Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyelenggaraan program pokok pembangunan kesehatan memerlukan pengorganisasian yang
luas dan seksama pada berbagai tingkat administrasi. UU Nomor 22 / 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, UU Nomor 25 / 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah, serta berbagai peraturan pelaksanaan yang relevan telah memberi dimensi baru dalam
tata hubungan baru antara pusat dan daerah dalam pembangunan kesehatan.
Konsekuensi logis perubahan politik dan ekonomi dari penerapan otonomi daerah adalah
perlunya transformasi pelayanan kesehatan yang semula bersifat one-size-fits-all menjadi lebih
local spesifik. Ciri transformasi ini adalah penerapan manajemen pelayanan kesehatan yang
semula sangat sentralistik menjadi lebih berorientasi pada kebutuhan lokal. Tiga indikator utama
transformasi pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
Semakin berkurangnya intervensi pemerintah pusat terhadap penentuan prioritas pelayanan
kesehatan di suatu daerah
Semakin berkurangnya kontrol pemerintah pusat terhadap penentuan besarnya alokasi sumber
daya untuk suatu jenis pelayanan kesehatan
Semakin besarnya penyerahan wewenang pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan kepada pemerintah kabupaten / kota setempat.
Secara ideologis, transformasi ini memberikan peluang yang lebih luas serta tanggung jawab
yang lebih besar kepada setiap orang, keluarga, atau komuniti untuk menentukan sendiri pilihan
pelayanan kesehatan yang diperlukannya. Secara politis, transformasi ini berarti membatasi janji-
janji yang dapat diberikan oleh pemerintah pusat dan sekaligus pula harapan-harapan yang dapat
digantungkan kepada pemerintah pusat. Karena setiap hari dan dari hari ke hari harapan orang,
keluarga dan komuniti untuk hidup lebih sehat semakin besar, maka tuntutan dan permintaan
terhadap Sistem Kesehatan Daerah (Siskesda) akan semakin besar pula. Jelas, akan ada suatu
limit yang membatasi kemampuan finansial, jenis, cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan
yang dapat diberikan oleh pemerintah daerah. Dengan demikian, sebuah Siskesda seyogyanya
mencerminkan suatu kebijakan publik tentang jenis, cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan
yang harus disediakan oleh pemerintah untuk seseorang, keluarga atau komuniti agar tetap
sehat.

Dalam era otonomi daerah, desentralisasi kewenangan sesungguhnya memberi kesempatan yang
amat langka bagi semua pihak untuk memperkenalkan prinsip-prinsip dan meletakkan elemen-
elemen yang dibutuhkan untuk membangun akuntabilitas publik dan mekanisme pembiayaan
kesehatan yang lebih sehat. Namun kenyataan di lapangan setelah otonomi daerah efektif pada 1
Januari 2001 menunjukkan bahwa kesempatan tersebut tidak / belum dapat berjalan sesuai
dengan harapan.
Isu pokok dalam pengorganisasian pelayanan kesehatan adalah keberadaan, kapasitas serta
kesiapan berbagai institusi di daerah yang harus mampu merumuskan kebijakan kesehatan dan
melaksanakannya. Institusi tersebut harus mampu membuat perencanaan operasional, serta
mengembangkan berbagai inisiatif baru untuk menyelaraskan visi segenap komponen bangsa
mengenai Indonesia Sehat 2010 dengan prioritas kegiatan pokok pembangunan kesehatan di
daerah.
Ketersediaan organisasi dan sumber daya ini merupakan asupan bagi sebuah proses panjang pada
berbagai jenjang administrasi untuk menghasilkan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan,
sesuai dengan kebutuhan lokal. Pelayanan tersebut juga harus dapat diterima, baik oleh individu,
keluarga, komuniti, kelompok penduduk yang membutuhkan maupun oleh para penyelenggara
pelayanan kesehatan sendiri. Berbagai organisasi, institusi dan sumber daya di berbagai jenjang
administrasi.Salah satu bentuk organisasi Kesehatan di Tingkat Desa adalah sebagai berikut:
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM). Berbagai bentuk UKBM tumbuh dan
berkembang ditengah-tengah masyarakat pedesaan antara lain Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu), Pos Obat Desa (POD), Taman Obat Keluarga (TOGA), Pondok Bersalin Desa
(Polindes) dan Dana Sehat.
Puskesmas Pembantu (Pustu). Organisasi kesehatan ini merupakan perpanjangan tangan Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang bertanggung jawab untuk melaksanakan sebagian
fungsi puskesmas di desa.
Pos Bersalin Desa (Polindes). Tenaga penolong persalinan di Polindes biasanya adalah Bidan di
Desa. Sebagai satu-satunya tenaga kesehatan di desa, Bidan di Desa juga ikut memberikan
pelayanan kesehatan dasar lainnya.

