Anda di halaman 1dari 20

1

LAPORAN PROGRAM KERJA

PELAYANAN OBSTETRI NEONATUS EMERGENSI KOMPREHENSIF

RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK

JANUARI S.D JUNI 2015

I. KEGIATAN POKOK DAN KEGIATAN RINCIAN


A. Konsolidasi Organisasi :
1. Melakukan rapat Tim PONEK setiap bulan
SK tim PONEK telah dibentuk melalui Surat Keputusan Direktur Nomor
125 A tahun 2014.
Setelah tim dibentuk dilakukanlah konsolidasi organisasi yang dikoordinir
oleh ketua Tim PONEK dr.Tri Wahyudi, Sp.OG (K). Adapun kegiatan
konsolidasi tim dilakukan setiap bulan pada hari rabu minggu ketiga.
2. Informasi pengembangan organisasi

B. Peningkatan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Perinatal


1. Kesehatan Ibu
a. Pelayanan ante natal care
Pelayanan ante natal care dimana dilakukan juga pemantauan janin
antenatal di instalasi rawat jalan, dilakukan oleh dokter spesialis
kandungan dan bidan.
Pelayanan ANC sudah berjalan dengan lancar. Saat ini dengan adanya
BPJS maka hanya pelayanan ANC risiko tinggi yang dilakukan di Poli
Kebidanan rumah sakit.
b. Akses masuk pasien kebidanan
Membuat akses langsung masuk kamar bersalin untuk pasien-pasien
kebidanan.
Analisa :
Akses masuk pasien kebidanan selama ini melalui ruang IGD depan,
tidak ada akses langsung untuk masuk kamar bersalin. Dengan adanya
gedung maternal diharapkan pelayanan kedaruratan kebidanan dapat
dilakukan langsung di gedung maternal. Hanya adanya keterbatasan
tidak adanya akses pintu masuk pasien langsung dari luar sehingga
pelayanan kegawat daruratan kebidanan tetap dilakukan di ruang IGD
depan, diperiksa oleh bidan dan dokter jaga di IGD.
2

Rekomendasi :
- Dibuat akses pintu masuk pasien rujukan luar ke kamar bersalin,
dapat dibuka melalui tembok samping gedung maternal, sehingga
IGD kebidanan dapat dilayani di Gedung Maternal.
- Dibuat alur rujukan pasien maternal neonatal
c. Pelayanan kegawat daruratan kebidanan
Pelayanan kegawat daruratan kebidanan di unit emergensi (VK IGD)
dan dilanjutkan ke kamar bersalin dan bila memerlukan tindakan
operatif ke instalasi bedah (OK IGD). Petugas di VK IGD adalah bidan
jaga di ruang bersalin. Melalui surat keputusan direktur terhitung Juni
2015 bidan jaga IGD digabung dengan bidan kamar bersalin untuk
meningkatkan kualitas pelayanan agar respon time dapat tercapai.
Analisa :
Beberapa masalah yang dihadapi antara lain :
1. Jumlah pasien IGD yang banyak untuk semua kasus penyakit
sehingga kurang fokus terhadap kasus kebidanan.
2. Petugas kamar operasi IGD tidak stand by (on call)
3. Petugas pada bagian penunjang medik (laboratorium, radiologi)
pelayanan tidak maksimal terutama di atas jam 00.00
Rekomendasi :
Dibuat akses langsung masuk ke ruang maternal, dengan membuat
pintu masuk di sebelah ruang maternal sehingga pelayanan gawat
darurat dapat dilakukan di Gedung Maternal.
Petugas OK IGD sebaiknya stand by tidak on call
3

d. Pelayanan Keluarga Berencana di Instalasi rawat jalan/ rawat inap


Gambar 1Data Jumlah Akseptor KB MKJP Pasca Salin Januari s.d Juni
2015
14 14
14 13
12
12 11

10 IUD
8
8 7 7 MOW
SUNTIKAN
6 5
4 4 KONDOM
4 3 PIL

0
Januari Februari Maret April Mei Juni

Data diolah dari Register Laporan Persalinan RSUD Dr. Soedarso Tahun
2015

Jumlah akseptor IUD pasca salin selama bulan Januari sd Juni 2015
adalah adalah 55 orang (30,72%), sedangkan jumlah MOW sebanyak
47 orang (26,25%) dari total seluruh akseptor KB.
Dibandingkan dengan tahun 2014 jumlah akseptor IUD pasca salin
menurun sangat drastis yaitu 284orang.
Analisa :
- Turunnya jumlah akseptor MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang) pada tahun 2015 disebabkan karena tidak adanya
kebijakan bahwa setiap peserta BPJS wajib menggunakan KB
pasca salin yang bersifat MKJP.
- Terbatasnya pelatihan untuk bidan mengenai pemasangan IUD
pasca salin dan kurangnya pelatihan untuk bidan tentang Alat Bantu
Pengambil Keputasan (ABPK) dalam keluarga berencana

