Anda di halaman 1dari 47

MATA KULIAH SISTEM KARDIOVASKULAR

Farmakologi Gangguan Sistem Kardiovaskular

KELOMPOK 2:
Yulinar Syam
Rimaruliani Marali
Swastika Fadia Amalina
Wahdani Sariwarsi
Nurul Fadilah Asran
Lusiana
Bahri

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, atas rahmat Allah SWT kita ucapkan puji sukur kepada Allah SWT
yang telah memperkenankan kami menyusun makalah ini. Shalawat serta salam kita curahkan
kepada junjungan kami Baginda tercinta Rasululah SAW.
Melalui makalah ini kami ingin menjelaskan tentang Farmakologi Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Terima kasih kepada semua pihak yang membantu, hingga selesainya
makalah ini dan terkhusus kepada Tim Dosen PSIK Blok Kardiovaskular.
Seperti pepatah yang mengatakan bahwa, Tak ada gading yang tak retak demikian
pula dengan makalah ini tentu masih mempunyai banyak kekurangan dan kesalahan, karena
itu kepada para pembaca khususnya dosen mata kuliah dimohon kritik dan saran yang
bersifat membangun demi bertambahnya wawasan kami di bidang ini.

Makassar, 2 April 2016

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i

DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ......................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2

A. Obat Antihipertensi ..................................................................................................................... 2

B. Obat Antiangina .......................................................................................................................... 7

C. Obat Pengatur Lipid .................................................................................................................. 14

D. Obat Antikoagulan .................................................................................................................... 19

E. Trombolitik ............................................................................................................................... 23

F. Obat Disaritmik ......................................................................................................................... 25

G. Obat Gagal Jantung ................................................................................................................... 36

H. Obat Preparat antiplatelet .......................................................................................................... 41

BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 43

A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 44

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengingat peranan obat yang sangat penting ini, maka sejak permulaan abad
ke20 timbul disiplin baru dalam ilmu kedokteran yang dinamakan
farmakologi (farmakon = obat, logos = ilmu ). Semula farmakologi mencakup semua
ilmu yang berhubungan dengan obat dengan definisi sebagai berikut : ilmu yang
mempelajari sejarah, asal-usul obat, sifat fisik dan kimiawi, cara mencampur dan
membuat obat, efek terhadap fungsi bokimiawi dan faal, cara kerja, absorpsi,
distribusi, biotransformasi dan ekresi, pengunaan dalam klinik dan efek toksiknya.
Obat dalam arti luas adalah zat kimia yang mempengaruhi proses hidup, sehingga
farmakologi mencakup ilmu pengetahuan ( explosion of knowledge ) dan keterbatasan
kemampuan otak manusia maka farmakologi dipecah menjadi berbagai disiplin yang
mempunyai ruang lingkup yang lebih terbatas.
Sistem kardiovaskuler adalah suatu sistem yang sangat dinamik,yang harus
mampu berdaptasi cepat terhadap perubahan mendadak. Perubahan terkanan darah,
kerja dan frekuensi jantung serta komponen kardiovaskuler lain merupakan resultante
dari berbagai faktor pengatur yang bekerja secara serentak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja obat-obat yang berhubungan dengan gangguan sistem kardiovaskular ?
2. Bagaimana farmakokinetik obat-obat yang berhubungan dengan gangguan sistem
kardiovaskular ?
3. Bagaimana farmakodinamik obat-obat yang berhubungan dengan gangguan sistem
kardiovaskular ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui obat-obat yang berhubungan dengan gangguan sistem
kardiovaskular ?
2. Untuk mengetahui farmakokinetik obat-obat yang berhubungan dengan gangguan
sistem kardiovaskular ?
3. Untuk mengetahui farmakodinamik obat-obat yang berhubungan dengan
gangguan system kardiovaskular ?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Obat Antihipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko untuk banyak kasus koroner. Namun
demikian, tekanan darah dapat diturunkan melalui terapi yang tepat, sehingga
menurunkan resiko strok, kejadian koroner, gagal jantung dan ginjal. Patogenesis
hipertensi melibatkan banyak faktor. Termasuk diantaranya peningkatan cardiac
output, peningkatan tahanan perifer, dan vasokonstriksi. Ginjal juga berperan pada
regulasi tekanan darah melalui kontrol sodium dan ekskresi air, dan sekresi renin,
yang mempengaruhi tekanan vaskular dan ketidakseimbangan elektrolit. Mekanisme
neurohormonal seperti sistem saraf simpatis dan sistem endokrin juga terlibat pada
regulasi tekanan darah. Oleh karena itu, sistem-sistem tersebut merupakan target
untuk terapi obat untuk menurunkan tekanan darah.
Tekanan darah sistolik (SBP) optimal adalah < 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik (DBP) optimal adalah < 85 mmHg. Untuk pasien dengan penyakit
kardiovaskular aterosklerosis, diabetes atau gagal ginjal kronik target SBP menjadi
130 mmHg dan DBP <80 mmHg. Seberapapun tingkat kegawatan hipertensi, semua
pasien harus mendapat nasehat/anjuran yang berkaitan dengan pengaturan gaya hidup
untuk menurunkan tekanan darah. Termasuk nasehat untuk berhenti merokok,
menurunkan berat badan, melakukan olahraga, mengurangi asupan alkohol dan diet.
Golongan obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah diuretik tiazid
(misalnya bendroflumetiazid), betabloker, (misalnya propanolol, atenolol,)
penghambat angiotensin converting enzymes (misalnya captopril, enalapril), antagonis
angiotensin II (misalnya candesartan, losartan), calcium channel blocker (misalnya
amlodipin, nifedipin) dan alphablocker (misalnya doksasozin). Yang lebih jarang
digunakan adalah vasodilator dan antihipertensi kerja sentral dan yang jarang dipakai,
guanetidin, yang diindikasikan untuk keadaan krisis hipertensi.
1. Diuretik tiazid
Diuretik tiazid adalah diuretik dengan potensi menengah yang
menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada
daerah awal tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin.
Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat
mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada
pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati. Efek diuretik tiazid
2
terjadi dalam waktu 12 jam setelah pemberian dan bertahan sampai 1224 jam,
sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari. Efek antihipertensi terjadi pada
dosis rendah dan peningkatan dosis tidak memberikan manfaat pada tekanan
darah, walaupun diuresis meningkat pada dosis tinggi. Efek tiazid pada tubulus
ginjal tergantung pada tingkat ekskresinya, oleh karena itu tiazid kurang
bermanfaat untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Efek samping
Peningkatan eksresi urin oleh diuretik tiazid dapat mengakibatkan
hipokalemia, hiponatriemi, dan hipomagnesiemi. Hiperkalsemia dapat terjadi
karena penurunan ekskresi kalsium. Interferensi dengan ekskresi asam urat dapat
mengakibatkan hiperurisemia, sehingga penggunaan tiazid pada pasien gout harus
hatihati. Diuretik tiazid juga dapat mengganggu toleransi glukosa (resisten
terhadap insulin) yang mengakibatkan peningkatan resiko diabetes mellitus tipe 2.
Efek samping yang umum lainnya adalah hiperlipidemia, menyebabkan
peningkatan LDL dan trigliserida dan penurunan HDL. 25% pria yang mendapat
diuretic tiazid mengalami impotensi, tetapi efek ini akan hilang jika pemberian
tiazid dihentikan.
2. Beta-blocker
Beta blocker memblok betaadrenoseptor. Reseptor ini diklasifikasikan
menjadi reseptor beta1 dan beta2. Reseptor beta1 terutama terdapat pada
jantung sedangkan reseptor beta2 banyak ditemukan di paruparu, pembuluh
darah perifer, dan otot lurik. Reseptor beta2 juga dapat ditemukan di jantung,
sedangkan reseptor beta1 juga dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga
dapat ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan
memacu penglepasan neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system saraf
simpatis. Stimulasi reseptor beta1 pada nodus sinoatrial dan miokardiak
meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada
ginjal akan menyebabkan penglepasan rennin, meningkatkan aktivitas system
renninangiotensinaldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output,
peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron
dan retensi air. Terapi menggunakan betablocker akan mengantagonis semua
efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Betablocker yang

3
selektif (dikenal juga sebagai cardioselective betablockers), misalnya bisoprolol,
bekerja pada reseptor beta1, tetapi tidak spesifik untuk reseptor beta1 saja oleh
karena itu penggunaannya pada pasien dengan riwayat asma dan bronkhospasma
harus hatihati. Betablocker yang nonselektif (misalnya propanolol) memblok
reseptor beta1 dan beta 2. Betablocker yang mempunyai aktivitas agonis
parsial (dikenal sebagai aktivitas simpatomimetik intrinsic), misalnya acebutolol,
bekerja sebagai stimulanbeta pada saat aktivitas adrenergik minimal (misalnya
saat tidur) tetapi akan memblok aktivitas beta pada saat aktivitas adrenergik
meningkat (misalnya saat berolah raga). Hal ini menguntungkan karena
mengurangi bradikardi pada siang hari. Beberapa betablocker, misalnya
labetolol, dan carvedilol, juga memblok efek adrenoseptoralfa perifer. Obat lain,
misalnya celiprolol, mempunyai efek agonis beta2 atau vasodilator. Betablocker
diekskresikan lewat hati atau ginjal tergantung sifat kelarutan obat dalam air atau
lipid. Obatobat yang diekskresikan melalui hati biasanya harus diberikan
beberapa kali dalam sehari sedangkan yang diekskresikan melalui ginjal biasanya
mempunyai waktu paruh yang lebih lama sehingga dapat diberikan sekali dalam
sehari. Betablocker tidak boleh dihentikan mendadak melainkan harus secara
bertahap, terutama pada pasien dengan angina, karena dapat terjadi fenomena
rebound.

Efek samping
Blokade reseptor beta2 pada bronkhi dapat mengakibatkan
bronkhospasme, bahkan jika digunakan betabloker kardioselektif. Efek samping
lain adalah bradikardia, gangguan kontraktil miokard, dan tangakaki terasa
dingin karena vasokonstriksi akibat blokade reseptor beta2 pada otot polos
pembuluh darah perifer. Kesadaran terhadap gejala hipoglikemia pada beberapa
pasien DM tipe 1 dapat berkurang. Hal ini karena betablocker memblok sistem
saraf simpatis yang bertanggung jawab untuk memberi peringatan jika terjadi
hipoglikemia. Berkurangnya aliran darah simpatetik juga menyebabkan rasa
malas pada pasien. Mimpi buruk kadang dialami, terutama pada penggunaan
betablocker yang larut lipid seperti propanolol. Impotensi juga dapat terjadi.
Betablockers nonselektif juga menyebabkan peningkatan kadar trigilserida
serum dan penurunan HDL.

4
3. ACE inhibitor
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat secara
kompetitif pembentukan angiotensin II dari precursor angiotensin I yang inaktif,
yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan
otak. Angitensin II merupakan vasokonstriktor kuat yang memacu penglepasan
aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan
angiotensin II ini akan menurunkan tekanan darah. Jika system angiotensinrenin
aldosteron teraktivasi (misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau pada
terapi diuretik) efek antihipertensi ACEi akan lebih besar. ACE juga
bertanggungjawab terhadap degradasi kinin, termasuk bradikinin, yang
mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan degradasi ini akan menghasilkan
efek antihipertensi yang lebih kuat. Beberapa perbedaan pada parameter
farmakokinetik obat ACEi. Captopril cepat diabsorpsi tetapi mempunyai durasi
kerja yang pendek, sehingga bermanfaat untuk menentukan apakah seorang
pasien akan berespon baik pada pemberian ACEi. Dosis pertama ACEii harus
diberikan pada malam hari karena penurunan tekanan darah mendadak mungkin
terjadi; efek ini akan meningkat jika pasien mempunyai kadar sodium rendah.
4. Antagonis Angiotensin II
Reseptor angiotensin II ditemukan pada pembuluh darah dan target
lainnya. Disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1
memperantarai respon farmakologis angiotensin II, seperti vasokonstriksi dan
penglepasan aldosteron. Dan oleh karenanya menjadi target untuk terapi obat.
Fungsi reseptor AT2 masih belum begitu jelas. Banyak jaringan mampu
mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II tanpa melalui ACE. Oleh
karena itu memblok system reninangitensin melalui jalur antagonis reseptor AT1
dengan pemberian antagonis reseptor angiotensin II mungkin bermanfaat.
Antagonis reseptor angiotensin II (AIIRA) mempunyai banyak kemiripan dengan
ACEi, tetapi AIIRA tidak mendegradasi kinin. Karena efeknya pada ginjal, ACEi
dan AIIRA dikontraindikasikan pada stenosis arteri ginjal bilateral dan pada
stenosis arteri yang berat yang mensuplai ginjal yang hanya berfungsi satu. Efek
samping ACEi dan AIIRA. Sebelum mulai memberikan terapi dengan ACEi atau
AIIRA fungsi ginjal dan kadar elektrolit pasien harus dicek. Monitoring ini harus
terus dilakukan selama terapi karena kedua golongan obat ini dapat mengganggu

