Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

BAGIAN PENYAKIT TUMBUHAN

ACARA 1

EKOLOGI PENYEBAB PENYAKIT (PATOGEN)

Disusun oleh :
Nama : Reri Handoyo Kurniawan (13783)
Gol. /Kel. : C2.1 / 3
Asisten : 1. Adibayu Prakoso
2. Tri Retno Widyastuti

SUB. LABORATORIUM PENYAKIT TUMBUHAN TERPADU

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2016
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah penting dalam bidang pertanian salah satunya adanya jamur patogen yang
dapat menyebabkan tanaman menjadi sakit sehingga menimbulkan kerugian dari segi
ekonomi yang cukup besar. Lada merupakan salah satu tanaman yang terserang jamur
patogen dan pada bidang perkebunan yang rawan terkena jamur patogen salah satunya
tanaman kelapa sawit.
Berbagai jenis OPT ditemukan pada tanaman lada, baik serangga hama maupun
penyakit, dan menjadi kendala penting dalam budi daya lada. Penyakit penting pada tanaman
lada adalah busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh jamur Phytophthora capsici
Leonian (Manohara et al. 2005). Tanaman yang terserang pada pangkal batangnya akan
menunjukkan gejala layu dan akhirnya mati. Serangan pada daun akan menimbulkan nekrosis
dan sporangium dengan sporanya (zoospora) terdapat pada permukaan nekrosis. Kerusakan
tanaman akibat penyakit BPB mencapai 1015%/tahun (Kasim,1990).
Pada pertanaman tanaman cabai, jamur Phytopyhora capsici merupakan salah satu
patogen yang merugikan. Jamur ini dapat menimbulkan penyakit pada bagian akar, batang,
dan kuncup, karena jamur ini menyerang hampir seluruh bagian tanaman. Serangan yang
ditimbulkan dari jamur ini terjadi pada fase bibit dapat menyebabkan kematian tanaman. Di
Indonesia telah dilaporkan terjadi kerusakan tanaman cabai akibat serangan jamur patogen ini
mencapai lebih dari 60%. Jamur ini merupakan patogen yang menularkan lewat tanah yang
bersifat polisiklik (infeksi multisiklus) dan dapat terbawa benih , memiliki kisaran inang yang
luas sehingga menjadi sulit dikendalikan dan pada areal yang telah terinfestasi. Penyebaran
penyakit dapat terjadi melalui angin, hujan, atau melalui air pada saluran irigasi (Chaudry et
al., 1995 dalam Yunianti et al., 2007).
Pada tanaman kelapa sawit, jamur Ganoderma sp. merupakan patogen yang
berbahaya bagi tanaman tersebut. Jamur ini merupakan penyebab penyakit busuk pangkal
batang pada komoditas yanaman kelapa sawit. Busuk pangkal batang merupakan gejala
umum dari penyakit yang disebabkan oleh Ganoderma sp. pada tanaman kelapa sawit. Pada
beberapa kasus, serangan Ganoderma menyebabkan gejala busuk batang atas atau penyakit
upper stem rot.
Dari hal tersebut maka perlu dilakukan pengamatan lebih dengan tujuan mengetahui
seberapa besar pengaruh suhu dan kelembaban terhadap perkembangan jamur pathogen
penyebab penyakit, sehingga dapat dilakukan pengendalian yang tepat dan efektif mengingat
pentingnya tanaman holtikultura dan perkebunan di Indonesia.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh variasi suhu terhadap pertumbuhan vegetatif jamur.
2. Mengetahui pengaruh variasi cahaya terhadap pertumbuhan vegetatif jamur.
3. Mengetahui pengaruh variasi kelembaban terhadap pertumbuhan vegetatif
jamur.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Jamur merupakan salah satu organisme yang pertumbuhannya tidak dapat lepas dari
faktor lingkungan. Pada dasarnya, jamur merupakan organisme biotik yang perkembangan
dan pertumbuhannya dipengaruhi faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, pH, maupun
cahaya (Agrios, 2005). Oospora akan berkembang dalam keadaan gelap secara in vitro, pada
kisaran suhu 16 - 28o C (Wahyuno dan Manohara, 1995), dimana suhu berperan dalam
perkembangan suatu jamur. Suhu optimum pertumbuhan jamur adalah 26 C, sedangkan
kelembaban optimal berkisar antara 80 % - 90 %. Pada kondisi tersebut miselium jamur akan
tumbuh lebih cepat dibanding pada lingkungan dengan cahaya matahari berlimpah. Jamur
tumbuh dengan suhu optimum antara 20-280C (Istuti dan Nurbana ,1998). Akan tetapi
masing masing jenis jamur memiliki toleransi yang berbeda bda terhadap faktor abiotik yang
berpengaruh.
Pertumbuhan jamur juga sangat dipengaruhi oleh faktor air. Air dapat menyebabkan
tingginya pertumbuhan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Air dapat mempercepat proses
penularan beberapa spesies jamur. Jamur Phytophtora capsici dapat menyebar dengan baik
dengan adanya hujan. Hujan dapat meningkatkan kondisi kelembaban udara untuk
lingkungan mikro. Jamur dari satu lokasi mampu menginfeksi tanaman di lokasi lain dengan
perantara air hujan. Phytophtora capsici dapat hidup dalam berbagai inang yang sangat
bervariasi jenisnya dan dapat terus menginfeksi selama lingkungan mendukung hidupnya
untuk tumbuh tetap tersedia ( Leah et .al, 2012).
Ganoderma membutuhkan suhu optimum perkembangan 26o-27o derajat Celsius
untuk tumbuh. Laju infeksi Ganoderma sp. akan semakin cepat ketika populasi sumber
penyakit (inokulum) semakin banyak diareal perkebunan kelapa sawit. Hal ini akan
mengancam kelangsungan hidup tanaman kelapa sawit muda yang baru saja ditanam
(Lizarmi, 2011). Ganoderma lucidum hidup dan tumbuh di bagian kayu yang mati dan
mengering dan terkadang dapat tumbuh pada tanaman batang keras.ganoderma memiliki
kisaran inang yang luas (Solomon,2005). Ganoderma dapat bertahan pada lingkungan yang
memiliki kondisi suhu hangat dan lembab. Pertumbuhan dan perkembangan ganoderma juga
sangat ditentuka oleh kondisi nutri yang ada di tempatnya tumbuh (Olga et al, 2016)
III. METODOLOGI

