Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan
Gula adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat dunia pada umumnya serta
Indonesia khususnya. Peningkatan kebutuhan gula dipengaruhi oleh bertambahnya jumlah
penduduk sehingga berkembang pula industri makanan dan minuman yang membutuhkan
gula sebagai bahan pemanis. Namun seiring meningkatnya kebutuhan gula di Indonesia,
produksi gula dalam negeri tidak mampu mengimbangi kebutuhan gula yang terus
meningkat dikarenakan rendahnya komoditas tebu.
Oleh karena itu alah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan
mensubstitusi penggunaan gula (gula pasir) dengan gula alternatif seperti gula siklamat, gula
stearin (gula sintesis) atau gula dari pati seperti glukosa, fruktosa, maltosa, sorbitol. Gula
dari pati memiliki tingkat kemanisan yang sama dengan gula tebu (sukrosa) bahkan ada
yang lebih manis. Gula tersebut diperoleh dengan cara hidrolisa dari bahan yang
mengandung pati misalnya jagung, sagu, ubi kayu, ubi jalar, dan umbi-umbian lainnya. Di
antara jenis gula pati tersebut, glukosa dan fruktosa memiliki prospek yang paling baik
untuk mensubstitusi penggunaan gula pasir (sukrosa).
Menurut Virlandia (2008), industri makanan dan minuman saat ini cenderung untuk
menggunakan sirup glukosa. Hal ini didasari oleh beberapa kelebihan sirup glukosa
dibandingkan sukrosa, diantaranya tidak mengkristal jika pemasakan pada suhu tinggi. Di
Indonesia sampai saat ini sudah banyak yang memproduksi sirup glukosa. Namun demikian
seiring berjalannya waktu, perkembangan industri makanan dan farmasi semakin pesat
sehingga kebutuhan akan sirup glukosa juga semakin meningkat. Namun di lain pihak,
peningkatan kebutuhan tersebut tidak diiringi dengan peningkatan produksi sirup glukosa
sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.Pada saat ini pemenuhan
konsumsi sirup glukosa dengan impor dari berbagai negara di dunia. Untuk mengurangi
ketergantungan sirup glukosa impor, maka tepat untuk mendirikan pabrik sirup glukosa di
Indonesia.
Bahan baku utama pembuatan sirup glukosa adalah pati dan sumber pati dapat

1
mudah di Indonesia seperti beras, singkong, kentang, sagu, jagung, ubi, dan lain-lain. Sirup
glukosa yang saat ini sudah diproduksi secara komersial oleh industri-industri bersumber
dari pati jagung dan pati singkong. Sagu merupakan salah satu sumber pati yang potensial
untuk bahan pangan dan bahan baku untuk industri. Jika dibudidayakan, produktivitas pati
sagu kering mencapai 20 ton/ha/tahun, lebih banyak apabila dibandingkan dengan ubi kayu
1,5 ton/ha/tahun, kentang 2,5 ton/ha/tahun maupun jagung 5,5 ton/ha/tahun, namun
potensinya belum dimanfaatkan secara maksimal (Syakir dan Karmawati, 2013). Hal
tersebut sangat menguntungkan dalam perancangan pabrik sirup glukosa apabila sagu
dijadikan bahan baku pembuatan sirup glukosa.
Dari keterangan di atas maka, pendirian pabrik sirup glukosa di Indonesia dipandang
sangat strategis dengan alasan sebagai berikut :
a. Pendirian pabrik sirup glukosa dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, sekaligus
mengurangi impor.
b. Menghemat devisa negara dengan mengurangi impor.
c. Mendukung berkembangnya pabrik lain yang menggunakan sirup glukosa sebagai bahan
baku.
d. Membuka lapangan kerja baru sehingga dapat menurunkan tingkat pengangguran.