5
fungsi ginjal. Baik ACEi dan AIIRA dapat menyebabkan hiperkalemia karena
menurunkan produksi aldosteron, sehingga suplementasi kalium dan penggunaan
diuretik hemat kalium harus dihindari jika pasien mendapat terapiACEI atau
AIIRA. Perbedaan anatar ACEi dan AIIRA adalah batuk kering yang merupakan
efek samping yang dijumpai pada 15% pasien yang mendapat terapi ACEi.
AIIRA tidak menyebabkan batuk karena tidak mendegaradasi bradikinin.
Calcium channel blocker Calcium channel blockers (CCB) menurunkan influks
ion kalsium ke dalam sel miokard, selsel dalam sistem konduksi jantung, dan sel
sel otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung,
menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu
aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan konstriksi otot polos pembuluh darah.
Semua hal di atas adalah proses yang bergantung pada ion kalsium. Terdapat tiga
kelas CCB: dihidropiridin (misalnya nifedipin dan amlodipin); fenilalkalamin
(verapamil) dan benzotiazipin (diltiazem). Dihidropiridin mempunyai sifat
vasodilator perifer yang merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan verapamil
dan diltiazem mempunyai efek kardiak dan digunakan untuk menurunkan heart
rate dan mencegah angina. Semua CCB dimetabolisme di hati. Efek samping
kemerahan pada wajah, pusing dan pembengkakan pergelangan kaki sering
dijumpai, karena efek vasodilatasi CCB dihidropiridin. Nyeri abdomendan mual
juga sering terjadi. Saluran cerna juga sering terpengaruh oleh influks ion
kalsium, oleh karena itu CCB sering mengakibatkan gangguan gastrointestinal,
termasuk konstipasi. Alpha-blocker Alphablocker (penghambat adrenoseptor
alfa1) memblok adrenoseptor alfa1 perifer, mengakibatkan efek vasodilatasi
karena merelaksaasi otot polos pembuluh darah. Diindikasikan untuk hipertensi
yang resisten. Efek samping Alphablocker dapat menyebabkan hipotensi
postural, yang sering terjadi pada pemberian dosis pertama kali. Alphablocker
bermanfaat untuk pasien lakilaki lanjut usia karena memperbaiki gejala
pembesaran prostat. Golongan lain Antihipertensi vasodilator (misalnya
hidralazin, minoksidil) menurunkan tekanan darah dengan cara merelaksasi otot
polos pembuluh darah. Antihipertensi kerj a sentral (misalnya klonidin,
metildopa, monoksidin) bekerja pada adrenoseptor alpha2 atau reseptor lain pada
batang otak, menurunkan aliran simpatetik ke jantung, pembuluh darah dan
ginjal, sehingga efek ahirnya menurunkan tekanan darah. Efek samping

6
Antihipertensi vasodilator dapat menyebabkan retensi cairan. Tes fungsi hati
harus dipantau selama terapi dengan hidralazin karena ekskresinya melalui hati.
Hidralazin juga diasosiakan dengan sistemiklupus eritematosus. Minoksidil
diasosiasikan dengan hipertrikosis (hirsutism) sehingga kurang sesuai untuk
pasien wanita. Obatobat kerja sentral tidak spesifik atau tidak cukup selektif
untuk menghindari efek samping sistem saraf pusat seperti sedasi, mulut kering
dan mengantuk, yang sering terjadi. Metildopa mempunyai mekanisme kerja
yang mirip dengan konidin tetapi dapat memnyebabkan efek samping pada
system imun, termasuk pireksia, hepatitis dan anemia hemolitik.
B. Obat Antiangina
Pada awal kasus angina, tindakan untuk menghindari pengerahan tenaga yang
berlebihan atau situasi yang sangat menimbulkan stres merupakan langkah yang
cukup untuk mencegah nyeri angina. Obat antiangina berfungsi untuk membantu
memulihkan rasio suplai dan kebutuhan darah dalam mengantarkan oksigen ke dalam
miokardium jika istirahat saja tidak cukup membantu. Obat ini bekerja dengan
memperbaiki pengantaran darah ke otot jantung menggunakan salah satu dari dua cara
ini yaitu mendilatasikan pembuluh darah (meningkatkan suplai oksigen) atau
menurunkan kerja jantung (menurunkan kebutuhan oksigen). Nitrat, penyekat
adregernik, dan penyekat saluran kalsium digunakan untuk mengatasi angina.
Semua obat-obatan tersebut efektif dan sering kali digunakan dalam kombinasi untuk
mengontrol nyeri angina dengan baik. Jenis obat-obatan yang terbaik bagi pasien
ditentukan berdasarkan toleransi pasien terhadap efek merugikan dan respons pasien
terhadap obat.
1. Nitrat
Nitrat merupakan obat yang bekerja secara langsung pada otot polos untuk
menimbulkan relaksasi dan menekan tonus otot. Karena bekerja secara langsung,
obat ini tidak perlu memengaruhi saraf atau aktivitas lain. Respons terhadap nyeri
jenis obat ini biasanya cukup cepat. Nitrat merelaksasi dan mendilatasikan vena,
arteri dan kapiler. Memungkinkan peningkatan aliran darah melalui pembuluh
darah dan menurunkan tekanan darah sistemik karena berkurangnya tahapan
pembuluh darah. Obat ini dapat mengakibatkan aliran darah yang melalui arteri
koroner yang sehat, sehingga akan terjadi peningkatan supali darah melalui
sesama pembuluh darah yang sehat dalam jantung, yang dapat membantu jantung
untuk melakukan sedikit kompensasi.
7
Akan tetapi, efek utama nitrat biasanya terkait dengan penurunan tekanan
darah yang terjadi. Vasodilatasi akan membuat darah mengumpul dalam vena dan
kapiler, menurunkan volume darah yang harus dipompa jantung ke seluruh tubuh
(preload), sementara relaksasi pembuluh darah mengurangi tahanan yang harus
diatasi jantung dalam memompa (afterload). Kombinasi dari semua efek ini
sangat mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan jantung terhadap oksigen
sehingga dapat menyeimbangkan rasio suplai dan kebutuhan oksigen kembali.
Nitrogliserin (nitro-bid, nitrosat, dan obat lain) merupakan nitrat pilihan
untuk mengatasi serangan angina akut. Obat ini dapat diberikan secara sublingual,
sebagai semprotan translingual, intravena, transdermal, topikal atau sebagai agens
transmukosa. Nitrogliserin dapat diserap dengan cepat dan memiliki awitan kerja
dalam hitungan menit. Obat ini dapat dibawa oleh pasien, yang dapat
digunakannya ketika diperlukan. Obat ini juga dapat mencegah serangan angina
dalam bentuk slow release. Nitrat lain juga tersedia untuk mengatasi angina. Amil
nitrat (generik) merupakan obat inhalasi dan memiliki awitan kerja sekitar 30
detik. Obat ini tersedia dalam bentuk kapsul yang harus dipecah dan digoyangkan
di bawah hidung pasien. Cara pemberian obat ini agak sedikit aneh dan biasanya
memerlukan bantuan orang lain untuk memberikannya dengan benar. Isosorbid
dinitrat (Isordil dan obat lain) dan isosorbid monitrat (Imdur, Monoket),
keduanya adalah obat oral, memiliki awitan kerja yang lebih lama tetapi dapat
bertahan selama 4 jam. Obat ini digunakan sebelum terjadi nyeri dada pada saat
situasi stres atau pengerahan tenaga diantisipasi. Obat ini bukan merupakan obat
pilihan selama serangan akut.
Cara kerja obat dan indikasi terapeutik
Nitrat menyebabkan relaksasi langsung pada otot polos yang akan
menurunkan aliran balik vena dan menurunkan tekanan arteri, yang
mengurangi beban kerja jantung dan menurunkan konsumsi oksigen pada
miokardium. Obat ini diindikasikan untuk mencegah dan mengatasi serangan
angina pektoris
Farmakokinetik
Obat ini diabsorpsi dengan cepat, dimetabolisme dalam hati, dan
dieksresikan melalui urine. Obat ini melewati plasenta dan masuk ke ASI.
Karena berpotensi menimbulkan efek merugikan yang serius pada janin dan

8
noenatus, obat ini tidak disarankan untuk digunakan selama kehamilan atau
laktasi
Kontraindikasi dan peringatan
Nitrat dikontraindikasikan jika ada alergi terhadap nitrat. Obat ini juga
dikontraindikasikan pada beberapa kondisi berikut: anemia berat, karena
penurunan curah jantung dapat membahayakan pasien; trauma kepala atau
perdarahan serebral, karena relaksasi pembuluh darah serebral dapat
mengakibatkan perdarahan intrakranial; dan kehamilan atau laktasi, karena
efek merugikan potensial pada neonatus dan aliran darah yang tidak efektif
ke janin.
Obat ini juga harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang
mnegalami penyakit hati atau ginjal, yang dapat mengubah metabolisme dan
eksresi obat ini. Begitu pula pada kondisi hipotensi, hipovolemia, dan kondisi
yang membatasi curah jantung (mis: tamponade, tekanan pengisian ventrikel
yang rendah, tekanan baji kapiler pulmonari yang rendah), karena kondisi ini
dapat diperburuk, mengakibatkan efek merugikan yang serius.
Efek merugikan
Efek merugikan dari penggunaan obat-obatan ini berkaitan dengan efek
vasodilatasi dan penurunan aliran darah yang terjadi. Efek pada sistem saraf
pusat meliputi sakit kepala, pusing, dan kelemahan. Gejala pada
gastrointestinal adalah mual, muntah dan inkontinensia. Masalah pada
kardiovaskuler adalah hipotensi, yang dapat menjadi berat dan harus
dipantau; refleks takikardia, yang terjadi ketika tekanan darah turun; sinkop;
dan angina. Efek pada kulit adalah flushing, pucat, dan bertambahnya
keringat. Ketika menggunakan preparat transdermal, terdapat peningkatan
resiko dermatitis kontak dan reaksi hipersensitivitas lokal.
Interaksi obat-obat yang penting secara klinis
Terdapat peningkatan resiko terjadinya hipertensi dan penurunan efek
antiangian apabila obat ini diberikan bersama dengan derivat ergot. Selain
itu, terdapat pula resiko penurunan efek terapeutik heparin apabila obat ini
diberikan bersamaan; apabila pasien menggunakan kombinasi obat ini,
pasien perlu dipantau dan penyesuaian dosis yang tepat perlu dilakukan.

9
2. Penyekat-
Penyekat- adrenergik digunakan untuk menghambat efek stimulasi dari
sistem saraf simpatis. Obat ini menghambat reseptor- adrenergik dan
vasokontriksi (sehingga menghentikan peningkatan tekanan darah) dan mencegah
peningkatan frekuensi jantung serta meningkatkan intensitas kontraksi
miokardium yang terjadi pada stimulasi simpatis seperti pengerahan tenaga yang
berlebihan atau stres. Semua efek ini mengurangi beban kerja jantung dan
kebutuhan terhadap oksigen.
Obat-obatan ini sering kali digunakan dengan nitrat untuk meningkatkan
toleransi latihan fisik. Penyekat- memiliki beberapa efek merugikan yang
berkaitan dengan penghambatan sistem saraf simpatis. Dosis yang digunakan
untuk mencegah angina adalah dosis yang lebih rendah daripada dosis yang
digunakan untuk mengobati hipertensi, sehingga akan terjadi penurunan insidensi
efek merugikan yang terkait dengan penggunaan penyekat- spesifik. Pasien
dengan diabetes, penyakit pembuluh darah perifer atau penyakit paru obstruksi
kronis (PPOK) tidak disarankan untuk menggunakan obat-obatan ini karena
adanya efek pada sistem saraf simpatis yang dapat memperparah masalah ini.
Penyekat- yang disarankan untuk mengatasi angina adalah metoprolol (Toprol,
Toprol XL), propanolol (Inderol), dan nadolol (Corgard).
Cara kerja obat dan indikasi terapeutik
Penyekat- bersaing menghambat reseptor adrenergik- di dalam
jantung dan aparatus jukstaglomerulus sehingga mengurangi pengaruh sistem
saraf simpatis pada jaringan ini dan kemudian dapat mengurangi eksitabilitas
jantung, menurunkan curah jantung, menurunkan kompensasi oksigen
jantung, dan menurunkan tekanan darah. Obat-obatan tersebut diindikasikan
untuk penatalaksanaan angina pektoris jangka panjang yang disebabkan oleh
aterosklerosis. Obat ini tidak diindikasikan untuk mengobati angina
prinzmetal karena dapat menyebabkan vasospasme saat menghambat area
reseptor- . Propranolol juga dapat mencegah infark berulang pada pasien
yang stabil selama 1 sampai 4 minggu setelah terjadinya IM. Effek ini
diperkirakan disebabkan oleh penekanan kebutuhan oksigen miokardium
dalam jangka waktu yang lama.