A. Variasi Cahaya terhadap Pertumbuhan Vegetatif Jamur.


Bahan dan alat yang digunakan yaitu medium agar kentang (PDA), Isolat jamur
Phytophthora sp., Fusarium sp., atau jamur lain yang pertumbuhan vegetatifnya cepat dalam
cawan petri berumur kurang lebih 2 minggu, dan alkohol 70%. Bahan yang digunkaan bor
gabus deameter 5 dan 10mm. Seperangkat alat isolasi dan sterilisasi, ruang isolasi, dan cawan
petri steril berdiameter 9cm sebnayak 15 buah.
Cara kerja yang dilakukan yaitu terdiri dari 3 perlakuan P1: gelap, P2: gelap-terang
dan P3: terang. Dibuat plate agar dengan cara memanaskan agar dan dituangkan secara asepti
ke dalam cawan petri setipis mungkin, kemudian ditunggu hingga dingin. Cawan petri diberi
tanda garis yang saling tegak lurus di pusatnya. Inokulum diambil dengan bor gabus dan
diletakkan pada pusat tanda di cawan petri dan diulangi sebanyak 9 ulangan. Kemudian
inkubasi masing-masing 3 petri untuk tiap perlakuan yaitu P:1 pada keadaan gelap, P2: pada
keadaan gelap 12 jam dan terang 12 jam,P3 : keadaan terang diletakkan pada suhu kamar.
Diamati setiap hari dengan mengukur diameter koloni. Yaitu pada diameter terpanjang dan
terpendek kemudian pengamatan dihentikan setelah 1 minggu yaitu ketika koloni penuh.
Hasil dibandingkan antar perlakuan pada pengamatan terakhir.

