PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang saling beragul,
berinteraksi, menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat
kontinyu dan terikat oleh rasa identitas bersama dan merupakan kesatuan
sosial, saling tergantung untuk mencapai suatu tujuan (Nasrul,1995). Manusia
sebagai suatu sistem sosial menunjukkan bahwa semua oang bersatu untuk
saling melindungi dalam kepentingan bersama dan berfungsi sebagai satu
kesatuan dan secara terus menerus mengadakan hubungan atau interaksi
kepada sistem yang lebih lebih besar. Demikian terdapat masalah kesehatan
dalam suatu masyarakat akan saling mempengaruhi. Kesehatan masyarakat
bila tidak diatasi sebagai masalah bersama maka dapat menurunkan derajat
kesehatan masyarakat bahkan dapat mempengaruhi derajat kesehatan secara
nasional.
Sehat adalah suatu keadaan yang bukan hanya bebas dari rasa sakit,
cacat, dan kelemahan, tetapi meliputi keadaan seimbang antara fisik, mental,
dan lingkungan (DEPKES,1990). Masalah kesehatan masyarakat yang telah
terjadi tidak di perilaku masyarakat yang merugikan atau gaya hidup yang
dapat merusak tatanan masyarakat dalam bidang kesehatan dapat bermula
dari perilaku individu, keluarga ataupun perilaku kelompok masyarakat.
Sebab itu dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat harus ditangani
secara komprehensif, yang dimulai dari individu, keluarga, kelompok, sampai
masyarakat dengan pendekatan lintasan sektor, dan lintas program.
Dalam rangka mewujudkan kesehatan masyarakat yang optimal maka
dibutuhkan perawatan kesehatan masyarakat. Perawatan kesehatan
masyarakat itu sendiri adalah bidang keperawatan yang merupakan perpaduan
antara kesehatan masyarakat dan perawatan yang didukung peran serta
masyarakat dan mengutamakan pelayanan promotif dan preventif serta
berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitalif
secara menyuruh, melalui proses keperawatan untuk meningkatkan fungsi
kehidupan manusia secara optimal sehingga mandiri dalam upaya kesehatan.
Peningkatan peran serta masyarakat bertujuan meningkatkan
dukungan masyarakat secara aktif dalam berbagai upaya kesehatan serta
mendorong kemandirian dalam memecahkan masalah kesehatan antara lain
masalah kesehatan ibu dan anak, penyuluhan kesehatan, perbaiki gizi,
kesehatan lingkungan, kesehatan usia lanjut, kesehatan remaja, pencegahan
dan pemberantasan penyakit menular.
Dalam mengaplikasikan teori keperawatan komunitas, kelompok 3
melakukan praktik lapangan di RW XV kelurahan tambak lorok, kecamatan
tanjung emas yang dilakukan dari tanggal 17-18 Desember 2012.
Pendekatan perawatan yang diberikan adalah asuhan keperawatan
pesisir pada RW XV, dalam kegiatan ini mahasiswa bekerjasama dengan
masyarakat untuk mencapai kemandirian dalam upaya kesehatan.
Fungsi mahasiswa sebagai motivator dan fasilitator. Pendekatan yang
digunakan dalam praktik keperawatan pesisir meliputi : survei, perkenalan
dan pengkajian masyarakat.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Melaporkan hasil kegiatan selama praktik belajar lapangan dari
tanggal 17 Desember 18 desember di RT 04 RW XV di kelurahan
tambak lorok, tanjung mas, semarang.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi masalah yang ada di RW XV kelurahan tambak
lorok .
b. Menganalisa masalah masalah yang ada di RW XV kelurahan
tambak lorok
c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang ada di
kelurahan tambak lorok.
d. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi hasil pelaksanaan kegiatan dan tindak lanjut dari
tiap masalah yang ada dikelurahan tambak lorok
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunitas Pesisir
Komunitas adalah kelompok sosial yang ditentukan oleh batasan
wilayah, nilai , keyakinan dan minat yang sama serta adanya saling mengenal
dan berinteraksi sesama anggota masyarakat ( WHO, 1974).
Komunitas adalah sekumpulan orang yang saling bertukar
pengalaman penting dalam hidupnya (Spradley, 1985).