Rekomendasi :

- Dibuat kebijakan oleh BPJS dan direktur RS bahwa setiap


persalinan yang dilayani di RSDS harus diikuti dengan penggunaan
KB pasca salin
- Peningkatan pelatihan bagi bidan tentang Contrasepsi Tecnology
Update (CTU) dan ABPK.
4

e. Peningkatan Kinerja Petugas


Peningkatan kinerja petugas diperlukan agar pelayanan kebidanan
dapat terlaksana secara optimal.
Analisa :
1. Petugas OK IGD tidak standby (on call) sehingga respon time tidak
sesuai standar
2. Dokter spesialis kebidanan dan spesialis anak tidak jaga on site
Rekomendasi :
1. Petugas OK IGD harus standby
2. Peningkatan kinerja pelayanan petugas laboratorium
3. Dokter spesialis kebidanan dan dokter spesialis anak harus jaga on
site
f. Meningkatkan ketersediaan stok darah di Bank darah
Analisa :
Selama ini stok darah di bank darah masih minimal, sehingga pasien
yang membutuhkan transfusi harus mengambil darah di PMI, dan
diperlukan waktu paling cepat 4 jam untuk memproses darah dari
pengambilan sampel sampai darah siap untuk digunakan.
Rekomendasi :
Meningkatkan ketersediaan darah dengan membuat kelompok
pendonor di rumah sakit maupun di luar rumah sakit.

2. Pelayanan Perinatal
a. Pengembangan ruang perinatologi
Ruang perinatologi seharusnya dapat dibuat dengan standar poned,dan
dapat dibedakan antara bayi dengan kegawatan level III, level II dan
level I, bayi lahir luar dan bayi lahir dalam, untuk mencegah penularan
dari kuman yang berbeda. Dilengkapinya alat- alat pendukung di ruang
perinatologi, terutama CPAP, Neopuff, infus pump, Shyringe pum, alat
pengukur saturasi oksigen, cek gula darah, alat resusitasi kit, sehingga
jika diperlukan tindakan emergency tidak harus meminjam atau mencari
kemana-mana. Selain itu dapat disediakannya alat komunikasi yang
dapat menelpon langsung ke konsulen tanpa melewati operator, yang
kadang saat diperlukan sering dalam kondisi tugas luar.
Analisa:
Belum standarnya ruang perinatologi yang ada, tidak singkronnya
perencanaan awal denga hasil akhir, sehingga sulit untuk membuat
5

ruangan yang sesuai standar poned, ketersediaan alat yang tidak


lengkap untuk melakukan tindakan sesuai standar yang seharusnya.
Rekomendasi :
Dapat dibuat tata ruang perinatologi sesuai Ponek dan level penyakit,
dapat disediakannya alat yang mamadai di ruang perinatologi.

b. Pelayanan kedaruratan Perinatal di unit emergensi, kamar bersalin,


ruang perinatologi dan NICU.
Analisa :
Pelayanan kedaruratan di ruang yang disebut diatas sangat diperlukan
mengingat penanganan bayi pertama justru dilakukan di ruang tersebut,
tersedianya alat resusitasi dan obat-obatan emergency sangat
diperlukan, dan yang paling penting keterampilan dan kemampuan dari
para dokter UGD, perawat dan bidan, sehingga sangat diperlukan
peningkatan kemampuan baik berupa pelatihan berkala, atau
dilakukan in house training berkesinambungan serta bekerja dengan
SPO yang sudah disepakati. Dan dukungan dari pihak management.
Rekomendasi :
Dapat dibuat pelayanan kegawatdaruratan di ruang perinatologi,
bersalin dan IGD, dilengkapinya alat-alat minimal sesuai standar
Ponek, diberikan pelatihan terhadap semua bidan, dokter IGD, perawat
perinatologi mengenai kegawatdaruratan bayi.
c. Pelayanan rawat gabung, untuk lahir spontan hari I dan untuk sectio
sesaria hari II (ibu dan bayi dirawat dalam satu ruangan selama 24 jam)
Menurut Kepmenkes RI No 230 Tahun 2010 tentang rawat gabung ibu
dan bayi, rawat gabung adalah pelayanan yang diberikan kepada bayi
baru lahir, ditempatkan bersama ibunya dalam satu ruangan.
Jumlah Pelayanan rawat gabung di ruang nifas tahun 2014 tercatat
berjumlah 242 orang (7,38%) dari total persalinan. Untuk lebih
lengkapnya gambaran pelayanan rawat gabung di ruang nifas RSUD
Dr.Soedarso Tahun 2015 dapat dilihat pada gambar berikut ini :
6