B. Variasi Suhu terhadap Pertumbuhan Vegetatif Jamur.


Bahan yang digunakan yaitu medium agar kentang (PDA), isolat jamur Phytophthora
capsici yang pertumbuhannya cepat dalam cawan petri, dan alkohol 70%. Alat yang
digunakan yaitu bor gabus dengan diameter 5 dan 10 mm, seperangkat alat isolasi dan
sterilisasi,ruang isolasi, dan cawan petri steril berdiameter 9 cm sebanyak 15 buah.
Cara kerja yang dilakukan yaitu dibuat plate agar dengan cara mencairkan agar PDA
kemudian dituangkan secara aseptik ke dalam cawan petri dan didinginkan sehingga agar
memadat. Cawan petri diberi tanda berupa garis diagonal yang saling tegak lurus pada pusat
cawan petri. Biakan murni diambil dengan menggunakan bor gabus kemudian diletakkan
pada pusat cawan petri. Cawan petri diinkubasi sesuai dengan variasi perlakuan yaitu P.1
pada suhu di atas suhu kamar, P.2 pada susu kamar dan P.3 suhu di bawah suhu
kamar.kemudian diamati panjang koloni jamur setiap 3 hari sekali selama 5 kali pengamatan
atau selama 15 hari. Pada setiap kali pengamatan dilakukan 2 kali pengukuran yaitu panjang
koloni yang terpanjang dan koloni terpendek. Diameter koloni dibandingkan antar tiap
perlakuan pada pengamatan terakhir.
C. Variasi Kelembaban terhadap Pertumbuhan Vegetatif Jamur.
Bahan yang digunakan yaitu baglog jamur Pleurotus ostreatus berumur kurang lebih
15 hari,ruang inkubasi dan alkohol 70%. Alat yang digunakan yaitu alat semprot, seperangkat
alat isolasi dan sterilisasi, dan ruang isolasi.
Cara kerja yaitu baglog Ganoderma sp. disiapkan sebanyak 15 buah dicari yang
seragam dan dibersihkan. 3 ruang inkubasi disiapkan diambil 3 buah baglog dan diletakkan
pada posisi horizontal di dalam ruangan inkubasi P.1;P.2 dan P.3. masing masing ruang
inkubasi dilakukan variasi penyemprotan P.1 disemprot satu kali dalam sehari yaitupada pagi
hari (07.00). perlakuan P.2 dilakukan penyemprotan pagi dan sore hari (pukul 07.00 dan
16.00) dan perlakuan P.3 dilakukan penyemprotan pada pagi,siang dan sore hari(pukul 07.00,
12.00, dan 16.00). Panjang hifa diamati, dan diukur hifa terpanjang dan terpendek pada setiap
ulangan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil

Tabel 1. Pengaruh Variasi Cahaya terhadap Pertumbuhan Vegetatif Jamur Phythopthora


capsici

Diameter Koloni pada hari Ke- (cm)


No Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7
1 P1 0 0 0 0 0 0 0
2 P2 0 0 0 0 0 0 0
3 P3 0 0 0 0 0 0 0

Tabel 2. Pengaruh Variasi Suhu Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Jamur Phytophthora


capsici
Diameter Koloni pada hari Ke- (cm)
No Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7
1 P1 0 0 0 0 0 0 0
2 P2 0,466667 0,783333 1,05 0 0 0 0
3 P3 0 0 0 0 0 0 0

Tabel 3. Pengaruh Variasi Kelembapan terhadap Pertumbuhan Vegetatif Jamur Ganoderma


lucidum
Panjang Miselium pada hari Ke- (cm)
No Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7
1 P1 14,025 15,35 15,21 16,53 15,96 17,14 18,51
2 P2 16,13 16,53 16,898 17,74 18,76 19,54 20,4
3 P3 14,87 14,61 15,03 17,3 17,15 13,74 15,48

Hasil Uji Lanjut :