1.2. Kapasitas Perancangan

Dalam perancangan pabrik sirup glukosa terdapat beberapa pertimbangan yang


perlu diperhatikan berkaitan dengan penentuan kapasitas produksi pabrik.
1. Kebutuhan sirup glukosa di Indonesia.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan kebutuhan
sirup glukosa tiap tahun mengalami peningkatan. Kebutuhan sirup glukosa di dalam
negeri dapat diprediksi melalui pendekatan rumus berikut ini:
Kebutuhan dalam negeri = produksi dalam negeri + (impor ekspor)
Data perhitungan kebutuhan sirup glukosa di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.2Perkembangankebutuhansirupglukosa di Indonesia
Tabel 1.2Kebutuhan Sirup Glukosa di Indonesia
Tahun Ekspor (ton) Impor (ton) Produksi (ton) Kebutuhan (ton)
2009 7.994,173 21.743,1 190500 204248,927
2010 5.877,177 41.404,3 190500 226027,123

2
2011 1.998,283 73.099,8 190500 261601,517
2012 2.051,716 62.755,1 190500 251203,384
2013 2.962,635 55.021,5 190500 242558,865
2014 3.444,304 40.698,1 190500 227753,796
2015 4.074,536 64.390,6 190500 250816,064
2016 4.628,182 85.854,1 190500 271725,953

Sumber : Badan Pusat Statistik 2017


Secara grafis, data kebutuhan sirup glukosa ditunjukkan pada Gambar 1.1.
Sedangkan proyeksi kebutuhan sirup glukosa pada tahun mendatang diperkirakan
dengan menggunakan pendekatan regresi linear sebagai berikut:
y = ax + b
dimana: y = kebutuhan (ton)
x = tahun produksi
a = slope
b = intercept
300000

250000
Kebutuhan (Ton)

200000 y = 5,79E+03x - 1,14E+07


R = 4,24E-01
150000

100000

50000

0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Tahun

Gambar 1.1 Kebutuhan sirup glukosa di Indonesia tahun 2009 2016


Dalam Tabel 1.1. menunjukkan bahwa kebutuhan sirup glukosa di
Indonesia dari tahun 2009-2016 cenderung meningkat. Pabrik sirup glukosa
direncanakan akan mulai didirikan pada tahun 2020, dan diharapkan dapat
beroperasi pada tahun 2022, sehingga proyeksi kebutuhan sirup glukosa pada tahun

3
2022 sampai 2032 dapat diperoleh menggunakan pendekatan regresi kebutuhan
sirup glukosa, dapat dilihat pada tabel 1.2.
Tabel 1.2 Proyeksi kebutuhan sirup glukosa di Indonesia
Tahun Kebutuhan (ton)
2022 354.836,84
2023 302.755,10
2024 308.541,96
2025 314.328,82
2026 320.115,68
2027 325.902,54
2028 331.689,40
2029 337.476,26
2030 343.263,12
2031 349.049,98
2032 354.836,84

Berdasarkan proyeksi tersebut, kebutuhan sirup glukosa di Indonesia tahun


2022 saat pabrik mulai beroperasi adalah 354.836,84 ton/tahun. Sedangkan
kebutuhan sirup glukosa saat 10 tahun setelah pabrik beroperasi adalah
354.836,84ton/tahun. Pabrik sirup glukosa direncanakan berdiri dengan kapasitas
30.000 ton/tahun, sehingga pada 10 tahun setelah pabrik beroperasi, pabrik masih
dapat membantu memenuhi sebesar 8,4% dari kebutuhan dalam negeri. Pendirian
pabrik sirup glukosa di Indonesia ini dapat menjadi solusi untuk memproduksi
kebutuhan sirup glukosa dalam negeri, mengurangi impor sehingga dapat
menghemat devisa negara dan dapat menyerap tenaga kerja sehingga taraf ekonomi
masyarakat dapat meningkat.
2. Ketersediaan Bahan Baku
Bahan baku pembuatan sirup glukosa adalah pati. Pati dapat diperoleh dari
bebagai macam sumber salah satunya adalah tepung sagu. Pohon sagu banyak
dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, terutama di Indonesia bagian timur dan
masih tumbuh secara liar. Daerah potensial penghasil sagu antara lain Riau,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Irian Jaya.
Diperkirakan luas areal tanaman sagu di dunia kurang lebih 2.200.000 ha,
1.128.000 ha diantaranya terdapat di Indonesia. Jumlah tersebut setara dengan