10
Farmakokinetik
Obat ini diabsorpsi dari saluran gastrointerstinal dan dimetabolisme di
dalam hati. Makanan terbukti meningkatkan bioavailibilitas propranolol,
tetapi efek ini belum terbukti pada agens penyekat- adrenergik yang lain.
Obat ini dieksresikan melalui urine sehingga perlu berhati-hati pada pasien
yang mengalami kerusakan ginjal. Efek teratogenik telah terjadi ketika
penelitian dengan binatang pada semua obat-obatan ini kecuali sotalol.
Penyekat adrenergik selama kehamilan dapat digunakan hanya jika
manfaatnya pada ibu jauh lebih besar daripada resiko potensial pada janin.
Umunya, obat ini tidak boleh digunakan selama laktasi karena adanya efek
merugikan potensial pada bayi. Keamanan dan keefektifan penggunaan obat
ini pada anak-anak belum ditetapkan.
Kontraindikasi dan peringatan
Penyekat dikontraindikasikan pada pasien yang mengalami
bradikardia, blok jantung, syok kardiogenik, asma, dan PPOK karena
penghambatan respons simpatis dapat memperparah semua penyakit ini.
Obat-obatan tersebut juga dikontraindikasikan pada wanita yang sedang
hamil dan menyusui, karena adanya efek merugikan potensial pada janin atau
neonatus. Gunakan dengan hati-hati pada pasien diabetes, penyakit pembuluh
daraf perifer, dan tirotoksikosis, karena penghambatan respons simpatis
menghambat refleks normal yang penting untuk mempertahankan
homeostasis pada pasien yang mengalami penyakit ini.
Efek merugikan
Efek merugikan dari penggunaan obat-obatan ini berkaitan dengan
penghambatan obat terhadap sistem saraf simpatis. Efek pada SSP adalah
pusing, keletihan, depresi emosional, dan gangguan tidur. Masalh pada
gastrointestinal antara lain nyeri lambung, mual, muntah, kolitis, dan diare.
Efek kardiovaskuler meliputi gagal jantung kongenitif, penurunan curah
jantung, dan aritmia. Gejala pada pernapasan adalah bronkospasme, dispena,
dan batuk. Kebutuhan lain yang juga sering muncul adalah penurunan
toleransi latihan fisik dan malaise.
Interaksi obat-obat yang penting secara klinis
Hipertensi paradoksikal terjadi ketika pasien menggunakan klonidin
bersama dengan penyekat- , dan peningkatan hipertensi rebound juga dapat

11
terjadi jika klonidin dihentikan; yang terbaik adalah menghindari kombinasi
obat ini. Penurunan efek antihipertensif terjadi ketika penyekat- diberikan
bersama dengan obat anti inflamasi non steroid; apabila pasien menggunakan
kombinasi ini, pasien harus mendapatkan pemantuan secara ketat dan
penyesuaian dosis diperlukan.
Episode hipertensi awal yang diikuti dengan bradikardia akan terjadi
apabila obat ini diberikan bersama dengan epinefrin.Apabila pasien
menggunakan kombinasi penyekat- dengan ergot alkaloid, pasien
kemungkinan akan mengalami iskemia perifer. Selain itu, kemungkinan akan
terjadi perubahan kadar glukosa darah apabila obat ini digunakan dengan
insulin atau agens antidiabetes, dan pasien tidak akan mengalami tanda dan
gejala hipoglikemia atau hiperglikemia yang biasa untuk memperingatkannya
terhadap masalah yang mungkin muncul. Apabila pasien menggunakan
kombinasi obat ini, pasien perlu sering dipantau kadar glukosa darahnya
sepanjang sepanjang hari dan harus diberitahu tentang peringatan baru
mengenai ketidakseimbangan glukosa.
3. Penyekat saluran kalsium
Agens penyekat saluran kalsium mencegah pergerakan kalsium ke dalam
jantung dan sel otot polos ketika sel di stimulasi, sehingga mengganggu
kemampuan sel otot untuk berkontraksi. Keadaan ini menyebabkan hilangnya
tonus otot polos, vasodilatasi, dan penurunan tahanan perifer. Efek ini
mengurangi aliran balik vena (preload) dan tahanan yang harus diatasi oleh otot
jantung dalam memompa (afterload), yang pada akhirnya dapat mengurangi
beban kerja jantung dan konsumsi otot jantung terhadap oksigen. Pilihan obat
bergantung pada diagnosis pasien dan kemampuan untuk menoleransi efek
merugikan obat.
Cara kerja obat dan indikasi terapeutik
Agens penyekat kalsium dapat menghambat pergerakan ion kalsium
melewati membran miokardium dan sel otot arteri, mengubah potensial aksi
dan menghambat kontraksi sel otot. Efek ini menekan kontraktilitas
miokardium; memperlambat pembentukan implus jantung dalam jaringan
konduktif dan merelaksasi serta mendilatasi arteri, menyebabkan penurunan
tekanan darah secara drastis da penurunan aliran balik vena. Efek ini
menurunkan beban kerja jantung dan konsumsi oksigen miokardium dan

12
pada angina prinzmetal, mengurangi vasospasme arteri koroner,
meningkatkan aliran darah ke dalam sel otot. Hasil penelitian juga
menunjukkan obat ini menghambat proliferasi sel dalam lapisan endotelium
pembuluh darah, memperlambat perkembangan aterosklerosis. Obat ini juga
diindikasikan untuk pengobatan angina prinzmetal, angina kronis, angina
akibat usaha yang keras, dan hipertensi. Verapamil juga digunakan untuk
mengobati aritmia jantung yang cepat, karena obat tersebut lebih
memperlambat konduksi daripada agens penyekat saluran kalsium yang lain.
Farmakokinetik
Pada umumnya, obat ini diabsorpsi dengan mudah, dimetabolisme
dalam hati, dan dieksresikan melalui urine. Obat ini dapat melewati plasenta
dan masuk ke ASI. Toksisitas janin terbukti pada penelitian yang
menggunakan binatang. Walaupun sampai saat ini belum ada penelitian yang
jelas mengenai efek obat ini terhadap kehamilan, wanita hamil sebaiknya
tidak menggunakan obat ini kecuali manfaatnya pada ibu jauh lebih besar
daripada resiko potensialnya pada janin. Karena adanya efek merugikan yang
serius pada bayi, perlu dicari metode pemberian makan yang lain untuk bayi
jika obat ini digunakan selama laktasi.
Kontraindikasi dan peringatan
Obat ini dikontraindikasikan jika terdapat alergi terhadap obat ini; pada
kondisi jantung atau sick sinus syndrome, yang dapat diperburuk dengan
adanya efek konduksi lambat dari obat ini; pada keadaan disfungsi ginjal atau
hati, yang dapat mengubah metabolisme dan eksresi obat ini; dan pada
kehamilan serta laktasi, karena adanya efek merugikan potensial pada janin
atau neonatus.
Efek merugikan
Efek merugikan dari penggunaan obat ini berkaitan erat dengan efek
obat pada curah jantung dan otot polos. Efek pada SSP mencakup pusing,
berkunang-kunang, sakit kepala, dan keletihan. Efek pada GI mencakup mual
dan cedera hati yang terkait dengan efek toksik langsung pada sel hati. Efek
pada sistem kardiovaskular adalah hipotensi, bradikardia, edema perifer, dan
blok jantung. Efek pada kulit mencakup flushing, serta ruam kulit.

13
Interaksi obat-obat yang penting secara klinis
Interaksi obat-obat bervariasi pada setiap agens penyekat saluran
kalsium. Kemungkinan efek serius yang perlu diingat adalah peningkatan
kadar serum dan toksisitas sikloporin apabila dikombinasikan dengan
diltiazem, dan peningkatan resiko blok jantung dan toksisitas digoksin
apabila obat ini dikombinasikan dengan verapamil meningkat kadar digoksin
serum. Kedua obat ini menekan konduksi miokardium. Apabila pasien harus
menggunakan salah satu kombinasi obat ini, pasien harus dipantau dengan
sangat ketat dan penyesuaian dosis yang tepat dilakukan. Verapamil juga
dikaitkan dengan terjadinya depresi pernapasan yang serius ketika digunakan
bersama dengan anestetik umum dan menjadi obat penunjang anestesia.
C. Obat Pengatur Lipid
Menurunkan jumlah LDL (Low Density Lipoprotein) dan meningkatkan
jumlah HDL (High Density Lipoprotein) memperlambat perkembangan aterosklerosis
dan juga dapat menyebabkan pengurangan bentuknya. Tetapi sebelum medikasi
dipertimbangkan pada orang-orang dengan risiko tinggi terkena penyakit
kardiovaskuler, perubahan gaya hidup sangat disarankan. Pengubahan gaya hidup ini
meliputi perubahan diet, terutama dalam hal kandungan lemak dan garam.
Peningkatan latihan merupakan langkah penting dan banyak dokter bekerja dengan
dewan lokal dalam menawarkan perintah olahraga gratis, atau dengan mengurangi
biaya, untuk mendorong partisipasi. Merokok dan konsumsi alkohol adalah bagian
lebih lanjut dari gaya hidup yang membutuhkan modifikasi agar individu untuk
menurunkan peluang individu mengembangkan penyakit kardiovaskuler.
1. Jenis Jenis obat Pengatur Lipid
a. Statins
Statins menurunkan tungkat kolesterol dalam darah dengan menurunkan
produksi kolesterol pada hati. Statin menghambat enzim pada hati yang
bertanggungjawab menghasilkan kolesterol. Enzim ini disebut hydroxy-
methylglutaryl-coenzyme A reductase (HMG-CoA reductase). Secara ilmiah,
statin disebut sebagai Inhibitor HMG-CoA reduktase.
Golongan obat ini menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler, terlepas
dari dari kadar kolesterol dalam darah. Hal ini membuat statin obat pilihan
pertama untuk pencegahan primer dan sekunder penyakit kardiovaskular.
Dengan 'pencegahan primer' yang dimaksud berarti mereka membantu

14
mencegah signifikan penumpukan ateroma sehingga penyakit kardiovaskular
dapat dihindari. Pencegahan sekunder berhubungan dengan pengurangan
penyakit kardiovaskular pada orang yang sudah didiagnosis atau memiliki
'event', seperti angina atau infark miokard.
Kebanyakan individu diberikan statin karena tingkat tinggi kolesterol.
Meskipun pengurangan kolesterol itu penting, penyakit jantung adalah
kompleks. Tiga puluh lima persen dari individu yang berkembang serangan
jantungnya tidak memiliki kolesterol darah yang tinggi, namun sebagian besar
dari mereka memiliki aterosklerosis. Ini berarti bahwa kadar kolesterol tinggi
tidak selalu diperlukan untuk endapan aterosklerotik atau plak terbentuk.
Karena tidak jelas yang efek statin yang mana yang bertanggung jawab
untuk keuntungannya, tujuan pengobatan dengan obat ini tidak harus hanya
pengurangan kolesterol ke tingkat normal, tetapi juga pencegahan komplikasi
aterosklerosis (angina, serangan jantung, stroke, clau- intermiten dication dan
kematian). Hal ini penting karena memungkinkan untuk individu yang
memiliki, atau beresiko, aterosklerosis tetapi yang tidak memiliki tingkat
kolesterol, dipertimbangkan untuk pengobatan dengan statin.
Statin biasanya diserap dengan baik, diberikan secara oral dan
diresepkan hal terakhir sebelum tidur. Salah satu perbedaan yang paling jelas
antara statin yang berbeda adalah kemampuan untuk mengurangi kolesterol.
Saat ini, atorvastatin (Lipitor) dan rosuvas-Tatin (Crestor) yang paling ampuh,
dan fluvastatin (Lescol) adalah yang paling lemah.
Statin juga berbeda dalam seberapa kuat mereka berinteraksi dengan
obat lain. Secara khusus, pravastatin (Pravachol) dan rosuvastatin (Crestor)
tingkat di tubuh cenderung akan meningkat dengan obat lain yang dikonsumsi
pada waktu yang bersamaan dengan statin. Ini terjadi karena enzim dalam hati
yang melenyapkan nate pravastatin dan rosuvastatin tidak terhalang oleh
banyak obat yang memblokir enzim yang menghilangkan statin lainnya. Hal
ini disebut istilah teknis sebagai 'penghambatan enzim. Hal ini pada
gilirannya mencegah pravastatin dan rosuvastatin meningkat dan mengarah ke
peningkatan toksisitas yang menghasilkan di miopati (radang otot).
Yang paling serius (tapi untungnya jarang) efek samping statin yang
gagal hati dan rhabdomyolysis. Rhabdomyolysis adalah efek samping yang
seriusdimana ada kerusakan pada otot dan melibatkan pemecahan serat otot,

15
sehingga kembali yang sewa dari myoglobins ke dalam aliran darah, beberapa
yang berbahaya bagi ginjal dan sering mengakibatkan kerusakan pada organ-
organ tersebut. Rhabdomyolysis sering dimulai sebagai nyeri otot dan dapat
berkembang hilangnya sel-sel otot, gagal ginjal dan kematian. Hal ini terjadi
lebih sering ketika statin digunakan dalam kombinasi dengan obat lain
penyebab rhabdomyolysis seperti selective serotonin re-uptake inhibitor
(SSRI), atau dengan obat-obatan yang mencegah penghapusan statin dan
meningkatkan kadar statin dalam darah.
Karena efek utama statin pang hati jelas, bahwa masalah dengan hati
akan menimbulkan kekhawatiran ketika meresepkan obat-obatan tersebut.
Memang, statin harus digunakan dengan hati-hati pada orang-orang dengan
penyakit hati atau dengan asupan alkohol yang tinggi. Institut Nasional untuk
Kesehatan dan Clinical Excellence (NICE) pedoman 67 menunjukkan bahwa
enzim hati harus diukur sebelum pengobatan dan pengukuran yang seharusnya
diulang dalam waktu 3 bulan dan pada akhir 12 bulan setelah memulai
pengobatan.
b. Fibrat
Fibrat adalah kelas obat yang menurunkan kadar trigliserida darah
dengan mengurangi produksi Very Low Density Lipoprotein (VLDL) (partikel
trigliserida-pembawa yang beredar dalam darah) dalam hati dan dengan
mempercepat penghapusan trigliserida dari darah. Peningkatan kadar
trigliserida sering merupakan bagian dari apa yang dikenal sebagai 'sindrom
metabolik', suatu kondisi yang meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
Seseorang dengan sindrom metabolik akan memiliki kelebihan berat sekitar
pinggang dan setidaknya dua dari berikut
1. Tekanan darah tinggi;
2. Peningkatan kadar trigliserida;
3. Kadar HDL (High density lipoprotein) yang rendah;
4. Glukosa darah puasa yang tidak normal.
Namun, para peneliti semakin menyadari bahwa peningkatan trigliserida
sendiri dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, bahkan jika
tingkat kolesterol normal.
Fibrat juga cukup efektif dalam peningkatan kadar kolesterol HDL
darah; Namun, mereka tidak efektif dalam menurunkan kolesterol LDL.

