Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MANDIRI SAINS MASA DEPAN

BIOSENSOR

OLEH:
I GEDE SANDI WIARSANA

JURUSAN PENDIDIKAN IPA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2017
A. Mekanisme Kerja Bioreseptor Secara Umum
Biosensor sendiri didefinisikan sebagai suatu perangkat sensor yang menggabungkan
senyawa biologi dengan suatu tranduser. Dalam proses kerjanya senyawa aktif biologi akan
berinteraksi dengan molekul yang akan dideteksi yang disebut molekul sasaran. Hasil interaksi
yang berupa besaran fisik seperti panas, arus listrik, potensial listrik atau lainnya akan
dimonitor oleh transduser. Besaran tersebut kemudian diproses sebagai sinyal sehingga
diperoleh hasil yang dapat dimengerti (Putra, 2013)
Secara umum, sensor sebenarnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu sensor fisika dan
sensor kimia. Sensor fisika lebih kepada kemampuannya untuk mendeteksi kondisi besaran
fisika seperti tekanan, gaya, tinggi permukaan air laut, kecepatan angin, dan sebagainya.
Sedangkan sensor kimia merupakan alat yang mampu mendeteksi fenomena kimia seperti
komposisi gas, kadar keasaman, susunan zat suatu bahan makanan, dan sebagainya. Termasuk
ke dalam sensor kimia ini adalah biosensor. Dewasa ini, biosensor telah banyak diteliti dan
dikembangkan oleh para peneliti dan industri, dan dalam dunia biosensor research, topik yang
sedang berkembang sekarang ini adalah biosensor yang berbasis DNA (genosensor).
Pada dasarnya biosensor terdiri dari tiga unsur yaitu unsur biologi (reseptor biologi),
transduser, dan sistem elektronik pemroses sinyal. Unsur biologi yang umumnya digunakan
dalam mendesain suatu biosensor dapat berupa enzim, organel, jaringan, antibodi, bakteri,
jasad renik, dan DNA. Unsur biologi ini biasanya berada dalam bentuk terimmobilisasi pada
suatu transduser. Immobilisasi sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara baik dengan (1)
adsorpsi fisik, (2) dengan menggunakan membran atau perangkap matriks atau (3) dengan
membuat ikatan kovalen antara biomolekul dengan transduser.
Komponen Dasar Biosensor adalah
1. Bioreseptor, merupakan komponen biologis yang peka, yang dibuat dengan teknis
biologis. Misalnya jaringan, mikroba, organel, sel, protein, enzymes, antibodies, nucleic
acids dan lain-lain.
2. Transduser, merupakan komponen atau elemen pendeteksi atau detektor, yang bekerja
secara fisikokimia, piezoelektronik, optik, elektrokimia, field effect transistor dan
temistor dan lain-lain yang mengubah sinyal yang dihasilkan dari interaksi antara analit
dengan bioreseptor menjadi sinyal lain (yaitu, transduser) yang dapat lebih mudah diukur
dan dihitung. Proses yang terjadi dalam transduser dapat berupa calorimetric biosensor,
potentiometric biosensor, amperometric biosensor, optical biosensor maupun piezo-
electric biosensor.
3. Elemen elektronik prosesor sinyal yang terutama bertanggung jawab untuk menampilkan
hasil yg mudah dibaca dan dipahami.
Biosensor bersifat spesifik, karena bioreseptornya spesifik hanya klop atau cocok untuk
suatu substansiatau zat yang spesifik. Biosensor ada berbagai macam ukuran dan bentuk,
biasanya didesain portable untuk penggunaan lapang secara efisien
Prinsip kerja biosensor adalah
Biokatalis (bioreseptor) yaitu senyawa aktif biologi akan berinteraksi dengan substansia
atau zat kimia yang akan dideteksi (sampel analit atau molekul target).
Hasil interaksi yang berupa besaran fisik seperti panas, arus listrik, potensial listrik atau
lainnya akan dimonitor oleh transduser.
Besaran tersebut kemudian diproses sebagai sinyal sehingga diperoleh hasil yang dapat
dipahami pada suatu layar monitor, recorder, atau komputer.

Berikut adalah contoh skema umum dari biosensor :

Gambar 2. Diagram Biosensor


B. Mekanisme Kerja Bioreseptor Secara Spesifik
Enzim
Biosensor adalah suatu alat yang mengandung elemen biologis dan terintegrasi
dengan transducer untuk mendeteksi analit tertentu. Biosensor elektrokimia
berdasarkan pada reaksi katalis enzim yang menghasilkan ion. Analit yang diukur
bereaksi di permukaan elektroda dan ion yang terbentuk akan menghasilkan potensial
tertentu yang pada akhirnya akan menghasilkan sinyal. Ilustrasi sederhana dari proses
ini dapat dilihat pada gambar

