ABSTRAK
1
Indriyati Talib Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan IPA
2
Wirnangsi D.Uno, S.Pd, M.Kes pembimbing I Dosen Jurusan Pendidkan Biologi Fakultas
Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo
3
Sari Rahayu Rahman, S.Pd, M.Pd Pembimbing II Dosen Jurusan Pendidkan Biologi Fakultas
Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo.
ABSTRACT
1
Indriyati Talib Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan IPA
2
Wirnangsi D.Uno, S.Pd, M.Kes pembimbing I Dosen Jurusan Pendidkan Biologi Fakultas
Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo
3
Sari Rahayu Rahman, S.Pd, M.Pd Pembimbing II Dosen Jurusan Pendidkan Biologi Fakultas
Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo.
I. PENDAHULUAN
Batu
Brachytheciaceae Isothecium Isothecium Myosuroides dan pohon
Hypnales
Batu
Hylocomiaceae Hylocomium Hylocomium splendens dan Tanah
Antitrichia californica
Leucodontales Leucodontaceae Antitrichia Batu
Antitrichia curtipendula
Kawasan yang memiliki jenis tumbuhan lumut paling banyak adalah titik
koordinat yang ketiga (N: 00 3231,0,E:1224823,2) dengan ketinggian 300 m
dpl, karena pada kawasan ini merukan titik air terjun dan merupakan dasar sungai,
bahkan banyak ditemukan batuan besar, sehingga kawasan itu sebagian besar jenis
tumbuhan lumut ditemukan menempel pada permukaan batu. Hal ini sesuai
dengan pendapat Wahyono (2008), bahwa dasar sungai sangat bervariasi, dan
sering mencerminkan batuan besar yang keras, jarang ditemukan bagian yang rata,
kadangkala bentuknya bergelombang serta landai dengan gradient yang cukup
besar. Besarnya laju aliran air maka permukaan batuan-batuan yang ada di sekitar
air terjun selalu basah sehingga menjadi sangat licin bahkan lembab, dengan
kelembaban yang diukur pada kawasan ini adalah 94 %, Menurut Ellyzarti (2009)
tumbuhan lumut ini dapat hidup pada kisaran kelembaban antara 70% - 98%.,
kelembaban udara sangat dipengaruhi oleh suhu udara, suhu udara pada kawasan
ini adalah 28 C sehingga pada kawasan ini lebih banyak ditemukan jenis
7
tumbuhan lumut. Menurut Ellyzarti (2009), pada suhu rata-rata 20-30 C terdapat
banyak tumbuhan lumut yang tumbuh dengan suhu tersebut.
Jenis tumbuhan lumut paling banyak pada titik koordinat ketiga adalah
Hylocomium splendens, hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu,
intensitas cahaya dan kelembaban dapat menunjukan lajunya pertumbuhan jenis
Hylocomium splendens. Menurut Ellyzarti (2009), pada suhu rata-rata 20-30 C
terdapat banyak tumbuhan lumut yang tumbuh dengan suhu tersebut. Berdasarkan
pengukuran faktor lingkungan di kawasan pada jenis Hylocomium splendens
dengan suhu 28 C, kelembaban 85 % dengan intensitas cahaya 80 Cd, sehingga
banyak tumbuhan lumut yang tumbuh pada suhu tersebut.
Jenis lain yang juga terdapat pada titik koordinat ketiga ini adalah
Antitrichia californica, dan Antitirichia curtipendula. Jenis tumbuhan ini di
temukan habitatnya pada permukaan batu yang lembab dan licin. Jenis tumbuhan
ini menyukai daerah terbuka dan daerah yang lembab dan basah, dengan
kelembaban yang diukur pada kawasan ini adalah 94 %, Menurut Ellyzarti (2009)
tumbuhan lumut ini dapat hidup pada kisaran kelembaban antara 70% - 98%.,
kelembaban udara sangat dipengaruhi oleh suhu udara, suhu udara pada kawasan
ini adalah 28 C sehingga pada kawasan ini lebih banyak ditemukan jenis
tumbuhan lumut. Menurut (Ellyzarti 2009), pada suhu rata-rata 20-30 C terdapat
banyak tumbuhan lumut yang tumbuh dengan suhu tersebut.
Kawasan yang memiliki jenis tumbuhan lumut paling sedikit adalah titik
koordinat I (N: 0032 127,1, E :122 4821,0) dengan ketinggian 241 m dpl dan
titik koordinat II (N: 00 3235,2,E:122 4826,3) dengan ketinggian 253 m dpl,
yaitu Isothecium myosuroides, dan Thuidium kiasense. Kawasan ini sudah terjadi
alih fungsi lahan, sehingga terjadi perubahan habitat, karena sebagian kawasan
telah dijadikan sebagai pembukaan lahan pertanian, pemukiman dan pemukiman
warga. Meskipun pada kawasan ini telah terjadi perubahan habitat akibat
pembukaan lahan pertanian, namun masih ditemukan adanya tumbuhan lumut
yang mampu bertahan hidup di sekitar kawasan, hal ini disebabkan karena pada
kawasan ini terdapat banyak pohon, dan tumbuhan yang membentuk belukar
yang mampu dijadikan naungan bagi tumbuhan lumut.