Hasil uji lanjut pengaruh suhu Hasil uji lanjut pengaruh kelembaban
Hasil uji R (LSD) Hasil Uji R (LSD)
$groups $groups
Perlakuan means M trt means M
1 P2 0.3285714 a 1 P2 17.99971 a
2 P1 0.0000000 b 2 P1 16.10357 b
3 P3 0.0000000 b 3 P3 15.45429 b

B. Pembahasan
Jamur P. capsici berkembangbiak dengan cara aseksual dan seksual. Secara aseksual
membentuk sporangium. Pada keadaan lingkungan yang sesuai, lembab dan suhu berkisar
antara 25oC, sporangium yang telah masak dapat langsung berkecambah membentuk tabung
kecambah atau membentuk zoospora yang berflagella sehingga dapat bergerak. Lama
geraknya ditentukan oleh suhu air; pada suhu 20 - 24oC zoospora dapat bergerak selama 9
jam, sedang pada suhu 28oC dan 32oC masing-masing selama 5 jam dan 1 jam. Tiga puluh
menit setelah zoospora berhenti bergerak, akan terjadi perkecambahan bila lingkungan
menguntungkan, sebaliknya apabila keadaan lingkungan tidak menguntungkan, maka akan
dibentuk struktur istirahat yaitu berbentuk kista (Manohara, 1988).
Miselia yang berasal dari perkecambahan zoospora dapat langsung menginfeksi
tanaman melalui luka, lubang alami (stomata misalnya) atau menginfeksi secara langsung
setelah meningkatkan potensial inokulumnya terlebih dahulu. Kemampuan patogen bertahan
hidup pada sisa tanaman lada yang ada di permukaan maupun di dalam tanah mempunyai
peranan penting sebagai sumber inokulum. Propagul jamur P.capsici dapat bertahan hidup
selama 20 minggu di dalam tanah dengan kelengasan 100% kapasitas lapang, tanpa adanya
tanaman inang. Di dalam jaringan tanaman terinfeksi seperti daun dan batang, jamur tersebut
dapat bertahan hidup masing-masing selama 11 13 minggu dan 8 10 minggu (Manohara,
1988).
Oleh sebab itu sebaiknya bagian tanaman sakit yang telah mati jangan dibiarkan di
lapang, karena dapat merupakan sumber inokulum. Perkembang biakan secara seksual terjadi
apabila terdapat dua jenis tipe jodoh yang sesuai/serasi bertemu, yang selanjutnya akan
menghasilkan oospora. Penelitian di laboratorium membuktikan bahwa oospora dibentuk
dalam keadaan gelap secara in vitro, pada kisaran suhu 16 - 28o C; dan secara in vivo,
oospora dapat dibentuk pada batang, akar dan daun lada (Wahyuno dan Manohara, 1995).
Struktur dinding sel oospora yang relatif tebal dan keras memungkinkan oospora dapat
bertahan hidup dalam waktu yang lama. Oospora ditemukan pada kotoran siput dan ternyata
tetap hidup walaupun telah melalui sistem pencernaan siput (Kueh dan Khew dalam
Anandaraj, 2000).
Ganoderma sp. penyebab busuk pangkal adalah salah satu patogen yang penting
dalam perkebunan kelapa sawit. Infeksi jamur Ganoderma sp. di lapangan berawal dari
adanya persentuhan akartanaman yang sehat dengan jaringan akar tanaman yang telah
terserang di dalam tanah atau batang kelapa sawit yang telah terinfeksi jamur Ganoderma
sp. yang dibiarkan membusuk di kebun (sebagai sumber inokulum Ganoderma sp.) di mana
jamur Ganoderma masih hidup sebagai saprofit.
Untuk keberhasilan penetrasi dan degradasi akar sehat yang utuh, produksi sebuah
susunan enzim-enzim pendegradasi dinding sel sangat dibutuhkan untuk melakukan penetrasi
jaringan akar yang terluar yang tersusun atas polimer selulosa yang kuat, lignin dan suberin.
