Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ABORTUS

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6 :

AGUS HERMAWAN

DEDY HARY S

DWI BAGUS SUMARYANTO

SUNARWATI

SITI WACHIDAH

ARIS SISWANTO

ALI IMRON

S1 KEPERAWATAN STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN AJARAN 2016/2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga makalah tentang ABORTUS pada
perkuliahan S1 Keperawatan jalur khusus STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS dapat
terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan,


khususnya tingkat dasar sebagai acuan ke tahap selanjutnya.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Lebih dari separuh (104,6 juta orang) dari total penduduk Indonesia (208,2 juta orang)

adalah perempuan. Namun, kualitas hidup perempuan jauh tertinggal dibandingkan laki-laki.

Masih sedikit sekali perempuan yang mendapat akses dan peluang untuk berpartisipasi

optimal dalam proses pembangunan. Tidak heran bila jumlah perempuan yang menikmati

hasil pembangunan lebih terbatas dibandingkan laki-laki. Hal itu terlihat dari semakin

turunnya nilai Gender-related Development Index (GDI) Indonesia dari 0,651 atau peringkat

ke 88 (HDR 1998) menjadi 0,664 atau peringkat ke 90 (HDR 2000) (GOI & UNICEF, 2000).

GDI mengukur angka harapan hidup, angka melek huruf, angka partisipasi murid sekolah,

dan pendapatan kotor per kapita (Gross Domestic Product/GDP) riil per kapita antara laki-

laki dan perempuan. Di bidang pendidikan, terdapat perbedaan akses dan peluang antara laki-

laki dan perempuan terhadap kesempatan memperoleh pendidikan. Menurut Susenas 1999,

jumlah perempuan yang berusia 10 tahun ke atas yang buta huruf (14,1%) lebih besar

daripada laki-laki pada usia yang sama (6,3%) (GOI & UNICEF, 2000).

Angka Kematian Ibu (AKI) menurut survei demografi kesehatan Indonesia (SDKI) 1994

masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran (GOI & UNICEF, 2000). Penyebab

kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya

dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC) yang memadai.

Walaupun proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melakukan ANC minimal 1 kali telah

mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut SDKI 1994, hanya 43,2% yang persalinannya

ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan oleh tenaga kesehatan menurut SDKI 1997, masih
sangat rendah, di mana sebesar 54% persalinan masih ditolong oleh dukun bayi (GOI &

UNICEF, 2000).

Namun tidak semua kehamilan diharapkan kehadirannya. Setiap tahunnya, dari 175 juta

kehamilan yang terjadi di dunia terdapat sekitar 75 juta perempuan yang mengalami

kehamilan tak diinginkan (Sadik 1997). Banyak hal yang menyebabkan

Seorang perempuan tidak menginginkan kehamilannya, antara lain karena perkosaan,

kehamilan yang terlanjur datang pada saat yang belum diharapkan, janin dalam kandungan

menderita cacat berat, kehamilan di luar nikah, gagal KB, dan sebagainya. Ketika seorang

perempuan mengalami kehamilan tak diinginkan (KTD), diantara jalan keluar yang ditempuh

adalah melakukan upaya aborsi, baik yang dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang

lain. Banyak diantaranya yang memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya dengan mencari

pertolongan yang tidak aman sehingga mereka mengalami komplikasi serius atau kematian

karena ditangani oleh orang yang tidak kompeten atau dengan peralatan yang tidak

memenuhi standar

Keputusan untuk melakukan aborsi bukan merupakan pilihan yang mudah. Banyak

perempuan harus berperang melawan perasaan dan kepercayaannya mengenai nilai hidup

seorang calon manusia yang dikandungnya, sebelum akhirnya mengambil keputusan. Belum

lagi penilaian moral dari orang-orang sekitarnya bila sampai tindakannya ini diketahui.

Hanya orang-orang yang mampu berempati yang bisa merasakan betapa perempuan berada

dalam posisi yang sulit dan menderita ketika harus memutuskan untuk mengakhiri

kehamilannya.