Gambar 2 Data Pelayanan Rawat Gabung di RSUD dr.Soedarso


Bulan Januari s.d Juni 2015

140 129

120 112
105
97
100
78
80 TOTAL PERSALINAN
59
60
RAWAT GABUNG
40 29 (20,86%)
19 23 19
17 14
20

Data diolah dari Rekam Medis RSUD Dr. Soedarso Tahun 2015

Dari gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa pelayanan rawat gabung


pada bulan Januari s.d Juni tahun 2015 masih cukup rendah yaitu 580
orang (20,86%).
Saat ini pelayanan rawat gabung dilaksanakan di ruang nifas. Ibu dan
bayi dirawat bersama selama 24 jam.
Hanya jika pasien dirawat di ruang perawatan kelas I atau VIP perawat
keberatan untuk dilakukan rawat gabung ibu bayi, bayi sering
dianjurkan untuk dibawa pulang saja tidak dirawat dengan ibu di rs
dengan alasan di ruang perawatannya tidak ada bidan, padahal direktur
telah membuat surat keputusan bahwa ruang perawatan lain juga harus
bersedia melakukan rawat gabung ibu dan bayi.
Analisa :
- Penyebab rendahnya jumlah bayi rawat gabung selain karena
adanya indikasi medis dari ibu dan bayi juga disebabkan karena
fasilitas perawatan rawat gabung yang belum sesuai standar,
sehingga perawat ruangan bayi lebih sering menganjurkan keluarga
untuk membawa bayi pulang daripada dirawat bersama ibu untuk
menghindari komplikasi yang merugikan untuk bayi.
- Ketidaksiapan ibu dalam merawat bayi dan ketidakpercayaan ibu
untuk memberikan asi ekslusif pada bayi
7

Rekomendasi :

- Dibuat ruangan rawat gabung yang sesuai standar, sebaiknya ruang


obstetri dan ginekologi serta onkologi terpisah
- Fasilitas untuk rawat gabung seperti meja perawatan bayi, fasilitas
air mengalir diperbanyak
- Pelatihan manajemen asi ekslusif bayi bidan ruang nifas agar dapat
meningkatkan jumlah ibu yang memberikan asi ekslusif pada bayi.
d. Pelayanan perinatal lanjutan :
Home visit bayi BBLR yang tidak melakukan kunjungan ulang di Poli
anak.
Analisa : Belum dapat dilakukan
e. Perawatan bayi kangguru
Perawatan metode kangguru (PMK) merupakan perawatan untuk bayi
berat lahir lahir rendah atau lahiran prematur dengan melakukan kontak
langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu atau skin-to-skin contact,
dimana ibu menggunakan suhu tubuhnya untuk menghangatkan bayi.
Metode perawatan ini juga terbukti mempermudah pemberian ASI
sehingga meningkatkan lama dan pemberian ASI.
Analisis:
Belum dilaksanakan secara optimal, ruangan untuk PMK masih
terbatas. Partisipasi keluarga pasien yang akan melakukan PMK juga
masih kurang.
Rekomendasi:
Dapat dilakukan PMK terhadap bayi-bayi kecil dan prematur , dengan
edukasi bila tidak dapat dilakukan oleh ibunya dapat dilakukan oleh
bapaknya.
f. Memberikan pendidikan kesehatan

C. Penyuluhan dilakukan di Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Rawat Inap


bekerjasama dengan Tim PKRS melalui kegiatan Promosi Kesehatan
Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) setiap 1 bulan 1 sampai 2 kali, di
Instalasi Rawat Jalan tentang :
1. Ante natal care
2. Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT)
3. Tanda bahaya dalam kehamilan

Instalasi Rawat Inap tentang :