Soekanto (2002) mengartikan community sebagai masyarakat
setempat. Masyarakat setempat menunjuk pada warga sebuah desa, kota, suku
atau bangsa yang mana para anggotanya hidup bersama sehingga merasakan
bahwa kelompoknya dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang
utama. Keterikatan secara geografis merupakan suatu ciri dasar yang sifatnya
pokok sebagai suatu komunitas, tetapi hal ini tidaklah cukup, karena suatu
community harus memiliki apa yang dinamakan dengan community sentiment
atau perasaan komunitas. Perasaan sebagai suatu komunitas memiliki
beberapa unsur, yaitu seperasaan, sepenanggungan dan saling memerlukan.
Sedangkan menurut Viktor (2001), populasi masyarakat pesisir
didefinisikan sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan
sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada
pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Namun untuk lebih operasional,
definisi populasi masyarakat pesisir yang luas ini tidak seluruhnya diambil
tetapi hanya difokuskan pada kelompok nelayan dan pembudidaya ikan serta
pedagang dan pengolah ikan.
Dapat disimpulkan bahwa komunitas adalah sekelompok individu
yang tinggal pada wilayah tertentu yang memiliki karakter, nilai, keyakinan
dan minat yang relatif sama dan adanya interaksi satu sama lain. Komunitas
pesisir dapat diartikan sebagai interaksi sekelompok individu yang
berkarakter relatif sama dan tinggal di wilayah pantai serta bergantung pada
laut sebagai sumber perekonomian
B. Keperawatan Komunitas Daerah Pesisir
Keperawatan komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional
yang ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan kelompok yang
beresiko tinggi dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal
melalui pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan dengan menjamin
terjangkaunya pelayanan kesehatan yang dibutuhkan , melibatkan klien
sebagai mitra dalam perencanaan sampai dengan evaluasi ( spradley dan
logan , 1987 ).
Berbagai definisi tentang keperawatan komunitas dan komunitas
pesisir dapat dirangkum bahwa keperawatan komunitas daerah pesisir adalah
suatu bentuk pelayanan profesional yang diberikan kepada masyarakat sekitar
pantai yang sebagian besar bergantung pada hasil laut.
C. Karakteristik Masyarakat Pesisir
Komunitas daerah pesisir memiliki karakter khusus yang membedakannya
dengan komunitas daerah lain, di mana karakter tersebut menjadi ikatan yang
menyatukan mereka. Karakter khusus tersebut mencakup aspek pekerjaan,
perilaku sosial, dan ikatan norma sosial (adat istiadat)/budaya.
1. Mata Pencaharian
Masyarakat pesisir bergantung pada sumberdaya laut.
Ketergantungan masyarakat pesisir terhadap sumberdaya laut secara
langsung menyebabkan mereka berupaya menjaga kelestarian lingkungan,
yaitu memanfaatkan sumberdaya laut yang tersedia sesuai dengan
kebutuhan disertai upaya untuk memperbaikinya. Sebaliknya, mereka yang
datang hanya untuk memanfaatkan sumberdaya laut akan melakukan
eksploitasi sumberdaya laut yang tersedia tanpa disertai tanggung jawab
untuk memulihkannya, kalaupun dilakukan bukan karena adanya
kesadaran, namun sebagai bentuk pelaksanaan kewajiban yang
dibebankan.
Masyarakat pesisir terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan,
pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah
ikan, dan supplier faktor sarana produksi perikanan. Dalam bidang non-
perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa pariwisata,
penjual jasa transportasi, serta kelompok masyarakat lainnya yang
memanfaatkan sumberdaya non-hayati laut dan pesisir untuk menyokong
kehidupannya.
Sebagian besar penduduk pesisir bekerja sebagai nelayan,
pembudidaya ikan serta pedagang dan pengolah ikan. Kelompok ini secara
langsung mengusahakan dan memanfaatkan sumberdaya ikan melalui
kegiatan penangkapan dan budidaya. Sebagian masyarakat nelayan pesisir
ini adalah pengusaha skala kecil dan menengah. Namun lebih banyak dari
mereka yang bersifat subsisten, menjalani usaha dan kegiatan ekonominya
untuk menghidupi keluarga sendiri, dengan skala yang begitu kecil
sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka waktu
sangat pendek. Komunitas masyarakat yang didimonasi pekerja kelas
bawah ini menjadikan daerah pesisir tergolong sebagai daerah miskin.