Pihak-pihak yang terlibat dalam penggerakkan pelaksanaan pembangunan kesehatan adalah


sebagai berikut:
Pemerintah
Terwujudnya visi Indonesia Sehat 2010 adalah tugas dan tanggung jawab segenap komponen
masyarakat. Namun masih kerap terjadi berbagai instansi pemerintah banyak yang kurang peduli
terhadap upaya-upaya kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh
kepedulian semua pihak melalui kerjasama lintas sektor yang harmonis, mangkus dan sangkil.
Untuk itu diperlukan kepemimpinan yang berwawasan kesehatan di semua jenjang administrasi,
sistem insentif dan disinsentif untuk para pelaku pembangunan yang telah dengan sungguh
memperhitungkan dampak positif dan negatif upaya pembangunan terhadap kesehatan
masyarakat. Dalam era desentralisasi, peluang keberhasilan pembangunan kesehatan
berwawasan kesehatan terletak pada inovasi para pemimpin di daerah untuk mengembangkan
sistem imbalan yang dikaitkan dengan kinerja personil, serta menyediakan sarana dan prasarana
yang memadai.
Masyarakat
Generasi Muda adalah generasi penerus pembangunan berwawasan kesehatan yang saat ini
berusia 0-30 tahun. Potensi generasi muda terletak pada dasar pengetahuan dan keterampilan,
kepemimpinan, kesegaran jasmani dan daya kreasi.
Lembaga Swadaya Masyarakat mempunyai potensi sumber daya yang sangat besar, jaringan
organisasi yang sangat luas (internasional, regional, nasional, lokal) dan peranan yang sangat
menentukan dalam pembangunan kesehatan.
Kelompok Penduduk Perempuan, mempunyai posisi, peranan, tanggung jawab yang jauh lebih
luas dari sekedar kehidupan rumah tangga saja, tetapi berkembang jauh dalam kesempatan yang
lebih besar untuk memperoleh pekerjaan dan tugas-tugas sosial ditengah masyarakat.
Kelompok Profesi Kesehatan, mempunyai potensi yang sangat besar sebagai mitra pemerintah
dalam perencanaan, pemantauan dan penilaian program pembangunan kesehatan. Kelompok
Profesi Kesehatan dapat memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kepentingan masyarakat
luas dalam hal membina, menjaga dan mengawasi kiprah para anggotanya ditengah masyarakat.
Dunia Usaha, mempunyai potensi yang sangat besar dan peran yang akan terus membesar seiring
dengan meningkatnya tuntutan pelayanan kesehatan yang makin spesialistik, meningkatnya
permintaan penggunaan peralatan kedokteran dan kesehatan yang canggih, serta meningkatnya
kemampuan membeli warga masyarakat.
Pemuka Masyarakat Non-Formal (guru, pemuka agama, pemimpin adat) mempunyai peran yang
sangat besar untuk menyalurkan aspirasi masyarakat sekaligus menggerakkan peranserta
masyarakat dalam kegiatan-kegiatan program kesehatan.
Masyarakat Desa, adalah obyek dan sekaligus pula subyek pembangunan kesehatan. Kader-kader
kesehatan dan kader pembangunan lainnya tumbuh dan berkembang di desa melalui seksi-seksi
dalam Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa / Kota (LKMD/K).
.2 Tujuan
Mengetahui permasalahan yang terjadi dilingkungan masyarakat terutama yang berhubungan
dengan Kader Kesehatan
Dengan membahas permasalahan tersebut, diupayakan adanya langkah-langkah yang dapat
diambil dalam rangka penyelesaiannya.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Kader Kesehatan


