Toilet Trainning
Toilet Trainning
PENDAHULUAN
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, dimana pada
masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan
anak selanjutnya. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa,
kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan
merupakan landasan perkembangan berikutnya (1).
Di Indonesia diperkirakan jumlah balita mencapai 30 % dari 250 juta jiwa
penduduk Indonesia, dan menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) nasional
diperkirakan jumlah balita yang susah mengontrol BAB dan BAK (ngompol) di usia
sampai prasekolah mencapai 75 juta anak. Fenomena ini dipicu karna banyak hal,
pengetahuan ibu yang kurang tentang cara melatih BAB dan BAK, pemakaian
(PEMPRES) popok sekali pakai, hadirnya saudara baru dan masih banyak lainnya (2).
Kebiasaan yang salah dalam mengontrol BAB dan BAK akan menimbulkan hal-
hal yang buruk pada anak dimasa mendatang. Dapat menyebabkan anak tidak disiplin,
manja, dan yang terpenting adalah dimana nanti pada saatnya anak akan mengalami
masalah psikologi, anak akan merasa berbeda dan tidak dapat secara mandiri
mengontrol buang aiar besar dan buang air kecil (2).
Pada tahapan usia 1 sampai 3 tahun atau usia toddler, kemampuan sfingter uretr
a untuk mangontrol rasa ingin berkemih dan sfingter ani untuk mengontrol rasa ingin d
efekasi mulai berkembang (Supartini, 2002). Sedangkan menurut Gupte (2004) sekitar
90 persen bayi mulai mengembangkan kontrol kandung kemihnya dan perutnya pada u
mur 1 tahun hingga 2,5 tahun. Dan toilet
training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 2
4 bulan
Toilet
training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol
melakukan buang air kecil dan buang air besar. Beberapa ahli berpendapat toilet
training efektif bisa diajarkan pada anak usia mulai dari 18 bulan sampai dengan 3 tahu
n, karena anak usia 18 bulan memiliki kecakapan bahasa untuk mengerti dan berkomuni
kasi. Keinginan kuat dari batita adalah menirukan orang tuanya. (2).
Toilet training adalah latihan berkemih dan defekasi dalam perkembangan anak
usia todler pada tahapan usia 1 tahun sampai 3 tahun. Dan toilet training bermanfaat
pada anak sebab anak dapat mengetahui dan mengenal bagian-bagian tubuh serta
fungsinya (anatomi) tubuhnya. Dalam proses toilet training terjadi pergantian impuls
atau rangsangan dan instink anak dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar
(3).
Konsep toilet training memang belum banyak dipahami dikalangan masyarakat,
hal ini disebabkan karena informasi terkait tentang toilet training tidak dikenalkan
secara umum dimasyarakat sedangkan fenomena yang terjadi di masyarakat akibat dari
konsep toilet training yang tidak diajarkan secara benar atau kurang tepat sangatlah
tidak sedikit hal ini karena dampak negative yang ditimbulkan tidaklah dapat dilihat
secara langsung, ini yang menyebabkan konsep toilet training dipandang tidaklah
penting dalam tahap perkembangan anak usia toddler (4).
Perkembangan pada usia toddler merupakan perubahan dari fase percaya tidak
percaya menjadi fase otonomi ditunjukkan dengan sikap kemandirian yang semakin
meluas pada masa ini anak dapat mengontrol bagian tubuhnya, kemampuan dalam
berbahasa meningkat, dan pada fase ini juga berada pada fase anal dimana anak mulai
mampu untuk mengontrol buang air besar dan buang air kecil (1).
Lima tahun pertama kehidupan anak merupakan letak dasar bagi terpenuhinya
segala kebutuhan fisik, maupun psikis di awal perkembangannya, diramalkan akan
dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan selanjutnya. Pada masa ini juga disebut-
sebut sebagai masa keemasan (golden age) dalam perkembangan seorang anak, sebab
diusia ini anak mengalami lompatan kemajuan yang menakjubkan (4,5).
Sigmund Freud cit Sunaryo (2004) dalam teori perkembangannya mengatakan
bahwa anak usia toddler (1-3) tahun termasuk dalam fase anal yaitu ditandai dengan
berkembangnya kepuasan (kateksis) dan ketidakpuasan (anti kateksisi) disekitar fungsi
eliminasi. Dengan mengeluarkan feses (buang air besar) timbul perasaan lega, nyaman
dan puas.Kepuasan tersebut bersifat egosentrik yaitu anak mampu mengendalikan
sendiri fungsi tubuhnya (2).