Aborsi sering kali ditafsirkan sebagai pembunuhan bayi, walaupun secara jelas Badan

Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum

janin dapat hidup di luar kandungan atau kurang dari 22 minggu (WHO 2000). Dengan

perkembangan tehnologi kedokteran yang sedemikian pesatnya, sesungguhnya perempuan


tidak harus mengalami kesakitan apalagi kematian karena aborsi sudah dapat diselenggarakan

secara sangat aman dengan menggunakan tehnologi yang sangat sederhana. Bahkan

dikatakan bahwa aborsi oleh tenaga profesional di tempat yang memenuhi standar, tingkat

keamanannya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan bila melanjutkan kehamilan hingga

persalinan.

Sayangnya, masih banyak perempuan di Indonesia tidak dapat menikmati kemajuan

tehnologi kedokteran tersebut. Mereka yang tidak punya pilihan lain, terpaksa beralih ke

tenaga yang tidak aman yang menyebabkan mereka beresiko terhadap kesakitan dan

kematian. Terciptanya kondisi ini terutama disebabkan karena hukum di Indonesia masih

belum berpihak kepada perempuan dengan melarang tindakan ini untuk dilakukan kecuali

untuk menyelamatkan ibu dan bayinya. Akibatnya, banyak tenaga profesional yang tidak

bersedia memberikan pelayanan ini; walaupun ada, seringkali diberikan dengan biaya yang

sangat tinggi karena besarnya konsekuensi yang harus ditanggung bila diketahui oleh pihak

yang berwajib. Perkiraan jumlah aborsi di Indonesia setiap tahunnya cukup beragam. Hull,

Sarwono dan Widyantoro (1993) memperkirakan antara 750.000 hingga 1.000.000 atau 18

aborsi per 100 kehamilan. Saifuddin (1979 di dalam Pradono dkk 2001) memperkirakan

sekitar 2,3 juta. Sedangkan sebuah studi terbaru yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian

Kesehatan Universitas Indonesia memperkirakan angka kejadian aborsi di Indonesia per

tahunnya sebesar 2 juta (Utomo dkk 2001).

Menjadi remaja berarti menjalani proses berat yang membutuhkan banyak penyesuaian

dan menimbulkan kecemasan. Lonjakan pertumbuhan badani dan pematangan organ-organ

reproduksi adalah salah satu masalah besar yang mereka hadapi. Perasaan seksual yang

menguat tak bisa tidak dialami oleh setiap remaja meskipun kadarnya berbeda satu dengan

yang lain. Begitu juga kemampuan untuk mengendalikannya.


Di Indonesia saat ini 62 juta remaja sedang bertumbuh di Tanah Air. Artinya, satu dari

lima orang Indonesia berada dalam rentang usia remaja. Mereka adalah calon generasi

penerus bangsa dan akan menjadi orangtua bagi generasi berikutnya. Tentunya, dapat

dibayangkan, betapa besar pengaruh segala tindakan yang mereka lakukan saat ini kelak di

kemudian hari tatkala menjadi dewasa dan lebih jauh lagi bagi bangsa di masa depan.

Ketika mereka harus berjuang mengenali sisi-sisi diri yang mengalami perubahan fisik-

psikis-sosial akibat pubertas, masyarakat justru berupaya keras menyembunyikan segala hal

tentang seks, meninggalkan remaja dengan berjuta tanda tanya yang lalu lalang di kepala

mereka.

Pandangan bahwa seks adalah tabu, yang telah sekian lama tertanam, membuat remaja

enggan berdiskusi tentang kesehatan reproduksi dengan orang lain. Yang lebih

memprihatinkan, mereka justru merasa paling tak nyaman bila harus membahas seksualitas

dengan anggota keluarganya sendiri.

Tak tersedianya informasi yang akurat dan benar tentang kesehatan reproduksi

memaksa remaja bergerilya mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri. Arus

komunikasi dan informasi mengalir deras menawarkan petualangan yang menantang.

Majalah, buku, dan film pornografi yang memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa

mengajarkan tanggung jawab yang harus disandang dan risiko yang harus dihadapi, menjadi

acuan utama mereka. Mereka juga melalap pelajaran seks dari internet, meski saat ini

aktivitas situs pornografi baru sekitar 2-3%, dan sudah muncul situs-situs pelindung dari

pornografi . Hasilnya, remaja yang beberapa generasi lalu masih malu-malu kini sudah mulai

melakukan hubungan seks di usia dini, 13-15 tahun.

Hasil penelitian di beberapa daerah menunjukkan bahwa seks pra-nikah belum terlampau

banyak dilakukan. Di Jatim, Jateng, Jabar dan Lampung: 0,4 5% Di Surabaya: 2,3% Di

Jawa Barat: perkotaan 1,3% dan pedesaan 1,4%. Di Bali: perkotaan 4,4.% dan pedesaan 0%.
Tetapi beberapa penelitian lain menemukan jumlah yang jauh lebih fantastis, 21-30% remaja

Indonesia di kota besar seperti Bandung, Jakarta, Yogyakarta telah melakukan hubungan seks

pra-nikah.

Berdasarkan hasil penelitian Annisa Foundation pada tahun 2006 yang melibatkan siswa

SMP dan SMA di Cianjur terungkap 42,3 persen pelajar telah melakukan hubungan seks

yang pertama saat duduk di bangku sekolah. Beberapa dari siswa mengungkapkan, dia

melakukan hubungan seks tersebut berdasarkan suka dan tanpa paksaan.

Ketakutan akan hukuman dari masyarakat dan terlebih lagi tidak diperbolehkannya

remaja putri belum menikah menerima layanan keluarga berencana memaksa mereka untuk

melakukan aborsi, yang sebagian besar dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa

mempedulikan standar medis. Data WHO menyebutkan bahwa 15-50 persen kematian ibu

disebabkan karena pengguguran kandungan yang tidak aman. Bahkan Departemen Kesehatan

RI mencatat bahwa setiap tahunnya terjadi 700 ribu kasus aborsi pada remaja atau 30 persen

dari total 2 juta kasus di mana sebgaian besar dilakukan oleh dukun.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas, maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Pengertian Abortus.

2. Jenis-jenis Abortus dan Penanganannya.

3. Faktor-faktor Terjadinya Abortus.

4. Tindakan Abortus.

5. Pelaku Abortus.

6. Contoh Abortus.

7. Resiko Abortus.
C. TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penulisan makalah yaitu :

1. Untuk mengetahui pengertian abortus.

2. Untuk mengetahui jenis-jenis abortus dan penanganannya.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor terjadinya abortus.

4. Untuk mengetahui tindakan dalam abortus.

5. Untuk mengetahui pelaku abortus.

6. Untuk mengetahi contoh abortus.

7. Untuk mengetahui resiko melakukan abortus.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Abortus

Perkataan abortus dalam bahasa Inggris disebut abortion berasal dari bahasa latin yang

berarti gugur kandungan atau keguguran. Sardikin Ginaputra dari Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia memberi pengertian abortus sebagai pengakhiran kehamilan atau hasil

konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Kemudian menurut Maryono

Reksodipura dari Fakultas Hukum UI, abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim

sebelum waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah). Dari pengertian di atas dapat

dikatakan, bahwa abortus adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan dengan

mengeluarkan janin dari kandungan sebelum janin itu dapat hidup di luar kandungan.