4
7.896.000 12.972.000 ton pati sagu kering per tahun (Syakir dan
Karmawati,2013). Ketersediaan bahan baku tersebut akan memudahkan berdirinya
pabrik sirup glukosa di Indonesia.
3. Kapasitas Minimum Pabrik yang telah Berdiri
Penentuan kapasitas pabrik juga mempertimbangkan kapasitas minimum
pabrik yang telah berdiri dan beroperasi secara ekonomis. Di Indonesia terdapat
beberapa pabrik sirup glukosa yang masih beropersi yaitu PT. Suba Indah, PT. BAJ,
PT. Associated British dan PT. Trebor Indonesia. Tabel 1.2 menunjukan kapasitas
per tahun dari masing-masing pabrik sirup glukosa yang ada di Indonesia.

Tabel 1.2 Kapasitas Produksi Pabrik Sirup Glukosa di Indonesia


N
o Kapasitas
Perusahaan
. (Ton/Tahun)
1
PT.. Suba Indah 82.500
2
PT.. BAJ 18.000
3
PT.. Associated British 72.500
4
PT.. Trebor Indonesia 17.500

1.3. Pemilihan Lokasi


Pemilihan lokasi pabrik didasarkan atas pertimbangan tujuan utama
mencapaikeuntungan baik dari sisi teknis maupun ekonomis. Sebuah pabrik harus dibangun
pada lokasiyang strategis dan memberikan kondisi ekonomi dan operasional yang
optimum. Adapunfaktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi pabrik
tersebut adalah sebagai berikut :

1.3.1. Faktor Primer


1. Ketersediaan Bahan Baku
Jarak antara tempat produksi dengan sumber bahan baku sangat
mempengaruhi keuntungan perusahaan, terutama adalah dari segi biaya. Maka
pabrik sebaiknya didirikan dekat dengan sumber bahan baku supaya dapat

5
menghemat biaya transportasi, mengurangi resiko terjadinya kerusakan bahan
baku dan lebih terjangkau dalam mengendalikan keamannanya, sehingga proses
produksi akan lancar.
Provinsi Riau (Pekanbaru), Provinsi Papua (Jayapura) dan Provinsi
Maluku merupakan daerah penghasil tepung sagu di Indonesia. Ketiga daerah
tersebut dapat memenuhi pengadaan bahan baku sirup glukosa. Berikut ini data
lahan sagu dengan produksi tepung sagu 20 ton/ha (Syakir dan Karmawati,
2011).

Tabel 1.3 Luas Areal Sagu


Lokasi Luas (ha)
Papua 1.200.000
Maluku 50.000
Riau 20.000

2. Pemasaran Produk
Daerah pamasaran merupakan variabel pertimbangan yang penting lokasi
pabrik. Terlebih jika pabrik tersebut memiliki variabel biaya besar untuk
distribusi produk. Suatu pabrik diusahakan dekat dengan daerah pemasaran
produk, sehingga biaya distribusi akan lebih murah, dan transportasi produk
akan lebih rendah resiko kerugian akibat hilang ataupun rusak di
perjalanan.Produk sirup glukosa ditujukan untuk memasok bahan baku industri
makanan dan minuman di Indonesia. Tabel 1.4 menyajikan konsumen sirup
glukosa dalam negeri.
Tabel 1.4 Konsumen sirup glukosa dalam negeri
No. Industri Produk Provinsi

