Anda di halaman 1dari 16

RinitisAlergi

Peter Small1, Harold Kim 2,3

Abstrak
Rinitis alergi kelainan yang biasanya dikaitkan dengan asma dan konjungtivitis.
Biasanyakelainaniniadalahkondisi yang sudah lama terjadidanbiasanyatidakdapat
terdiagnosis di pelayanankesehatantingkat primer. Gejalaklasikpadakelainaninihidung
buntu, gatalpadahidung, rinorea, dan bersin-bersin.Hal yang pentinguntukmenegakkan
diagnosis rinitisalergi adalah berdasarkan anamnesis,
pemeriksaanfisikdantescungkitkulit-alergen.
Obatantihistamingenerasikeduadankortikosteroid intranasal merupakanterapiutamauntuk
rinitis alergi.Imunoterapialergenmerupakanterapimodulasi sistem imun yang
harusdirekomendasikanjikaterapifarmakologistidakefektif.Artikelinimenjelaskantentangp
atofisiologi, diagnosis danmanajemen yang tepatuntukrinitisalergi.

Pendahuluan
Rinitissecaraumumdidefinisikansebagaiperadanganmukosahidung.Penyakit ini
merupakan gangguan yang mempengaruhihingga 40% penduduk [1]. Rinitis alergi
umumnyatermasukjenisrinitiskronis, yang mempengaruhi 10-20% dari penduduk,
danbuktimenunjukkanbahwa prevalensinya meningkat.Rinitisalergi yang
parahdikaitkandengangangguan yangsignifikan terhadapkualitashidup, tidurdan
performakerja [2].
Di masa lalu, rinitis alergi dianggap sebagai kelainan yang terlokalisir di hidung dan
rongga hdung, tetapi bukti terbaru mengatakan bahwa rinitis alergi melibatkan komponen
sistemik termasuk seluruh saluran pernafasan. Ada sejumlah teori yang mengatakan
hubungan fisiologi, fungsi dan respon imun antara saluran nafas bagian atas (lubang hidung,
rongga hidung, sinus paranasal dan faring) dengan saluran nafas bagian bawah (trakea,
bronkial, bronkiolus, paru-paru). Pada kedua saluran itu dilapisi epitel bersilia yang terdiri
dari sel goblet yang memproduksi mukus, yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk
yang melindungi struktur saluran pernafasan. Pada lapisan submukosa dari saluran nafas
bagian atas dan saluran nafas bagian bawah terdapat pembuluh darah, kelenjar mukosa, sel
1
penyangga, syaraf dan sel-sel inflamasi. Bukti menunjukkan bahwa alergen tidak hanya
memprovokasi respon inflamasi lokalsaluran nafas bagian atas, tetapi juga proses inflamasi
pada saluran nafas bagian bawah dan hal ini menjelaskan hubungan rinitis dan asma. Karena
itu, rinitis alergi dan asma merupakan penyakit gabungan radang saluran nafas bagian atas
dan ini perlu dipertimbangkan untuk memastikan penilaian yang optimal dan pengelolaan
pasien dengan rinitis alergi [1,3].
Pedoman yang komprehensifuntuk diagnosis dan pengobatan rinitis alergi diterbitkan
pada tahun 2007
[1].Artikeliniberisiikhtisarrekomendasisebagaitinjauanliteratursaatiniterkaitdenganpatofisiolo
gi, diagnosis, danmanajemen yang tepat untukrinitisalergi.

Patofisiologi
Pada rinitisalergi, sel inflamasi termasuk sel mast, sel T CD4+, sel B, makrofag dan
eosinofil, menginfiltrasi alergen yang masuk ke rongga hidung (biasanya alergen inhalan
seperti debu, kotoran hewan, bagian hewan kecoa, bulu binatang, jamur, serbuk sari). Sel T
menginfiltrasi mukosa saluran pernafasan yang didominasi sel T-penolong (Th2) yang
melepaskan sitokin (IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13) yang memprovokasi imunoglobulin E (IgE)
yang diproduksi oleh sel plasma. IgE memproduksi, memicu pelepasan mediator seperti
histamin, leukotrien yang bertanggungjawab terhadap dilatasi arteriol, peningkatan
permeabilitas vaskular, rasa gatal, rinorea, sekresi mukus, dan kontraksi otot polos [1,2].
Mediator dan sitokin terlepas selama tahap awal dari respon imun yang melawan alergen,
merangsang respon inflamasi sel selama 4-8 jam (reaksi alergi fase lambat) yang
mengakibatkan gejala-gejala ini biasanya hidung tersumbat akibat kongesti pembuluh darah
hidung [1,4].