Akibatnya sering muncul permasalahan dalam bidang pemukiman,
pendidikan dan kesehatan.
2. Perilaku sosial
Sebagai suatu kesatuan sosial-budaya, masyarakat pesisir memiliki ciri-ciri
perilaku sosial yang dipengaruhi oleh karakteristik kondisi geografis dan
matapencaharian penduduknya. Sebagian dari ciri-ciri perilaku sosial
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Etos kerja tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencapai
kemakmuran.
2) Kompetitif dan mengandalkan kemampuan diri untuk mencapai
keberhasilan.
3) Apresiasi terhadap prestasi seseorang dan menghargai keahlian.
4) Terbuka dan ekspresif, sehingga cenderung kasar.
5) Solidaritas sosial yang kuat dalam menghadapi ancaman bersama
atau membantu sesama ketika menghadapi musibah.
6) Kemampuan adaptasi dan bertahan hidup yang tinggi.
7) Bergaya hidup konsumtif .
8) Demonstratif dalam harta-benda (emas, perabotan rumah, kendaraan,
bangunan rumah, dan sebagainya) sebagai manifestasi keberhasilan
hidup.
9) Agamis, dengan sentimen keagamaan yang tinggi.
10) Temperamental, khususnya jika terkait dengan harga diri.
Salah satu ciri perilaku sosial dari masyarakat pesisir yang terkait
dengan sikap temperamental dan harga diri tersebut dapat disimak dalam
pernyataan antropolog Belanda di bawah ini (Boelaars, 1984:62):
Orang pesisir memiliki orientasi yang kuat untuk merebut dan
meningkatkan kewibawaan atau status sosial.Mereka sendiri mengakui
bahwa mereka cepat marah, mudah tersinggung, lekas menggunakan
kekerasan, dan gampang cenderung balas-membalas sampai dengan
pembunuhan.Orang pesisir memiliki rasa harga diri yang amat tinggi dan
sangat peka.Perasaan itu bersumber pada kesadaran mereka bahwa pola
hidup pesisir memang pantas mendapat penghargaan yang tinggi.
3. Ikatan norma sosial (adat istiadat)/budaya
Bagi masyarakat pesisir, kebudayaan merupakan sistem gagasan
atau sistem kognitif yang berfungsi sebagai pedoman kehidupan,
referensi pola-pola kelakuan sosial, serta sebagai sarana untuk
menginterpretasi dan memaknai berbagai peristiwa yang terjadi di
lingkungannya. Setiap gagasan dan praktik kebudayaan harus bersifat
fungsional dalam kehidupan masyarakat. Jika tidak, kebudayaan itu akan
hilang dalam waktu yang tidak lama. Kebudayaan haruslah membantu
kemampuan survival masyarakat atau penyesuaian diri individu terhadap
lingkungan kehidupannya. Sebagai suatu pedoman untuk bertindak bagi
warga masyarakat, isi kebudayaan adalah rumusan dari tujuan-tujuan dan
cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu, yang disepakati
secara sosial. Ciri-ciri kebudayaan mereka seperti sistem gender, relasi
patron-klien, pola-pola perilaku dalam mengeksploitasi sumber daya
perikanan, serta kepemimpinan sosial tumbuh karena pengaruh kondisi-
kondisi dan karakteristik-karakteristik yang terdapat di lingkungannya.
D. Perilaku Terhadap Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,
sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan (Soekidjo : 2007).
Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi
dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau
praktis).Sedangkan stimulus dan rangsangan terdiri dari 4 unsur pokok, yaitu
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan
demikian, secara rinci perilaku kesehatan mencakup:
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakitnya, yaitu bagaimana
manusia berespon, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan
mempersepsikan penyakit dan rasa sakit yang ada di dirinya dan luar
dirinya), maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan
penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini
dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit,
yakni:
a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan (health promotion behaviour).
b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour), adalah
suatu respon untuk melakukan pencegahan penyakit. Misalnya, tidur
memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria.
Termasuk juga perilaku tidak menularkan penyakit.
c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking
behaviour), yakni perilaku untuk malakukan atau mencari
pengobatan, misalnya mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas
kesehatan.
d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health
rehabilitation behaviour), yakni perilaku yang berhubungan dengan
usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu
penyakit. Misalnya, mematuhi anjuran dokter dalam rangka
pemulihan kesehatannya.