1. PT. Interbis Nusantara Biskuit Sumatera Selatan

2. PT. Nutrifood Makanan Jawa Barat

3. PT. Coca Cola Amatil Indonesia Northern Minuman Sumatera Utara


Sumatera

6
4. PT. Perfetti Van Melle Indonesia Makanan Jawa Barat

5. PT. Amerta Indah Otsuka Makanan Jawa Barat

6. PT. Mayora Indah Tbk, MakanandanMinuman Jawa Barat

7. PT. Nissin Biscuit Indonesia Makanan Jawa Tengah

8. PT. Coca Cola Amatil Indonesia Minuman Jawa Tengah

9. PT. Ajinomoto Indonesia MakanandanMinuman JawaTimur

10. PT. Orang Tua (OT) Grup MakanandanMinuman DKI Jakarta

Berdasarkan Tabel 1.4, dapat dilihat bahwa pasar dalam negeri produk
sirupglukosahampir seluruhnya berada di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Oleh
karena itu, pendirian pabrik sirupglukosalebih baik berada di daerah Riau untuk
mempermudah pendistribusian sirup glukosa ke konsumen.
3. Sarana Transportasi dan Infrastruktur
Sarana transportasi dan infrastruktur yang baik dapat menunjang kegiatan
bisnis suatu pabrik kimia. Sarana-sarana transportasi tersebut misalnya, jalan
yang nyaman dan aman untuk karyawan pabrik, alat transportasi bahan dan
peralatan yang efisien, serta pelabuhan pengiriman bahan dan peralatan yang
cukup dan ekonomis, akses bandara sehingga mempermudah akses tenaga kerja
ataupun investor keluar masuk daerah.
4. Utilitas
Utilitas adalah salah satu faktor penting dalam pemilihan lokasi, terutama suplai
air dan energi. Air digunakan sebagai bahan baku dalam proses, pendingin,
steam, atau kebutuhan lainnya. Air dapat diperoleh dari sungai, air laut dan
danau.Ketersediaan bahan bakar dan energi untuk keperluan operasional pabrik,
pembangkit steam, dan dimungkinkan listrik. Maka sebaiknya dipilih lokasi
yang dekat dan akses mudah dengan sumber air dan bahan bakar sehingga
operasi lebih ekonomis dan biaya produksi lebih murah karena rendahnya biaya
transportasi.Untuk alternatif lokasi pertama yaitu kota Pekanbaru pengadaan
kebutuhan air dapat dipenuhi dari Sungai Siak yang membentang bermula dari

7
Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru, Kabupaten Siak,
dan Kabupaten Bengkalis dan pengadaaan listrik diperoleh dari PLTU Tenayan.
Sedangkan untuk alternatif lokasi kedua yaitu kota Jayapura pengadaan
kebutuhan air dapat dipenuhi dari sungai Numbai dan pengadaaan listrik
diperoleh dari PLN Jayapura.
5. Sumber Daya Manusia
Lokasi suatu pabrik kimia sangat tergantung pada tersedianya tenaga kerja
yang ahli. Ditinjau dari segi ini, lokasi yang dipilih sebaiknya berada dekat
dengan lingkungan pendidikan dan sekolah yang baik. Suatu pendidikan
internal dan intensif (pelatihan, pendidikan kejujuran, dan pendidikan lanjutan)
akan menghasilkan tenaga ahli yang diinginkan dan dibutuhkan oleh pabrik.

1.3.2. Faktor Sekunder


1. Faktor Geografis
Lokasi pabrik sebaiknya terletak di daerah yang stabil dari gangguan
bencana alam (banjir, gempa bumi, dan lain-lain). Karena hal tersebut dapat
mengganggu proses produksi pabrik sehingga pabrik akan mengalami banyak
kerugian. Memiliki iklim yang tidak esktrim, atau secara natural relatif stabil
karena akan berpengaruh terhadap keawetan material bangunan pabrik.
2. Faktor Ekonomi, Sosial dan Hukum
Kondisi sosial masyarakat diharapkan memberi dukungan terhadap
operasional pabrik sehinggga dipilih lokasi yang memiliki masyarakat yang
dapat menerima keberadaan pabrik. Sehingga resiko gangguan terhadap pabrik,
sabotase, dan lain sebagainya menjadi minimal. Kondisi ekonomi dan hukum
pada masyarakat yang stabil akan menguntungkan pabrik. Selain itu besarnya
pajak yang harus dikeluarkan juga perlu dipertimbangkan mengingat besarnya
pajak tiap daerah berbeda-beda. Semakin kecil pajak yang dikeluarkan semakin
menguntungkan pabrik.
Dengan adanya aspek-aspek diatas, dilakukan perbandingan antara kedua
alternatif pilihan lokasi pendirian pabrik sirup glukosa. Perbandingan kedua alternatif
pilihan lokasi pendirian pabrik dapat dillihat pada tabel 1.5