Menurut Departemen Kesehatan RI yang dimaksud dengan Kader Kesehatan adalah siapa saja
anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh masyarakat setempat yang mau dan sanggup
bekerja secara sukarela dan ikhlas dalam melaksanakan kegiatan dan mengerakkan masyarakat
untuk melakukan berbagai upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Kader sebaiknya dapat
membaca dan menulis serta masih cukup waktu bekerja bagi masyarakat disamping usahanya
mencari nafkah.

Ada berbagai dorongan dan situasi yang membuat seseorang mau menjadi kader ditempat
tinggalnya. Dorongan dan situasi tersebut cenderung bervariasi antara kader yang satu dengan
kader yang lainnya. Motivasi awal yang dimiliki saat pertama kali memutuskan untuk bersedia
menjadi seorang kader kesehatan, antara lain :

Ingin membantu tugas Puskesmas


Ingin membantu mengabdi kepada masyarakat melalui menjadi kader

Berjuang untuk anak balita agar senantiasa orang tuanya datang ke Posyandu secara rutin
sehingga anak balita tetap sehat.
Bisa lebih dekat dengan anak-anak
Cinta dengan kesehatan
Mendukung tugas suami sebagai kepala desa/lurah/dukuh
Mengisi waktu luang dan menghibur hati
Memenuhi permintaan/ajakan teman dan Ibu Desa/Ibu Lurah/Ibu Dukuh (Tantya Issumantri,
SKM. 2007).

Apapun motivasi awal yang dimiliki pada saat pertama kali menjadi Kader Kesehatan, saat
perjalanan sebagai seorang kader perannya tentu tidak jauh berbeda antara kader yang satu
dengan kader yang lainnya yakni mengabdi kepada masyarakat dan membantu pemerintah dalam
setiap kegiatan sebagai upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Peran kader tersebut
dilakukan dengan ikhlas, sungguh mulia dan tentu pantas mendapatkan penghargaan yang tinggi.

Setelah menjadi kader ada beberapa manfaat yang dirasakan antara lain :
Merasa menjadi lebih dekat dengan petugas kesehatan
Menjadi lebih tahu tentang kesehatan
Menjadi lebih percaya diri jika berbincang tentang kesehatan dibandingkan sebelum menjadi
kader
Menjadi lebih banyak teman dan hubungan silaturahmi
Menjadi lebih hati-hati dengan kesehatannya
Menjadi lebih dekat dengan anak-anak
Menjadi lebih berpengalaman
Menjadi lebih banyak pekerjaan yang bermanfaat
Lebih dekat dengan masyarakat dalam berkomunikasi
Lebih tahu tentang gizi
Memiliki Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkessos)

Kader kesehatan selama berkiprah dalam pembangunan kesehatan, memiliki harapan-harapan


untuk diri dan masyarakat yang ditujukan kepada berbagai pihak, termasuk pemerintah.
Keinginan dan harapan kader antara lain :