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon seseorang
terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan
modern maupun tradisional.perilkau menyangkut respon terhadap
fasilitas pelayanan, cara pelayanan, dll.
3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour), yakni respon
seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
Perilaku meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik kita terhadap
makanan.
4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health
behaviour) adalah respon terhadap lingkungan sebagai determinan
kesehatan manusia. Perilaku antara lain:
a. Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk komponen,
manfaat dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, menyangkut
segi hygiene pemeliharaan teknik dan penggunaannya.
c. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun cair.
Termasuk sistem pembuangan sampah dan air limbah.
G. Model Precede-Proceed
Model yang paling cocok diterapkan dalam perencanaan dan evaluasi
promosi kesehatan, yang dikenal dengan model PRECEDE (Predisposing,
Reinforcing and Enabling Causes in Education Diagnosis and Evaluation).
Precede merupakan kerangka untuk membantu perencanaan mengenal
masalah, mulai dari kebutuhan pendidikan sampai pengembangan program.
PROCEEDE merupakan singkatan dari Policy, Regulatory, and
Organizational Contructs in Educational and environmental Development.
PRECEDE-PROCEED dilakukan bersama-sama dalam proses
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. PRECEDE digunakan pada face
diagnosa masalah, penetapan periorias dan tujuan program, sedangkan
Proceed digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria
kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi. Langkah-langkah PRECEDE-
PROCEED
1. Fase 1. Diagnosis Sosial (Sosial Need Assassment)
Diagnosis sosial adalah proses penentuan persepsi
masyarakat terhadap kebutuhannya atau terhadap kualitas hidupnya
dan aspirasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya
melalui partisipasi dan penerapan berbagai informasi yang didesain
sebelumnya.
Penilaian dilakukanan atas dasar data sensus ataupun vital
stasistik yang ada, maupun dengan melakukan pengumpulan data
secara langsung dari masyarakat. Data langsung dikumpulkan dari
masyarakat, pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara
wawancara dengan informan kunci, forum yang ada dimasyarakat,
Focus Group Discussion (FGD), nominal goup process, dan survei
2. Fase 2. Diagnosa Epidemiologi
Masalah kesehatan merupakan hal yang sangat berpengaruh
terhadap kualitas hidup seseorang. Efek yang ditimbulkan dapat
secara langsung maupun tidak langsung, sebagai contoh premature
heart disease, langsung mempengaruhi kualitas hidup seseorang,
sedangkan malnutrisi memberikan efek tidak langsung terhadap
kualitas hidup karena hanya akan menurunkan produktivitas kerja
seseorang.
Pada fase ini mencari faktor kesehatan yang mempengaruhi
kualitas hidup seseorang ataupun masyarakat. Masalah kesehatan
digambarkan secara rinci berdasarkan data yang ada, baik yang
berasal dari data lokal, regional, maupun nasional. Pada fase ini
harus didenttifikasi siapa atau kelompok mana yang terkena
masalah kesehatan (umur, jenis kelamin, lokasi, suku dan lain-lain),
bagaiman pengaruh aatau akaibat dari masalah kesehatan tersebut
(mortalitas, Morbiditas, disability, tanda dan gejala yang
ditimbulkan) dan bagaimana cara untuk menanggulangi masalah
kesehatan tersebut (imunisasi, perawatan/ pengobatan, perubahan
lingkungan maupun perubahan perilaku). Informasi sangat
diperlukan atas menetapkan perioritas maslah yang biasanya
didasarkan atas pertimbangan besarnya masalah dan akibat yang
ditimbulkannya serta kemungkinan untuk diubah.
3. Fase 3. Diagnosa Perilaku dan Lingkungan
Pada fase ini masalah perilaku dan lingkungan yang
mempengaruhi perilaku dan status kesehatan atau kualitas hidup
seseorang atau masyarakat diidentifikasi. Penting bagi tenaga
kesehatan untuk membedakan maslaah perilaku yang dapat
dikontrol secara individu atau harus dikontrol melalui institusi.
Contohnya, pada kasus malnutrisi yang disebabkan oleh
ketidakmampuan membeli bahan makanan, intervensi pendidikan
tidak akan bermnfaat sehingga diperlukan pendekatan perubahan
sosial untuk mengatasi masalah lingkungan.