Menstrual regulation secara harfiah artinya pengaturan menstruasi/ datang bulan/ haid,

tetapi dalam praktek menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap wanita yang merasa

terlambat waktu menstruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium ternyata positif

dan mulai mengandung. Maka ia minta dibereskan janinnya itu. Maka jelaslah, bahwa

menstrual regulation itu pada hakikatnya adalah abortus provocatus criminalis, sekalipun

dilakukan oleh dokter. Karena itu abortus dan menstrual regulation itu pada hakikatnya

adalah pembunuhan janin secara terselubung. Karena itu, berdasarkan Kitab UU Hukum

Pidana (KUHP) pasal 299, 346, 348 dan 349, negara melarang abortus, termasuk menstrual

regulation dan sangsi hukumannya cukup berat bahwa hukumannya tidak hanya ditujukan

kepada wanita yang bersangkutan, tetapi semua orang yang terlibat dalam kejahatan ini dapat

dituntut seperti dokter, dukun bayi, tukang obat dan sebagainya yang mengobati atau

menyuruh/ membantu/ melakukannya sendiri.


B. Jenis-jenis Abortus dan Penanganannya

Abortus imminens adalah terjadinya perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20

minggu, janin masih dalam uterus, tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosisnya terjadi

perdarahan melalui ostium uteri eksternum disertai mual, uterus membesar sebesar tuanya

kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Penanganannya : 1)

Berbaring, cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan sehingga rangsang

mekanik berkurang. 2) Pemberian hormon progesterone. 3) Pemeriksaan USG (Sarwono

Prawirohardjo, 2002).

Abortus insipiens adalah peristiwa peradangan uterus pada kehamilan sebelum 20

minggu dengan adanya dilatasi serviks. Diagnosisnya rasa mules menjadi lebih sering dan

kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran janin dengan kuret vakum atau cunam ovum,

disusul dengan kerokan. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu bahaya peforasi pada kerokan

lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infuse oksitosin.

Sebaliknya secara digital dan kerokan bila sisa plasenta tertinggal bahaya perforasinya kecil

(Sarwono Prawirohardjo,2002).

Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20

minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, servikalis

terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang kadang sudah menonjol

dari ostium uteri eksternum. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikelurkan,

dapat menyebabkan syok. Penanganannya, diberikan infuse cairan NaCl fisiologik dan

transfusi, setelah syok diatasi dilakukan kerokan. Saat tindakan disuntikkan intramuskulus

ergometrin untuk mempertahankan kontraksi otot uterus (Sarwono Prawirohardjo, 2002).

Penderita abortus kompletus ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup,

uterus sudah mengecil dan tidak memerlukan pengobatan khusus, apabila menderita anemia

perlu diberi sulfas ferrosus atau transfuse (Sarwono Prawirohardjo, 2002).


Missed abortion adalah kehamilan yang tidak normal, janin mati pada usia kurang dari

20 hari dan tidak dapat dihindari (James L Lindsey,MD , 2007). Gejalanya seperti abortus

immines yang kemudian menghilang secara spontan disertai kehamilan menghilang, mamma

agak mengendor, uterus mengecil, tes kehamilan negative. Dengan USG dapat diketahui

apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan (Sarwono

Prawirohardjo,2002). Dengan human chorionic gonadotropin (hCG) tests bisa diketahui

kemungkinan keguguran (James L Lindsey,MD , 2007).Biasanya terjadi pembekuan darah.

Penanganannya, Pada kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan pembukaan serviks uteri

dengan laminaria selama + 12 jam kedalam servikalis, yang kemudian diperbesar dengan busi

hegar sampai cunam ovum atau jari dapat masuk ke dalam kavum uteri. Pada kehamilan lebih

dari 12 minggu, maka pengeluaran janin dengan infuse intravena oktsitosin dosis tinggi.

Apabila fundus uteri tingginya sampai 2 jari dibawah pusat, maka pengeluaran janin dapat

dikerjakan dengan penyuntikan larutan garam 20% kedalam dinding uteri melalui dinding

perut. Apabila terdapat hipofibrinogenemia, perlu persediaan fibrinogen (Sarwono

Prawirohardjo,2002). Pemberian misoprostol (Cytotec) 400-800 mcg dengan dosis tunggal

atau ganda untuk mengurangi rasa sakit (James L Lindsey,MD , 2007).