Wong, (2000) mengemukakan bahwa biasanya sejalan dengan anak mampu
berjalan maka kemampuan sfingter uretra dan sfingter ani sudah mulai berkembang
untuk mengontrol rasa ingin berkemih dan defekasi. Oleh karena itu orangtua harus
diajarkan bagaimana cara melatih anak untuk mengontrol rasa ingin berkemih,
diantaranya dengan menggunakan pot kecil yang bisa diduduki anak, atau langsung ke
toilet pada jam tertentu secara regular untuk berkemih. Anak didudukan pada toilet atau
pot yang bisa diduduki dengan cara menapakan kaki dengan kuat pada lantai sehinngga
dapat membantunya untuk mengejan. Latihan merangsang rasa untuk mengejan ini
dapat dilakukan selama 5 sampai 10 menit, dan selama latihan, orangtua harus
mengawasi anak (3).
Usaha untuk melatih anak dalam buang air kecil dan buang air besar dapat
dilakukan dengan cara memberikan contoh dan anak menirukannya secara benar,
mengobservasi saat memberikan contoh toilet training, memberikan pujian saat anak
berhasil dan tidak memarahi saat anak gagal dalam melakukan toilet training (3).
Dampak toilet training yan paling umum dalam kegagalan toilet training antara
lain adalah adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orangtua kepada anaknya yang
dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat retentif di mana
cenderung bersikap keras kepala. Hal ini dapat dilakukan oleh orangtua apabila sering
memarahi anak pada saat buang air besar atau buang air kecil, atau melarang anak saat
berpergian. Bila orangtua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka
akan dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih tega, cenderung
ceroboh, suka membuat masalah, emosional dan sesuka hati dalam melakukan kegiatan
sehari-hari (2).
Pengetahuan tentang toilet training sangat penting untuk dimiliki oleh seorang
ibu. Hal ini akan berpengaruh pada penerapan toilet training pada anak. Ibu yang
mempunyai tingkat pengetahuan yang baik berarti mempunyai pemahaman yang baik
tentang manfaat dan dampak toilet training, sehingga ibu akan mempunyai sikap yang
positif terhadap konsep toilet training. Sikap merupakan kecenderungan ibu untuk
bertindak atau berperilaku (2,3).
BAB II
PEMBAHASAN
2) Teknik modelling
Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air besar dengan cara
meniru untuk buang air besar atau mamberikan contoh. Cara ini juga dapat dilakukan
dengan memberikan contoh-contoh buang air kecil dan buang air besar atau
membiasakan buang air kecil dan buang air besar secara benar. Dampak yang jelek
pada cara ini adalah apabila contoh yang diberikan salah sehingga akan dapat
diperlihatkan pada anak akhirnya anak juga mempunyai kebiasaan salah. Selain cara
tersebut di atas terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan seperti melakukan
observasi waktu pada saat anak merasakan buang air kecil dan buang air besar,
tempatkan anak di atas pispot atau ajak ke kamar mandi, berikan pispot dalam posisi
aman dan nyaman, ingatkan pada anak bila akan melakukan buang air kecil dan buang
air besar, dudukkan anak di atas pispot atau orang tua duduk atau jongkok di
hadapannya sambil mengajak bicara atau bercerita, berikan pujian jika anak berhasil
jangan disalahkan dan dimarahi, biasakan akan pergi ke toilet pada jam-jam tertentu
dan beri anak celana yang mudah dilepas dan dikembalikan.
3.1 Kesimpulan
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar
mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar.Dalam
melakukan latihan buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan persiapan baik
secara fisik,psikologis maupun secara intelektual, melalui persiapan tersebut
diharapkan anak mampu mengontrol buang air besar atau kecil sendiri. Pada toilet
training selain melatih anak dalam mengontrol buang air besar dan kecil juga dapat
bermanfaat dalam pendidikan seks sebab saat anak melakukan kegiatan tersebut disitu
anak akan mempelajari anatomi tubuhnya sendiri serta fungsinya.
Tehnik yang digunakan bisa melalui lisan maupun modeling.terdapat
beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan selama toilet training, diantaranya: Hindari
pemakain popok sekali pakai dimana anak akan merasa aman, ajari anak mengucapkan
kata-kata yang khas yang berhubungan dengan buang air besar, mendorong anak
melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci muka saat bangun tidur, cuci muka,
cuci kaki, dan lain-lain, jangan marah bila anak gagal dalam melakukan toilet training.
3.2 Saran
Bagi para mahasiswa agar lebih aktif dalam diskusi maupun bertanya dengan
orang yang lebih tahu sehingga para mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan yang
lebih dalam. Bagi para dosen agar dapat menjelaskan pada mahasiswa lebih detail lagi
pada bagian yang masih kurang pada pembahasan yang dilakukan pada saat diskusi.
DAFTAR PUSTAKA