Indikator masalah perilaku yang mempengaruhi status
kesehatan seseorang adalah pemanfaatan pelayanan kesehatan,
upaya pencegahan, pola konsumsi makanan, kepatuhan, dan upaya
pemeliharaan kesehatan sendiri. Dimensi perilaku yang digunakan
adalah earliness, quality, persistence, frequency, dan renge.
Indikator lingkungan yang digunakan adalah keadaan sosial,
ekonomi, fisik dan pelayanan kesehatan, sedangkan dimensi yang
digunakan terdiri atas keterjangkauan, kemampuan dan
pemerataan.
Langkah-langkah dalam melakukan diagnosis perilaku dan
lingkungan yaitu:
a. Memisahkan faktor perilaku dan nonperilaku sebagai penyebab
maslaah kesehatan
b. Mengidentifikasi perilaku yang dapat dicegah dan perilaku
yang dapat dicegah dan perilaku yang berhubungan dengan
tindakan perawatan atau pengobatan. Untuk faktor lingkungan,
melakukan eliminasi faktor nonperilaku yang tidak dapat
diubah (misalnya, faktor genetik dan demografi)
c. Mengurutkan masalah perilaku dan lingkungan berdasarkan
besarnya pengaruh terhadap kesehatan
d. Mengurutkan masalah perilaku dan lingkungan berdasarkan
kemungkinan untuk diubah
e. Menetapkan perilaku dan lingkungan yang menjadi sasaran
proigram. Setelah itu, tetapkan tujuan perubahan perilaku dan
lingkungan yang ingin dicapai program.
4. Fase 4. Diagnosis pendidikan dan orgnisasional
Identifikasi diagnosis pendidikan dan organisasional
dilakukan berdasarkan determinan perilaku yang mempengaruhi
status kesehatan seseorang atau masyarakat, yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factors), meliputi
pengetahuan, sikap, persepsi, kepercayaan dan nilai atau norma
yang diyakini seseorang,
b. Faktor pendorong (enabling factors), yaitu faktor ingkungan
yang memfasilitasi perilaku seseorang, dan
c. Faktor penguat (reinforcing factors), yaitu perilaku orang lain
yang berpengaruh (toma, toga, guru, petugas kesehatan, orang
tua, pemegang kekuasaan) yang dapat menjadi pendorong
seseorang untuk berperilaku.
Menetapkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
berdasarkan faktor predisposis yang telah diidentifikasi, dan
menetapkan tujuan organisasional berdasarkan faktor penguat dan
faktor pendorong yang telah diidentifikasi melalui upaya
pengembangan organisasi dan sumber daya
5. Fase 5 Diagnosis administrasi dan kebijakan
Pada fase ini, dilakukan analisis kebijakan, sumber daya,
dan peraturan yang berlaku yang dapat memfasilitasi atau
menghambat pengembangan program promosi kesehatan. Untuk
diagnosis administratif, dilakukan tiga penilaian, yaitu sumber daya
yang dibutuhkan untuk melaksanakan program, sumber daya yang
terdapat di organisasi dan masyarakat, serta hambatan pelaksanaan
program. Untuk diagnosis kebijakan, dilakukan identifikasi
dukungan dan hambatan politis, peraturan dan organisasional yang
memfasilitasi program serta pengembangan lingkungan yang dapat
mendukung kegiatan masyarakat yang kondusif bagi kesehatan.
Pada fase ini kita melangkah dari perencanaan dengan
PRECEDE ke implementasi dan evaluasi dengan PROCEED.