Gambar 3. Ilustrasi untuk proses enzim yang terjadi pada biosensor

Keuntungan dari biosensor bila dibandingkan dengan elektroda lain adalah dapat
menganalisis banyak zat kimia, mempunyai selektivitas dan sensitivitas yang tinggi
karena adanya reaksi enzimatis, mudah diproduksi secara massal, mudah
pengoperasiannya, dan bersifat ramah lingkungan. Hanya saja biosensor ini memiliki
beberapa kelemahan, yaitu waktu hidup yang relative singkat dan memerlukan biaya
yang besar untuk pemurnian dan pengisolasoan enzim.
Enzim adalah protein yang berperan sebagai katalis dalam reaksi kimia. Secara
umum kerja dari elektroda enzim dapat digambarkan sebagai berikut:

+ +

Dimana S dan C adalah substrat dan kofaktor, sedangkan P dan C adalah prosuk
yang dihasilkan.
Berdasarkan penelitian dari Mashuni (2012), sekarang ini sedang dikembangkan
analisis pestisida dengan biosensor. Analisis pestisida dengan biosensor dapat
menghasilkan respon yang cepat, selektif, sensitif dan sederhana Sekarang ini sedang
dikembangkan analisis pestisida dengan biosensor. Analisis pestisida dengan biosensor
dapat menghasilkan respon yang cepat, selektif, sensitif dan sederhana.
Dalam penelitian ini akan didesain prototipe biosensor elektrokimia untuk
analisis senyawa pestisida golongan karbamat. Oleh karena membran elektroda
merupakan tempat timbulnya potensial atau arus yang dihasilkan oleh reaksi yang
dikatalisis oleh enzim yang terdapat pada membran elektroda dengan larutan yang
dianalisis maka parameter membran elektroda sangat menentukan kinerja dari
biosensor. Desain biosensor pestisida menggunakan membrane enzim
asetilkolinesterase (AChE) dan kolin oksidase (ChO) yang diimmobilisasikan dengan
bahan pendukung selulosa asetat (SA) dan glutaraldehid (GA).
Penelitian ini menggunakan transduser elektrokimia dengan metode
potensiometrik. Analisis pada metode potensiometrik, kesetimbangan lokal terjadi pada
antarmuka sensor. Potensial elektroda dan potensial membran diukur, selanjutnya
informasi tentang suatu sampel didapatkan dari perbedaan potensial antara dua
elektroda.
Elektroda biosensor dibuat dari kawat platina (Pt) yang dilapisi membran selulosa
asetat (SA) sebagai bahan pendukung, membran ini memiliki kestabilan yang baik
terhadap berbagai macam zat kimia, dan glutaraldehid (GA) yang berfungsi sebagai
pengikat antara enzim dengan bahan

Gambar 4. Desain Pengukuran Respon Biosensor

Enzim yang diimmobilisasikan pada membran elektroda biosensor adalah


asetilkolinesterse (AChE) dan enzim kolin oksidase (ChO). Enzim yang paling banyak
digunakan untuk mendeteksi senyawa pestisida adalah enzim kolinesterase. Hasil
desain biosensor diuji responnya dengan potensiometer.

DNA
Berdasarkan artikel Nurcahyadi (2009), selain menggunakan tehnik sekuensing
DNA seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, telah berkembang pula sekuensing
DNA dengan menggunakan biosensor elektrokimia yang biasa disebut biosensor DNA
elektrokimia. Akhir-akhir ini, telah banyak riset dan pengembangan biosensor
dilakukan oleh ilmuwan maupun industri, dan dalam dunia biosensor research, telah
berkembang biosensor yang berbasis DNA (genosensor).
Suatu biosensor DNA (atau genosensor) menggunakan DNA yang
diamobilisasi sebagai unsur pengenalnya. Untuk biosensor DNA elektrokimia, unsur
biologi yang digunakan adalah DNA dan transdusernya adalah transduser elektrokimia.
Metode elektrokimia yang digunakan adalah voltametri, amperometri dan cyclic
voltametry.
Hibridisasi dalam Biosensor DNA Elektrokimia
Aspek yang penting pada hibridisasi biosensor adalah sensitivitas untuk
mendeteksi konsentrasi DNA yang serendah mungkin, dan selektivitas untuk dapat
mendeteksi titik mutasi. Metode tradisional untuk mendeteksi terjadinya hibridisasi
adalah sangat lambat dan memerlukan preparasi khusus. Ini yang menjadi alasan
mengapa akhir-akhir ini pengembangan biosensor hibridisasi secara elektrokimia
menjadi sangat menarik.
Suatu biosensor hibridisasi DNA elektrokimia pada dasarnya terdiri dari suatu
elektrode yang dimodifikasi dengan ssDNA yang disebut probe. Karena elektrode
dimodifikasi dengan probe, maka akan menyebabkan interaksi dengan sampel melalui
pengenalan urutan komplementernya, di antara yang lainnya, di bawah kondisi pH,
kekuatan ion, dan temperatur tertentu.
Tahap selanjutnya adalah deteksi pembentukan double helix. Tahap-tahap
pembuatan biosensor hibridisasi elektrokimia meliputi amobilisasi probe, hibridisasi
dan deteksi terjadinya hibridisasi. Deteksi terjadinya hibridisasi DNA antara probe
dengan target adalah DNA diamobilisasi hingga menyebabkan basa-basa dapat
mengalami biopengenalan dengan urutan komplementernya. Dalam hal ini, sifat
elektrode memainkan peranan yang sangat penting. Bagaimana kompromi basa-basa
untuk berinteraksi dengan permukaan elektrode dan selanjutnya mereka dapat
membentuk double helix.