Melihat kondisi lingkungan yang mendukung bagi pertumbuhan, sehingga
memungkinkan banyak tumbuhan lumut yang hidup disekitar kawasan ini. Namun
akibat terjadi alih fungsi lahan menyebabkan keberadaan tumbuhan lumut dalam
habitatnya berkurang. Berdasarkan hasil pengukuran faktor lingkungan di
kawasan pada spesies Isothecium myosuroides dengan suhu 29 C, kelembaban
89 % dengan intensitas cahaya 110,5 Cd, sehingga banyak tumbuhan lumut yang
tumbuh pada suhu tersebut. Menurut (Ellyzarti 2009), pada suhu rata-rata 20-
30C terdapat banyak tumbuhan lumut yang tumbuh dengan suhu tersebut. Selain
suhu, kelembaban juga mendukung pertumbuhan jenis tumbuhan lumut ini, pada
umumnya lumut memerlukan kelembaban yang relatif tinggi untuk menunjang
pertumbuhannya. Menurut Ellyzarti (2009) tumbuhan lumut ini dapat hidup pada
kisaran kelembaban antara 70% - 98%.
Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa, selain merupakan pemukiman
warga penduduk setempat, sebagian kawasan ini juga telah dimanfaatkan sebagai
lahan pertanian. Dengan Adanya pengaruh aktivitas masyarakat disekitar kawasan
8
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti. 2006. Koleksi Bryophyta Tanaman Lumut Kebun Raya Cibodas. UPT
Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas: Lembaga Ilmu P
engetahuan Indonesia.
Ellyzarti. 2009. Kekayaan Jenis Tumbuhan Lumut di Gunung Pesawaran Taman
Hutan Raya Wan Abdul Rachman, Propinsi Lampung. Seminar Hasil
Penelitian & PengabdianKepada Masyarakat. Di akses 03 april 2014.
Elena, 2011.Jenis-Jenis Lumut Polytrichales Di Kawasan Cagar Alam Lembah
Anai Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Skripsi. Fakultas Matem
atika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas Padang. Tersed
ia:http://repository.unand.ac.id/17301/1/skripsi_elena.pdf. Di akses 03
Juni 2014
Hasan, M. Dan Ariyanti, N. S. 2004. Mengenal Bryophyta (Lumut) Taman Nasion
al Gunung Gede Pangrango. Volume 1. Balai Taman Nasional Gunu
ng Gede Pangrango, Cibodas. Tersedia:http://faperta.ugm.ac.id/downlo
ad/publikasi_dosen//pdf/Berita%20Biologi%202009%20%28Bb%2012
%29.pdf. Diakses 03 Juni 2014.
Kartawinata, K. 2010. Dua Abad Mengungkap Kekayaan Flora dan Ekosistem
Indonesia. Bidang Lingkungan, Pusat Penelitian Biologi,Lembaga Ilmu
Indonesia (LIPI), Jakarta. Tersedia:http://www.unesco.or.id/download/
KUSWATA_DUA_%20ABAD_FLORA_and_EKOSISTEM.pdf.
Diakses 05 Juni 2014.
Putrika A. 2009. Keanekaragaman marga lumut sejati dan lumut hati di wilayah
hutan kota dan FMIPA Universitas Indonesia Depok [skripsi]. Depok:
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Indonesia. Di akses 5 juli 2013
Putrika, 2012. Komunitas Lumut Epifit Di Kampus Universitas Indonesia Depok,f
akultas matematika dan ilmu pengetahuan alam, UI., Tesis. Di akses 5
januari 2014.
Wahyono, Tarsoen. 2008. Bentuk struktur dan lingkungan Bio-fisik sungai.
Seminar dan Konggres Geografi Nasional. Universitas Pendidikan
Indonesia.
Windadri, F. I. 2007. Lumut (Musci) di Kawasan Cagar Alam Kakenauwe dan
Suaka Margasatwa Lambusango, Pulau Buton,SulawesiTenggara.Volu
me:8,Nomor3. Tersedia di:http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0803/
d080307.pdf. Diakses 8 oktober 2013.
Windadri, F. I. 2009. Keanekaragaman Lumut di Resort Karang Ranjang,
Taman Nasional Ujung Kulon Banten. Jurnal Teknik Lingkungan vol:1
10