Klasifikasi
Rinitis diklasifikasikan berdasarkan etiologinya : Dimediasi Ig-E (alergi), Autonom,
Infeksi dan Idiopatik. Walaupun fokus artikel ini pada rinitis alergi, namun penjelasan singkat
dari macam-macam rinitis dijelaskan pada Tabel 1.
Dahulu, rinitis alergi dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya :
Rinitis Alergi Musiman (seasonal) yang terjadi pada waktu tertentu dan Rinitis Alergi
Sepanjang Tahun (perennial). Walaupun begitu, tidak semua pasien pas diklasifikasikan
pada sifat berlangsungnya. Contohnya, beberapa rinitis yang dicetuskan alergi seperti serbuk
sari, mungkin diklasifikasikan seasonal pada iklim yang dingin, tetapi perenial pada iklim
2
tropis, dan pasien dengan musim lebih dari empat dalam setahun mungkin alergi akan
bergejala sepanjang tahun [4]. Karena itu, rinitis alergi diklasifikasikan berdasarkan durasi
gejala (intermiten atau persisten) dan keparahannya (ringan, sedang, berat) (Lihat Gambar 1)
[1,5]. Rinitis diklasifikasikan intermiten jika episode gejala terjadi kurang dari 6 minggu dan
diklasifikasikan persisten jika gejala terjadi sepanjang tahun. Gejala yang diklasifikasikan
ringan jika pasien bisa tidur normal dan bekerja normal termasuk kerja dan sekolah, gejala
yang ringan biasanya intermiten. Gejala pada pasien dikatakan sedang jika terdapat gangguan
tidur dan gangguan aktivitas sehari-hari. Hal ini penting untuk menilai keparahan dan durasi
dari gejala yang akan menentukan manajemen tiap individu pasien [1].

Intermiten Persisten

Gejala < 6 minggu Gejala berlangsung


sepanjang tahun

Ringan Sedang-Berat

Tidur yang tidak


Tidur normal
nyenyak, atau
Tidak mengganggu
Gangguan aktivitas
aktivitas sehari-
sehari-hari, saat
hari, saat olahraga,
olahraga, waktu
waktu luang
luang, atau
Bekerja/Sekolah
Gangguan saat
dengan normal
Bekerja/Sekolah,
Tidak ada gejala
atau
yang mengganggu
Gejala lain yang
mengganggu.

Gambar 1. Klasifikasi Rinitis Alergi Berdasarkan Lama Gejala dan Keparahannya.


Diadopsi dari Small et al,2007 [1], Bousquet et al, 2008 [5]

3
Diagnosis dan Pemeriksaan
Rinitis Alergi biasanya kondisi yang berlangsung lama yang sering tidak terdeteksi
pada pelayanan primer. Pasien yang menderita kelainan ini sering mengakui bahwa kelainan
ini mengganggu kualitas hidupnya. Dan biasanya dokter sering tidak bisa menanyakan
pertanyaan rutin kepada pasien terkait gejala rinitis alergi [1,6]. Karena itu, pemeriksaan
untuk rinitis direkomendasikan terutama pada pasien asma menunjukkan rinitis terdapat pada
95% pasien dengan asma [7-10].
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan dasar untuk menegakkan
diagnosis dari rinitis alergi (Lihat tabel 2). Tes alergi penting untuk mengkonfirmasi apa yang
mendasari terjadinya alergi pada rinitis alergi [1]. Rujukan kepada spesialis alergi harus
dipertimbangkan apabila diagnosis dari rinitis alergi ditegakkan dari anamnesis.

Anamnesis
Selama anamnesis, pasien biasanya mengatakan gejala klasik dari rinitis alergi seperti
: hidung buntu, gatal pada hidung, rinorea dan bersin-bersin. Konjungtivitis alergi (Inflamasi
dari konjungtiva pars sklera pada mata) biasanya disertai rinitis alergi dan gejala lain seperti
hiperemi konjungtiva, epifora, dan gatal pada mata [1].
Evaluasi pada pasien di rumah dan lingkungan kerja/sekolah direkomendasikan untuk
mendeteksi pemicu dari rinitis alergi. Anamnesis pada lingkungan harus menanyakan alergen
yang dapat memicu seperti serbuk sari, bulu binatang, bahan pel atau pelapis lantai, rokok
dari tembakau, kelembapan lingkungan rumah, atau bahan bahan berbahaya lain yang bisa
terekspose di rumah dan pekerjaan. Penggunaan obat-obatan seperti : beta blockers, asam
asetilsalisilat, non-steroid anti inflammatory drugs (NSAIDs), angiotensin converting enzyme
(ACE) inhibitors, dan terapi hormon dan juga penggunaan kokain pasien bisa memiliki gejala
rinitis karena itu pasien harus ditanyakan tentang pengobatan dan obat-obatan yang sedang
digunakan [1].
Anamnesis juga harus menanyakan riwayat penyakit atopi dan akibatnya pada
kualitas hidupnya serta riwayat penyakit asma, bernafas melalui mulut, mengorok, sleep
apnea, sinusitis, otitis media atau polip nasi. Pasien tersebut mungkin memiliki gejala hidung
pada saat dingin yang menetap karena itu harus tanyakan frekuensi dan lamanya pilek [1].
Sebelum pergi ke dokter pasien biasanya sudah menggunakan obat-obatan yang dapat
dibeli tanpa resep dokter biasa disebut juga dengan obat bebas yang terdiri atas obat bebas
4
dan obat bebas terbatas yang digunakan untuk mengatasi gejalanya. Hal ini penting
ditanyakan untuk menilai respon terapi dan mungkin memberikan informasi yang bisa
menegakkan diagnosis dan manajemen rinitis alergi. Contohnya, gejala dapat diatasi dengan
antihistamin generasi 2 seperti desloratadine [Aerius], foxofenadine [Allegra], loratadine
[Claritin] sangat disarankan untuk terapi yang disebabkan oleh alergi. Namun, penting untuk
menggarisbawah respon terapi dari antihistamin generasi 1 seperti brompheniramine maleate
[Dimetane], chlorpeniramine maleate [Chlor-Tri-Polon], clemastine [Tavist-1] tidak
mengatasi etiologi akibat alergi sejak antikolinergik dan agen sedatif ini mengurangi gejala
rinorea dan meningkatkan kualitas tidur penderita terlepas dari apakah proses peradangan
disebabkan oleh alergi. Respon obat kortikosteroid intranasal sebelumnya mungkin
disarankan untuk rinitis terkait etiologi alergi dan diindikasikan untuk terapi lanjutan yang
bermanfaat di masa depan [1].
Bagian terpenting dari anamnesis pasien yang dicurigai rinitis alergi telah dirangkum
dalam Tabel 2.

