang sama, beban organik yang
dapat diterima proses ini lebih besar daripada yang diterima pada proses
lumpur aktif konvensional dimana efisiensinya lebih tinggi
masalah bulking sludge pada lumpur tidak ditemui di proses kontak
stabilisasi

IV-37
cocok digunakan apabila instalasi akan mengalami pengembangan (Metcalf
& Eddy, 2004).
Sedangkan kelemahan dari reaktor ini yaitu (Reynolds, 1982):
diperlukan studi pilot scale untuk mengetahui kelayakan aplikasi proses ini
untuk air limbah yang akan diolah, sebab pada beberapa jenis limbah, waktu
sorpsi yang disebutkan di atas (20-60 menit) tidak cukup untuk proses sorpsi

Sequencing Batch Activated Sludge Reactor


Reaktor sequencing batch activated sludge adalah proses lumpur aktif yang
dioperasikan secara batch, dimana proses aerasi dan pengendapan lumpur terjadi
dalam satu tangki. Perbedaan yang paling mendasar antara sequencing batch
activated sludge dengan lumpur aktif lain adalah fungsinya sebagai ekualisasi, aerasi
dan sedimentasi terjadi pada tangki yang sama dengan pengaturan waktu, sedangkan
proses-proses tersebut pada lumpur aktif lain terjadi pada 2 tangki yang berbeda
sehingga membutuhkan lahan yang lebih luas.

Prinsip pengoperasian sequencing batch activated sludge terdiri dari 5 tahap yaitu:
(1) Pengisian (fill)
Pada tahap pengisian, air limbah dialirkan masuk ke dalam tangki. Influen air limbah
mengandung substrat yang dibutuhkan biomassa aerob dan terjadi proses biokimia.
Pengadukan dan aerasi dapat saja dilakukan secara bersamaan ataupun tidak
dilakukan sama sekali. Terdapat 3 skenario dalam tahap pengisian reaktor sequencing
batch activated sludge yaitu:
- Static fill
Saat air limbah memasuki reaktor, baik pengadukan maupun aerasi tidak dilakukan.
Biasanya, static fill diaplikasikan pada waktu start up reaktor sequencing batch
activated sludge, dimana proses nitrifikasi dan denitrifikasi tidak diperlukan. Static
fill akan menghemat energi dan biaya suplai energi.
- Mixed fill

IV-38
Mixed fill berarti pengoperasian pengaduk selama tahap pengisian tetapi tidak ada
suplai udara dari aerator sehingga terjadi kontak yang sempurna antara influen
(substrat) dan biomassa di dalam reaktor. Oleh karena tidak adanya suplai udara, pada
skenario mixed fill akan terjadi kondisi yang anoxic, yang mendorong terjadinya
proses denitrifikasi.
- Aerated fill
Tahap pengisian dengan aplikasi aerated fill mengoperasikan aerator dan pengaduk
sekaligus sehingga seluruh bagian reaktor akan teraerasi dan tercipta kondisi yang
aerob. Pada tahap pengisian dengan aerated fill, tidak diperlukan perlakuan khusus
untuk kelangsungan proses nitrifikasi dan penurunan konsentrasi materi organik.
Tetapi, apabila diperlukan proses denitrifikasi, suplai udara harus dihentikan selama
waktu tertentu untuk menciptakan kondisi yang anoxic.

Pada tahap pengisian, diperlukan kontrol terhadap konsentrasi oksigen terlarut agar
konsentrasinya tidak kurang dari 0,2 mg/L.

(2) Reaksi (react)


Pada tahap reaksi, laju penurunan zat organik berlangsung drastis, karena tidak
adanya tambahan air limbah yang memasuki reaktor. Pada tahap ini, aerator dan
pengaduk dijalankan. Jika hanya menggunakan satu aerator dan tidak menggunakan
pengaduk, maka pemilihan kapasitas aerator harus disesuaikan dengan kebutuhan
area yang harus diaerasi pada kondisi terburuk, misalnya pada saat musim kemarau,
karena temperatur tinggi akan menurunkan konsentrasi oksigen terlarut di dalam air.
Penyisihan yang signifikan terjadi pada konsentrasi BOD karbon (carbonaceous
BOD), sedangkan denitrifikasi akan terjadi pada kondisi yang anoxic, yaitu pada
tahap pengisian.