Aktifitas enzim oleh jamur G. boninense yang sesuai untuk lignin dan keseluruhan polimer
utama lainnya dari penyusun dinding sel terdeteksi bersama dengan efeknya pada komposisi
dinding inang selama infeksi G. boninense. Satu bulan setelah inokulasi pemutihan pada akar
tampak jelas mengikuti miselium yang mungkin mencerminkan kerusakan oksidatif
lignin(Cooper, 1984 dan Rees, 2006 dalam Cooper and Rees, 2011). Di bagian akar,
miselium jamur Ganoderma berada dalam sel empulur, korteks, endodermis perisikel dan
parenkima. Jamur ini akan menginfeksi dan bergerak dalam akar menuju ke pangkal batang
tanaman kelapa sawit.
Turner (1981) melaporkan bahwa fungsi basidiospora Ganoderma sp. dalam
penyebaran penyakit masih belum jelas. Dengan penyebaran yang begitu luas, diperkirakan
setiap pohon kelapa sawit dalam satu kebun akan terinfeksi penyakit BPB jika basidiospora
menyebarkan infeksi. Percobaan untuk menginokulasi jamur tanaman kelapa sawit yang
sehat dengan spora dan kajian ukuran inokulum telah menunjukkan bahwa spora tidak
mempunyai kemampuan inokulum yang mencukupi untuk menyebabkan infeksi terus pada
pohon kelapa sawit. Namun, (Susanto, dkk, 2007) menyatakan bahwa basidiospora
memainkan peranan dalam menyebarkan penyakit. Basidiospora tidak selalu membentuk
miselium sekunder dan tubuh buah karena memerlukan tipe perkawinan yang sama.
Basidiospora dibebaskan dan menyebar secara besar-besaran pada pukul 22.00-06.00, dan
lebih sedikit pada pukul 12.00-16.00. Pemencaran ini juga dibantu oleh kumbang Oryctes
rhinoceros yang larvanya umum ditemukan pada batang kelapa sawit yang busuk.
Ganoderma menyebar dalam tanah melalui akar dan melalui udara. Studi
kompatibilitas telah menunjukkan bahwa jamur dikumpulkan dari bidang atau wilayah yang
sama mungkin memilikiasal yang berbeda sehingga pertumbuhan miselium mungkin
bukansatu-satunya metode penularan penyakit di antara pohon-pohon. Basidiomycetes,
seperti Ganoderma sp. memiliki dua strategi untuk reproduksinya, yakni spora dan miselia
(Miller, 1995 dalam Hushiarian et al., 2013).
Siklus hidup jamurGanoderma dapat dirincikan seperti pada (1)Basidiospora yang
haploid dihasilkan oleh basidium. (2)Basidiospora berkecambah menjadi miselium
manokarion. (3)Dua monokarion yang serasi bertemu, pertautan hifa dan plasmogami terjadi
dan menghasilkan hifa dwikarion. (4)Mekanisme dwikariotisasi terjadi di mana jepit
penghubung (clamp connection) terbentuk pada miselium baru. (5)Seterusnya basidiokarpa
terbentuk. (6)Lapisan himenium terbentuk dan (7)basidium terbentuk. (8) Kariogami terjadi
dalam basidium dan(9) setelah meiosis, empat nukleus haploid terbentuk. (10)Pembentukan
empat tonjolan merupakan proses awal pembentukan basidiospora. Seterusnya setiap nukleus
bergerak ke tonjolan dan akhirnya empat basidiospora terhasil pada ujung basidium.
Berdasarkan beberapa tinjauan pustaka yang telah didapat, pertumbuhan dan
perkembangan suatu jamur akan dipengaruhi oleh beberapa faktor abiotik suhu, kelembaban,
dan cahaya. Pertumbuhan dan perkembangan jamur akan tumbuh optimum sesuai titik
optimum sesuai jenis masing masing jamur.