8

1. Inisiasi menyusu dini dan asi ekslusif


2. Menfaat asi dan cara menyusui pada ibu pasca melahirkan
3. Perawatan payudara
4. Cara memandikan dan merawat tali pusat bayi
5. Immunisasi
6. Perawatan pada BBLR
7. Rawat gabung
8. Senam nifas
9. Perawatan post seksio sesaria
10. Perawatan bayi BBLR metode kangguru
11. Pelayanan Keluarga Berencana Pasca Salin

Peningkatan Mutu SDM dengan :

Selama bulan Januari s.d Juni 2015 beberapa pelatihan telah didapatkan
oleh petugas, antara lain :

1. Pelatihan Laparaskopi : 2 orang dokter spesialis kandungan


2. Pelatihan CTU : 3 orang bidan
3. Pelatihan ABPK : 6 orang bidan
4. Pelatihan BTCMN : 4 orang bidan
5. CNE (Continous Nursing Education) dikerjakan bekerjasama dengan
Komite Keperawatan.
6. Laporan Jaga :
a. Kegiatan dokter di SMF kebidanan dan penyakit kandungan setiap
hari.
b. Kegiatan dokter SMF anak setiap hari
Analisis:
Kegiatan masih berupa visite rutin masing-masing pasien, forum
diskusi yang komprehensif mengenai suatu kasus sulit atau suatu
kasus kematian suatu kasus yang jarang biasa dilakukan namum tidak
terjadwal hanya pada saat ada kasus. Belum adanya pertemuan
bulanan terjadwal dengan para bidan dan perawat serta dr obgin untuk
membahas masalah yang ada.
Rekomendasi :
Dapat diselenggarakannya forum diskusi dan pertemuan antara
sesama dr anak, dr anak dan dr obgin, dan dengan semua staff perina
dan vk.
c. Laporan jaga bidan dilakukan setiap aplusan
9

d. Near Death Conference dilakukan oleh dokter dan bidan setiap ada
kasus yang mendekati kematian
Analisa :
Kegiatan ini belum dilaksanakan secara optimal. Diskusi dilakukan per
telepon dan pada saat visite pagi hanya belum didiskusikan dalam
forum formal dan tidak ada bukti kehadirannya.
Rekomendasi :
Dilakukan perencanaan untuk pertemuan rutin kebidanan seminggu
sekali untuk membahas kasus-kasus yang mendekati kematian.
e. Death conference dilakukan pada kegiatan dokter di SMF kebidanan
dan anak bila ada kasus
Belum dilakukan secara optimal. Tim audit maternal perinatal telah
dibentuk dan diketuai oleh dr.Khaidir Anwar, Sp.OG (K) Obsos.
f. Joint conference dilakukan bila ada kasus kematian yang menyangkut
SMF lain.
Belum dilaksanakan secara optimal.
Rekomendasi :
Dilakukan pertemuan reguler di SMF kebidanan dan berkoordinasi
dengan SMF lain sesuai dengan kasus yang ada.
g. Journal Reading dilakukan oleh dokter spesialis kebidanan minggu ke
IV setiap bulan, dokter spesialis anak setiap kamis.
Belum dilakukan
h. Magang di intensif care unit
Sudah dilakukan sementara baru dari tenaga kebidanan yang bertugas
di ruang nifas.
Rekomendasi :
Dibuat jadwal magang selanjutnya di ICU untuk tenaga kamar bersalin.

D. Pengusulan sarana : melalui instalasi rawat inap, instalasi rawat jalan,


instalasi bedah sentral dan unit emergensi.
E. Jaringan kerja dengan Dinas Kesehatan Kota Pontianak
AMP setiap 3 bulan sekali di Dinas Kesehatan Kota Pontianak
F. Evaluasi/ revisi/ menyusun standar prosedur operasional (SPO) dan Instruksi
kerja (WI) tentang pelayanan Perinatal Risiko Tinggi.
10

G. Pengumpulan data dan analisa data indikator mutu :


a. Angka Persalinan per vaginam
1) Persalinan normal
Persalinan normal adalah pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)
yang telah cukup bulan atau dapat hidupdi luar kandungan melalui jalan
lahir tanpa bantuan/ dengan kekuatan sendiri (Manuaba, 1998).Total
persalinan normal yang dilayani di RSUD dr.Soedarso pada bulan
Januari sd Juni adalah 130 pasien (22,41%) dari total seluruh
persalinan di RSUD dr.Soedarso yaitu sebanyak 580 pasien. Adapun
gambaran jumlah persalinan bulan Januari sd Juni tahun 2015 dapat
dilihat pada gambar1.3berikut ini :