16
Contoh fibrat tersedia di Inggris termasuk gem fibrozil (Lopid) dan fenofibrate
(Lipantil).
Meskipun fibrat tidak efektif dalam menurunkan kolesterol LDL, ketika
seorang pasien berisiko tinggi yang juga memiliki trigliserida darah tinggi atau
kadar kolesterol HDL rendah dokter mungkin mempertimbangkan
menggabungkan fibrat, seperti fenofibrate (Lipantil) dengan statin. Kombinasi
seperti ini tidak hanya akan menurunkan kolesterol LDL tapi juga akan
menurunkan trigliserida darah dan meningkatkan kadar kolesterol HDL.
c. Resin pengikat asam empedu (Bile-acid binding resins)
Resin pengikat asam empedu dan dan agen serupa termasuk bubuk
seperti kolestiramin (Questran dan Questran Light) dan tablet persiapan seperti
colesevelam hidroklorida (Cholestagel) mampu menurunkan LDL. Seperti
namanya, mereka bekerja dengan mengikat empedu pada saluran pencernaan.
Sebagai bagian dari pencernaan normal, hati mengubah kolesterol menjadi
asam empedu dan bergerak ke dalam usus, di mana kebanyakan dari mereka
diserap dan kembali ke hati. Obat asam empedu mengikat asam empedu ketika
mereka bergerak melalui usus halus sehingga asam keluar tubuh bersama
feses, daripada masuk kembali aliran darah. Sebagai respon, hati mengubah
lebih banyak kolesterol menjadi asam empedu dan ini, juga, akan dikeluarkan
dari tubuh melalui feses. Hasilnya adalah kolesterol LDL secara efektif
dihapus dari hati dan darah.
Ketika digunakan dengan kontrol diet, resin asam empedu dapat
mengurangi tingkat LDL sebesar 15-20 persen. Ketika mereka digabungkan
dengan asam nikotinat, tingkat LDL bisa drop sebanyak 40-60 persen.
Colesevelam, resin terbaru, muncul untuk menghasilkan minimal efek
samping gastrointestinal (GI).
Seiring berjalannya waktu, kekurangan vitamin A,D,E,K dan B9 (asam
folat) dapat terjadi, dan vitamin suplementasi mungkin diperlukan. Jika
penggunaan jangka panjang resin pengikat asam empedu menyebabkan
deplesi vitamin K dalam tubuh, masalah perdarahan dapat terjadi.
Jarang, efek toksik pada hati telah dilaporkan dan karena itu pasien
dengan kelainan hati harus selalu dipantau. Resin pengikat asam empedu dapat
mengganggu obat lain, termasuk digoxin, warfarin, obat beta-blocker untuk
tekanan darah tinggi (seperti atenolol, metoprolol dan propranolol), diuretik

17
dan sulfonilurea (seperti sebagai glimepiride), digunakan untuk mengobati
diabetes. Untuk mencegah interaksi merugikan, medikasi harus dikonsumsi
satu jam sebelum atau empat untuk enam jam setelah mengonsumsi resin
pengikat asam empedu.
d. Inhibitor Absorpsi Kolesterol
Golongan obat terbaru untuk menurunkan kadar kolesterol pertama kali
di setujui pada tahun 2003 ezetimibe (Zetia), saat ini ada kontroversi tentang
obat penurun kolesterol, khususnya ezetimibe, karena ENHANCE studi (judul
lengkap penelitian: Pengaruh Kombinasi Ezetimibe dan Tinggi Dosis
Simvastatin vs Simvastatin Sendiri pada Proses aterosklerosis pada Subjek
dengan Familial Hiperkolesterolemia Heterozigot). Penelitian ini dirilis pada
Januari 2008, memandang sebenarnya keuntungan postmarketing terapi
antihyperlipidemic. Studi ini gagal menemukan manfaat positif dari
penambahan ezetimibe pada statin. Temuan ini menimbulkan pertanyaan
tentang seluruh golongan obat penurun kolesterol dan keuntungan atau
kurangnya keuntungan terkait terapi ini.
2. Perjalanan Terapeutik dan Indikasi
Ezetimibe bekerja pada brush border pada usus halus untuk mengurangi
penyerapan kolesterol diet dari usus halus. Hasilnya, lebih sedikit kolesterol diet
yang diantar ke hati dan hati meningkatkan pembersihan kolesterol dari serum
untuk menutupi menurunan kolesterol diet, menyebabkan kadar kolesterol total
menurun.
Indikasinya yaitu tambahan untuk diet dan olahraga untuk mengurangi
kolesterol sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan inhibitor HMG-CoA
atau sequestrant asam empedu (Resin Pengikat asam empedu); tambahan untuk
diet untuk mengurangi peningkatan sitosterol dan campesterol tingkat di
sitosterolemia homozigot (untuk mengurangi peningkatan sitosterol dan kadar
campesterol, enzim yang meningkat ketika pasien memiliki kelainan langka ini);
digunakan dalam kombinasi dengan atorvastatin atau simvastatin sebagai
pengobatan untuk hiperkolesterolemia familial homozigot
3. Farmakokinetik
Ezetimibe diabsorpsi baik setelah pemberian oral, mencapai tingkat puncak
dalam 4-6 jam. Di metabolisme di hati dan usus halus, dengan waktu paruh hingga

18
22 jam. Ekskresi melalui feses dan urin. Belum diketahui apakah obat melewati
plasenta atau masuk ke ASI.
4. Kontraindikasi dan Perhatian
Ezetimibe merupakan kontraindikasi pada pasien dengan alergi terhadap
komponen obat yang menghindari reaksi hipersensitivitas. Jika dikombinasi
dengan statin, sebaiknya tidak dikonsumsi selama masa kehamilan atau menyusui
atau dengan penyakit hati yang parah karena efek yang dikenal pada statin,
termasuk kemungkinan masalah hati dan gagal ginjal.
Obat harus digunakan dengan hati-hati sebagai monoterapi selama
kehamilan atau menyusui karena efek pada janin atau neonatus tidak diketahui
dan dengan pasien usia lanjut atau pasien dengan penyakit hati karena potensi efek
samping.
5. Efek Samping
Efek samping yang paling umum yang terkait dengan ezetimibe adalah nyeri
perut ringan dan diare. Hal ini tidak terkait dengan kembung dan perut kembung
yang terjadi dengan empedu Sekuestran asam dan kelas lain dari obat penurun
lipid disebut fibrat. efek samping lain yang telah dilaporkan termasuk sakit kepala,
pusing, kelelahan, Infeksi saluran pernapasan bagian atas (URI), sakit punggung,
dan sakit otot dan nyeri.
D. Obat Antikoagulan
Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan cara
menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Atas dasar ini antikoagulan
diperlukan untuk mencegah terbentuk dan meluasnya trombus dan emboli, maupun
untuk mencegah bekunya darah in vitro pada pemeriksaan laboratorium atau transfusi.
Antikoagulan dapat dibagi menjadi 3 kelompok : (1) heparin; (2) antikoagulan oral
terdiri dari derivate 4-hidroksikumarin misalnya; dikumarol, warfarin dan derivat-
derivat indan-1,3-dion misalnya; anisindion (3) antikoagulan yang bekerja dengan
mengikat ion kalsium, salah satu faktor pembekuan darah.
1. Heparin
Heparin endogen merupakan suatu mukopolisakarida yang mengandung
sulfat. Zat ini disintesis didalam sel mast dan terutama banyak terdapat diparu.
Heparin nampaknya dibutuhkan untuk penyimpanan histamine dan protease
tertentu di dalam granul sel mast. Bila dilepaskan dari sel mast heparin dengan
cepat dihancurkan oleh makrofag. Dalam keadaan normal heparin tidak dapat

19
dideteksi dalam darah, tetapi pada pasien mastositosis sistemik yang mengalami
degranulasi massif sel mast dapat terjadi perpanjangan aPTT (activated partial
thromboplastin time) nampaknya sebagai akinat penglepasan heparin ke dalam
sirkulasi.
a. Farmakodinamik
Mekanisme kerja. Efek antikoagulan heparin karena ikatannya dengan
AT-III berfungsi menghambat protease faktor pembekuan termasuk faktor IIa
(thrombin), Xa dan IXa, dengan cara membentuk kompleks yang stabil dengan
protease faktor pembekuan. Heparin yang terikat dengan AT-III mempercepat
pembentukan kompleks tersebut sampai 1000 kali. Bila kompleks AT-III
protease sudah terbentuk heparin dilepaskan untuk selanjutnya membentuk
ikatan baru dengan antitrombin.
b. Pengaruh heparin terhadap hasil pemeriksaan darah.
Bila ditambahkan pada darah, heparin tidak mengubah hasil pemeriksaan
rutin kimia darah, tetapi heparin mengubah bentuk eritrosit dan leukosit. Uji
fragilitas tidak dapat dilkakukan pada darah berheparin karena heparin
mencegah hemolisis. Hitung leukosit darah yang dicampur heparin in vitro
haruskan dilakukan dalam dua jam, sebab setelah dua jam leukosit dapat
menghilang
c. Efek lain.
Heparin diketahui menekan kecepatan sekresi aldosteron, meningkatkan
kadar tiroksin bebas dalam plasma, menghambat activator fibrinolitik,
menghambat penyembuhan luka, menekan imunitas selular, menekan reaksi
hospes terhadap graft dan mempercepat penyembuhan luka bakar.
d. Monitoring terapi
Agar obat efektif mencegah pembekuan dan tidak menimbulkan
pendarahan maka diperlukan penentuan dosis yang tepat, pemeriksaan darah
berulang dan tes laboratorium yang dapat dipercaya hasilnya. Pada saat ini
telah terbukti bahwa dosis kecil heparin yang diberikan subkutan untuk
mencegah emboli vena dan tidak memerlukan pemeriksaan darah berulang.
Akan tetapi karena respons pasien terhadap heparin bervariasi maka mungkin
satu atau dua tes untuk aktivitas heparin diperlukan pada permulaan
pengobatan. Monitoring pemeriksaan laboratorium mungkin diperlukan bila
dosis standar heparin diberikan secara intermitten IV atau secara infus IV.

20
Berbagai tes dianjurkan untuk memonitor pengobatan dengan heparin ialan
waktu pembekuan darah, partial thromboplastin time atau activated partial
thromboplastin time. Tes aPTT ialah yang paling banyak dilakukan.
Trombosis umumnya dapat dicegah bila aPTT 1,8-2,5 kali normal.
e. Farmakokinetik
Heparin tidak diabsorpsi secara oral, karena itu diberikan secara SK atau
IV. Pemberian secara SK biovailabilitasnya bervariasi, mulai kerjanya lambat
1-2 jam tetapi masa kerjanya lebih lama. Heparin berat molekul rendah
diabsorpsi lebih teratur. Suntikan IM dapat menyebabkan terjadinya hematom
yang besar pada tempat suntikan dan absorpsinya tidak teratur serta tidak
dapat diprediksikan. Efek antikoagulan segera timbul pada pemberian suntikan
bolus IV dengan dosis terapi dan tidak terjadi kira-kira 20-30 menit setelah
suntikan SK. Heparin cepat dimetabolisme terutama dihati. Masa paruhnya
tergantung dari dosis yang digunakan, suntikan IV 100, 400 atau 800
unit/kgBB memperlihatkan masa paruh masing-masing kira-kira 1, 2 dan 5
jam. Masa paruh mungkin memendek pada pasien emboli paru dan
memanjang pada pasien sirosi hepatis atau penyakit ginjal berat. Heparin berat
molekul rendah mempunyai masa paruh yang lebih panjang daripada heparin
standar. Metabolit inaktif diekskresi melalui urin. Heparin diekskresi dalam
bentuk utuh melalui urin hanya bila digunakan dosis besar IV. Pasien emboli
paru memerlukan dosis heparin yang lebih tinggi karena klirens yang lebih
cepat. Terdapat variasi individual dalam efek antikoagulan yang ditimbulkan
maupun dalam kecepatan klirens obat. Heparin tidak melalui plasenta dan
tidak terdapat dalam air susu ibu.
f. Efek samping dan Intoksikasi
Bahaya utama pemberian heparin ialah perdarahan. Meskipun dilaporkan
perdarahan terjadi 1-33% yang mendapat heparin, penelitian akhir-akhir ini
pada pasien tromboemboli vena yang mendapat heparin IV terjadi pada kurang
dari 3 % pasien. Insidens perdarahan tidak meningkat pada pasien yang
mendapat heparin berat molekul rendah. Jumlah episode perdarahan
nampaknya meningkat dengan meningkatnya dosis total perhari dan dengan
derajat perpanjangan aPTT, meskipun pasien dapat mengalami perdarahan
dengan nilai aPTT dalam kisaran teraupetik. Dalam hal ini perdarahan kadang-
kadang disebabkan oleh operasi baru, adanya trauma, penyakit tukak peptic,