Tabel 1 Klasifikasi Etiologi dari Rinitis [1]


Deskripsi
Alergi (Dimediasi Ig-E) Inflamasi yang dimediasi Ig-E pada lapisan mukosa
hidung, yang mengakibatkan eosinofilia dan sel Th2
menginfiltrasi permukaan
Diklasifikasikan intermiten dan persisten
Autonomi Obat menginduksi rinitis medikamentosa
Hipotiroid
Hormon
Rinitis Non Alergi dengan sindrom eosinofilia
Infeksi Paling sering oleh virus, lainnya bakteri atau infeksi jamur
Idiopatik Etiologi yang tidak dapat diketahui

5
Tabel 2 Daftar Anamnesis Lengkap dan Pemeriksaan Fisik untuk Seseorang yang
Dicurigai Rinitis [1]
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
Gejala Per Individu Tanda yang Tampak
Gatal pada hidung Bernafas melalui mulut
Rinorea Menggosok-gosok hidung
Bersin-bersin (Allergic salute) sehingga
Gejala pada mata, seperti menimbulkan garis melintang di 1/3
konjungtivitis bawah dorsum nasi (Allergic crease)
Dipengaruhi musim tertentu Sering terisak dan atau proses
Ada pemicu yang fisiologis membersihkan tenggorokan
menimbulkan gejala dengan berdehem
Riwayat Keluarga Bayangan gelap di daerah
Riwayat alergi pada keluarga bawah mata karena stasis vena

Riwayat asma pada keluarga (Allergic shiner)

Riwayat Lingkungan Pemeriksaan Hidung

Serbuk sari Mukosa edema, berdarah

Hewan Pucat, sekret yang cair

Pelapis lantai Terdapat polip atau struktur

Jamur abnormal lain

Tingkat kelembapan Pemeriksaan Telinga

Paparan tembakau Umumnya normal

Riwayat Penggunaan Obat-obatan Pemeriksaan dengan otoskop

Penyekat Beta pneumatik untuk melihat gangguan


pada tuba eustachius
Asam Salisilat
Manuver valsava untuk
NSAID
mengetahui adanya cairan di belakang
ACE Inhibitor
membran timpani.
Penggunaan kokain untuk
Pemeriksaan Sinus
bersenang-senang
Palpasi pada sinus untuk
Kualitas Hidup
mengetahui adanya nyeri
Rinitis dikaitkan dengan

6
pertanyaan yang spesifik Sensitivitas gigi rahang atas
Komorbiditas/Penyakit Penyerta Lain Pemeriksaan Orofaring Posterior
Asma Postnasal drip
Bernafas dengan mulut Hiperplasia limfe pada
Mendengkur saat tidur dinding posterior faring tampak
Keterlibatan Sinus granuler dan edema (cobblestone
Otitis Media appereance)
Polip pada Hidung Pemeriksaan Thorax dan Kulit
Konjungtivitis Penyakit atopi
Respons Pengobatan Sebelumnya Terdengar wheezing pada
Antihistamin per oral generasi kedua lapang paru
kedua
Kortikosteroid intranasal

Diadopsi dari Small et al., 2007

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk pasien yang dicurgai rinitis alergi harus menilai tanda yang
tampak, pemeriksaan hidung, pemeriksaan telinga, pemeriksaan sinus, pemeriksaan orofaring
posterior (area pada tenggorokan yang terletak di belakang mulut), pemeriksaan thorax dan
kulit (lihat Tabel 2). Tanda yang tampak yang mengarah pada rinitis alergi antara lain :
bernafas melalui mulut terus menerus, Menggosok-gosok hidung (Allergic salute) sehingga
menimbulkan garis melintang di 1/3 bawah dorsum nasi (Allergic crease), Sering terisak dan
atau proses fisiologis membersihkan tenggorokan dengan berdehem, Bayangan gelap di
daerah bawah mata karena stasis vena (Allergic shiner). Pemeriksaan hidung mukosa edema,
pucat, sekret yang cair. Pada pemeriksaan endoskopi interna lihat apakah terdapat polip atau
struktur abnormal lain [1].
Pemeriksaan telinga umumnya normal pada pasien dengan rinitis alergi, namun
pemeriksaan tuba eusthacius dengan otoskop pneumatik dapat dipertimbangkan. Manuver
Valsava dilakukan dengan pembuangan napas (ekspirasi) paksa dengan menutup bibir dan
menutup hidung. Hal ini akan mendesak udara untuk masuk ke telinga dalam ketika saluran
Eustachi terbuka. Manuver valsava untuk mengetahui adanya cairan di belakang membran
timpani [1].