Gambar 3 Angka Persalinan Normal di RSUD dr.Soedarso Bulan


Januari sd Juni Tahun 2015

60 57
50
50

40
32
29
30 Partus Normal
24
21 Rujukan
20
Non Rujukan
7 8 8
10 4 4 5 4
3 3
0 0 1
0

Data diolah dari Rekam medik RSUD Dr. Soedarso Tahun 2015

Dari gambar di atas menunjukkan bahwa persalinan normal terbanyak


terjadi pada bulan Januari yaitu 57 persalinan (43,84%) dari total
persalinan normal Januari sd Juni 2015. Hampir seluruh persalinan
normal merupakan pasien non rujukan yaitu 116 pasien (89,23%).
2) Persalinan Penyulit
Persalinan penyulit adalah persalinan yang terjadi dengan komplikasi
misalnya ketuban pecah dini, PEB, solusio plasenta, inersia uteri, dll
atau persalinan yang dilakukan dengan induksi.
Adapun jumlah persalinan dengan penyulit di RSUD Dr. Soedarso
dapat dilihat pada gambar berikut ini :
11

Gambar 4 Angka Persalinan Penyulit di RSUD dr.Soedarso Bulan


Januari sd Juni Tahun 2015
35
33
35 31
27 28
30 26
25 22
20 19
20 16
15
15 12

10 7
4 5 4 3 3
5

0
Januari Februari Maret April Mei Juni

Partus Penyulit Rujukan Non Rujukan

Data diolah dari Rekam medik RSUD Dr. Soedarso Tahun 2015
Total persalinan dengan penyulit di RSUD Dr. Soedarso bulan Januari
sd Juni 2015 adalah sebanyak 155 persalinan (33,48%) dari total
seluruh persalinan. Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa sebagian besar
dari persalinan penyulit ini merupakan kasus rujukan yaitu sebanyak
120 kasus (77,42%).
3) Persalinan dengan Vacum Ekstraksi
Ekstraksi vakum adalah persalinan yang dimana janin dilahirkan
dengan ekstraksi tekanan negatif pada kepalanya dengan
menggunakan ekstraktor vakum.
Ekstraksi vakum juga dapat diartikan sebagai tindakan obstetrik yang
bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga
mengejan ibu dan ekstraksi pada bayi.
Jumlah persalinan dengan ekstraksi vakum pada bulan Januari sd Juni
2015 adalah sebagai berikut :
12

Gambar 5 Angka Persalinan Ekstraksi Vakum di RSUD dr.Soedarso


Bulan Januari sd Juni Tahun 2015

Vakum Rujukan Non Rujukan


5 5

4 4

3 3 3 3

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Januari Februari Maret April Mei Juni

Data diolah dari Rekam medik RSUD Dr. Soedarso Tahun 2015
Total persalinan dengan ekstraksi vakum di RSUD Dr. Soedarso
bulan Januari sd Juni 2015 adalah sebanyak 15 persalinan (2,61%)
dari total seluruh persalinan.
Dari gambar 5 menunjukkan bahwa seluruh persalinan dengan
ekstraksi vakum merupakan kasus rujukan.

b. Angka Kematian Ibu


Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian ibu sebagai akibat
komplikasi kehamilan, persalinan dan masa nifas yang dicatat selama
satu tahun per 100.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama
(Budiarto dan Anggraeni, 2001).
Angka kematian ibu masih sangat tinggi di Indonesia, padahal AKI
merupakan salah satu target Millenium Development Goals (MDGs)
WHO yang mengurangi tingkat risiko kematian ibu sebanyak 75%
pada tahun 2015, yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup
(KH). Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2007, AKI di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia
yang tercatat sebesar 228/100.000 KH, selanjutnya hasil SDKI tahun
2012 menyatakan AKI di Indonesia meningkat menjadi 359/100.000
KH.
Adapun data angka kematian ibu di RSUD dr.Soedarso berdasarkan
penyebab pada bulan Januari sd Juni 2015 dapat dilihat pada gambar
berikut ini :
13