8
Tabel 1.5. Perbandingan Alternatif Pilihan Lokasi Pendirian Pabrik Sirup
Glukosa
Potensi Pekanbaru Jayapura
Ketersediaan 20.000 1.200.000
lahan sagu (ha)
Pemasaran Menggunakan transportasi Menggunakan transportasi
Produk darat dan laut untuk darat dan laut untuk
memasarkan sirup glukosa ke memasarkan sirup glukosa
Pulau Jawa (1248 km ke ke Pulau Jawa (4.326 km
Pelabuhan Tanjung Priuk) ke Pelabuhan Tanjung
Priuk)
Utilitas Penyedia listrik disuplai dari Penyedia listrik dari PLN
PLTU Tenayan . Untuk Jayapura. Untuk penyediaan
penyedia air disuplai dari air dari Sungai Numbai
Sungai Siak
Sarana Memadai karena akan Kurang memadai
Transportasi dan dibangun Kawasan Industri
Infrastruktur Tenyan (KIT) di Pekanbaru
Tenaga Kerja Tenaga ahli hanya berasal dari Tenaga ahli hanya berasal
wilayah Sumatera dan dari wilayah Papua dan
sekitarnya sekitarnya

Jika ditinjau dari jarak antara tempat produksi dengan sumber bahan baku. Maka
pabrik sebaiknya didirikan dekat dengan sumber bahan baku supaya dapat menghemat
biaya transportasi, mengurangi resiko terjadinya kerusakan bahan baku dan lebih
terjangkau dalam mengendalikan keamannanya, sehingga proses produksi akan lancar.
Selain itu, jarak lokasi pabrik dengan daerah pemasaran produk juga merupakan faktor
yang sangat penting dalam penentuan lokasi pabrik. Semakin dekat lokasi pabrik
dengan daerah pendistribusian, maka transportasi akan menjadi lebih murah dan
mudah. Sehingga, dengan mempertimbangkan faktor kemudahan memperoleh bahan

9
baku dan pendistribusian maka pabrik sirup glukosaini akan didirikan di daerah
Kecamatan Tenayan Kota Pekanbaru.

Gambar 1.2 Peta Kota Pekanbaru


1.4. Tinjauan Proses
1.4.1 Macam-Macam Proses Pembuatan Sirup Glukosa
Sirup Glukosa adalah larutan yang diperoleh dari pati melalui proses hidrolisa.
Sirup Glukosa mulai dikenal sejak abad 19, yaitu sejak seorang ahli kimia Jerman bernama
Kirchcoff berhasil mengubah pati kentang menjadi gula melalui proses hidrolisa. Sejak
penemuan tersebut proses pembuatan sirup glukosa berkembang sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sirup Glukosa dapat dibuat dari berbagai
macam pati seperti pati kentang, sagu, gandum, sorgum dan lain lain (Hurst and Norman,
1981).
Hidrolisa pati dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu hidrolisa dengan katalis asam,
kombinasi asam dan enzim dan kombinasi enzim dan enzim.
1. Hidrolisa dengan katalis asam
Pada pembuatan sirup glukosa dengan katalis asam dilakukan dalam

autoclave bertekanan. Jenis asam yang digunakan antara lain H2SO4, HCl
danasam oksalat. Bila digunakan asam sulfat atau asam oksalat maka larutan

