Anda di halaman 1dari 4

Renungan untuk Tidak Berfikir Picik (Taushiyah)

Oleh: Muh. Ihsan ibnu Zainuddin, Lc.


Pengamat dan Pendukung Dakwah Salafiyah

SAYA bersyukur kepada Allah yang telah memberikan saya hidayah untuk meyakini
bahwa Islam yang benar hanya dapat dipahami dan diamalkan seba-gaimana
manhaj para As-Salaf Ash Shaleh. Saya juga bersyukur karena Allah juga
memberikan rasa cinta dalam hati saya kepada generasi terbaik itu.
Walaupun saya tak pernah bisa benar-benar sama dengan mereka (dan tak akan
pernah sama), bahkan menyerupai pun rasanya jauh. Apa sih yang dapat kita
lakukan di zaman yang penuh fitnah ini, selain berusaha meperkecil perbedaan
kondisi pribadi kita (dalam hal aqidah, ibadah, mu'amalah dan akhlak) dengan
kondisi keseharian kaum salaf ?
Di zaman ini, pengakuan diri sebagai seorang salafy mungkin hanya bisa
diterjemah-kan sebagai kesalaf-salafan saja, atau berusaha untuk menyerupai kaum
As salaf Ash Shaleh saja. Dan itu sekali lagi amat berat. Jika ada yang merasa lebih
dari itu, merasa diri benar-benar pas dengan kehidupan kaum As Salaf Ash Shaleh,
maka menurut saya ia hanyalah orang yang tertipu oleh dirinya sendiri.
Kita sekarang ini hanya dapat menghibur diri dengan pesan Nabi shallallahu
alaihi wassalam kepada seorang sahabat, Se-seorang itu (kelak di akhirat) akan
bersama dengan orang yang ia cintai.
Mudah-mudahan dengan kecintaan pada generasi As Salaf Ash Shaleh, kelak kita
akan bersama-sama mereka di surga. Semoga.
Dan sejak mengenal manhaj salaf sebagai satu-satunya metode yang benar
dalam memahami Islam, saya pun merasa tersejukkan setiap kali mendengar
apapun mengenai manhaj ini dan para pejuang-pejuangnya. Saya begitu yakin,
bahwa manhaj salaf adalah Islam itu sendiri.
Ya, ia adalah penje-lasan, penjabaran, dan gambaran tentang Islam itu sendiri,
yang begitu lengkap, menyeluruh dan mencakup seluruh aspek ke-hidupan.
Sejak awal, saya telah meyakini bahwa Islam adalah jalan hidup yang indah dan
me-nyejukkan. Maka dalam hati saya pun terpatri lah keyakinan bahwa manhaj
salaf pun pastilah sebuah manhaj yang indah dan me-nyejukkan.
Itulah keyakinan saya hingga kini dan Insya Allah akan menjadi aqidah saya
hingga maut datang menjemput.
Ya Allah, kabulkanlah!
Oleh sebab itu, saya sangat sedih bila ada sebagian pejuang da'wah salafiyah
yang justru membuat keindahan dan kesejukan manhaj salaf itu ter-nodai, hanya
dikarenakan pe-mahaman yang tidak benar, bahkan cenderung picik terhadap
manhaj yang agung ini.
Hanya mengambil se-potong-potong, lalu melakukan penyerangan ke sana ke
mari. Dan yang lebih hebat lagi, penyerangan itu disertai nukilan-nukilan dalil dan
pendapat para ulama yang tidak ditempatkan pada tempat yang semestinya,
ditambah dengan tuduhan-tuduhan tak berdasar.
Akibatnya, perpecahan-yang nota bene merupakan salah satu tanda pokok ahlul
bid'ah- justru menjadi fenomena yang tak asing lagi di kalangan orang-orang yang
mengaku berjuang di atas manhaj salaf.
Bahkan tidak sekedar berpecah. Mereka juga saling menyerang, menuduh dan
me-nuding. Maka anda dapat me-nyaksikan betapa banyak murid-murid yang
dengan penuh gagah berani menyerang (bekas) ustadz ustadz nya. Padahal sang
ustadz lah yang memperkenalkan manhaj salaf kepada mereka.
Dan yang lebih lucu lagi, muncul fenomena bantah mem-bantah via kaset. Bila
seseorang membuat tahdzir terhadap si fulan dalam 3 kaset, maka tunggulah
bantahan si fulan dalam 5 kaset.
Siapapun yang melihat ini akan tertegun heran. Para ahlul bid'ah akan
bersorak-sorai melihat pertarungan antar pejuang Ahlussunnah. Namun saya
sangat sedih. Inikah yang diwariskan oleh generasi As Salaf Ash Shaleh ? begitulah
bunyi pertanyaan yang hingga kini selalu merisaukan hati saya.
Pertanyaan itu terus menggelora, hingga saya menyim-pulkan (sesuai kapasitas
ilmu saya yang masih sedikit) bahwa nampaknya ada kesalahan dalam memahami
manhaj ini.
Dalam manhaj Ahlus-sunnah, perbedaan pendapat tidaklah identik dengan per-
pecahan. Semuanya pasti mengetahuinya. Namun tidak banyak yang benar-benar
faqih dan santun menerapkannya. Terkadang masalah yang
ijtihadiyah dijadikan sebagai pangka l perpecahan. Hanya karena satu masalah
yang para ulama besar pun berbeda pendapat di dalamnya, seseorang begitu mudah
mengeluarkan saudaranya dari lingkaran ahlusunnah wal-jama'ah.
Padahal generasi As-Salaf Ash Shaleh telah mewariskan kepada kita Adab Al
Khilaf (adab dan etika berbeda pendapat). Seperti ditunjukkan dengan sangat indah
oleh Imam Syafi'iy kepada salah seorang lawan diskusinya, yang tidak lain adalah
muridnya sendiri, Tidak pantas kah kita tetap bersaudara, walaupun kita berbeda
pendapat dalam beberapa masalah? Dan Beliau mengu-capkannya seraya
menggenggam tangan muridnya itu. Alangkah indahnya jika para pejuang da'wah
Salafiyyah bila kita bisa seperti itu.
Yang menyedihkan, sebagian anak-anak muda (ikhwan maupun akhwat) yang
baru kemarin sore belajar manhaj salaf sudah berani melemparkan vonis sesat
kepada para pejuang / dai yang sudah bertahun-tahun menda'wahkan manhaj
salaf.
Belum lagi selesai memahami dengan baik buku kecil Prinsip-Prinsip Dasar Keimanan
(Syarh Ushul Al Iman), sudah berani menyesatkan orang lain. Bahkan membaca Al-
Qur'an pun masih terbata-bata.
Dalam sejarah kaum salaf, kita tidak pernah menemukan ada seorang murid yang
baru belajar Islam lalu kemudian berkoar-koar menyesat-kan para salafy lainnya.