7
Pemeriksaan Sinus dengan cara Palpasi pada sinus untuk mengetahui adanya nyeri,
atau menyentuh gigi rahang atas dengan spatel lidah untuk memeriksa
sensitivitasnya.Pemeriksaan Orofaring Posterior juga harus diperiksa untuk mengetahui post
nasal drip (biasanya terdapat kumpulan sekret yang mukus di belakang hidung dan
tenggorokan) dan hiperplasia limfe pada dinding posterior faring yang tampak granuler dan
edema (cobblestone appereance).Pemeriksaan Thorax dan Kulit diperlukan untuk
mengetahui penyakit asma (Terdengar wheezing pada kedua lapang paru) serta penyakit atopi
(dermatitis) [1].

Pemeriksaan Penunjang
Walaupun anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarah pada diagnostik klinis rinitis
alergi namun diperlukan alat diagnostik lain untuk mengkonfirmasi alergi yang mendasari
rinitis. Pengujian cungkit kulit dengan meneteskan ekstrak komersial dari alergen tertentu
pada kulit lengan atau punggung. Tunggu 15-20 menit, lihat adakah respon bentol dan
kemerahan pada kulit (bercak bentol yang pucat dan permukaannya tidak rata dikelilingi
oleh area kemerahan), hal ini akan terjadi apabila hasilnya positif. Tes ini menggunakan
alergen yang berkaitan dengan lingkungan pasien seperti serbuksari, bulu binatang, jamur dan
debu rumah yang bertebangan. Tes cukit kulit merupakan alternatif tes yang masuk akal
dengan menggunakan alergen yang spesifik terhadap IgE seperti : tes radioalergosorbent
(RASTs) merupakan sebuah tes yang mengukur secara in vitro kadar IgE spesifik pasien
terhadap alergen tertentu. Namun tes cungkit kulit lebih dipertimbangkan karena lebih
sensitif dan biaya yang lebih murah daripa tes terhadap alergen dan IgE yang spesifik serta
hasil yang lebih cepat [1,6].

Terapi
Tujuan terapi untuk rinitis alergi adalah meredakan gejala yang ditimbulkan oleh
alergen. Pilihan terapi yang cocok untuk memperoleh hasil yang tepat yaitu menghindari
penyebab, antihistamin oral, kortikosteroid intranasal, antagonis reseptor leukotrien dan
imunoterapi terhadap alergen (lihat gambar 2). Terapi lainnya yang mungkin berguna
terhadap pasien rinitis alergi yaitu dekongestan dan kortikosteroid oral. Jika gejala pasien
bertahan meskipun pengobatan yang tepat, rujukan ke ahli alergi harus dipertimbangkan.
Seperti yang disebutkan di awal, rinitis alergi dan asma timbul sebagai inflamasi saluran
nafas bagian atas dan bawah karena itu terapi pada asma juga perlu dipertimbangkan terapi
pada rinitis alergi.
8
Menghindari Alergen

Antihistamin Oral

Kortikosteroid Intranasal

Antagonis Reseptor
Leukotrien

Imunoterapi
Alergen

Gambar 2. Sebuah algoritma yang disederhanakan, pengobatan bertahap untuk rinitis alergi.
Catatan: Pengobatan dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau kombinasi.

Menghindari Alergen
Terapi lini pertama dari rinitis alergi adalah menghindari alergen yang menyebabkan
timbulnya rinitis (seperti, debu rumah yang bertebangan, jamur, hewan peliharaan,
serbuksari) dan bahan-bahan iritan seperti rokok. Pasien yang alergi terhadap debu rumah
yang bertebangan diarahkan untuk menggunakan sprei yang impermeabel terhadap alergen
dan menjaga kelembapan rumah di bawah 50% (untuk menghambat kutu tumbuh). Paparan
serbuksari bisa dikurangi dengan menutup jendela rumah, menggunakan penyaring udara dan
membatasi berpergian keluar rumah saat musim semi. Pada pasien yang alergi terhadap bulu
binatang, direkomendasikan meletakkan binatang di luar rumah dan hasilnya secara
signifikan mengurangi gejala 4-6 bulan. Namun, berdampak negatif terhadap fungsi kognitif
karena itu mereka tidak secara rutin direkomendasikan untuk pengobatan rinitis alergi [1,6].