21
atau gangguan fungsi trombosit. Terjadinya perdarahan dapat dikurangi
dengan; (1) mengawasi/mengatur dosis obat; (2) menghindari penggunaan
bersamaan dengan obat yang mengandung aspirin;(3)seleksi pasien; dan (4)
memperhatikan kontraindikasi pemberian heparin. Selama masa tromboemboli
akut, resistensi atau toleransi terhadap heparin dapat terjadi, dan karena itu
efek antikoagulan harus dimonitor dengan tes pembekuan darah misalnya
activated partial thromboplastin time(aPTT).
g. Indikasi
Heparin diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan thrombosis
vena dan emboli paru. Heparin digunakan untuk pengobatan thrombosis vena
dan emboli paru karena mula kerjanya cepat. Pada saat permulaan pengobatan
biasanya juga diberikan suatu antikoagulan oral, dan heparin dilanjutkan
sekurang-kurangnya 4-5 hari untuk memungkinkan antikoagulan oral
mencapai efek teraupetik. Penggunaan heparin jangka panjang juga dapat
bermanfaat bagi pasien yang mengalami tromboemboli yang berulang
meskipun telah mendapat antikoagulan oral. Heparin digunakan untuk
pengolaan awal pasien angina tidak stabil atau infark miokard akut selama dan
sesudah angioplastikoroner atau pemasangan stent, dan selama operasi yang
membutuhkan bypass kardiopulmonar. Heparin juga digunakan untuk pasien
disseminated intravascular coagulation(DIC) tertentu
b. Antikoagulan; warfarin
Seperti halnya heparin, antikoagulan oral berguna untuk pencegahan dan
pengobatan tromboemboli. Untuk pencegahan, umumnya obat ini digunakan dalam
jangka panjang. Terhadap trombosis vena, efek antikoagulan oral sama dengan
heparin, tetapi terhadap tromboemboli sistem arteri, antikoagulan oral kurang efektif.
Antikoagulan oral diindikasikan untuk penyakit dengan kecenderungan timbulnya
tromboemboli, antara lain infark miokard, penyakit jantung rematik, serangan iskemia
selintas, trombosis vena, emboli paru. Antikoagulan oral berguna untuk pencegahan
dan pengobatan tromboemboli. Efek toksik yang paling sering adalah perdarahan.
Kontraindikasi pada penyakit-penyakit dengan kecenderungan perdarahan. Contoh
obat: Natrium warfarin, dikumarol, anisendion.
Mekanisme kerja antikoagulan oral adalah antagonis vitamin K. Vitamin K
adalah kofaktor yang berperan dalam aktivasi faktor pembekuan darah II, VII, IX dan
X. Selain diberikan per oral, warfarin juga dapat diberikan IM dan IV. Absorpsi

22
dikumarol di saluran cerna lambat dan tidak sempurna, sedangkan warfarin diabsorpsi
lebih cepat dan hampir sempurna. Masa paruh warfarin 48 jam, sedangkan masa
paruh dikumarol 10-30 jam. Dikumarol dan warfarin dimetabolisme di hati menjadi
bentuk tidak aktif. Ekskresi dalam urin terutama dalam bentuk metabolit, anisindion
dapat menyebabkan urin berwarna merah jingga.
E. Trombolitik
Berbeda dengan antikoagulan yang mencegah terbentuk dan meluasnya
tromboemboli, trombolitik melarutkan thrombus yang sudah terbentuk. Agar efektif,
trombolitik harus diberikan sedini mungkin. Indikasi golongan obat ini ialah untuk
infark miokard akut, thrombosis vena dalam dan emboli paru, tromboemboli arteri,
melarutkan bekuan darah pada katup jantung buatan dan kateter intervena.
Untuk pasien infark miokard akut agar reperfusi obat harus diberikan dalam 3-
4 jam setelah timbulnya gejala. Tetapi bila penyumbatan arteri koronaria bersifat
subtotal atau terbentuk sirkulasi kolateral yang baik, trombolitik dapat dimulai lebih
lambat. Penelitian terbatas menunjukan pengurungan mortalitas masih terjadi bila
trombolitik diberikan dalam 24 jam setelah gejala. Obat-obat yang termasuk golongan
trombolitik ialah streptokinase, urokinase, activator plasminogen, rt-PA(Recombinant
Human Tissue-Type Plasminogen Activator)
Sebelum pengobatan dimulai heparin harus dihentikan (kecuali pada pasien
infark miokard akut yang memerlukan pengobatan segera) dan selanjutnya dilakukan
pemeriksaan laboratorium yaitu waktu thrombin (thrombin time, TT), prothrombin
time(PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), hematokrit, kadar fibrinogen
dan hitung trombosit, untuk menentukan ada tidaknya perdarahan. TT dan aPTT harus
kurang dari 2 x nilai normal pada awal terapi.
Trombolitik dapat menyebabkan perdarahan. Meskipun rt-PA menyebabkan
fibrinogenolisis yang lebih sedikit dibandingkan dengan streptokinase dan urokinase,
selektivitas terhadap bekuan darah nampkanya tidak mengurangi risiko timbulnya
perdarahan. Bila perdarahan hebat obat harus dihentikan dan mungkin diperlukan
transfuse darah. Untuk mengatasi fibrinolisis dengan cepat dapat diberikan asam
aminokaproat, suatu inhibitor fibrinolisis, secara IV lambat. Atas dasar kemungkinan
terjadinya perdarahan trombolitik sedapat mungkin dihindarkan penggunaannya pada
pasien dengan perdarahan internal, stroke baru, proses intracranial lain, hipertensi,
gangguan hemostatik, kehamilan dan operasi besar. Bradikardia dan aritmia dapat
terjadi pada penggunaan obat ini pada pasien infark miokard akut, yang biasanya

23
digunakan sebagai petunjuk terjadinya reperfusi. Efek samping lain seperti mual,
muntah.
1. Streptokinase
Streptokinase yang merupakan protein asing yang dapat menyebabkan reaksi
alergi seperti pruritus, urtikaria, flushing, kadang-kadang angioedema,
bronkospasme. Reaksi alergi lambat seperti demam, artralgia, sering dilaporkan.
Streptokinase berasal dari Streptococcus C.hemolyticus dan berguna untuk
pengobatan fase dini emboli paru akut dan infark miokard akut. Streptokinase
mengaktivasi plasminogen dengan cara tidak langsung yaitu dengan bergabung
terlebih dahulu dengan plasminogen untuk membentuk kompleks activator.
Selanjutnya kompleks activator tersebut mengkatalisis perubahan plasminogen
bebas menjadi plasmin. Kebanyakan pasien memiliki antibody terhadap
streptokinase sebagai akibat infeksi streptokokus sebelumnya; oleh karena itu
mula-mula diberikan dosis muat. Bila dengan dosis 1 juta IU tidak efektif obat ini
mungkin tidak aktif dan tidak digunakan.
a. Farmakokinetik. Masa paruhnya bifasik. Fase cepat kurang lebih 11-13 menit
dan fase lambat 23 menit.
b. Dosis IV. Dosis dewasa untuk infark miokard akut dianjurkan dosis total 1,5
juta IU secara infus selama 1 jam. Untuk thrombosis vena akut, emboli paru,
trombobsis arteri akut atau emboli dapat diberikan dosis muat 250.000 IU/jam
(biasanya selama 24 jam pada pasien emboli paru, 24-72 jam pada pasien
thrombosis areteri atau emboli dan sampai dengan 72 jam pada pasien
trombosis vena dalam).
2. Tissue plasminogen activator (t-PA)
Plasminogen secara endogen juga diaktifkan oleh activator plasminogen
jaringan alteplase dan reteplase yang merupakan activator plasminogen jaringan
manusia dan diproduksi dengan tehnik rekayasa DNA. Alteplase merupakan hasil
rekayasa activator plasminogen jaringan manusia yang tidak dimodifikasi,
sedangkan pada reteplase bebeapa asam amino dihilangkan.
Obat ini bekerja lebih selektif mengaktivasi plasminogen yang mengikat fibrin
dari pada plasminogen bebas di dalam darah. Dengan demikian t-PA bekerja
lebih selektif terhadap bekuan darah/fibrin.
a. Farmakokinetik. Masa paruh t-PA kurng lebih 5-10 menit, mengalami
metabolisme di hati dan kadar plasma bervariasi.

24
b. Dosis. Alteplase diberikan secara infuse IV sejumlah 60 mg selama jam
pertama dan selanjutnya 40 mg diberikan dengan kecepatan 20mg/jam. Dosis
reteplase 2 kali 10 unit diberikan sebagai suntikan bolus IV dengan interval
pemberian 30 menit. Efek samping di antaranya pendarahan.
F. Obat Disaritmik
Jantung adalah otot dengan sistem konduksi yang spesial. Sistem ini bentuk oleh
dua nodus (sel konduksi spesial) dan serangkaian serat-serat konduksi atau berkas
(jalur).
Jantung normal memulai impuls listriknya dari nodus sinoatrial (SA), terletak
tinggi dibagian atrium kanan(nomor 1) . Nodus SA merupakan pacemaker bagi
jantung normal, bertanggung jawab untuk mengatur laju dan irama jantung. Impuls
menyebar melewati dinsing atria, menyebabkan mereka untuk berkontraksi.
Selanjutnya, impuls bergerak melewati nodus atrioventricular (AV), stasiun relay
(nomor 2), ke berkas His (number 3), melanjutkan ke berkas konduksi (nomor 4 dan
5) yang terletak di ventrikel itu sendiri. Ketika impuls berjalan melewati berkas-
berkas, ventrikel berkontraksi. Lalu siklus berulang dengan sendirinya.
Siklus regular dari kontraksi atrial dan ventrikel memompa darah secara efektif
keluar dari jantung. Masalah mungkin terjadi dimanapun dalam sistem konduksi dan
menghalangi keefektifan pompa darah. Jantung dapat berdetak lebih cepat
(takikardia), terlalu lambat (brakikardia) atau tidak beraturan. Denyut abnormal ini
dikenal sebagai aritmia. Studi khusus dari sistem listrik jantung mungkin diperlukan
untuk mendiagnosis jenis dan penyebab aritmia secara akurat. Terapi untuk aritmia
berdasarkan jenis dan kesulitan yang disebabkan.
Secara struktur, otot jantung mirip dengan otot rangka (lurik). Namun, otot
jantung berbeda dari otot rangka pada membran yang memisahkan setiap otot. Otot
jantung dipisahkan oleh apa yang dikenal sebagai cakram interkalaris (intercalated
discs). Cakram-cakramini memiliki hambatan listrik yang sangat rendah yang berarti
bahwa potensial aksi, atau gelombang kontraksi, bisa menyebar ke seluruh otot
jantung dengan sangat mudahIni berarti bahwa otot jantung dapat bertindak secara
fungsional ketika ia bersemangat. Mengingat bahwa hati bertindak sebagai pompa, ini
adalah hal yang penting.
Pergerakan ion melewati membran. Agar miokardium berkontraksi, natrium
harus memasukkan sel otot. Hal ini dikenal sebagai Fase 0 aksi potensial atau
depolarisasi (kontraksi). Fase 1 terjadi berikutnya, di mana gerakan ion natrium ke

25
dalam otot berhenti dan ion kalium mulai pindah. Otot jantung bersiap-siap untuk
bergerak lagi ( repolarisasi ). Tahap 2 adalah sangat penting dalam hal kontraksi otot
jantung dan dikenal sebagai plateau. Dalam fase ini kalium ion terus bergerak keluar
dari sel otot tapi diimbangi dengan lambatnya gerakan ion kalsium kedalam. Fase ini
membantu kontraksi jantung dengan memperlambat laju repolarisasi. Fase 3
melanjutkan gerakan lebih lanjut ion kalium keluar dari otot jantung. Fase 4 dikatakan
telah dicapai pada saat pergantian dari kalium dan natrium melintasi membran
sehingga jantung siap untuk menerima potensial aksi lain dan siklus dimulai lagi.
1. Obat yang digunakan pada aritmia jantung
Obat anti-aritmia dapat dikelompokkan dalam tiga jenis :
a. obat yang bekerja pada aritmia supraventrikular (Berasal di atas ventrikel);
b. obat yang bekerja pada kedua supraventrikuler dan aritmia ventrikel;
c. obat yang bekerja pada aritmia ventrikel (Berasal ventrikel).
Sebelum kita melanjutkan untuk mempertimbangkan obat ini lebih rinci
perlu dicatat bahwa semua anti-aritmia obat memiliki potensi efek samping yang
serius. Mereka dapat memperburuk atau bahkan menyebabkan aritmia yang
mengancam jiwa sendiri. Jadi, penanganan medis yang tertutup dan pengawasan
keperawatan sangat penting.

Takikardia supraventrikular paroksismal


Takikardia supraventrikular paroksismal adalah denyut jantung regular
dan cepat (160-220 denyut per menit) dimulai dan berakhir tiba-tiba, serta berasal
dari dalam jaringan jantung kecuali ventrikel. Hal ini paling umum di antara anak
muda, lebih ke rasa tidak nyaman daripada berbahaya dan dapat terjadi selama
gencar olahraga.
Denyut jantung cepat dapat berlangsung dari beberapa menit hingga
beberapa jam. Ketika hal ini berlangsung, orang hampir selalu mengalami sebagai
rasa berdebar-debar tidak nyaman. Hal ini sering diasosiakan dengan gejala lain
seperti kelemahan, kepala terasa ringan, sesak napas dan nyeri dada. Biasanya,
jantung sebaliknya normal. Dokter menegaskan diagnosis dengan melakukan
elektrokardiogram (EKG).
Episode kecepatan takikardia supraventrikular paroksismal sering dapat
dicegah dengan salah satu dari beberapa manuver yang merangsang saraf vagus
dan dengan demikian menurunkan denyut jantung. Denyut jantung berkurang

26
karena saraf vagus memulai efek parasimpatis. Manuver ini biasanya dilakukan
atau diawasi oleh dokter, tapi orang-orang yang berulang kali mengalami aritmia
sering belajar untuk melakukannya sendiri. Dalam prakteknya, biasanya terlihat
dokter menggosok leher di bawah sudut rahang; ini merangsang daerah sensitif
di arteri karotis disebut sinus karotis.
Ini adalah wilayah dilatasi terletak di persimpangan di mana karotis arteri
split (membagi dlm dua cabang) dan berisi banyak baroreseptor yang berfungsi
dalam kontrol tersebut tekanan darah dengan perubahan yang mempengaruhi
dalam denyut jantung. Jika hal ini tidak efektif, jika aritmia menghasilkan gejala
yang parah, atau jika episode berlangsung lebih dari 20 menit, dokter biasanya
dapat menghentikan episode segera dengan memberikan suntikan IV, biasanya
adenosin.
a. Adenosin
Adenosin adalah senyawa yang terjadi secara alami di semua sel tubuh.
Salah satu sifat-sifatnya adalah untuk memperlambat impuls listrik melalui
area khusus dari jaringan di dalam jantung - nodus AV - dalam rangka upaya
memulihkan denyut jantung yang normal dan irama (ritme sinus) ketika
seseorang memiliki episode takikardia supraventrikular paroksismal.
Obat ini diberikan oleh bolus IV injeksi cepat dan ditujukan hanya
untuk penggunaan di rumah sakit, dengan monitoring dan peralatan resesitasi
kardiorespirasi yang tersedia dan dapat segera digunakan.
Orang dewasa mungkin menerima dosis awal 3 mg dan diberikan
sebagai injeksi IV cepat selama periode dua detik. Jika irama jantung pasien
tidak merespon,, maka dosis kedua 6 mg harus diberikan. Jika ini tidak
berhasil maka dosis ketiga 12mg dapat dipertimbangkan. obat dapat
digunakan pada anak-anak tetapi, seperti yang diharapkan, dosisnya lebih
kecil: antara 0,0375 dan 0,25 / kg.
b. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium adalah suatu kondisi dimana dua kamar teratas (atrium)
jantung ini berdetak berantakan dan tidak teratur - keluar dari koordinasi
dengan dua ruang bawah (ventrikel). Fibrilasi atrium adalah denyut jantung
yang tidak teratur dan sering juga denyut jantung cepat yang umunya
menyebabkan aliran darah yang buruk untuk tubuh dan gejala jantung
berdebar-debar, sesak napas dan kelemahan. Hal ini juga dapat menyebabkan

27
kelelahan dan stroke. Kondisi ini sering disebabkan oleh perubahan dalam
jantung yang terjadi sebagai akibat dari penyakit jantung. Episode fibrilasi
atrium dapat datang dan pergi, atau pasien mungkin memiliki fibrilasi atrial
kronis. Jika yang terakhir ini terjadi, karena atrium berdetak cepat dan tidak
teratur, darah tidak mengalir dengan cepat. Hal ini membuat darah lebih
mungkin menggumpal. Jika gumpalan dipompa keluar dari jantung itu bisa
mengalir ke otak (emboli serebral), sehingga dalam stroke. Orang dengan
atrial fibrilasi lima sampai tujuh kali lebih mungkin mengalami stroke
daripada populasi umum. Gumpalan juga dapat melakukan mengalir ke
bagian tubuh lainnya (ginjal, jantung, usus), menghasilkan kerusakan.
Fibrilasi atrium dapat menurunkan kemampuan memompa jantung
(cardiac output) sebanyak 20 sampai 25 persen. Oleh karena itu kondisi ini,
dikombinasikan dengan detak jantung yang cepat selama periode waktu yang
panjang, dapat mengakibatkan gagal jantung. Fibrilasi atrium kronis
dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian.
Meskipun fibrilasi atrium itu sendiri biasanya tidak mengancam
kehidupan, fibrilasi atrium termasuk keadaan darurat medis. Pengobatan
termasuk obat-obatan dan intervensi lainnya merupakan upaya untuk
mengubah sistem listrik jantung.
c. Digoxin
Digoxin adalah glikosida jantung yang diekstrak dari tanaman foxglove
ungu, digitalis. Sekelompok farmakologi senyawa aktif diekstrak dari daun
tanaman yang diambil dari tahun kedua pertumbuhan. Tergantung pada
spesies, tanaman digitalis dapat berisi beberapa fisiologis dan kimia
mematikan yang berhubungan dengan jantung dan glikosida steroid. Dengan
demikian, digitalis telah menerima nama lebih jahat: 'Dead Mans Bells' dan
'Witches' Gloves '.
Seluruh bagian tanaman beracun (termasuk akar dan biji), meskipun
daun dibagian batang atas yang sangat ampuh, dengan hanya menggigit
menjadi cukup berpotensi menyebabkan kematian. gejala awal konsumsi
termasuk mual, muntah, diare, nyeri abdominal, halusinasi liar, delirium dan
sakit kepala parah. Tergantung pada tingkat keparahan toksikosis korban
nanti mungkin menderita nadi yang tidak teratur dan lambat, tremor, berbagai
gangguan otak, terutama yang bersifat visual (warna yang tidak biasa muncul

28
di penglihatan dengan benda-benda muncul berwarna kekuningan, hijau dan
lingkaran cahaya biru di sekitar cahaya), kejang dan gangguan mematikan
jantung.
Digoxin banyak digunakan dalam pengobatan berbagai kondisi jantung,
yaitu fibrilasi atrium, flutter atrium dan gagal jantung kongestif yang tidak
bisa dikendalikan oleh obat lain. Preparat digoxin umumnya dipasarkan di
bawah nama dagang Lanoxin. Obat ini sangat ampuh dan memiliki
kecenderungan untuk toksisitas pada individu. Oleh karena itu obat ini
ditentukan dalam mikrogram dan bahkan pasien kemudian mungkin
menderita efek toksik. Dokter mungkin meminta untuk memeriksa tingkat
digoxin dalam plasma pasien.
Obat ini bekerja dalam dua cara. Pertama, menyebabkan penurunan dari
konduksi impuls listrik melalui nodus AV . Kedua, meningkatkan kekuatan
kontraksi melalui penghambatan dengan yang dikenal sebagai pompa
natrium-kalium. Pompa ini mirip seperti pintu putar di dinding jantung yang
sel yang memungkinkan dua molekul kalium ke sel dan menghilangkan tiga
molekul natrium. Dengan demikian, memulihkan keseimbangan kimiawi
diantara dalam dan di luar sel sehingga jantung dapat berkontraksi lagi.
Digoxin menghambat ini mekanisme 'pintu putar' yang menghasilkan
peningkatan tingkat ion natrium dalam miosit (otot jantung sel). Namun,
tingginya tingkat natrium dalam miosit mengganggu 'pintu putar' yang lain.
Pintu ini bekerja antara natrium dan kalsium, dan aksinya diperlambat, yang
berarti bahwa lebih kalsium dipertahankan oleh miosit tersebut. dengan
meningkatkan jumlah kalsium dalam miosit, digoxin meningkatkan
kontraktilitas otot jantung. Digoxin juga meningkatkan aktivitas vagal
melalui gerak pusat pada sistem saraf pusat, sehingga menurunkan konduksi
impuls listrik melalui nodus AV.
Digoxin biasanya diberikan melalui mulut, tetapi juga bisa diberikan
melalui suntikan IV dalam situasi yang mendesak (yang injeksi harus
disampaikan secara perlahan dengan irama jantung yang dipantau). Waktu
paruh obat adalah sekitar 36 jam. Digoxin diberikan sekali sehari, biasanya
kategorinya sekutu dalam jumlah 125 atau 250 mcg. Pada pasien dengan
penurunan fungsi ginjal waktu paruh dipertimbangkan lebih panjang,
pengarahan untuk pengurangan dosis atau beralih ke glikosida yang berbeda

29
(seperti digitoxin, yang meskipun memiliki eliminasi lama paruh lebih lama,
sekitar tujuh hari, yang utamanya dieliminasi dari tubuh melalui hati, dan
dengan demikian tidak terpengaruh oleh perubahan fungsi ginjal).
Kadar plasma yang efektif didefinisikan cukup baik, 1-2.6mmol / L.
Jika diduga keracunan atau ketidakefektifan, tingkat digoxin harus dipantau.
kadar kalium plasma juga perlu dikontrol ketat karena orang-orang dengan
kadar kalium yang rendah lebih mungkin memiliki efek samping. Hal ini
karena digoxin dan kalium bersaing reseptor di jaringan otot jantung;
sehingga jika terjadi kekurangan kalium lebih banyak digoxin diikat oleh
reseptor, meningkatkan peluang terjadinya keracunan.
d. Verapamil
Obat ini merupakan golongan obat yang dikenal sebagai kalsium
blocker (juga dikenal sebagai calcium channel antagonis ). Sejak saluran
kalsium terutamater konsentrasi di SA dan nodus AV , kalsium blocker dapat
digunakan untuk menurunkan konduksi impuls melalui AV node, sehingga
melindungi ventrikel dari takiaritmia atrium (denyut jantung yang cepat).
Awalnya verapamil dapat diberikan oleh rute IV dan, seperti digoxin,
dosis yang diberikan juga perlahan-lahan. Secara umum, verapamil diberikan
dengan pemantauan tekanan jantung dan darah atas setidaknya selama dua
menit (setidaknya tiga menit pada orang tua). Dosis didasarkan pada usia
pasien, kondisi medis, ukuran tubuh dan respon terhadap terapi.
Dosis oral antara 40 dan 120 mg setiap hari adalah administrasi paling
umum dari. Verapamil memperpanjang dan mengintensifkan efek alkohol di
tubuh, oleh karena itu pasien harus disarankan untuk menghindari atau sangat
hati-hati membatasi minuman alkohol saat menggunakan obat ini. Peringatan
dianjurkan bila obat ini digunakan pada orang tua. Obat ini harus digunakan
hanya ketika jelas dibutuhkan selama kehamilan, dan setiap pasien harus
mendiskusikan risiko dan manfaat dengan dokter mereka. Obat ini juga
diekskresikan ke dalam ASI dan keputusan harus harus dibuat apakah untuk
menghentikan obat atau menghindari pemberian ASI.
2. Obat yang bekerja pada kedua supraventrikuler dan aritmia ventrikel
Ada banyak obat yang bekerja pada kedua supraventricular dan ventrikel
aritmia. Ada tiga obat umum yang berada di golongan ini.
a. Sotalol

30
Akhiran 'olol' mengatakan bahwa obat ini berasal dari golongan obat
yang dikenal sebagai beta blocker. Obat ini digunakan untuk memperlambat
denyut jantung yang cepatnya abnormal cepat pada beberapa jenis aritmia,
seperti fibrilasi atriam dan flutter atrial. Sebagaimana dibahas, aritmia ini
muncul dari atrium (ruang atas jantung) dan biasanya menyebabkan denyut
nadi menjadi cepat dan irregular. Selain itu, beta blockers dapat mencegah
total irama tertentu, terutama takikardia supraventrikular, aritmia dikaitkan
dengan debaran yang sering dan cepat. Beta blockers telah terbukti untuk
mencegah aritmia yang menyebabkan kematian jantung mendadak. Kadang-
kadang, dokter mengkombinasikan beta blockers dengan antiaritmik lainnya
untuk efek penguatan.
Sotalol digunakan untuk membantu mencegah aritmia paroksismal
supraventrikuler. Hal ini juga menekan ektopik ventrikel (detak jantung
ektopik adalah ketidakteraturan denyut jantung dan irama jantung berkaitan
dengan tambahan atau detak jantung yang dilewati). Obat juga menyebabkan
penekanan takikardia ventrikel. Obat ini unik karena merupakan satu-satunya
beta blocker yang secara substansial memperpanjang kontraksi jantung.
Mekanisme ini tidak sepenuhnya dipahami namun diyakini disebabkan oleh
perlambatan ion kalium meninggalkan sel otot jantung.
Untuk aritmia akut sotalol 20-120 mg dapat diberikan lewat IV;
Namun, ini perlu berlangsung selama jangka waktu 10 menit dan pasien
harus di pantau jantungnya secara keseluruhan. Injeksi ini dapat diulang jika
perlu setelah interval enam jam. Lebih normal obat ini diberikan secara oral,
dan dosis awalnya ini 80mg dibagi menjadi satu atau dua dosis selama
periode 24-jam. Dosis kemudian dapat meningkat kira-kira setiap tiga hari
hingga dosis biasa 160-320 mg untuk penggunaan sehari-hari, dalam dua
dosis terbagi.
Meskipun sebagian besar pasien dapat mengambil beta blocker tanpa
kesulitan, ada sejumlah efek samping. Obat ini harus digunakan dengan hati-
hati jika pasien memiliki asma, emfisema atau penyakit paru-paru lainnya
karena beta blockers dapat memperburuk mengi atau obstruksi jalan napas
pada kelainan-kelainan itu. Ada sekelompok beta blocker 'selektif' yang
tersedia yang bekerja pada jantung jauh lebih kuat dari pada paru-paru dan
ini berguna ketika penyakit paru-paru ringan ada. Contohnya termasuk

31
metoprolol, bisoprolol dan atenolol. Namun, sotalol termasuk golongan beta
blocker non-kardioselektif.
Efek samping lebih lanjut yang sangat penting dari beta blockers
adalah impotensi (atau disfungsi ereksi) pada pria. Ini adalah masalah yang
cukup umum, terutama karena sebagian besar laki-laki yang membutuhkan
beta blocker mungkin sudah rentan disfungsi ereksi (karena kehadiran
penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi dan aterosklerosis). Beta blocker
juga dapat menyebabkan tekanan darah menjadi terlalu rendah, dan memang
digunakan untuk mengobati pasien yang menderita hipertensi.
Dalam diabetes, adalah mungkin bahwa beta blocker bisa membuat
lebih sulit untuk melihat gejala gula darah rendah. Beta blocker masih bisa
sangat membantu bagi penderita diabetes, tapi dokter akan menyarankan
pemantauan hati-hati glukosa darah . Akhirnya, beta blockers dapat
menyebabkan apa yang kita sebut 'gejala konstitusional', yaitu, perasaan
kelelahan, depresi ringan atau kurangnya energi.
Hal ini penting untuk menginformasikan pasien dari kebutuhan untuk
membahas efek samping apaun dengan dokter mereka. Hal ini selalu menjadi
isu kasus apakah manfaat dari obat lebih besar daripada efek samping atau
risiko yang ditimbulkan.
b. Amiodaron
Amiodaron digunakan untuk memperbaiki irama jantung yang
abnormal. Meskipun memiliki banyak efek samping, beberapa di antaranya
parah dan berpotensi fatal, Amiadaron telah berhasil dalam mengobati
berbagai aritmia di mana obat anti-aritmia lainnya telah gagal. Amiodaron
dianggap sebagai obat anti aritmia 'berspektrum yang luas', yang berarti
memiliki efek yang banyak dan kompleks pada aktivitas listrik jantung yang
bertanggung jawab untuk irama organ . Meskipun efek elektrofisiologi
banyak, obat ini umumnya diturunkan ke lini kedua obat karena tingginya
insiden efek samping dan interaksi obat. Obat ini hanya akan diberikan di
bawah pengawasan spesialis.
Amiodaron kadang-kadang digunakan untuk obat kardioversi 'pada
pasien dengan fibrilasi atrium, atau lebih kontroversial untuk
mempertahankan irama sinus setelah kardioversi (dimana lebih efektif
daripada sotalol atau propafenone). Teknik ini digunakan untuk