gula akan dinetralkan dengan Ca(OH)2, sedangkan bila menggunakan HCl,

10
maka larutan gula dinetralkan dengan Na2CO3. Ada tiga hal yang perlu
diperhatikan dalam proses hidrolisa dengan katalis asam yaitu jumlah asam
yang digunakan, lama hidrolisa dan kandungan protein dalam bahan baku.
Protein yang tinggi dalam bahan dapat menyebabkan rasa pahit pada sirup yang
dihasilkan, sedangkan lama hidrolisa mempengaruhi kecepatan hidrolisa dan
jumlah garam yang terbentuk pada waktu penetralan (Djubaeddah dan
Somaatmadja, 1975). Hidrolisa dengan menggunakan katalis asam berlangsung
secara acak dan komposisi sirup yang dihasilkan tergantung tingkat konversi
(Underkofler and Hickey, 1954).
2. Kombinasi hidrolisa dengan asam dan enzim
Pada pembuatan sirup glukosa dengan menggunakan kombinasi asam dan
enzim terdapat dua tahapan yaitu tahap hidrolisa parsial dengan asam dan tahap
hidrolisa enzimatik. Pada tahap pertama dibuat suspensi asam, biasanya
menggunakan HCL dan dengan pati 35 40 % kemudian suspensi dipanaskan
pada suhu yang tinggi yang kemudian setelah proses hidrolisa parsial tersebut
dilanjutkan dengan hidrolisa enzimatis, enzim yang biasa digunakan adalah
glukoamilase (Hurst and Norman, 1981).
3. Kombinasi hidrolisa dengan enzim dan enzim
Hidrolisa dengan kombinasi enzim-enzim memiliki beberapa keuntungan
yaitu memiliki proses yang lebih spesifik sehingga produk yang dihasilkan
sesuai dengan yang diinginkan. Kondisi proses dapat dikontrol, biaya
pemurnian lebih murah karena produk samping dan abu yang dihasilkan lebih
sedikit.
Pembuatan sirup glukosa dengan hidrolisis enzim terdiri atas tiga
tahapan, yaitu gelatinasi, likuifikasi dan sakarifikasi. Gelatinasi merupakan
tahapan pembentukan suspensi kental dari granula pati. Proses likuifikasi
merupakan proses pemecahan pati menjadi dekstrin dengan menggunakan
enzim -amilase. Pada proses ini enzim -amilase akan menghidrolisa ikatan -
1,4-glukosidik sehingga pati akan terkonversi menjadi dekstrin, oligosakarida,
maltosa dan glukosa. Kemudian proses sakarifikasi merupakan proses hidrolisa
dekstrin, oligosakarida dan maltosa menjadi glukosa (Dechao, 2012).

11
1.4.2 Alasan Pemilihan Proses
Dalam perancangan pabrik sirup glukosa berbahan dasar tepung sagu ini
dipilih proses enzimatis. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan,
yaitu :
- Prosesnya lebih spesifik karena menggunakan biokatalis enzim yang bekerja
secara spesifik yaitu mengubah pati menjadi glukosa.
- Biaya pemurnian lebih murah karena produk sirup glukosa yang dihasilkan
memiliki kemurnian yang tinggi.
- Dihasilkan lebih sedikit hasil samping.
- Kerusakan warna dapat diminimalisir karena prosesnya menggunakan kondisi
operasi yang tidak ekstrim (suhu rendah dan tekanan atmosferik).

1.4.3 Kegunaan Produk


Sirup glukosa banyak digunakan sebagai bahan baku industri makan dan
minuman serta industri farmasi, antara lain :
1. Produk Roti
Pada pembuatan roti, sirup glukosa dapat mencegah terjadinya penggumpalan
pati dan mengawetkan roti.
2. Industri Minuman
Pada industri minuman dingin, sirup glukosa digunakan sebagai zat anti
kristalisasi serta untuk meningkatkan tekstur dan kualitas produk.
3. Buah dan Sayur Kaleng
Sirup glukosa digunakan untuk mengatur tingkat kemanisan pada pembuatan
buah dan sayur kaleng.Selain itu juga berfungsi sebagai bahan pengawet
alami.
4. Kembang Gula
Pada industri penghasil kembang gula, sirup glukosa digunakan agar kembang
gula yang dihasilkan tidak mudah meleleh sehingga dapat dibentuk. Juga
digunakan sebagai bahan pengawet dan pemberi rasa manis.
5. Industri Fermentasi (Alkohol)

12
Glukosa digunakan sebagai bahan baku alternatif karena mengandung
karbohidrat atau gula pereduksi.
6. Industri Farmasi
Dalam industri farmasi, sirup glukosa digunakan dalam pembuatan larutan
infus.