9
Tabel 3 Ikhtisar Pilihan Pengobatan Farmakologis untuk Rinitis Alergi
Dosis Dewasa yang Biasa Dosis Anak-anak yang Biasa
Digunakan Digunakan
Antihistamin
Oral Generasi
ke 2
Cetirizine 1-2 tablet (5 mg) 1x/hari 5-10 mL (1-2 sendok teh) 1x/hari
(Reactine) 1 tablet (10 mg) 1x/hari
Desloratadine 1 tablet (5 mg) 1x/hari 2,5-5 mL (0,5-1 sendok teh) 1x/hari
(Aerius)
Fexofenadine 1 tablet (60 mg) tiap 12 jam Tidak diindikasikan untuk anak-
(Allegra) 1 tablet (120 mg) 1x/hari anak di bawah 12 tahun
Loratadine 1 tablet (10 mg) 1x/hari 5-10 mL (1-2 sendok teh) 1x/hari
(Claritin)
Kortikosteroid
Intranasal
Beklometasone 1-2 kali semprot (42 g/tiap 1 kali semprot (42 g/tiap semprot)
(Beconase) semprot) tiap lubang hidung, 2x/hari tiap lubang hidung, 2x/hari
Budesonide 2 kali semprot (64 g/tiap semprot) 2 kali semprot (64 g/tiap semprot)
(Rhinocort) tiap lubang hidung 1x/hari atau tiap lubang hidung 1x/hari atau
1 kali semprot tiap lubang hidung 2 kali semprot tiap lubang hidung
2x/hari 2x/hari (Tidak boleh lebih dari 256
g/tiap semprot)
Ciclesonide 2 kali semprot (50 g/tiap semprot) Tidak diindikasikan untuk anak-
(Omnaris) tiap lubang hidung 1x/hari anak di bawah 12 tahun
Flutikason 2 kali semprot (27,5 g/tiap 1 kali semprot (27,5 g/tiap
furoat semprot) tiap lubang hidung 1x/hari semprot) tiap lubang hidung, 1x/hari
(Avamys)
Flutikason 2 kali semprot (50 g/tiap semprot) 1-2 kali semprot (50 g/tiap
propionat tiap lubang hidung 1x/hari atau semprot) tiap lubang hidung, 1x/hari
(Flonase) 2 kali semprot setiap 12 jam (Untuk

10
rinitis yang parah)
Mometasone 2 kali semprot (50 g/tiap semprot) 1 kali semprot (50 g/tiap semprot)
furoat tiap lubang hidung 1x/hari tiap lubang hidung, 1x/hari
(Nasonex)
Triamsinolon 2 kali semprot (55 g/tiap semprot) 1 kali semprot (55 g/tiap semprot)
asetonid tiap lubang hidung 1x/hari tiap lubang hidung, 1x/hari
(Nasacort)
Antagonis
Reseptor
Leukotrien
Montelukast 1 tablet (10 mg), 1x/hari Tidak diperbolehkan untuk pasien di
bawah 15 tahun.

Kortikosteroid Intranasal
Kortikosteroid intranasal merupakan terapi lini pertama untuk pasien dengan gejala
ringan-sedang atau sedang-berat yang bisa digunakan terapi sendiri ataupun kombinasi
dengan antihistamin oral. Jika digunakan secara teratur dan tepat, kortikosteroid intranasal
secara efektif menguangi inflamasi dari mukosa hidung dan memeperbaiki kerusakan
mukosa. Berdasarkan studi dan meta-analisis menunjukkan bahwa kortikosteroid intranasal
lebih unggul daripada antihistamin dan reseptor antagonis untuk mengkontrol gejala dari
rinitis alergi termasuk hidung tersumbat, rinorea [11,14]. Obat tersebut juga mengobati gejala
pada mata dan mengurangi gejala saluran pernafasan bagian bawah pada pasien menderita
rinitis alergi dan asma secara bersamaan [15,17].
Kortikosteriod intranasal tersedia di Kanada ditunjukkan pada tabel 3 dan termasuk
fluticasone furoate (Avamys), beklometasone (Beconase), Flutikason propionat (Flonase),
Triamsinolon asetonid (Nasacort), Momethasone Furoate (Nasonex), Siklesonid (Omnaris)
dan Budesonid (Rhinocort). Untuk penggunaan obat semprot hidung dapat optimal pasien
harus diajari cara penggunaan obat semprot hidung. Idealnya, obat kortikosteroid intranasal
baik digunakan pada saat paparan alergen awal dan karena waktu puncaknya membutuhkan
beberapa hari, kortikosteroid intranasal harus digunakan secara teratur [4].
Efek samping kortikosteroid intranasal yang paling sering adalah iritasi hidung, terasa
perih. Namun, efek ini dapat dihindari dengan cara menyemprotkan sedikit jauh dari septum
nasi [1]. Bukti menunjukkan bahwa beklometason intranasal dibandingkan degan placebo

11
menghambat pertumbuhan pada anak-anak, namun studi jangka panjang efek samping
beklometason intranasal terhadap pertumbuhan adalah sedikit [18-21].
Ini penting untuk digarisbawahi kebanyakan pasien dengan rinitis alergi yang berobat
di pelayanan tingkat primer dengan gejala sedang-berat membutuhkan kortikosteroid
intranasal. Bousqet et al. mencatat hasil yang lebih baik pada pasien dengan gejala sedang-
berat diobati dengan kombinasi obat kortikosteroid intranasal [22].

Antagonis Reseptor Leukotrien


Antagonis reseptor leukotrien seperti montelukast dan zafirlukast efektif terhadap
terapi dari rinitis alergi, namun obat ini tidak seefektif kortikosteroid intranasal [23-25].
Meskipun dalam studi jangka pendek menemukan bahwa kombinasi Antagonis reseptor
leukotrien dan antihistamin bekerja efektif seperti kortikosteroid intranasal [26], studi jangka
panjang menemukan bahwa kortikosteroid intranasal lebih efektif daripada kombinasi dengan
antihistamin untuk mengurangi gejala pada malam hari dan gejala hidung [12,27]. Hal ini
penting digarisbawahi di Kanada, montelukast (Singulair) merupakan antagonis reseptor
leukotrien yang diindikasi untuk pengobatan rinitis alergi pada dewasa.
Antagonis reseptor leukotrien harus dipertimbangkan ketika antihistamin oral dan
atau kortikosteroid intranasal tidak efektif untuk mengontrol gejala rinitis alergi. Jika
kombinasi terapi farmakologi dengan antihistamin oral, kortikosteroid intranasal dan
antagonis reseptor leukotrien tidak efektif atau tidak dapat mentoleransi gejalanya maka
imunoterapi alergen dapat dipertimbangkan.