Gambar 6 Data Angka Kematian Ibu di RSUD dr.Soedarso Bulan


Januari sd Juni Tahun 2015
DECOMPENSASI
CORDIS, 1, 17%

ABORTUS
, 1, 16%
PEB, 4, 67%

Data diolah dari Rekam medik RSUD Dr. Soedarso Tahun 2015

Analisa :
Jumlah kematian ibu bulan Januari sd Juni tahun 2015 adalah sebanyak 6
orang dari total seluruh pasien hamil, bersalin dan nifas di ruang
kebidanan.
Penyebab terbesar AKI di RSUD dr.Soedarso adalah pre eklampsi berat
(PEB) yaitu sebanyak 4pasien (67%), diikuti oleh abortus dan
decompensasi cordis masing-masing 1 orang (33%).
Rekomendasi :
1. Dibuat jejaring sistem rujukan (MOU) dengan pusat pelayanan dan
institusi kesehatan, seperti bidan desa, Puskesmas, Puskesmas
PONED, Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, dan Dinas
Kesehatan Provinsi.
2. Penyediaan fasilitas rumah sakit untuk meningkatkan pelayanan
emergensi kebidanan, salah satunya membentuk ruangan High Care
Unit (HCU) di ruang bersalin.

c. Angka kematian ibu karena pre eklampsi dan eklampsi


Pre eklampsi adalah penyakit hipertensi yang khas dalam kehamilan,
dengan gejala utama hipertensi yang akut pada wanita hamil dan wanita
dalam nifas. Pada tingkat tanpa kejang disebut pre eklampsi dan pada
tingkat dengan kejang disebut eklampsi. Pre eklampsi memperlihatkan
gejala hipertensi, edema dan proteinuri. Kadang-kadang hanya hipertensi
dengan proteinuri atau hipertensi dengan edema. Gejala eklampsi sama
dengan pre eklampsi ditambah dengan kejang dan atau koma (Sastrawita,
2003).
14

Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa pada bulan Januari sd Juni2015


penyebab Angka kematian ibu terbesar di RSDS adalah pre eklampsi
berat (PEB) yaitu sebanyak 4 orang (67%).
Rekomendasi :
1. Peningkatan keterampilan petugas dalam menangani pasien-pasien
dengan eklampsi.
2. Sosialisasi SPO preeklampsi berat dan eklampsi kepada petugas
medis dan paramedis terkait.
3. Petugas kamar bersalin sebaiknya pernah mengikuti Pelatihan
Penanganan Gawat Darurat Obstetri Neonatal (PPGDON)
4. Ketersediaan alat-alat dan obat untuk emergensi harus selalu ada
5. Menyediakan tempat perawatan intensive di ruang ICU khusus untuk
pasien kebidanan
6. Mengingat tingginya jumlah kasus PEB dan didasarkan atas tingginya
angka mortalitas dan morbiditas yang disebabkan oleh pre eklampsi
berat maka perlu adanya ruangan High Care Unit di ruang bersalin.

d. Angka kematian ibu karena perdarahan


Perdarahan dalam kehamilan dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1) Perdarahan ante partum
Perdarahan ante partum adalah perdarahan yang terjadi pada trimester
III dan berkaitan dengan kehamilan (Manuaba, 2000).
Perdarahan ante partum dibagi menjadi 4 macam yaitu :
a) Plasenta previa
Implantasi plasenta di bagian bawah sehingga dapat menutupi
osteum uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat
pembentukan SBR.
b) Solusio plasenta
Perdarahan yang terjadi karena lepasnya plasenta sebelum
waktunya pada implantasi normal.
c) Pecahnya sinus marginalis
Perdarahan yang terjadi dari sinus marginalis saat inpartu atau
pembentukan SBR.
d) Perdarahan pada vasa previa
Perdarahan yang terjadi setelah ketuban pecah karena pecahnya
pembuluh darah yang berasal dari insersio filamentosa dan melintasi
pembukaan.
15

Pada bulan Januari sd Juni tahun 2015 tidak ditemukan kasus


kematian ibu di RSUD Dr. Soedarso yang disebabkan oleh perdarahan
dalam kehamilan.