Medical aborsi adalah cara terakhir untuk melindungi seperti surgical aborsi dengan

mengetahui resiko kehamilan ectropic , aborsi spontan, kelahiran dengan berat yang minim,

dan kelahiran premature sebagai rangkaian kehamilan. Efek medical aborsi berturut-turut

dalam kehamilan adalah sulit untuk hamil lagi, disebabkan kematian ditiga minggu pertama

kehamilan. Faktor resiko untuk kehamilan ectropic ditemukan dengan kenaikan resiko yang

signifikan untuk kehamilan ectopic berhubungan dengan aborsi medik tetapi tidak dengan

surgical abortion,sebagai bandingan dengan wanita yang tidak pernah melakukan aborsi.

(Professor Paul D. Blumenthal, MD, MPH and Beverly Winikoff, MD, MPH, 2007.)
Setelah abortus pertumbuhan virus Chlamydia, gonorrhoea dan bacterial vaginosis

meningkat. Untuk mengurangi infeksi setelah abortus diberikan antibiotik 1 g rectally,

azithromycin 1 g pada saat abortus, dan doxycycline 100 mg secara oral 2 kali per hari

selama 1 minggu. (Janesh K. Gupta and Cara Williams, 2004)

C. Faktor-faktor Terjadinya Abortus

Hal yang menyebabkan fenomena tersebut adalah faktor ovovetal dan ibu (Derek

liewollyn & Jones, 2002).

Faktor ovovetal yang menyebabkan abortus adalah kelainan pertumbuhan janin dan

kelainan pada plasenta. Penyebab kelainan pertumbuhan janin ialah kelainan kromosom,

lingkungan kurang sempurna, dan pengaruh dari luar. Kelainan plasenta disebabkan

endarteritis pada villi koriales yang menghambat oksigenisasi plasenta sehingga terjadi

gangguan pertumbuhan bahkan menyebabkan kematian (Prawirohardjo, S, 2002).

Keadaan ibu yang menyebabkan abortus antara lain: 1) penyakit Ibu seperti pneumonia,

tifus abdominalis, pielonefritis, malaria, 2) toksin, bakteri, virus, plasmodium masuk ke janin

menyebabkan kematian sehingga terjadi abortus, 3) penyakit menahun, dan 4) kelainan

traktus genitalis, seperti inkompetensi serviks, retroversi uteri, mioma uteri, dan kelainan

bawaan uterus (Prawirohardjo, S, 2002).

Pada awal abortus terjadi pendarahan yang menyebabkan janin terlepas. Pada kehamilan

kurang dari 8 minggu janin biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum

menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 814 minggu villi koriales menembus

desidua secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan sempurna sehingga banyak perdarahan.

Pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah pecah janin yang telah mati akan

dikeluarkan dalam bentuk kantong amnion kosong dan kemudian plasenta (Prawirohardjo, S,

2002)
D. Tindakan Abortus

Ada dua macam tindakan aborsi, yaitu:

1. Aborsi dilakukan sendiri

Aborsi yang dilakukan sendiri misalnya dengan cara memakan obat-obatan yang

membahayakan janin atau dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang dengan sengaja ingin

menggugurkan janin.

2. Aborsi dilakukan orang lain

Orang lain di sini bisa seorang dokter, bidan atau dukun beranak. Cara-cara yang digunakan

juga beragam.

Aborsi yang dilakukan seorang dokter atau bidan pada umumnya dalam 5 tahapan, yaitu:

a. Bayi dibunuh dengan cara ditusuk atau diremukkan di dalam kandungan.

b. Bayi dipotong-potong tubuhnya agar mudah dikeluarkan.

c. Bayi dikeluarkan dengan menggunakan tan.

d. Potongan-potongan disusun kembali untuk memastikan bayi sudah keluar semua

e. Potongan-potongan bayi kemudian dibuang ke tempat sampai/sungai, dikubur di tanah

kosong, atau dibakar di tungku.

Sedangkan seorang dukun beranak, biasanya melaksanakan aborsi dengan cara memberi

ramuan obat pada calon ibu dan menurut perut calon ibu untuk mengeluarkan secara paksa

janin dalam kandungannya. Hal ini sangat berbahaya, sebab pengurutan belum tentu

membuahkan hasil yang diinginkan dan kemungkinan malam membawa cara bagi janin dan

trauma hebat bagi calon ibu.


E. Pelaku Abortus

Profil pelaku aborsi di Indonesia tidak sama persis dengan di Amerika. Akan tetapi

gambaran di bawah ini memberikan kita bahan untuk dipertimbangkan seperti tertulis dalam

buku fact of life oleh Brian Clowes, phd: para wanita pelaku aborsi adalah:

Wanita muda

Lebih dari separuh wanita pelaku aborsi, adalah mereka yang berusia di bawah 25 tahun.

Bahkan dari mereka adalah wanita remaja berusia dibawah 19 tahun

Usia Jumlah %

Dibawah 15 tahun 14.200 0.9

15-17 tahun 154.500 9.9

18-19 tahun 224.000 14.4

20-24 tahun 527.700 33.9

25-29 tahun 334.900 21.5

30-34 tahun 188.500 12.1

35-39 tahun 90.400 5.8

40 tahun ke atas 23.800 1.5

Belum menikah

Jika terjadi kehamilan di luar nikah, 82% wanita di Amerika akan melakukan aborsi. Jadi,

para wanita muda yang hamil di luar nikah, cenderung dengan mudah akan memilih

membunuh anaknya sendiri.

Untuk di Indonesia, jumlah ini tentunya lebih besar karena di dalam adat Timur kehamilan

di luar nikah adalah merupakan aib, dan merupakan suatu tragedi yang sangat tidak bisa

diterima masyarakat maupun lingkungan keluarga.

Waktu aborsi
Proses aborsi dilakukan pada berbagai tahap kehamilan. Menurut data statistik yang ada di

Amerika, aborsi dilakukan dengan frekuensi yang tinggi pada berbagai usia janin

Usia janin (minggu) Kasus aborsi

13-15 90.000

16-20 60.000

21-26 15.000

> 26 600

F. Contoh Abortus

Pada kehamilan muda (dibawah 1 bulan)

Pada kehamilan muda, dimana usia janin masih sangat kecil, aborsi dilakukan dengan

cara menggunakan alat penghisap (suction). Sang anak yang masih sangat lembut langsung

terhisap dan hancur berantakan. Saat dikeluarkan, dapat dilihat cairan merah berupa

gumpalan-gumpalan darah dari janin yang baru dibunuh tersebut.

Pada kehamilan lebih lanjut (1-3 bulan)

Pada tahap ini, dimana janin baru berusia sekitar beberapa minggu, bagian-bagian

tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara menusuk anak tersebut kemudian

bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong dengan menggunakan semacam tang khusus untuk

aborsi (cunam abortus). Anak dalam kandungan itu diraih dengan menggunakan tang

tersebut, dengan cara menusuk bagian manapun yang bisa tercapai. Bisa lambung, pinggang,

bahu atau leher. Kemudian setelah ditusuk, dihancurkan bagian-bagian tubuhnya. Tulang-

tulangnya di remukkan dan seluruh bagian tubuhnya disobek-sobek menjadi bagian kecil-

kecil agar mudah dikeluarkan dari kandungan. Dalam klinik aborsi, bisa dilihat potongan-

potongan bayi yang dihancurkan ini. Ada potongan tangan, potongan kaki, potongan kepala
dan bagian-bagian tubuh lain yang mungil. Anak tak berdosa yang masih sedemikian kecil

telah dibunuh dengan cara yang paling mengerikan.

Aborsi pada kehamilan lanjutan (3 sampai 6 bulan)

Pada tahap ini, bayi sudah semakin besar dan bagian-bagian tubuhnya sudah terlihat

jelas. Jantungnya sudah berdetak, tangannya sudah bisa menggenggam. Tubuhnya sudah bisa

merasakan sakit, karena jaringan syarafnya sudah terbentuk dengan baik.

Aborsi dilakukan dengan terlebih dahulu membunuh bayi ini sebelum dikeluarkan. Pertama,

diberikan suntikan maut (saline) yang langsung dimasukkan kedalam ketuban bayi. Cairan ini

akan membakar kulit bayi tersebut secara perlahan-lahan, menyesakkan pernafasannya dan

akhirnya setelah menderita selama berjam-jam sampai satu hari bayi itu akhirnya

meninggal. Selama proses ini dilakukan, bayi akan berontak, mencoba berteriak dan

jantungnya berdetak keras. Aborsi bukan saja merupakan pembunuhan, tetapi pembunuhan

secara amat keji. Setiap wanita harus sadar mengenai hal ini.

Aborsi pada kehamilan besar (6 sampai 9 bulan)

Pada tahap ini, bayi sudah sangat jelas terbentuk. Wajahnya sudah kelihatan, termasuk

mata, hidung, bibir dan telinganya yang mungil. Jari-jarinya juga sudah menjadi lebih jelas

dan otaknya sudah berfungsi baik. Untuk kasus seperti ini, proses aborsi dilakukan dengan

cara mengeluarkan bayi tersebut hidup-hidup, kemudian dibunuh.

Cara membunuhnya mudah saja, biasanya langsung dilemparkan ke tempat sampah,

ditenggelamkan kedalam air atau dipukul kepalanya hingga pecah. Sehingga tangisannya

berhenti dan pekerjaan aborsi itu selesai. Selesai dengan tuntas hanya saja darah bayi itu

yang akan mengingatkan orang-orang yang terlibat didalam aborsi ini bahwa pembunuhan

keji telah terjadi. Semua proses ini seringkali tidak disadari oleh para wanita calon ibu yang

melakukan aborsi. Mereka merasa bahwa aborsi itu cepat dan tidak sakit, mereka tidak sadar

karena dibawah pengaruh obat bius. Mereka bisa segera pulang tidak lama setelah aborsi
dilakukan. Benar, bagi sang wanita, proses aborsi cepat dan tidak sakit. Tapi bagi bayi, itu

adalah proses yang sangat mengerikan, menyakitkan, dan benar-benar tidak manusiawi.

Kematian bayi yang tidak berdosa itu tidak disaksikan oleh sang calon ibu. Seorang wanita

yang kelak menjadi ibu yang seharusnya memeluk dan menggendong bayinya, telah menjadi

algojo bagi anaknya sendiri.

G. Resiko Abortus

Aborsi memiliki risiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang

wanita. tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia tidak merasakan

apa-apa dan langsung boleh pulang.

Ada 2 macam risiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi

1. Risiko kesehatan dan kesehatan secara fisik

2. Risiko gangguan psikologi

Risiko kesehatan dan kesehatan fisik

Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa risiko yang akan

dihadapi oleh seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku fact of life yang ditulis

oleh Brian Clowes, Phd yaitu:

1. Kematian mendadak karena perdarahan hebat

2. Kematian mendadak karena pembiakan yang gagal

3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius di sekitar kandungan

4. Rahim yang sobek (uterine perforation)

5. Kerusakan leher rahim yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.

6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)

7. Kanker indung telur


8. Kanker leher rahim

9. kanker hati

10. Kelainan pada placenta/ari-ari yang akan menyebabkan cacat pada anak

berikutnya dan perdarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya

11. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi

12. Infeksi rongga panggul

13. Infeksi pada lapisan rahim

Risiko kesehatan mental

Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki risiko tinggi dari segi kesehatan dan

keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat

terhadap keadaan mental seorang wanita.

Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai post abortion syndrome atau PAS.

Gejala-gejala ini dicatat dalam psychological reactions reported after abortion di dalam

penerbitan. The post abortion review (1994, pada dasarnya seorang wanita yang melalukan

aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:

1. Kehilangan harga diri

2. Berteriak-teriak histeris

3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi

4. Ingin melakukan bunuh diri

5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang

6. Tidak bisa menikmati hubungan seksual

Di luar hal-hal tersebut di atas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi

perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Meski pengguguran kandungan (aborsi) dilarang oleh hukum, tetapi kenyataannya

terdapat 2,3 juta perempuan melakukan aborsi. Masalahnya tiap perempuan mempunyai

alasan tersendiri untuk melakukan aborsi dan hukumpun terlihat tidak akomodatif terhadap

alasan-alasan tersebut, misalnya dalam masalah kehamilan paksa akibat perkosaan atau

bentuk kekerasan lain termasuk kegagalan KB. Larangan aborsi berakibat pada banyaknya

terjadi aborsi tidak aman (unsafe abortion), yang mengakibatkan kematian. Data WHO

menyebutkan, 15-50% kematian ibu disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak

aman. Dari 20 juta pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap tahun, ditemukan

70.000 perempuan meninggal dunia. Artinya 1 dari 8 ibu meninggal akibat aborsi yang tidak

aman.

Melakukan aborsi pasti merupakan keputusan yang sangat berat dirasakan oleh

perempuan yang bersangkutan. Tapi bila itu memang menjadi jalan yang terakhir, yang harus

diperhatikan adalah persiapan secara fisik dan mental dan informasi yang cukup mengenai

bagaimana agar aborsi bisa berlangsung aman. Aborsi aman bila:

Dilakukan oleh pekerja kesehatan (perawat, bidan, dokter) yang benar-benar terlatih dan

berpengalaman melakukan aborsi

Pelaksanaannya mempergunakan alat-alat kedokteran yang layak

Dilakukan dalam kondisi bersih, apapun yang masuk dalam vagina atau rahim harus steril

atau tidak tercemar kuman dan bakteri


Dilakukan kurang dari 3 bulan (12 minggu) sesudah pasien terakhir kali mendapat haid.

Pelayanan Kesehatan yang Memadai adalah HAK SETIAP ORANG, tidak terkecuali

perempuan yang memutuskan melakukan Aborsi.

Keahlian bidan sekarang ini sering disalah gunakan untuk melakukan tindakan yang

menentang hukum dan agama, yaitu melakukan praktek aborsi ilegal. Tapi, terkadang bidan

membantu wanita hamil untuk melakukan aborsi. Hal ini di lakukan karena adanya berbagai

penyebab diantaranya: penyakit yang alami oleh si ibu tersebut yang dapat membahayakan

janinnya. Peranan bidan sangat besar dalam menginformasikan KB dan alat kontrasepsi,

sehingga tidak terjadi kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak akan terjadi praktek aborsi

ilegal. Hal ini diharapkan kepada seluruh masyarakat agar selalu menggunakan alat

kontrasepsi dan mengikuti program KB.

B. SARAN

Diharapkan kepada orangtua agar lebih memperhatikan kondisi/ keadaaan anak

khususnya perempuan, seperti membatasi pergaulan, dan memberikan informasi lebih awal

tentang aborsi, serta ilmu agama yang lebih mendalam dengan harapan agar si anak tidak

terjebak dalam kondisi yang kemungkinan dapat terjadi seperti itu.

Untuk itu baik pemerintah, masyarakat, sekolah dan orangtua agar dapat memberikan

masukan (suplemen) khusus kepada remaja wanita, agar pola pikir tentang arah-arah negatif

dapat dihindari sejak dini.

Hendaknya para tenaga kesehatan agar selalu menjaga sumpah profesi dan kode etiknya

dalam melakukan pekerjaan, sehingga pengurangan kejadian Abortus dapat dikurangi.


DAFTAR PUSTAKA

GOI & UNICEF. Laporan Nasional Tindak Lanjut Konferensi Tingkat Tinggi Anak (Draft).

Desember 2000.

Mochtar, Rustam, 1987, Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Valentino Group, Medan

WHO-SEARO. Regional Health Report 1998: Focus on Women. New Delhi: WHO-SEARO,

1998.

WHO. Safe Abortion: Technical and Policy Guidance for Health System. A Draft 4 September

2002.

Anda mungkin juga menyukai