32
mengembalikan ke irama sinus normal pasien. Ada dua jenis kardioversi:
kardioversi obat dan kardioversi listrik. Obat kardioversi menggunakan obat
anti-aritmia tipe 1 seperti amiodarone untuk memperbaiki detak jantung tidak
teratur kembali ke irama normal dan memperlambat jantung yang terlalu
aktif. Kardioversi elektrik (defibrilasi) adalah pilihan yang paling dokter
pilih. Teknik ini mengalirkan aliran listrik ke jantung melalui dua pelat
logam (dayung) yang ditempatkan pada dada. Aliran listrik yang tiba-tiba
melalui jantung merubah fibrilaso kembali ke irama sinus normal.
Amiodarone juga digunakan setelah adrenalin saat protokol lanjutan
pendukung kehidupan, pada shock refraktori takikardia ventrikel tanpa nadi
(TV) dan fibrilasi ventrikel (FV).
Amiodarone memiliki struktur yang mirip dengan tiroksin (salah satu
hormon utama yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid), dengan kandungan
iodium tinggi. Hal ini menyebabkan sedikit atau tidak ada penekanan
miokard. Amiodarone diserap lebih baik dengan makanan, dan sangat larut
dalam lemak, menghabiskan beberapa hari untuk mencapai keadaan stabil
jika diberikan secara oral, seperti yang digunakan dan disimpan dalam
jaringan adiposa, otot, hati, paru-paru dan kulit - dengan kata lain, volume
distribusinya besar. Amiodaron lewat IV dapat bekerja lebih cepat dan rute
yang biasanya diberikan pada pengaturan rumah sakit akut. Ini obat
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dihilangkan dari tubuh, waktu
paruhnya 58 hari. Studi elektrofisiologis biasanya tidak akan dilakukan
sampai amiodaron telah dieliminasi.
Obat ini bekerja dengan memperlambat denyut jantung dan konduksi
nodus AV. Konduksi melalui nodus AV muncul lalu obat mengganggu
gerakan melalui saluran kalsium dan beta blokade reseptor. Akan ada
perlambatan konduksi intrakardium sebagai akibat dari obat yang
mempengaruhi pergerakan natrium. Akhirnya, obat bertindak pada saluran
kalium dan natrium di jantung yang otot sehingga lebih sulit untuk kontraksi
untuk terjadi. Dengan kata lain, itu membuat otot jantung kurang
'bersemangat'.
Dosis amiodaron yang diberikan disesuaikan untuk individu dan
aritmia yang sedang dirawat. Dosis oral biasanya 200mg, tiga kali sehari
selama satu minggu, dikurangi hingga 200 mg dua kali sehari selama

33
seminggu lebih lanjut. Pengendalian dosis kemudian ditentukan sebanyak
200mg setiap hari atau kebutuhan minimum yang diperlukan untuk
mengendalikan aritmia. Dosis IV, diberikan dalam perawatan koroner
awalnya, terdiri dari 5 mg per kg tubuh berat badan, diberikan selama 20-120
menit pemantauan jantung. Obat ini deberikan melalui apa yang dikenal
sebagai garis tengah (central line) . Ini adalah dimana sebuah kateter
ditempatkan ke dalam vena besar dalam tubuh (misalnya vena subklavia di
dada). Hal ini digunakan untuk memasukkan obat atau cairan dan untuk
memperoleh tes darah dan pengukuran kardiovaskuler seperti tekanan vena
sentral. Obat-obat tertentu, seperti amiodarone, sebaiknya diberikan melalui
garis tengah.
Penyakit paru-paru parah (kadang-kadang fatal) atau masalah hati
jarang terjadi pada pasien yang menggunakan ini obat. Sangat penting
menginformasikan ke pasien bahwa jika mereka mengalami salah satu efek
samping yang serius berikut mereka harus mencari bantuan medis sesegera
mungkin: batuk, demam, menggigil, nyeri dada, sulit atau sakit ketika
bernapas, sakit perut yang parah, kelelahan, kulit atau mata menguning, urin
gelap.
Seperti obat lain yang digunakan untuk mengobati detak jantung tidak
teratur, amiodaron jarang dapat menyebabkan kondisi menjadi lebih buruk,
dan, karena jumlah obat yang beredar dalam tubuh, masalah detak jantung
dapat terjadi berbulan-bulan setelah pasien memiliki berhenti minum obat.
Oleh karena itu pasien harus disarankan untuk mencari bantuan medis jika
jantung mereka terus berdebar, melewati detakan, berdetak sangat cepat atau
sangat lambat, atau mereka merasa pusing atau lemah.
Obat ini juga dapat menyebabkan perubahan penglihatan serius
seperti melihat lingkaran cahaya dan penglihatan kabur. Sangat jarang, kasus
kebutaan permanen telah dilaporkan. Sekali lagi, pasien harus mencari
bantuan medis jika terjadi gejala seperti ini. Karena kandungan iodium dari
amiodaron, kelainan fungsi tiroid umumnya terjadi. Kedua masalah
penurunan dan aktivitas yang berlebihan dari tiroid dapat terjadi dan
pengukuran tiroksin gratis (FT4) saja mungkin tidak dapat diandalkan dalam
mendeteksi masalah tersebut. Oleh karena itu hormonal perangsang tiroid
harus diperiksa setiap enam bulan.

34
Farmakokinetik dari berbagai obat, termasuk jenis obat yang umum
diberikan untuk individu dengan penyakit jantung, dipengaruhi oleh
amiodaron. Misalnya, cyclosporine, flekainid, procainamide, quinidine dan
simvastatin ini karena amiodaron menghambat aksi sitokrom P450, enzim
hati yang membantu pemecahan obat. Ini berarti bahwa obat memakan waktu
lebih lama untuk dibuang dari tubuh. Akibatnya obat bias sampai ke tingkat
beracun jika diberi bersama amiodaron.
Secara khusus, dosis digoxin harus disetengahkan pada individu
mengonsumsil amiodaron. Amiodarone juga mempotensiasi aksi warfarin.
Individu yang mengonsumsi kedua obat ini dosis warfarinnya harus
disetengahkan dan status antikoagulan mereka (diukur sebagai waktu
protrombin (WT) dan International Normalized Ratio (INR)) diukur lebih
sering. Pengaruh amiodarone pada konsentrasi warfarin dapat muncul lebih
awal, beberapa hari setelah memulai pengobatan, atau tertunda hingga
beberapa minggu.
c. Flekainid
Flekainid asetat adalah jenis obat yang digunakan untuk meregulasi
tingkat dan irama jantung. Aksi memompa jantung dikendalikan oleh sinyal-
sinyal listrik yang melewati otot jantung. Sinyal listrik menyebabkan dua
pasang bilik jantung (Kiri dan atrium kanan dan ventrikel) untuk berkontraksi
secara reguler yang menghasilkan detak jantung. Jika aktivitas listrik di
jantung terganggu dengan alasan apapun, denyut jantung tidak teratur
(aritmia) berbagai jenis dapat hasil. Ini bisa serius mengacaukan aksi
pemompaan jantung dan mengakibatkan di sirkulasi darah yang tidak efisien
ke seluruh tubuh. Flekainid membantu untuk mengobati aritmia dengan
menurunkan sensitivitas impuls listrik sel-sel otot jantung. Ini akan
memperlambat dan mengatur konduksi listrik otot jantung, yang membantu
mengembalikan gangguan irama jantung. Ada beberapa jenis aritmia yang
berbeda. Ini Obat dapat diberikan dalam bentuk tablet atau injeksi,
tergantung pada jenis aritmia sedang dirawat.
Flekainid jarang menghasilkan aritmia yang sangat serius, aritmia
baru dan tidak teratur. Oleh karena itu, seharusnya digunakan pada pasien
yang dipilih secara hati-hati untuk mengobati detak jantung tidak teratur yang
mengancam nyawa saja. Dosis oral akan diprakarsai oleh ahli jantung dan

35
ventrikel aritmia awalnya diobati dengan dosis 100mg yang diberikan dua
kali sehari. Setelah periode tiga sampai lima hari dosis diturunkan serendah-
rendahnya untuk mengontrol irama jantung yang abnormal. Injeksi IV lambat
di rumah sakit dapat diberikan tapi ini hanya akan dilakukan di bawah
pemantauan jantung dan dengan peralatan resusitasi yang tersedia.
3. Obat yang bekerja pada aritmia ventrikel
Lignokain hidroklorida. Obat ini memengaruhi pergerakan natrium ke
dalam sel. Dimasukkan melalui intravena untuk pengobatan aritmia ventrikel
(infark miokard akut, keracunan digitalis, kardioversi atau katerisasi jantung).
Namun, pemberian profilaksis rutin tidak lagi direkomendasikan untuk infark
miokard akut karena manfaat keseluruhan dari tindakan ini tidak meyakinkan.
Biasanya suntikan IV dari 100mg diberikan selama beberapa menit. Dosis
mungkin kurang pada pasien dengan berat badan rendah atau mereka yang
memiliki sirkulasi yang buruk. Mengikuti dosis awal ahli jantung akan memulai
pasien pada rejimen IV lambat untuk mengontrol aritmia yang mengancam
nyawa.
G. Obat Gagal Jantung
Tujuan primer pengobatan adalah mencegah terjadinya gagal jantung dengan
cara mengobati kondisi-kondisi yang menuju terjadinya gagal jantung, terutama
hipertensi dan/atau penyakit arteri koroner. Jika disfungsi miokard sudah terjadi,
tujuan pertama adalah mengobati/menghilangkan penyebab dasarnya, jika mungkin
(misalnya iskemia, penyakit tiroid, alkohol dan obat). Jika penyebab dasar tidak
dapat dikoreksi, pengobatan ditujukan untuk:
1. Mencegah memburuknya fungsi jantung, dengan kata lain memperlambat
progresi remodelling miokard, sehingga dapat mengurangi mortalitas. Untuk
tujuan ini diberikan penghambat ACE dan -bloker sebagai pengobatan gagal
jantung kronik.
2. Mengurangi gejala-gejala gagal jantung sehingga memperbaiki kualitas hidup
pasien. Untuk tujuan ini diperlukan pengurangan overload cairan dengan
diuretik, penurunan resistensi perifer dengan vasodilator dan peningkatan
kontraktilitas miokard dengan obat inotropik. Tujuan utamanya adalah untuk
mengobati penyakit gagal jantung akut (Syarif, 2009).
Terapi gagal jantung dibagi atas terapi non-farmakologik dan terapi
farmakologik. Terapi non-farmakologik terdiri atas:

36
1. Diet
Pasien gagal jantung dengan diabetis, dislipedemia atau obesitas
harus diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah
atau berat badannya. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari,
atau < 2 g/hari untuk gagal jantung sedang sampai berat. Retraksi cairan
menjadi 1,5-2 L/hari hanya untuk gagal jantung berat.
2. Merokok (harus dihentikan)
3. Aktivitas fisik
Olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan
untuk pasien gagal jantung yang stabil dengan intensitas yang nyaman
bagi pasien.
4. Istirahat
Dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil
5. Bepergian
Hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas
atau lembab dan gunakan penerbangan-penerbangan pendek (Syarif,
2009).
Di samping itu, terdapat obat-obat yang harus dihindari atau
digunakan dengan hati-hati, yakni: antiinflamasi nonsteroid (AINS) dan
coxib;antiaritmia kelas I; antagonis kalsium ; antidepresi trisiklik;
kortikosteroid dan litium. Terapi farmakologik terdiri atas :
1. Penghambat ACE
Penggunaan penghambat ACE untuk terapi gagal jantung didukung oleh
berbagai uji klinik yang mengikutsertakan lebih dari 100.000 pasien. Penghambat
ACE terbukti dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas pada semua pasien
gagal jantung sistolik (semua derajat keparahan, termasuk yang asimtomatik).
Penghambat ACE mengahambat konversi angiotensin I (Ang I) menjadi
angiotensin II (Ang II). Tetapi Ang II juga dibentuk oleh enzim-enzim non ACE,
misalnya kimase yang banyak terdapat di jantung. Kebanyakan efek biologik Ang
II diperantai oleh reseptor angiotensin type 1 (AT1).
Penghambat ACE merupakan terapi lini pertama untuk pasien dengan fungsi
sistolik ventrikel kiri yang menurun, yakni dengan fraksi ejeksi dibawah normal
(<40-45%), dengan atau tanpa gejala. Pada pasien tanpa gejala, obat ini diberikan