2) Perdarahan post partum


Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi segera setelah
persalinan melebihi 500 cc yang dibagi menjadi bentuk perdarahan
primer dan perdarahan post partum sekunder (Manuaba, 2003).
Dari gambar 4 menunjukkan bahwa tidak ditemukan kasus kematian
ibu yang diakibatkan oleh perdarahan post partum pada bulan Januari
sd Juni 2015.

e. Angka kematian ibu karena sepsis


Hingga saat ini belum ada definisi universal mengenai sepsis dalam
bidang obstetri, namun istilah sepsis puerperalis masih digunakan untuk
menggambarkan sepsis yang terjadi setelah persalinan. Menurut WHO
sepsis puerperalis adalah infeksi saluran genital yang dapat terjadi
kapanpun mulai dari pecahnya ketuban atau saat persalinan sampai
dengan hari ke-42 persalinan.
Biasanya disebabkan oleh pertolongan persalinan yang tidak mengikuti
standar profesi dan prosedur yang ditetapkan.Penyakit ini ditandai dengan
demam yang tinggi sekali setelah persalinan.
Pada bulan Januari sd Juni 2015 tidak ada kasus kematian ibu di RSUD
Dr. Soedarso yang disebabkan oleh sepsis.

f. Angka seksio sesaria


Definisi operasional: Seksio sesaria adalah tindakan bedah obstetri yang
dilakukan pada ibu yang akan melahirkan, baik elektif maupun akut, tanpa
melihat keadaan anak yang dilahirkan.
Kasus sectio secaria di RSUD dr.Soedarso pada bulan Januari sd Juni
2015 dapat dilihat pada gambar berikut ini :
16

Gambar 7 Data Pasien Sectio Sesaria di RSUD dr.Soedarso Bulan


Januari sd Juni Tahun 2015

70
60
50
40
30
20
10
0
Januari Februar Maret April Mei Juni
i
SC 45 47 37 66 54 31
Rujukan 43 44 32 63 52 29
Non Rujukan 2 3 5 3 2 2

Data diolah dari Rekam medik RSUD Dr. Soedarso Tahun 2015

Pada bulan Januari sd Juni 2015tercatat jumlah pasien dengan sectio


sesaria di RSUD Dr. Soedarso adalah sebanyak 280 pasien (48,27%) dari
total seluruh pasien yang bersalin di RSUD dr.Soedarso.
Dari gambar 7 menunjukkanhampir seluruh pasien seksio sesaria
merupakan pasien rujukan sebanyak 263 pasien (93,92%).
Rekomendasi :
1. Mengingat tingginya jumlah persalinan SC di RSDS, perlu
dipertimbangkan untuk membuat ruangan operasi yang berada di
Gedung Maternal untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi dari
tindakan operatif kebidanan.
2. Penyediaan sarana dan fasilitas di ruang operasi gedung maternal.

g. Angka Kematian Perinatal


Angka kematian perinatal adalah kematian yang terjadi antara saat
setelah bayi lahir sampai bayi berusia 28 hari.
17

Gambar 8 Data Angka Kematian Perinatal di RSUD dr.Soedarso Bulan


Januari sd Juni Tahun 2015

14
12
10
8
6
4
2
0
Asfeksia BBLR Asfeksia Sepsis Kelainan Tetanus
+BBLR
Bulan Non Rujukan 2 5 5 1 5 0
Bulan Rujukan 3 6 1 5 9 2
Bulan Jumlah 5 11 6 6 14 2

Data diolah dari Rekam medik RSUD Dr. Soedarso Tahun 2015

Dari gambar di atas menunjukkan bahwa total kematian neonatus pada


bulan Januari sd Juni 2015 adalah sebanyak 44 kasus. Penyebab tertinggi
disebabkan oleh kelainan kongenital sebanyak 14 kasus (31,81%), diikuti
oleh Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 11 kasus (25%) dan
asfeksia dan BBLR disertai asfeksia sebanyak 11 kasus (25%).
Dilihat dari asal pasien, kematian neonatal terbanyak merupakan dari
kasus rujukan yaitu 26 kasus (59,09%).
ANALISIS
Kelainankongenital, BBLR, dan asfeksi menempati urutan tertinggi
sebagai penyebab kematian di perinatal RSUD DR. Soedarso. Hal ini
disebabkan karena RSUD DR. Soedarso merupakan rujukan tertinggi
untuk kasus perinatologi, sehingga semua kasus kelainan kongenital,
BBLRdan asfeksia akan dirujuk ke RSUD Dr. Soedarso.
Kelainan kongenital merupakan penyebab kematian yang cukup tinggi,
hal ini terjadi karena kelainan kongenital yang terjadi cukup berat dan
kompleks, ada beberapa kasus karena rujukan dari luar yang terlambat
dan pada beberapa kasus terjadi karena respond time yang terlambat.
BBLR, merupakan penyebab kedua terbanyak kematian di perinatal
terutama bayi-bayi dengan berat badan dibawah 1500, hal ini disebabkan
kurangnya sarana untuk perawatan BBLR, seperti inkubator yang belum
mencukupi, dengan beberapa monitor suhu juga bermasalah, monitor
ketat mengenai vital sign belum dapat dilakukan mengingat keterbatasan
18