Aspek Elektrokimia Pada Biosensor DNA Elektrokimia


Untuk transduser pada biosensor digunakan transduser elektrokimia. Secara
elektrokimia, fungsi dari biosensor dijalankan berdasar pada kelistrikan yang timbul
dari sampel berupa sinyal. Sinyal yang keluar dari transduser ini diproses dalam suatu
sistem elektronik recorder atau komputer.
Pada sistem biologis, sering terdapat reaksi redoks pada enzim. Pertukaran
elektronnya bisa dideteksi dengan metode elektrokimia untuk mendapatkan hubungan
dengan konsentrasi zat yang terkait dalam reaksi redoks tersebut. Metode elektrokimia
yang dipakai amperometri. Elektrode mengkonversi pengenalan pasangan basa menjadi
sinyal listrik yang dapat diukur terhadap waktu.
Biosensor DNA dengan Pengenalan Asam Nukleat
Pemilihan asam nukleat untuk preparasi suatu biosensor berdasarkan DNA
bergantung pada apa yang akan di-sense. Biosensor untuk mendeteksi urutan DNA,
suatu ssDNA, biasanya digunakan oligonukleotida pendek sebagai elemen biosensing.
Dendrimer dan analog DNA dapat digunakan juga untuk tujuan ini.
Suatu biosensor DNA (atau genosensor) menggunakan DNA yang
diamobilisasi sebagai unsur pengenalnya. Biosensor DNA secara elektrokimia
merupakan suatu elektrode yang mengkonversi pengenalan pasangan basa menjadi
sinyal listrik yang dapat diukur. Biosensor DNA berdasarkan proses pengenalan asam
nukleat berkembang pesat ke arah pengujian yang cepat terhadap penyakit infeksi
maupun genetik. Transduser elektrokimia sering digunakan untuk mendeteksi
terjadinya hibridisasi DNA, karena sensitivitasnya, dimensinya yang kecil dan biayanya
yang tidak mahal.. Beberapa piranti melibatkan amobilisasi probe single-stranded (ss)
pada permukaan elektrode untuk mengenali pasangan basa komplementernya dalam
larutan sampel. Pembentukan dupleks biasanya dideteksi dengan penggunaan indikator
hibridisasi elektroaktif. Indikator biasanya menggunakan kompleks logam kationik,
seperti Co[phen] atau Co[bpy]atau senyawa organik penginterkalasi (seperti acridine
orange dan biru metilen), yang berinteraksi dengan cara yang berbeda antara ss-DNA
dan ds-DNA. Respon elektrokimia yang meningkat karena asosiasi indikator dengan
permukaan dupleks kemudian berperan sebagai sinyal hibridisasi.
Tahap-tahap pembuatan biosensor hibridisasi elektrokimia meliputi:
amobilisasi probe, hibridisasi dan deteksi terjadinya hibridisasi. Dalam makalah ini
akan dikemukakan mengenai deteksi terjadinya hibridisasi dna antara probe dengan
target.
DNA diamobilisasi agar basa-basa dapat mengalami biopengenalan selanjutnya
dengan urutan komplementernya. Dalam hal ini, sifat elektrode memainkan peranan
yang sangat penting. Bagaimana kompromi basa-basa untuk berinteraksi dengan
permukaan elektrode dan selanjutnya mereka dapat membentuk double helix.

Gambar 5. Skema umum tahapan operasi suatu


biosensor hibridisasi DNA secara elektrokimia
Referensi:
Mashuni. 2012. Pengembangan Biosensor Elektrokimia Berbasis Enzim Asetilkolinesterase
Untuk Analisis Residu Pestisida Pada Produk Pertanian. Jurnal Agroteknos, 2(2): 69-76.
Tersedia pada http://faperta.uho.ac.id/agroteknos/Daftar_Jurnal/2012/2012-2-07-
MASHUNI.pdf. (diakses 4 Oktober 2017).
Yumpu. 2013. Deteksi Hibridisasi Dalam Biosensor DNA Elektrokimia. (Artikel Online).
Tersedia pada https://www.yumpu.com/id/document/view/4927942/deteksi-hibridisasi-
dalam-biosensor-dna-elektrokimia/5 (diakses 4 Oktober 2017).
Nurcahyadi. 2009. DNA dan Biosensor Elektrokimia. (Artikel Online). Tersedia pada
https://nurcahyadi7.wordpress.com/2009/01/20/3/#more-3 (diakses 4 Oktober 2017).
Putra, E. 2013. Biosensor dan Aplikasinya. (Artikel Online). Tersedia pada
https://evanputra.wordpress.com/2013/01/04/biosensor-dan-aplikasinya/ (diakses 4
Oktober 2017).

Anda mungkin juga menyukai