Imunoterapi Alergen
Imunoterapi alergen melibatkan subkutan yang secara bertahap meningkatkan jumlah
dari alergen yang relevan pasien sampai dosis tercapai yang efektif dalam mendorong
toleransi imunologi terhadap alergen. Terapi ini menunjukkan efektivitas terapi pada rinitis
alergi yang disebabkan serbuksari dan debu rumah, tetapi memiliki kegunaan yang terbatas
dalam mengobati alergi yang disebabkan jamur dan bulu hewan [1].
Biasanya, imunoterapi alergen diberikan tahunan dengan peningkatan dosis secara
bertahap setiap minggu selama 6-8 bulan, diikuti oleh suntikan pemeliharaan dosis maksimal
toleransi setiap 3-4 minggu selama 3-5 tahun. Setelah periode ini, banyak pasien dengan
penggunaan jangka panjang sebagai efek perlindungan karena itu dapat dipertimbangkan
untuk menghentikan terapi. Persiapan pra-musim tertentu tahunan juga diperlukan [1,6].
Preparat sublingual juga diharapkan dapat diterima di Kanada dalam waktu dekat. Ini akan
12
memberikan pilihan kepada pasien sebagai terapi yang efektif. Meskipun pasien dapat
memberikan preparat sublingual sendiri, pemantauan ketat oleh dokter akan tetap diperlukan.
Imunoterapi alergen harus disediakan bagi pasien yang memiliki tindakan pencegahan
secara optimal dan terapi yang tidak dapat mentoleransi gejala. Sejak terapi ini ditemukan
dapat menimbulkan resiko terjadinya reaksi anafilaksis, sehingga terapi boleh direspkan oleh
seorang dokter yang cukup terlatih dalam pengobatan alergi dan yang mampu mengelola
reaksi anafilaksis yang dapat mengancam jiwa [1].
Algoritma yang disederhanakan untuk pengobatan rinitis alergi terdapat dalam
Gambar 2. Perhatikan bahwa ringan, intermiten rinitis alergi umumnya dapat dikelolaefektif
dengan menghindari alergen dan antihistamin oral. Namun seperti disebutkan di awal ,
kebanyakan pasien dengan rinitis alergi memiliki gejala sedang-berat, karena hal itu
membutuhkan kortikosteroid intranasal.

Pilihan Terapi Lain


Dekongestan oral dan intranasal seperti pseudoefedrin, fenilefrin berguna untuk
meredakan buntu hidung pada pasien dengan rinitis alergi. Meskipun begitu, efek samping
penggunaan dekongesan oral yaitu agitasi, insomnia, nyeri kepala, palpitasi, sehingga perlu
membatasi penggunaan jangka panjang. Selain itu, obat ini dikontraindikasikan pada pasien
hipertensi yang tidak terkontrol dan penyakit arteri koroner yang berat. Penggunaan jangka
panjang dekongestan intranasal dapat menyebabkan resiko terjadinya rinitis medikamentosa,
karena itu obat ini jangan digunakan lebih dari 5-10 hari. Kortikosteroid oral juga
menunjukkan terapi yang efektif pada pasien rinitis alergi gejala berat yang kebal terhadap
antihistamin oral dan kortikosteroid itranasal [1,4].
Meskipun tidak seefektif kortikosteroid intranasal, sodium cromoglycate (Cromolyn)
menunjukkan mengurangi bersin-bersin, rinorea dan rasa gatal pada hidung, karena itu
pilihsn terapi yang masuk akal untuk beberapa pasien. Antibodi anti Ig-E omalizumab juga
menunjukkan terapi yang efektif pada rinitis alergi musiman dan asma [1].
Hal ini penting untuk dicatat bahwa rinitis alergi dapat memburuk selama kehamilan
dan mungkin memerlukan pengobatan farmakologis. Manfaat maupun risiko agen
farmakologis untuk rinitis alergi perlu dipertimbangkan sebelum merekomendasikan terapi
medis untuk wanita hamil. Natrium kromoglikat intranasal dapat digunakan sebagai terapi
lini pertama untuk rinitis alergi di kehamilan karena tidak ada efek teratogenik pada manusia
atau hewan. Antihistamin generasi pertama juga dapat dipertimbangkan untuk alergirinitis
pada kehamilan dan, jika diperlukan, klorfeniramin dan diphenhydramine dapat
13
direkomendasikan diberikan catatan keamanan jangka panjang mereka. Namun, pasien harus
diberitahu bahwa risiko sedasi dengan obat tersebut. Jika kortikosteroid intranasal diperlukan
selama kehamilan, beklometason atau semprot hidung budesonide harus dianggap sebagai
lini pertama terapi karena catatan keamanan yang lebih lama. Mulai atau meningkatkan
imunoterapi alergen selama kehamilan tidak dianjurkan karena resiko anafilaksis untuk janin.
Namun, dosis pemeliharaan dianggap aman dan efektif selama kehamilan [1].