1.4.4 Tinjauan Proses Secara Umum


Sirup glukosa yang dibuat dari bahan baku tepung dengan proses hidrolisa
enzimatis, terdiri atas tiga tahapan yaitu gelatinasi, likuifikasi dan sakarifikasi.
Gelatinasi merupakan tahapan pembentukan suspensi kental dari granula pati.
Proses likuifikasi merupakan proses pemecahan pati menjadi dekstrin dengan
menggunakan enzim -amilase. Pada proses ini enzim -amilase akan
menghidrolisa ikatan -1,4-glukosidik sehingga pati akan terkonversi menjadi
dekstrin, oligosakarida, maltosa dan glukosa. Kemudian proses sakarifikasi
merupakan proses hidrolisa dekstrin, oliggosakarida dan maltosa menjadi glukosa
(Hurst and Norman, 1983).
Proses pembuatan sirup glukosa pada perancangan ini melalui empat
tahapan langkah proses, yaitu tahap persiapan bahan baku, tahap reaksi, tahap
pemurnian dan pemekatan produk. Tahap persiapan bahan baku bertujuan untuk
menyiapkan bahan baku tepung sagu dan air agar siap diumpankan ke dalam
reaktor sesuai dengan kondisi operasi yang ditentukan. Umpan yang digunakan
dalam reaktor adalah 30% berat pati. Pembuatan campuran dilakukan dengan cara
mencampurkan tepung sagu dan air dengan perbandingan berat 30:70. Pada
o
saat pencampuran ini disertai pemanasan hingga suhu 70 C. Proses pembentukan
campuran pati ini disebut dengan gelatinasi.
Kemudian dilanjutkan dengan tahap reaksi, campuran pati dan air yang telah
melalui proses gelatinasi akan masuk ke dalam reaktor batch untuk dilikuifikasi,
dimana pada proses ini ditambahkan enzim -amilase. Pada tahap ini pati
dihidrolisis secara parsial sehingga dihasilkan dekstrin dan oligosakarida.
o
Likuifikasi dilakukan pada kondisi 90 C, 1 atm dan pH 66,5. Setelah proses
o
likuifikasi, larutan didinginkan hingga suhu 5860 C dan diumpankan ke reaktor
hidrolisa yang kedua untuk melalui proses sakarifikasi. Pada proses ini enzim
13
o
glukoamilase ditambahkan, suhu reaksi dijaga 58-60 C, tekanan 1 atm dan pH
4,54,6 reaksi berlangsung hingga DE mencapai 92-94 %.
Selanjutnya yaitu tahap pemurnian produk bertujuan untuk memisahkan
produk sirup glukosa dari impuritas yang tidak diinginkan. Pemurnian ini meliputi
tahan filtrasi, penghilangan ion dan penjernihan warna. Filtrasi dilakukan dengan
Rotary Vacuum Filter yang bekerja secara kontinyu. Sebagai media filternya
ditambahkan precoat filter aid berupa tanah diatom. Filter aid ini berfungsi untuk
meningkatkan efektifitas filtrasi karena dapat menyaring partikel-partikel yang
berukuran sangat halus.
Hasil filtrasi diumpankan ke ion exchanger untuk menghilangkan ion-ion
yang terdapat didalamnya. Pada ion exchanger ini terdiri dari anion dan kation
exchanger yang bekerja simultan menghilangkan ion-ion. Setelah dihilangkan dari
ion-ionnya, larutan dimurnikan warnanya dengan menggunakan karbon aktif
dalam kolom dekolorisasi. Karbon aktif yang digunakan berupa granulated
ctivated carbon. Hasil yang di dapat yaitu larutan dengan warna yang bening.
Pada tahap akhir, larutan ini dipekatkan dengan evaporator triple effect
hingga mencapai kemurnian sirup glukosa 75%. Produk sirup glukosa yang
dihasilkan selanjutnya disimpan dalam storage tank pada suhu ruang dan tekanan
atmosferik.

14

Anda mungkin juga menyukai