Kader bisa mendapatkan kesejahteraan dengan memperoleh fasilitas hidup


Dukungan dari tokoh masyarakat dan pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugas kader.
Masyarakat lebih mendukung keberadaan kader posyandu
Kader benar-benar diperhatikan oleh Pemerintah
Adanya insentif bulanan bagi kader
Jamkessos tak hanya menjamin kader, tapi bisa untuk seluruh anggota keluarga kader.
Ada timbal balik dari pemerintah, karena sudah membantu pemerintah.
Ada respon positif dari masyarakat jika kader memberi penyuluhan
Balita kurang gizi, agar tetap dan lebih diperhatikan dan kader mendapat reward
Bantuan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) tetap berlangsung
Selalu dibantu dalam mengatasi masalah kesehatan di masyarakat
Petugas kesehatan dapat memberi penyuluhan langsung kepada ibu balita di Posyandu
Petugas pemerintah mengikuti kegiatan Posyandu dari awal sampai akhir
Petugas Puskesmas bisa datang lebih awal sebelum dimulainya pelayanan Posyandu agar kader
bisa konsultasi.

Kader dilatih keterampilannya dalam pengukuran-pengukuran kesehatan sederhana, misalnya


pengukuran tekanan darah dan sebagainya

Motivasi Awal, manfaat yang diperoleh dan harapan-harapan tersebut tentunya hanyalah
sebagian. Jika dikaji lebih jauh akan informasi yang lebih luas dan lengkap tentang suatu
kenyataan yang ada pada kader kesehatan. Hal yang penting juga adalah seberapa jauh
pemerintah telah memberikan perhatian kepada kader kesehatan dan apa harapan pemerintah
terhadap kader kesehatan. (Tantya Issumatry, SKM. 2007).
Peranan Kader dalam kegiatan Posyandu
Peranan kader dalam upaya peningkatan Posyandu sangat besar meliputi
Peranan kader pada saat Posyandu adalah :
1. Melaksanan pendaftaran.
2. Melaksanakan penimbangan bayi dan balita.
3. Melaksanakan pencatatan hassil penimbangan.
4. Memberikan penyuluhan.
5. Memberi dan membantu pelayanan.
6. Merujuk.

Peranan Kader diluar Posyandu (untuk menunjang kegiatan Posyandu) adalah:


1. Menunjang pelayanan KB, KIA, Imunisasi, Gizi dan penanggulangan diare.
2. Mengajak ibu-ibu untuk datang para hari kegiatan Posyandu.
3. Menunjang upanya kesehatan lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang ada:
4. Pemberantasan penyakit menular.
5. Penyehatan rumah.
6. Pembersihan sarang nyamuk.
7. Pembuangan sampah.
8. Penyediaan sarana air bersih.
9. Menyediakan sarana jamban keluarga.
10. Pembuatan sarana pembuangan air limbah.
11. Pemberian pertolongan pertama pada penyakit. (Dinkes Bone Bolango, 2008).

2.2 Penyuluhan Kesehatan


Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan
pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi
juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan
prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa
yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan
(Effendy, 1998). Pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang yang
dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu, dan masyarakat. Pendidikan
kesehatan tidak dapat diberikan kepada seseorang oleh orang lain, bukan seperangkat prosedur
yang harus dilaksanakan atau suatu produk yang harus dicapai, tetapi sesungguhnya merupakan
suatu proses perkembangan yang berubah secara dinamis, yang didalamnya seseorang menerima
atau menolak informasi, sikap, maupun praktek baru, yang berhubungan dengan tujuan hidup
sehat (Suliha, dkk., 2002).
Menurut Effendy, 1998. Tujuan Pendidikan kesehatan :
Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan
memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang sesuai
dengan konsep hidup sehat bak fisik, mental dan sosial sehingga dapat menurunkan angka
kesakitan dan kematian.
Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah merubah perilaku perseorangan dan atau
masyarakat dalam bidang kesehatan.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan penyuluhan
kesehatan adalah :
Tingkat Pendidikan
Tingkat Sosial Ekonomi
Adat Istiadat
Kepercayaan Masyarakat
Ketersediaan Waktu di Masyarakat (Effendy, 1998).

Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan adalah :


Metode Ceramah
Metode Diskusi Kelompok
Metode Curah Pendapat
Metode Panel
Metode Bermain Peran
Metode Demonstrasi
Metode Simposium
Metode Seminar (Notoatmojo, 2002).

Dalam melakukan penyuluhan kesehatan, penyuluh yang baik harus melakukan penyuluhan
sesuai langkah-langkah dalam penyuluhan kesehatan masyarakat sebagai berikut (Effendy, 2008)
:
Mengkaji kebutuhan kesehatan masyarakat
Menetapkan masalah kesehatan masyarakat
Memprioritaskan masalah yang terlebih dahulu ditangani melalui penyuluhan kesehatan
masyarakat
Menyusun perencanaan penyuluhan

1. menetapkan tujuan
2. penentuan sasaran
3. menyusun materi/isi penyuluhan
4. memilih metode yang tepat
5. pelaksanaan penyuluhan
6. penilaian hasil penyuluhan
7. tindak lanjut dari penyuluhan

BAB III
RUMUSAN MASALAH
3.1 Masalah
Kader kesehatan tidak mampu membuat pencatatan dan pelaporan, serta tidak mampu
memberikan informasi kepada masyarakat yang datang di Posyandu tentang Kesehatan.

Penyebab Masalah :
kurangnya pengetahuan kader mengenai pencatatan dan pelaporan
kurangnya pengetahuan kader tentang ilmu kesehatan
kurangnya pembinaan kader Posyandu oleh tenaga kesehatan
3.2 Upaya Penyelesaian Masalah
1. Unsur Masukan
Tenaga : Petugas kesehatan yang menguasai tentang pencatatan dan pelaporan serta penyuluhan
kesehatan; kader kesehatan; Tokoh Masyarakat.
Dana: Transport dan Lumpsum peserta
Sarana: Tempat/gedung pertemuan; alat-alat untuk Pelatihan.
2. Unsur Lingkungan
Kebijakan Pemerintah menyelenggarakan pelatihan bagi kader kesehatan
Kader aktif minimal 4 orang dalam satu Posyandu.
3. Proses
Penyelenggaraan Pelatihan bagi Kader Kesehatan
Keluaran : Kader Kesehatan mampu menguasai pencatatan dan pelaporan, dan Pengetahuan
Kesehatan.

3.3 Saran dan Tindak Lanjut

1. Adanya Petugas Kesehatan yang mampu memberikan materi dan tersedianya sarana serta
prasarana yang cukup.
2. Kerjasama yang baik antar lintas program dan lintas sektoral.
3. Adanya pembinaan berkesinambungan bagi kader.
4. Merencanakan program inovatif dengan tokoh masyarakat.
5. Tersedianya sumber dana untuk pelaksanaan pelatihan kader.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Kader kesehatan adalah salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam upaya membantu
pemerintah meningkatkan derajat kesehatan yang optimal menuju Indonesia Sehat 2010, oleh
karena itu perlu dibina dan diperhatikan harapan-harapannya.
2. Peranan lintas sektor dan lintas program berpengaruh dalam keberhasilan pembinaan kader
kesehatan.
3. Peran serta aktif masyarakat meningkatkan daya guna dan hasil guna kader kesehatan.
4.2 Saran
1. Diharapkan agar tenaga kesehatan yang ikut terjun langsung di masyarakat dapat membina
terus kader kesehatan
2. Diharapkan kepada lintas sektor agar lebih aktif bekerja sama dengan lintas terkait demi
terwujudnya kader kesehatan yang profesional.
3. Diharapkan keikhlasan dan partisipasi aktif para kader dalam mengikuti pelatihan demi
pengabdiannya di masyarakat.

DAFAR PUSTAKA

http://dinkeskulonprogo.org, Kader Kesehatan; Tantya Issumatri, SKM. 2007.


http://one.indoskripsi.com, Masalah Rendahnya Penimbangan Balita di Posyandu dan
Pemecahannya; 2008.
http://perencanaankesehatan-kmpk.ugm.ac.id, District Team Problem Solving; 2007.
http://creasoft.wordpress.com, Penyuluhan Kesehatan; 2008.

Anda mungkin juga menyukai