Kesimpulan
Rinitis alergi adalah gangguan umum yang dapat secara signifikan mempengaruhi
kualitas hidup pasien. Diagnosis dilakukan melalui anamnesis yang komprehensif dan
pemeriksaan fisik. Tes diagnostik lebih lanjut menggunakan tes cungkit kulit atau tes IgE-
alergen tertentu biasanya diperlukan untuk mengkonfirmasi alergi yang mendasari rinitis
tersebut. Terdapat beberapa pilihan terapi yang tersedia untuk pengobatan alergi rinitis efektif
dalam mengelola gejala dan umumnya aman dan ditoleransi dengan baik. Antihistamin
generasi 2 dan kortikosteroid intranasal adalah pengobatan utama untuk gangguan ini.
Imunoterapi alergen serta obat lain seperti dekongestandan kortikosteroid oral mungkin
berguna dalam beberapa kasus.

Pesan
Rinitis alergi berhubungan erat dengan asma dan konjungtivitis.
Tes cungkit kulit-alergen adalah tes diagnostik terbaik untuk mengkonfirmasi rinitis
alergi.
Kortikosteroid intranasal adalah pengobatan utama untuk sebagian besar pasien yang
datang ke dokter dengan rinitis alergi.
Imunoterapi alergen adalah modulasi sistem kekebalan tubuh yang efektif , jika terapi
farmakologis untuk rinitis alergi tidak efektif.

Referensi
1. Small P, Frenkiel S, Becker A, Boisvert Group: Rhinitis: A practical and
P, Bouchard J MD, Carr S, Cockcroft D, comprehensive approach to assessment
Denburg J, Desrosiers M, Gall R, Hamid and therapy. J Otolaryngol 2007, 36(Suppl
Q, Hbert J, Javer A, Keith P, Kim H, 1):S5-S27.
Lavigne F, Lemir C, Massoud E, Payton 2. Dykewicz MS, Hamilos DL: Rhinitis
K, Schellenberg B, Sussman G, and sinusitis. J Allergy Clin Immunol
Tannenbaum D, Watson W, Witterick I, 2010, 125:S103-115.
Wright E, The Canadian Rhinitis Working

14
3. Bourdin A, Gras D, Vachier I, Chanez 8. Horowitz E, Diemer FB, Poyser J, Rice
P: Upper airway 1: Allergic rhinitis and V, Jean LG, Britt V: Asthma and
asthma: united disease through epithelial rhinosinusitis prevalence in a Baltimore
cells. Thorax 2009, 64:999-1004. city public housing complex [abstract]. J
4. Lee P, Mace S: An approach to allergic Allergy Clin Immunol 2001, 107:S280.
rhinitis. Allergy Rounds 2009, 1. 9. Kapsali T, Horowitz E, Togias A:
5. Bousquet J, Khaltaev N, Cruz AA, Rhinitis is ubiquitous in allergic asthmatics
Denburg J, Fokkens WJ, Togias A, [abstract]. J Allergy Clin Immunol 1997,
Zuberbier T, Baena-Cagnani CE, Canonica 99:S138.
GW, van Weel C, Agache I, At- Khaled 10. Leynaert B, Bousquet J, Neukirch C,
N, Bachert C, Blaiss MS, Bonini S, Boulet Liard R, Neukirch F: Perennial rhinitis:
LP, Bousquet PJ, Camargos P, Carlsen an independent risk factor for asthma in
KH, Chen Y, Custovic A, Dahl R, Demoly nonatopic subjects: results from the
P, Douagui H, Durham SR, van Wijk RG, European Community Respiratory Health
Kalayci O, Kaliner MA, Kim YY, Survey. J Allergy Clin Immunol 1999,
Kowalski ML, Kuna P, Le LT, Lemiere C, 104(2 Pt 1):301-304.
Li J, Lockey RF, Mavale-Manuel S, 11. Yanez A, Rodrigo GJ: Intranasal
Meltzer EO, Mohammad Y, Mullol J, corticosteroids versus topical H1 receptor
Naclerio R, OHehir RE, Ohta K, antagonists for the treatment of allergic
Ouedraogo S, Palkonen S, Papadopoulos rhinitis: a systematic review with meta-
N, Passalacqua G, Pawankar R, Popov TA, analysis. Ann Allergy Asthma Immunol
Rabe KF, Rosado-Pinto J, Scadding GK, 2002, 89:479-484.
Simons FE, Toskala E, Valovirta E, van 12. Pullerits T, Praks L, Ristioja V, Ltvall
Cauwenberge P, Wang DY, Wickman M, J: Comparison of a nasal glucocorticoid,
Yawn BP, Yorgancioglu A, Yusuf OM, antileukotriene, and a combination of
Zar H, Annesi-Maesano I, Bateman ED, antileukotriene and antihistamine in the
Ben Kheder A, Boakye DA, Bouchard J, treatment of seasonal allergic rhinitis. J
Burney P, Busse WW, Chan-Yeung M, Allergy Clin Immunol 2002, 109:949-955.
Chavannes NH, Chuchalin A, Dolen WK, 13. Wilson AM, OByrne PM,
Emuzyte R, Grouse L, Humbert M, Parameswaran K: Leukotriene receptor
Jackson C, Johnston SL, Keith PK, Kemp antagonists for allergic rhinitis: a
JP, Klossek JM, Larenas-Linnemann D, systematic review and meta-analysis. Am J
Lipworth B, Malo JL, Marshall GD, Med 2004, 116:338-344.
Naspitz C, Nekam K, Niggemann B, 14. Weiner JM, Abramson MJ, Puy RM:
Nizankowska-Mogilnicka E, Okamoto Y, Intranasal corticosteroids versus oral H1
Orru MP, Potter P, Price D, Stoloff SW, receptor antagonists in allergic rhinitis:
Vandenplas O, Viegi G, Williams D, systematic review of randomised
World Health Organization GA(2)LEN controlled trials. BMJ 1998, 317:1624-
AllerGen: Allergic rhinitis and its impact 1629.
on asthma (ARIA) 2008 update (in 15. DeWester J, Philpot EE, Westlund RE,
collaboration with the World Health Cook CK, Rickard KA: The efficacy of
Organization, GA(2)LEN and AllerGen). intranasal fluticasone propionate in the
Allergy 2008, 63(Suppl 86):8-160. relief of ocular symptoms associated with
6. Kim H, Kaplan A: Treatment and seasonal allergic rhinitis. Allergy Asthma
management of allergic rhinitis [feature]. Proc 2003, 24:331-337.
Clinical Focus 2008, 1-4. 16. Bernstein DI, Levy AL, Hampel FC,
7. Guerra S, Sherrill D, Martinez F, Barbee Baidoo CA, Cook CK, Philpot EE,
RA: Rhinitis as an independent risk factor Rickard KA: Treatment with intranasal
for adult-onset asthma. J Allergy Clin fluticasone propionate
Immunol 2002, 109:419-425. significantlyimproves ocular symptoms in