(3) Pengendapan (settle)


Aerator dan pengaduk dimatikan, agar lumpur aktif mengendap dan terjadi klarifikasi
antara air dengan biomassa. Lumpur aktif cenderung akan mengendap dalam bentuk

IV-39
flocculent. Tahap settle merupakan kunci keberhasilan proses biologi menggunakan
sequencing batch activated sludge karena jika lumpur aktif tidak mengendap dengan
baik, lumpur akan ikut terbawa aliran efluen dan memperburuk kualitas efluen.

(4) Pengurasan (decant)


Decanter digunakan sebagai fasilitas pengurasan reaktor. Saat tahap settle berakhir,
decanter akan menerima sinyal dan menginisiasi pembukaan valve efluen. Jarak
vertikal antara decanter dengan dasar reaktor harus diperhitungkan agar decanter
tidak mengganggu biomassa yang telah mengendap.

(5) Idle
Tahap idle terjadi antara tahap pengurasan dan pengisian. Tahap ini berlangsung
selama rentang waktu yang bervariasi, tergantung pada debit influen dan strategi
operasi. Pada tahap ini dilakukan pembuangan sebagian lumpur aktif dari dasar
tangki (New England Interstate Water Pollution Control Commission, 2005).

Banyaknya lumpur yang harus dibuang dan frekuensi pembungan lumpur ditentukan
dengan melihat kinerja sequencing batch activated sludge, sama dengan penentuan
banyaknya lumpur dan frekuensi pembuangan pada proses lumpur aktif
konvensional. Pada umumnya, pembuangan lumpur pada sequencing batch activated
sludge dilakukan pada tahap react, sehingga konsentrasi lumpur yang dibuang akan
seragam. Satu keunikan dari sequencing batch activated sludge adalah tidak
diperlukannya sistem resirkulasi lumpur (Metcalf & Eddy, 2004).

Parameter penting dalam desain sequencing batch activated sludge diantaranya (1)
fraksi lumpur pada reaktor terhadap fraksi pada saat reaktor terisi penuh, (2) waktu
pengendapan, pengurasan, dan aerasi. Reaktor sequencing batch activated sludge
terdiri dari tangki, peralatan mixing, decanter, dan sistem kontrol.

Kelebihan dari sequencing batch activated sludge adalah:

IV-40
proses ekualisasi, proses biologi, dan pengendapan terjadi pada satu tangki
pengoperasian dapat dikontrol dan fleksibel
penghematan biaya investasi karena tidak membuthkan clarifier dan
perlengkapan lainnya.

Sedangkan kelemahan dari sequencing batch activated sludge yaitu :


biaya perawatan mahal, meliputi perawatan alat kontrol yang banyak
dibutuhkan untuk pengoperasian sequencing batch activated sludge,
seperti switch dan valve otomatis
lumpur aktif berpotensi untuk ikut terbuang bersama air saat tahap
pengurasan
membutuhkan unit untuk ekualisasi air setelah keluar dari SBR
(www.epa.gov).

Dari ketiga alternatif yang telah diuraikan di atas,pengolahan biologi yang digunakan
pada kondisi aerob adalah sequencing batch activated sludge. Beberapa alasan
pemilihan sequencing batch activated sludge adalah:
(1) proses biologi dan klarifikasi terjadi dalam satu reaktor
(2) dapat menghemat biaya investasi karena tidak memerlukan clarifier
(3) operasi terkontrol dan fleksibel
(4) adanya tahap idle menyebabkan laju penyerapan substrat oleh biomassa
berlangsung dengan cepat.
(5) tidak memerlukan sistem resirkulasi lumpur
(6) waktu aerasi lebih lama.

Pada IPAL PT Z, pengisian reaktor sequencing batch activated sludge dengan aerasi
(aerated fill) dimaksudkan agar terjadi kontak antara biomassa dan substrat, serta
memberikan kondisi yang ideal bagi mikroorganisme aerob. Selain itu, penggunaan
reaktor aerob tidak ditujukan untuk mengurangi konsentrasi nitrogen dan fosfor

IV-41
sehingga tidak diperlukan kondisi-kondisi khusus agar terjadi nitrifikasi dan
denitrifikasi.

IV-42

Anda mungkin juga menyukai