37
untuk menunda atau mencegah terjadinya gagal jantung dan juga untuk
mengurangi infark miokard dan kematian mendadak.
Pada pasien dengan gejala gagal jantung tanpa retensi cairan, penghambat
ACE harus diberikan sebagai terapi awal. Sedangkan pada pasien dengan retensi
cairan, obat ini harus diberikan bersama diuretik. Penghambat ACE harus dimulai
setelah fase infark miokard, meskipun gejalanya transien untuk mengurangi
mortalitas dan infark ulang serta hospitalisasi karena gagal jantung. Pada pasien
gagal jantung sedang dan berat dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri,
penghambat ACE mengurangi mortabilitas dan gejala-gejala gagal jantung,
meningkatkan kapasitas fungsional dan mengurangi hospitalisasi.
Efek samping yang penting adalah batuk, hipotensi gangguan fungsi ginjal,
hiperkalemia dan angioedema. Penghambat ACE ini harus selalu dimulai dengan
dosis rendah dan dititrasi sampai dosis target. Dosis target adalah dosis
pemeliharaan yang telah terbukti efektif untuk mengurangi mortalitas/hospitalisasi
dalam uji klinik yang berat (Syarif, 2009).
Untuk memulai pengobatan gagal jantung dengan penghambat AC,
dianjurkan untuk mengikuti prosedur berikut :
a. Jika pasien telah menggunakan diuretik, turunkan dosisnya atau hentikan
selama 24 jam.
b. Pengobatan dimulai di petang hari, sewaktu berbaring, untuk menghindari
kemungkinan terjadinya hipotensi.
c. Pengobatan dimulai dengan dosis rendah dan titrasi sampai dosis target,
biasanya dengan peningkatan 2 kali lipat setiap kalinya.
d. Jika fungsi ginjal memburuk bermakna, hentikan pengobatan.
e. Diuretik hemat kalium harus dihindari selama awal terapi.
f. Penggunaan AINS dan coxib harus dihindari.
g. Tekanan darah, fungsi ginjal dan kadar K harus diperiksa 1-2 minggu setelah
pengobatan dimulai dan tiap peningkatan dosis, pada 3 bulan dan selanjutnya
tiap 6 bulan (Syarif, 2009).
2. Antagonis Angiotensin II (AT1 BLOKER)
Antagonis Ang II menghambat aktivitas Ang II hanya di reseptor AT1 dan
tidak di AT2, maka disebut juga AT1 bloker. Tidak adanya hambatan kininase II
menyebabkan bradikinin dipecah menjadi kinin inaktif, sehingga terjadi

38
vasodilator NO dan PGI2 tidak terbentuk. Karena itu, efek samping batuk kering
tidak akan terjadi.
Berbeda dengan efek samping batuk, efek samping angiodema dapat
terjadi pada pemberian AT1-bloker, meskipun lebih jarang. Dalam hal ini diduga
mekanismenya juga sama, yakni akumulasi bradikinin. Karena terjadi reaksi
silang antara penghambat ACE dan AT1-bloker, maka pasien dengan riwayat
angioedema pada penggunaan penghambat ACE, sebaiknya tidak diberi AT1-
bloker meskipun bukan merupakan kontraindikasi. Demikian juga pasien dengan
riwayat angioedema herediter atau idiopatik sebaiknya tidak diberi AT1-bloker,
sedangkan penggunaan penghambat ACE pada mereka ini merupakan
kontraindikasi (Syarif, 2009).
Untuk pasien dengan disfungi sistolik ventrikel kiri :
a. AT1-bloker dapat digunakan sebagai alternatif penghambat ACE pada pasien
gagal jantung sistolik dengan fraksi ejeksi 40% yang tidak dapat mentoleransi
penghambat ACE (batuk) untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
b. AT1-bloker dan penghambat ACE mempunyai efikasi yang sebanding pada
gagal jantung sistolik dengan fraksi ejeksi 40% terhadap morbiditas dan
mortalitas. Pada infark miokard akut dengan gejala-gejala gagal jantung atau
disfungsi ventrikel kiri, AT1-bloker dan penghambat ACE mempunyai efek
yang sebanding terhadap mortalitas.
c. AT1-bloker dapat dipertimbangkan dalam kombinasi dengan penghambat ACE
pada pasien yang masih simtomatik, untuk mengurangi mortalitas dan
hospitalisasi karena gagal jantung (Syarif, 2009).
3. Diuretik
Diuretik merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung akut yang
selalu disertai dengan kelebihan cairan yang bermanifestasi sebagai kongesti paru
atau edema perifer. Penggunaan diuretik dengan cepat menghilangkan sesak napas
dan meningkatkan kemampuan melakukan aktivitas fisik. Pada pasien ini diuretik
mengurangi retensi air dan garam sehingga mengurangi volume cairan ekstra sel,
alir balik vena dan tekanan pengisian ventrikel.
Untuk mengobati gagal jantung, biasanya diberikan diuretik kuat, misalnya
furosemid dengan dosis awal 40 mg od atau bid dan dosis ditingkatkan sampai
diperoleh diuresis yang cukup. Dosis tinggi yang lebih awal mungkin dibutuhkan
pada gagal jantung lanjut atau yang disertai dengan gagal ginjal.

39
Oleh karena penggunaan diuretik tidak mengurangi mortalitas pada gagal
jantung, maka diuretik harus selalu diberikan dalam kombinasi dengan
penghambat ACE. Jika terjadi penurunan curah jantung akibat deplesi cairan akan
meningkatkan aktivasi neurohormonal yang akan memacu progresi gagal jantung,
maka diuretik tidak boleh diberikan pada gagal jantung yang asimtomatik maupun
yang tidak ada overload cairan. Juga penggunaan diuretik tidak boleh berlebihan
tetapi dalam dosis minimal untuk mempertahankan euvolemia (Syarif, 2009).
4. Antagonis Aldosteron
Pada pasien gagal jantung, kadar plasma aldosteron meningkat (akibat
aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron), bisa sampai 20 x kadar normal.
Aldosteron menyebabkan retensi Na dan air serta eksresi K dan Mg. Retensi air
dan Na menyebabkan edema dan peningkatan preload jantung. Aldosteron
memacu remodelling dan disfungsi ventrikel melalui peningkatan preload dan
efek langsung yang menyebabkan fibrosis miokard dan proliferasi fibroblas.
Karena itu antagonisasi efek aldosteron akan mengurangi progresi remodelling
jantung sehingga dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas akibat gagal
jantung. Pada saat ini ada 2 antagonis aldosteron, yakni spironolakton dan
eplerenon (Syarif, 2009).
Antagonis aldosteron direkomendasikan untuk ditambahkan pada:
a. Penghambat ACE dan diuretik kuat pada gagal jantung lanjut dengan disfungsi
sistolik untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas. Ini terbukti untuk
spironolakton.
b. Penghambat ACE dan -bloker pada gagal jantung setelah infark miokard
dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri dan tanda-tanda gagal jantung atau
diabetes untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas. Ini terbukti untuk
epierenon (Syarif, 2009).
5. -bloker
Penggunaan -bloker untuk terapi gagal jantung kronik telah diteliti pada
lebih dari 20.000 pasien dalam berbagai uji klinik yang membuktikan bahwa -
bloker memperbaiki gejala-gejala, mengurangi hospitalisasi dan mortalitas pada
pasien gagal jantung ringan dan sedang. -bloker bekerja terutama dengan
menghambat efek merugikan dari aktivitas simpatis pada pasien gagal jantung dan
efek ini jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan efek inotropik
negatifnya. Stimulasi adregenik pada jantung memang awalnya meningkatkan

40
kerja jantung, akan tetapi aktivitas simpatis yang berkepanjangan pada jantung
yang telah mengalami disfungsi akan merusak jantung, dan hal ini dapat dicegah
dengan -bloker. Sekarang ini -bloker direkomendasikan untuk penggunaan rutin
pada pasien gagal jantung ringan dan sedang yang stabil dengan fraksi ejeksi,
etiologi iskemik maupun noniskemik, bersama dengan penghambat ACE dan
diuretik jika diperlukan untuk mengurangi gejala dan tidak ada kontraindikasi.
Pada pasien gagal jantung yang baru saja terjadi, belum ada pengalaman.
Saat ini, mereka tidak boleh diberi -bloker sampai kondisinya stabil setelah
berhari-hari sampai berminggu-minggu. Demikian juga, penggunaan -bloker
pada pasien disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik (Syarif, 2009).
Pemberian -bloker harus dimulai dengan dosis yang rendah, biasanya
<1/10 dosis target dan ditingkatkan perlahan-lahan dengan ssupervisi yang ketat
sampai dicapai dosis target, yakni dosis pemeliharaan yang terbukti efektif pada
uji klinik yang besar. Kecepatan titrasi harus disesuaikan dengan respon pasien,
biasanya 2 kali lipat setiap 1-2 minggu pada pasien rawat jalan.
Pada awal terapi dengan -bloker dapat terjadi :
a. Retensi cairan dan memburuknya gejala-gejala, maka tingkatkan dosis diuretik
b. Hipotensi, maka kurangi dosis penghambat ACE atau -bloker
c. Bradikardia, maka kurangi dosis -bloker
d. Rasa lelah, maka kurangi dosis -bloker. Setelah kondisi pasien stabil,
tingkatkan kembali dosis -bloker (Syarif, 2009).
H. Obat Preparat antiplatelet
1. Aspirin/tablet salut enteric . cara kerja obat ini sama seperti asam asetilsalisilat
(asetasol)
a. Indikasi : analgesic, antipiretik, demam reumatik akut, artritis rheumatoid,
antitrombotik.
b. Kontra indikasi : tukak lambung dan duodeni, tendensi hemoragia patologis,
hemophilia, gangguan perdarahan lain, dan hipersensitif.
c. Cara pakai : oral
d. Dosis :
1) Anak < 1 tahun: 3-4 x 10 mg/bulan/hari dan maksimal 60mg/bulan/ hari;
1-3 tahun: 3-4 x 50-60mg/tahun/hari; 4-5 tahun: 3-4 x 40-50mg/tahun/hari;
6-12 tahun: 3-4 x 30-40mg/tahun/hari.

41
2) Dewasa analgesic dan antiperitik : 325-650mg/kali tiap 3-4 jam; demam
reumatik akut: 1 g/kali atau 5-8 g/hari.
e. Sediaan : tablet 100 mg, dan 500 mg.
f. Perhatian : anak dan dewasa dengan demam, hamil dan menyusui, kerusakan
hati berat, hipoprotrombinemia, devisiensi vit. K.
g. Efek samping: nyeri lambung, rasa terbakar, mual, pendarahan saluran cerna,
reaksi trombositopenia.
2. Clopidogrel 75 mg
a. Indikasi : pengurangan keparahan aterosklerosis seperti infark miokardis,
strok, dan kematian veskulus pada pasien arterosklerosis yang mengalami
strok, infark miokadia, dan sakit arteri perifer.
b. Kontra indikasi : hipersensitif, pendarahan patologi aktif.
c. Dosis : sehari 75 mg; pengaturan dosis pasien manula dan sakit ginjal.
d. Perhatian : hati-hati pada pasien dengan pasien kemungkinan resiko
peningkatan perdarahan dari trauma, operasi, atau kondisi patologi lain; jika
pasien akan dioperasi, hentikan terapi satu minggu sebelum operasi; hati-hati
ika harus diberikan kepada pasien penderita pendaraharan saluran cerna,
pasien sedang diberikan terapi obat antiradang nonsteroida (NSAID), wanita
hamil dan menyusui.
e. Efek samping : dapat menyebabkan pendarahan, neutropenia atau
agranulositosis, dan sakit saluran cernah.
f. Kemasan : dosis 2x14 tablet
g. Dipiridamol 25 mg; 75 mg
h. Indikasi : penunjang antikoagulan kumarin dalam pencegahan komplikasi
tombroemboli sesudah operasi pengganti klep jantung.
i. Kontra indikasi : penderita hipersensitif terhadap dipiridamol, ada wanita
hamil.
j. Efek samping : pusing, vertigo, gangguan lambung, mual, muntah, diare, sakit
kepala, syncope dan rash.
k. Dosis : 2-3x/hari 25-75mg; diminum satu jam sebelum makan.
l. Kemasan : dus isi 5x10 tablet.

42
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembahasan obat yang berpengaruh terhadap suatu alat tubuh akan lebih
mudah di pahami bila fisiologi dan patofisiologi alat tubuh tersebut di mengerti,
karena reaksi alat tubuh yang sakit terhadap obat mungkin berbeda dari reaksi alat
tubuh yang sehat.
Sistem kardiovaskuler adalah suatu sistem yang sangat dinamik,yang harus
mampu berdaptasi cepat terhadap perubahan mendadak. Perubahan terkanan darah,
kerja dan frekuensi jantung serta komponen kardiovaskuler lain merupakan resultante
dari berbagai faktor pengatur yang bekerja secara serentak.
Obat obat yang kardiovaskuler adalah obat yang digunakan untuk kelainan
jantung dan pembuluh darah. Dalam hal ini mencakup sistem sirkulasi darah yang
terdiri dari jantung komponen darah dan pembuluh darah. Pusat peredaran darah atau
sirkulasi darah ini berawal dijantung, yaitu sebuah pompa berotot yang berdenyut
secara ritmis dan berulang 60-100x/menit. Setiap denyut menyebabkan darah
mengalir dari jantung, ke seluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas
arteri, arteriol, dan kapiler kemudian kembali ke jantung melalui venula dan vena.

43
DAFTAR PUSTAKA

Barber, P., Parkes, J., & Blundell, D. (2012). Further Essentials Of Pharmacology For Nurses. UK:
Open University Press.
Karch, A. M. (2010). Buku ajar farmakologi keperawatan. Jakarta: EGC.
Karch, A. M. (2013). Focus On Nursing Pharmacology 6th ed. China: Lippincott Williams &
Wilkins.
Syarif, A. (2009). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. . Jakarta: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FK UI.

44

Anda mungkin juga menyukai