15
patients with seasonal allergic rhinitis. allergic rhinitis: a randomized controlled
Clin Exp Allergy 2004, 34:952-957. trial. Allergy 2003, 58:733-741.
17. Watson WT, Becker AB, Simons FER: 23. Pullerits T, Praks L, Skoogh BE, Ani
Treatment of allergic rhinitis with R, Ltvall J: Randomized
intranasal corticosteroids in patients with placebocontrolled
mild asthma: effect on lower airway study comparing a leukotriene receptor
hyperresponsiveness. J Allergy Clin antagonist and a nasal glucocorticoid in
Immunol 1993, 91(1 Pt 1):97-101. seasonal allergic rhinitis. Am J Respir Crit
18. Skoner DP, Rachelefsky GS, Meltzer Care Med 1999, 159:1814-1818.
EO, Chervinsky P, Morris RM, Seltzer 24. Ratner PH, Howland WC 3rd, Arastu
JM, Storms WW, Wood RA: Detection of R, Philpot EE, Klein KC, Baidoo CA,
growth suppression in children during Faris MA, Rickard KA: Fluticasone
treatment with intranasal beclomethasone propionate aqueous nasal spray provided
dipropionate. Pediatrics 2000, 105:E23. significantly greater improvement in
19. Allen DB, Meltzer EO, Lemanske RF daytime and nighttime nasal symptoms of
Jr, Philpot EE, Faris MA, Kral KM, seasonal allergic rhinitis compared with
Prillaman BA, Rickard KA: No growth montelukast. Ann Allergy Asthma
suppression in children treated withthe Immunol 2003, 90:536-542.
maximum recommended dose of 25. Wilson AM, Dempsey OJ, Sims EJ,
fluticasone propionate aqueous nasal spray Lipworth BJ: A comparison of topical
for one year. Allergy Asthma Proc 2002, budesonide and oral montelukast in
23:407-413. seasonal allergic rhinitis and asthma. Clin
20. Agertoft L, Pedersen S: Effect of long- Exp Allergy 2001, 31:616-624.
term treatment with inhaled budesonide on 26. Wilson AM, Orr LC, Sims EJ,
adult height in children with asthma. N Lipworth BJ: Effects of monotherapy with
Engl J Med 2000, 343:1064-1069. intra-nasal corticosteroid or combined oral
21. Schenkel EJ, Skoner DP, Bronsky EA, histamine and leukotriene receptor
Miller SD, Pearlman DS, Rooklin A, antagonists in seasonal allergic rhinitis.
Rosen JP, Ruff ME, Vandewalker ML, Clin Exp Allergy 2001, 31:61-68.
Wanderer A, Damaraju CV, Nolop KB, 27. Di Lorenzo G, Pacor ML, Pellitteri
Mesarina-Wicki B: Absence of growth ME, Morici G, Di Gregoli A, Lo Bianco
retardation in children with perennial C, Ditta V, Martinelli N, Candore G,
allergic rhinitis after one year of treatment Mansueto P, Rini GB, Corrocher R,
with mometasone furoate aqueous nasal Caruso C: Randomized placebo-controlled
spray. Pediatrics 2000, 105:E22. trial comparing fluticasone aqueousnasal
22. Bousquet J, Lund VJ, van spray in mono-therapy, fluticasone plus
Cauwenberge P, Bremard-Oury C, cetirizine, fluticasone plus montelukast
Mounedji N, Stevens MT, El-Akkad T: and cetirizine plus montelukast for
Implementation of guidelines for seasonal seasonal allergic rhinitis. Clin Exp Allergy
2004,34:259-267.

16

Anda mungkin juga menyukai