Mencela Buku Karya Ulama Besar


Yang lebih mempri-hatinkan, ada suara-suara yang mencela buku karya ulama
besar, hanya karena tidak sesuai dengan pendapat atau kemauan ustadz nya.
Contohnya adalah buku Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah.
Buku tersebut adalah kumpulan ce-ramah dan fatwa Beliau yang berkaitan dengan
Shahwah Is-lamiyah, yang kemudian dikum-pulkan menjadi sebuah buku.
Bila kita mempunyai edisi aslinya, pada halaman dalam setelah lembar judul, kita
akan menemukan tulisan tangan Beliau yang dengan sangat jelas memberikan izin
dan persetujuan terhadap pencetakan buku tersebut.
Hingga kini buku tersebut telah dicetak ulang beberapa kali. Bahkan dijadikan
sebagai referensi utama oleh para du'at salafiyyun baik dalam ceramah lisan maupun
tulisan.
Kita bisa melihat misalnya dalam jurnal ilmiah Al Ashalah yang dipimpin oleh
Syaikh Salim Al Hilaly, salah seorang murid Syekh Al Albany. Dalam edisi No.20 /
Syawal 1421 H, dinukilkan fatwa Syaikh yang terdapat pada buku ini.
Dengan demikian, tidak ada satupun yang dapat menggoyahkan keabsahan
buku ini sebagai rujukan para pendukung kebangkitan Islam.
Namun sayang, saya kembali mendengar (setelah cukup lama saya
mendengarnya) suara-suara yang mengatakan, bahwa buku itu sudah dinasakh
(dihapus), buku itu dikritik oleh para ulama, bahkan yang lebih ekstrim mengatakan
bahwa buku itu sudah diajukan ke Mahkamah.
Luar biasa!!! Anehnya, semuanya berdasarkan katanya (atau dalam bahasa
Arab: Qiila wa qaala). Orang-orang yang mengatakan tuduhan ini tidak mempunyai
satu bukti apapun. Apakah hanya karena sebuah buku dari seorang ulama
Ahlussunnah itu tidak sejalan dengan kebiasaan bermanhaj salaf sang penuduh
selama ini, sehingga dia kemudian membuat fitnah dan tuduhan terhadap buku
tersebuti ???
Dan ini adalah pesan saya kepada siapa saja yang bermanhaj salaf :
kita semua telah mengetahui sebuah kaidah ( fiqih) yang berbunyi, Al Yaqin La
Yazuulu Bisysyak (sebuah keyakinan tidak dapat dihilangkan hanya dengan sebuah
keraguan).
Ini adalah sebuah kaidah yang sangat penting dan berlaku dalam seluruh aspek
kehidupan. Bila kita telah mengetahui dengan yakin bahwa seseorang itu Muslim,
maka keyakinan itu tidak dapat kita gugurkan hanya dengan isu yang kita dengan
bahwa ia telah kafir. Atau hanya karena kita ragu apakah ia masih Muslim atau
sudah kafir, kita tidak dapat mengkafirkannya, sampai akhirnya kita mempunyai
bukti yang memyakinkan bahwa ia telah kafir.
Begitu pula kasusnya dengan buku Panduan Kebangkitan Islam ini. Tulisan
tangan Syaikh Al 'Utsaimin dalam halaman dalam buku tersebut, dan dicetaknya
Beliau secara berulang-ulang hingga kini adalah bukti yang meyakinkan kita, bahwa
buku tersebut tidak pernah ditarik dari peredaran, apalagi sampai diajukan ke
Mahkamah.
Syekh Al 'Utsaimin adalah seorang ulama besar. Apapun yang terjadi berkaitan
dengan beliau dan karya-karya beliau pastilah tidak luput dari perhatian para
thullaabul 'ilmi. Kalau bisa dikatakan, apapun yang terjadi berkaitan dengan beliau
tentu akan segera menjadi berita yang mutawatir, setidaknya di Saudi Arabia,
negara tempat beliau tinggal.
Namun hingga hari ini, kita tak pernah mendengar apapun dari beliau tentang
buku ini, selain kabar-kabar burung yang dise-barkan oleh orang-orang yang terusik
cara bermanhaj salaf-nya dengan buku Syaikh ini. Semoga Allah merahmati beliau.
Demikianlah isi hati saya berkaitan dengan buku beliau.
Namun sebelum mengakhiri tulisan ini, saya ingin menitipkan dua buah pesan
sederhana:

Pertama,
Untuk Para Tunas Baru Salafiyyun.

Teruslah memperdalam manhaj salaf dengan benar. Lakukanlah muhasabah


terhadap aqidah kita, sudah sesuai kah dengan manhaj salaf? Terhadap ibadah kita,
sudah tepatkah? Dan yang tak kalah pentingnya terhadap akhlak dan perilaku kita,
semakin luhurkah kita? Semakin santunkah kita ?
Kita pasti tahu bahwa Nabi Shallallahu 'alahi wasallam ( penghulu para salafiyyun)
diutus untuk menyempurnakan akhlaq. Ingatlah, bahwa akhlaq yang buruk
menunjukkan adanya ketidakberesan dalam memahami manhaj yang agung dan
mulia ini. Ohya,teruslah belajar! Jangan disibukkan dengan aneka syubhat dan
fitnah. Kalau ada yang menyodorkan kaset yang me-nyerang sesama pejuang
Ahlus-sunnah sebaiknya gunakan saja untuk merekam kaset muratthal. Atau katakan
kepada yang meminjamkan, "Maaf, saya sedang menghafal juz 'amma...atau
membaca Prinsip-prinsip Dasar Keimanan...atau membaca Kitabul Jami' yang
mengajarkan akhlaq Islam.

Kedua,
kepada para ustadz pejuang manhaj salaf-yang menuduh dan yang
tertuduh

Ahlussunnah dan salafiyyun adalah minoritas di negeri ini. Tak terhitung lagi
berapa jumlah musuh-musuh Ahlussunnah. Sementara perjalanan masih amat
panjang untuk menyebarkan manhaj yang haq ini.
Lalu mengapa saling menuduh ? Tidaklah lebih baik bila kita membersihkan hati
dari hasad, dengki dan penyakit hati lainnya, lalu bergandengan tangan
menda'wahkan manhaj ini ? Mungkin kini saatnya ber- muhasabah . Barangkali
setiap kita masih harus belajar banyak tentang manhaj ini. Tidak ada yang ma'shum
selain Rasulullah Shallallahu 'alahi wasallam.
Akhirnya, saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan mengatakan, Bila apa yang
engkau tuduhkan padaku itu benar, maka mudah-mudahan Allah mengam-puniku.
Namun jika apa yang engkau tuduhkan itu tidak benar, maka mudah-mudahan Allah
mengampuni kesalahanmu.
Walhamdulillahi Rabbil 'Alamin.

Saya teringat (namun sayang sekali saya lupa dalam kaset Beliau yang mana)
ketika seseorang bertanya kepada Syaikh Nashiruddin Al Al Bany tentang Syaikh
Salman Al Audah, Beliau rahimahullah menjawab, Huwa maana ala al khath as
salafy (Dia bersama kita di atas jalan salafy).
Lihatlah perbedaan sikap seorang alim yang faqih dengan yang tidak. Syaikh
Salman bukanlah seorang yang mashum. Beliau juga punya kesalahan (bahkan
mungkin lebih banyak). Namun hal itu tidak lah mengeluarkan Beliau dari lingkaran
Ahlussunnah.

Makassar, 30 Rabi'ul Awwal 1424 H


--dari yang berharap menjadi peneladan yang baik bagi kaum As Salaf ash Shaleh--

Anda mungkin juga menyukai