PRECEDE digunakan untuk meyakinkan bahwa program akan
sesuai dengan kebutuhan dan keadaan individu atau masyarakat
sasaran. Sebaliknya, PROCEED untuk meyakinkan bahwa program
akan tersedia, dapat dijangkau, dapat diterima dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada penentu kebijakan, administrator,
konsumen atau klien, dan stakeholder terkait. Hal ini dilakukan
untuk menilai kesesuaian program dengan standar yang telah
ditetapkan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PESISIR
WARGA RT 04 / RW 15 TANJUNG MAS DENGAN PENDEKATAN
PRECEDE-PROCEED
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Sosial
a. Data demografi
Diagram 1.Distribusi penduduk berdasarkan usia warga RT 04 / RW
15 pada tahun 2012 dengan N=40
d. Suku bangsa
Diagram 5. Distribusi penduduk berdasarkan suku atau etnis warga RT
04 / RW 15 pada tahun 2012 dengan N=40
Berdasarkan diagram 5 diketahui bahwa suku bangsa 8 keluarga yang
dikaji di RT-IV/RW-XV adalah jawa (100%)
e. Pendapatan
Diagram 6. Distribusi penduduk berdasarkan usia warga RT 04 / RW
15 pada tahun 2012 dengan N=40
f. Tingkat pendidikan
Diagram 7. Distribusi penduduk berdasarkan usia warga RT 04 / RW
15 pada tahun 2012 dengan N=40
Berdasarkan diagram 7 diketahui bahwa mayoritas tingkat
pendidikannya SD 11 orang (27%)
g. Pelayanan sosial
1) Sumber informasi kesehatan
Berdasarkan Grafik 1, dapat diketahui bahwa informasi kesehatan
didapat dari penyuluhan kesehatan di puskesmas dan melalui TV.
Grafik 1. Distribusi penduduk berdasarkan usia warga RT 04 / RW 15
pada tahun 2012
b. Lingkungan
1) Data wawancara
Tujuh KK mengatakan, Kami biasanya membuang sampah di
tempat sampah yang sudah disediakan berupa kubangan tanah
untuk satu RT. Dinas kebersihan umum tidak pernah mengambil
sampah di wilayah tersebut. Lima KK mengatakan memiliki
jamban di rumah.
2) Data observasi
Tertihat got tidak mengalir dan air tampak warna hitam. Sampah
menumpuk di tempat pembuangan sampah yang berupa
kubangan tanah.
3) Data kuesioner
a) Jenis rumah
Diagram 12. Distribusi penduduk berdasarkan jenis rumah
warga RT 04 / RW 15 pada tahun 2012 dengan N=8
b) Jenis bangunan
Diagram 13. Distribusi penduduk berdasarkan jenis bangunan
warga RT 04 / RW 15 pada tahun 2012 dengan N=8
Berdasarkan diagram di atas, diketahui bahwa keluarga di RT
04 RW 15 sebagian besar memiliki bangunan permanen,
hanya 13% yang memiliki bengunan semi permanen.
c) Kepemilikan rumah
Diagram 14. Distribusi penduduk berdasarkan kepemilikan
rumah warga RT 04 / RW 15 pada tahun 2012 dengan N=8
d) Kepemilikan jendela
Diagram 15. Distribusi penduduk berdasarkan adanya
ventilasi warga RT 04 / RW 15 pada tahun 2012 dengan N=8
Berdasarkan diagram di atas, diketahui bahwa keluarga di
RT 04 RW 15 sebagian besar rumah memiliki ventilasi
(jendela), hanya 25% rumah yang tidak memiliki ventilasi,
hanya memiliki 1 buah pintu.
e) Keadaan ventilasi
Diagram 16. Distribusi penduduk berdasarkan keadaan
ventilasi warga RT 04 / RW 15 pada tahun 2012 dengan N=8
b. Faktor predisposisi
1) Tingkat pendidikan
Diagram 36. Distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
warga RT 04 / RW 15 pada tahun 2012 dengan N = 40
Berdasarkan diagram tingkat pendidikan warga RT 04 / RW 15 pada
tahun 2012 mayoritas penduduk berpendidikan SD sebesar 27%
2) Persepsi keluarga terhadap tenaga kesehatan
Diagram 37. Distribusi penduduk berdasarkan tanggapan keluarga
dengan keberadaan tenaga kesehatan warga RT 04 / RW 15 pada tahun
2012 dengan N = 8
DATA OBJEKTIF:
Sosial
Mayoritas tingkat pendidikan warga adalah pendidikan SD 11 orang (27%) dengan
N=40
Lingkungan dan tingkah laku
- keluarga RT4/RW15 yang tidak pernah membuka jendela adalah 4 rumah atau
50% (N=8 )
- keluarga RT4/RW15 yang kadang-kadang menguras bak mandi sebanyak 6
keluarga (75%) dengan N=8
- keluarga RT4/RW 15 membuang sampah dengan cara ditimbun sebanyak 5
keluarga (62%), dan yang dibuang disungai sebanyak 3 keluarga (38%) dengan
N=8
- di RT 04 RW 15, hewan pembawa penyakit berupa kecoa, tikus, nyamuk, lalat,
burung dan ayam
- keluarga di RT 04 RW 15 yaitu 63% halaman rumah tidak bersih N=8
- keluarga di RT 04 RW 15, 62% membuang limbah di got/selokan N=8
- RT 04 RW 15 , 63% kondisi saluran pembuangan limbah selalu terbuka
tergenang
- RT 04 RW 15 , 37 % memiliki kandang hewan peliharaan N=8
Pendidikan dan organisasi
- Pengetahuan dan kesadaran warga akan kesehatan masih kurang, bentuk
kegiatan kerja bakti untuk membersihkan selokan dari sampah-sampah tidak
berjalan lagi dan tidak pernah dilakukan
- Pertemuan rutin RT saat ini mengalami hambatan dan tidak terlaksana lagi
Kebijakan dan administrasi
- kader kesehatan yang ada di RT 04/ RW 15 yaitu sebanyak 5 kader PKK, 4
kader posyandu serta 2 tenaga pembantu dari puskesmas.