Pengaruh Cahaya
1
0.9
0.8
Diameter Koloni (cm)

0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1 0 0 0 0 0 0 0
0
1 2 3 4 5 6 7
Hari Ke-

P1 P2 P3
Linear (P1) Linear (P2) Linear (P3)

Gambar 1. Grafik Pengaruh Cahaya terhadap diameter Koloni Phythopthora capsici

Keterangan :

P1 = Terang

P2 = TerangGelap

P3 = Gelap

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa tidak terjadi pertumbuhan koloni jamur pada
setiap perlakuan. Hal ini dikarenakan media biakan untuk pengamatan jamur mencair yang
diduga karena suhu akibat cahaya yang terlalu terang mengakibatkan peningkatan suhu yang
menyebabkan media yang digunakan mencair. Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa jamur
pertumbuhannya akan terhambat pada intensitas cahaya tinggi karena intensitas cahaya tinggi
akan menyebabkan suhu lebih tinggi sehingga kelembaban menjadi rendah dan jamur tidak
dapat tumbuh dengan maksimal. Suhu yang sesuai bagi pertumbuhan jamur adalah 26 C,
sedangkan kelembaban optimal berkisar antara 80 % - 90 % (Istuti & Nurbana, 1998).
Pengaruh Suhu
1.2
1.05
1
0.783333333
Diameter Koloni (cm)
0.8

0.6 0.466666667

0.4

0.2
0 0 0 0 0 0 0
0
1 2 3 4 5 6 7
-0.2
Hari Ke-

P1 P2 P3
Linear (P1) Linear (P2) Linear (P3)

Gambar 2. Pengaruh Variasi Suhu Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Jamur


Phytophthora capsici
Keteramgan :
P1 = Dibawah suhu kamar
P2 = Suhu Kamar
P3 = Diatas Suhu Kamar
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan panjang diameter koloni
pada jamur Phytophthora capsici di perlakuan suhu kamar. Akan tetapi terjadi penurunan
hingga nol akibat kontaminasi pada hasil pengamatan. Kontaminasi terjadi pada perlakuan P1
dan P3 pada awal pengamatan. Menurut Sunarlim (2001) suhu kamar sebesar 25o-28o. Hal ini
sesuai dengan percobaan yang dilakukan Sanogo dan Ji (2013) bahwa suhu optimum
pertumbuhan jamur Phytophthora sp. adalah 27.5C sampai 30 C. Jamur P. capsici
berkembang biak dengan cara aseksual dan seksual. Secara aseksual membentuk spora-
ngium. Pada keadaan lingkungan yang sesuai, lembab dan suhu berkisar antara 25o C,
sporangium yang telah masak dapat langsung berkecambah membentuk tabung kecambah
atau membentuk zoospora yang berflagella sehingga dapat bergerak.
Pengaruh Kelembaban
25

20.4
19.54
20 18.76 18.51
17.74
17.3
16.898 17.15 17.14
16.13 16.53 16.53
Panjang Miselium (cm)

15.96 15.48
14.87 15.35 15.21
15.03
14.61
15 14.025 13.74

10

0
1 2 3 4 5 6 7
Hari Ke-

P1 P2 P3
Linear (P1) Linear (P2) Linear (P3)

Gambar 3. Pengaruh Variasi Kelembapan terhadap Pertumbuhan Vegetatif Jamur


Ganoderma lucidum
Keterangan
P1 = Disemprot pagi hari
P2 = Disemprot pagi dan sore hari
P3 = Disemprot pagi siang dan sore hari
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa perlakuan dengan penyiraman sehari
2x jamur memiliki panjang miselium paling maksimal. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang
seharusnya dengan penyiraman 3x yang menunjukan hasil yang maksimal, dapat diakatakan
seperti itu karena dengan penyiraman 3x sehari dapat menggantikan air yang menguap
sehingga kelembaban tetap terjaga dengan baik. Dimana kelembaban yang tinggi jamur akan
tumbuh dan berkembang dengan baik, kelembaban ruangan yang sesuai adalah 80-90%
dengan suhu udara untuk pertumbuhan miselium adalah 25-30C (Stevania, 2011). Pada
perlakuan yang hanya disiram pagi, siang dan sore menunjukan hasil fluktuatif. Hal ini
dikarenakan frekuensi penyiraman yang ridak sama karena dilakukan oleh orang yang
berbeda. Perlakuan dengan disiram pagi saja kelembabanya sangat rendah karena pada siang
hari tingkat penguapan sangat tinggi.
V. KESIMPULAN

1. Jamur Phytopthora capsici pertumbuhan dan perkembangannya akan maksimal pada


suhu suhu optimum adalah suhu ruangan (250C-280C).
2. Jamur Phytopthora capsici pertumbuhan dan perkembangannya akan maksimal pada
cahaya minimal atau gelap.
3. Jamur Ganoderma sp. pertumbuhan dan perkembangan akan maksimal pada
kelembaban optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, N. G. 2005. Plant Pathology- Fifth Edition. Departemen of Plant Pathology.