tenaga kerja, dukungan alat untuk serta kemampuan para perawat belum
merata. Sehingga BBLR dengan segala komplikasinya masih belum dapat
ditangani dengan baik, pemeriksaan gula darah belum bisa didapat
dengan cepat, karena tidak adanya alat di ruang perinatologi. Pada BBLR
dengan usia kehamilan belum cukup semakin memperbesar resiko untuk
kematian, belum cukupnya alat terutama CPAP dan neopuff,apalagi
ventilator, membuat pertolongan dan terapi tidak dapat maksimal
dilakukan.
Asfeksia merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak Di RSUD
Dr.Soedarso. Saat ini di RSUD Dr. Soedarso masih belum menerapkan
seorang dokter anak untuk melakukan resusitasi untuk setiap bayi yang
lahir dengan resiko tinggi, sedangkan kemampuan paramedis untuk
melakukan resusitasi juga belum sesuai dengan langkah-langkah dalam
resusitasi neonatus, kemampuan para perawat dan bidan tidak merata,
baru sekitar 1% yang telah mengikuti pelatihan resusitasi neonatus, tetapi
yang sudah mendapat pelatihan juga belum dapat menerapkan seperti
yang dilatihkan. Tidak tersedianya alat untuk melakukan resusitasi secara
maksimal juga masih menjadi masalah, serta ruangan NICU yang hanya
ada dua, CPAP buble 1 membuat bayi-bayi dengan asfiksia berat tidak
dapat dirawat secara maksimal.Selain itu bayi-bayi yang lahir dari luar
dengan asfiksia juga menyumbang angka kejadian bayi asfiksia di RS,
terutama cara perujukan yang masih dibawah standar, sehingga membuat
kondisi bayi semakin buruk
REKOMENDASI
1. Dapat diberikan pelatihan mengenai resusitasi neonatus kepada
semua bidan atau perawat di ruang perinatologi dan vk, serta
dukungan alat yang memadai dan sesuai standar minimal untuk
dapat dilakukan resusitasi dengan sebenarnya. Minimal dapat
dilakukan in haouse training dengan dukungan penuh
management dalam pelaksanaannya dan rutin memantau
perkembangan ilmu terbaru mengenai penangan asfiksia.
2. Membudayakan kebiasaan cuci tangan. Dapat melakukan
pemetaan mengenai jenis kuman di RS, sehingga penggunaan
antibiotik dapat diberikan sesuai dengan pola kuman. Penangan
infeksi nasokomial lebih ditingkatkan, penggunaan closed cirkuit
pada semua tindakan infasiv bayi.
19

3. Melakukan pelatihan berkelanjutan mengenai penangan bayi


dengan berat badan rendah, dan dukungan alat yang memadai.
Menginformasikan kepada RS jejaring mengenai tata alur rujukan,
terhadap semua kasus perinatologi
4. Selalu memonitor untuk semua tindakan dan pelayanan sesuai
SOP yang berlaku mengingat sampai saat ini masih berlaku beda
dr beda tindakan, sehingga hasil paripurna dapat tercapai walau
dengan standar minimal.

h. Angka kematian bayi BBLR < 2000 gr


Dari gambar 6 menunjukkan bahwa angka kematian bayi yang disebabkan
berat badan lahir rendah (BBLR) <2000 gr adalah sebanyak 11 kasus (25%)
dan BBLR yang disertai asfeksia sebanyak 6 kasus (13,63%).

i. Pelaporan kematian ibu dan perinatal, kesehatan ibu laporan KIA Puskesmas
setiap bulan ke Bagian Perencanaan dan Informasi untuk selanjutnya
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten.

Mengetahui,

Pontianak, Juli 2015


Ketua Tim PONEK
RSUD Dr. Soedarso

Dr. TRI WAHYUDI, Sp.OG (K)


Pembina Utama Muda
NIP. 19641023 199102 1 001
20

LAPORAN PROGRAM KERJA


PENANGGULANGAN HIV/AIDS
BULAN JANUARI S/D SEPTEMBER
TAHUN 2015

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


DOKTER SOEDARSO
2015

Anda mungkin juga menyukai