17 DATA SUBJEKTIF Resiko diare pada warga RT
Desember Sosial 04/RW15 berhubungan dengan
-
2012 kurangnya pengetahuan warga
Epidemiologi
- Tujuh KK mengatakan dalam 1 tahun terakhir terdapat 7 kasus diare. terhadap pemeliharaan
Lingkungan dan tingkah laku
lingkungan yang memenuhi
- Delapan KK mengatakan, Kami biasanya membuang sampah dengan cara
syarat kesehatan.
menimbun, dan ada juga yang dibuang disungai, karena disekitar tempat
tinggal kami belum terdapat tempat pembuangan sampah yang baik.
- Delapan KK mengatakan, hewan penyebar penyakit yang terbanyak
dilingkungan kami antara lain lalat, nyamuk, kecoa, dan tikus.
Pendidikan dan organisasi
- Delapan KK mengatakan, selama ini belum ada penyuluhan kesehatan
dilingkungan kami, khususnya mengenai kejadian diare.
Kebijakan dan administrasi
Delapan KK mengatakan, tidak semua anggota keluarga kami mendapatkan
jaminan kesehatan atau JAMKESMAS.
DATA OBJEK
Sosial
Informasi kesehatan pada keluarga didapat dari penyuluhan kesehatan di
puskesmas sebanyak 100% dengan N=8
Epidemiologi
Penyebaran penyakit pada 1 tahun terakhir pada warga di RT 04/ RW 15 sebagian
besar adalah diare dengan 7 kasus (17,5 %) dengan N=40
Perilaku dan lingkungan
- Kondisi saluran pembuangan limbah keluarga 63% selokan terbuka dan
menggenang N=8
Pendidikan dan organisasi
kunjungan petugas kesehatan pada keluarga berdasarkan frekuensi 88% warga tidak
pernah memperoleh kunjungan petugas kesehatan di rumahnya dengan N=8
Kebijakan dan organisasi
PRIORITAS MASALAH
Diagnosa Keperawatan Prioritas Skor Pembenaran
A B C
(A+2B)xC
Ketidakfektifan pemeliharaan kesehatan kebersihan 9 7 6 (9+14)x6 = A: Delapan KK tidak memelihara
lingkungan di RT 04/ RW 15 berhubungan dengan 138 kesehatan kebersihan lingkungan secara
kurangnya kemampuan masyarakat untuk mengambil baik dan efektif.
keputusan mengenai pengelolaan sampah, air limbah, serta B: Kebersihan lingkungan yang tidak
kurangnya support system ditandai dengan adanya sampah teratasi akan menimbulkan hal yang
yang menumpuk, selokan yang menggenang, tidak ada
serius seperti banjir, timbulnya penyakit
truk pengambil sampah, tidak ada kerja bakti.
C: pemberian intervensi efektif
Resiko diare pada warga RT 04/RW15 berhubungan 8 6 6 (8+12)x6 = A: 7 orang mengalami diare setahun
dengan kurangnya pengetahuan warga terhadap 120 terakhir. Lingkungannya mendukung
pemeliharaan lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan terjadinya diare berulang
ditandai dengan letak kandang di dalam rumah, sistem B: resiko diare berpotensi menimbulkan
pembuangan air limbah sembarangan, dan tidak adanya wabah diare jika tidak diatasi
pengelolaan sampah
C: pemberian ntervensi cukup efektif