University of Florida. United States of America.
Anandaraj, M., 2000. Diseases of black pepper. In Ravindran, P.N. (Ed.),
49 black Pepper Piper nigrum. Harwood Academic Publishers
Cooper, R.M. and R.W. Rees. 2011. Ganoderma boninense in oil palm plantation: current
thingking on epidemiology, resistance and pathology. The Planter 87(1024): 515-
526
Hushiarian, R., N. A. Yusof dan W. Dutse. 2013. Detection and control of Ganoderma
boninense: strategies and perspectives.http://www.springerplus.com/content/2/1/555.
Istuti ,W.,dan Nurbana S.1998. Budidaya Jamur Tiram. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian, Jawa Timur.
Kasim, R. 1990. Pengendalian penyakit busuk pangkal batang secara terpadu. Bulletin
Tanaman Industri 1: 1620
L. Granke,Leah.Lina Q O, Kurt Lamour, Mary K. Hausbeck. 2012. Advances in Research on
Phytophthora capsici on Vegetable Crops in The United States. Plant Disease.95:1-
13
Lizarmi, E. 2011. Ancaman Penyakit Busuk Pangkal Batang Pada Tanaman Kelapa Sawit.
Komisi Perlindungan Tanaman Bahas Strategi Pengendalian OPT Perkebunan.
Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.
Manohara, D., 1988. Ekologi Phytophthora palmivora (Butler) penyebab penyakit busuk
pangkal batang (Piper nigrum). Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana, IPB. Bogor.
Manohara, D. dan Wahyuno, D. 1995. Penelitian mikroorganisme tanah dan pengaruhnya
terhadap Phytophthora capsici. Laporan Teknis Penelitian Penguasaan Teknologi
Tanaman Rempah dan Obat, Cimanggu.
Manohara, D., D. Wahyuno, dan R. Noveriza. 2005. Penyakit busuk pangkal batang lada dan
strategi pengendaliannya. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat 17:
41 51.
P. Waseer,Solomon.2005. Reishi or Ling Zhi (Ganoderma lucidum). Madison Avenue.
Marcer Dekker inc: New York
Sanogo, S and P.Ji. 2013. Water management in relation to control of Phytophthora capsici in
vegetable crops. Agriculture Water Management 129(1): 113-119.
Stevania, S. 2011. Pengaruh Penambahan Molase dalam Berbagai Media Pada Jamur Tiram
Putih (Pleurotus Ostreatus). Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Skripsi.
Sunarlim, R. and H. Setiyanto. 2001. Aging meat at room and cold temperatures on meat
quality and aging loss of sheepcarcass. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6(1):51-58.
Tsivileva, Olga ,Thao N, Long V , Nikolay Y , Marina CH , Alexander P , Viktor G, Alexei
M , Oleg K. 2016. Vietnamese Ganoderma: growth, peculiarities, and low
molecular composition compared to European and Siberian strains. Turkish Journal
of Botany. 40: 269-286
Tuner, P. D. 1981. Oil Palm Diseases and Disorders. Oxford University Press.
Yanti, F. dan A. Susanto. 2004. Cara praktis isolasi tubuh buah G. boninense pada
medium potato dextrose agar (PDA). Jurnal PPKS 12 (2-3): 1-11.
Yunianti R., S. Sastrosumarjo, S. Sujiprihati, M. Surahman, dan S.H. Hidayat. 2007. Kriteria
Seleksi Untuk Perakitan Genotip Cabai Tahan Phytophtora capsici. Jurnal Agronomi
Indonesia 38:122-129.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai