Anda di halaman 1dari 10

1

IDENTIFIKASI TUMBUHAN LUMUT (BRYOPHYTA) DI KAWASAN


PEGUNUNGAN DUASEN TOHUPODAA DESA MOLANIHU
KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO

Indriyati Talib1., Wirnangsi D.Uno 2 ., Sari Rahayu Rahman3.,


I)
Mahasiswa Jurusan Biologi, 2)Dosen Jurusan Biologi, 3)Dosen Jurusan Biologi
Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo
Jl. Jend. Sudirman No 6 Kota Gorontalo
Email: Indriyati.Talib@yahoo.co.id

ABSTRAK

Indriyati Talib, 2015. Identifikasi Lumut (Bryophyta) di Kawasan Pegunungan


Duasen Tohupodaa Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo. Skripsi,
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo.
Pembimbing I Wirnangsi D. Uno, S.Pd, M.Kes dan Sari Rahayu Rahman, S.Pd,
M.Pd
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan lumut yang
tumbuh di Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa. Penelitian ini dilakukan di
Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa Kecamatan Bongomeme dan
Laboratorium Biologi UNG. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode survey dengan pengumpulan data dilakukan dengan metode eksploratif
atau metode jelajah. Metode jelajah ini dilakukan dengan menjelajahi Kawasan
Pegunungan Duasen Tohupodaa. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif
kualitatif. Hasil tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan dideskripsikan serta
dihubungkan dengan faktor lingkungan yang diukur. Hasil penelitian diperoleh
lima spesies lumut yaitu, Isothecium myosuroides, Thuidium kiesense, Antitrichia
californica, Hylocomium splendens, dan Antitrichia curtipendula.

Kata kunci: Identifikasi, Lumut, Pegunungan Duasen Tohupodaa


3

1
Indriyati Talib Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan IPA
2
Wirnangsi D.Uno, S.Pd, M.Kes pembimbing I Dosen Jurusan Pendidkan Biologi Fakultas
Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo
3
Sari Rahayu Rahman, S.Pd, M.Pd Pembimbing II Dosen Jurusan Pendidkan Biologi Fakultas
Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo.

IDENTIFIKASI TUMBUHAN LUMUT (BRYOPHYTA) DI KAWASAN


PEGUNUNGAN DUASEN TOHUPODAA DESA MOLANIHU
KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO

Indriyati Talib1., Wirnangsi D.Uno 2 ., Sari Rahayu Rahman3.,


I)
Mahasiswa Jurusan Biologi, 2)Dosen Jurusan Biologi, 3)Dosen Jurusan Biologi
Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo
Jl. Jend. Sudirman No 6 Kota Gorontalo
Email: Indriyati.Talib@yahoo.co.id

ABSTRACT

Indriyati Talib, 2015. Identification of moss (Bryophyte) in the area of Duasen


Tohupodaa Mountain, Bongomeme Sub-District, District of Gorontalo. Skripsi,
Department of Biology. Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Universitas
Negeri Gorontalo. The principal supervisor was Wirnangsi D.Uno, S.Pd, M.Kes,
and the co-supervisor was Sari Rahayu Rahman, S.Pd, M.Pd.
This research was designed to find out types of moss that lived in the Duasen
Tohupodaa Mountain. This research was carried out in the area of Duasen
Tohupodaa Mountain of Bongomeme sub-district and in the laboratory of
Department of Biology, Universitas Negeri Gorontalo. This research used survey
method and the data was collected through explorative method. The Duasen
Tohupodaa Mountain area was explored to find out the desired data. The data was
analyzed qualitatively and descriptively. The analysis was presented in table form,
described and linked with the environment where the data was found. The result
of this research was that there were five species of moss namely, Isothecium
myosuroides, Thuidium kiesense, Antitrichia californica, Hylocomium splendes,
and Antitrichia curtipendula.
Keywords: Identifikasi, Moss, Duasen Tohupodaa Mountain
4

1
Indriyati Talib Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan IPA
2
Wirnangsi D.Uno, S.Pd, M.Kes pembimbing I Dosen Jurusan Pendidkan Biologi Fakultas
Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo
3
Sari Rahayu Rahman, S.Pd, M.Pd Pembimbing II Dosen Jurusan Pendidkan Biologi Fakultas
Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo.

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman


hayati yang terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),
keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang
digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta
variabilitas hewan, tanaman, serta jasad renik di dunia. Salah satunya adalah
tumbuhan lumut (Bryophyta). Menurut Kartawinata (2010) bahwa Indonesia
sangat kaya akan tumbuhan namun keanekaragaman hayati dalam ekosistem
hutan Indonesia bahkan terancam punah karena derasnya penebangan sumber
daya hayati. Keanekarangaman tumbuhan lumut tercatat di Sulawesi sebanyak
106 jenis (Windadri, 2009).
Lumut merupakan tumbuhan tingkat rendah yang termasuk ke dalam
divisi Bryophyta. Pada umumnya tumbuhan lumut menyukai tempat-tempat yang
basah dan lembab di dataran rendah sampai dataran tinggi. Tumbuhan ini sering
disebut sebagi tumbuhan piooner atau tumbuhan perintis, karena lumut dapat
tumbuh dengan berbagai kondisi pertumbuhan, tumbuhan pertama yang tumbuh
ketika awal suksesi pada lahan yang rusak, atau daerah dengan hara yang miskin.
Setelah area ditumbuhi lumut, area tersebut akan menjadi media yang cocok untuk
perkecambahan pertumbuhan tumbuhan lainnya (Damayanti, 2006).
Secara ekologis tumbuhan lumut memiliki peranan penting bagi
keseimbangan ekosistem hutan, yaitu seperti lahan gambut sangat tergantung pada
lapisan atau tutupan lumut. Sehingga keberadaan lumut sebagai penutup
permukaan tanah juga mempengaruhi produktifitas, dekomposisi serta
pertumbuhan komunitas di hutan. Tumbuhan lumut yang tumbuh di lantai hutan
membantu mengurangi bahaya banjir, dan mampu menyerap air pada musim
kemarau (Elena 2011).
Salah satu kawasan Pegunungan di Indonesia yang menyimpan
keanekaragaman hayati tepatnya di Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa
Desa Molanihu Kecamatan Bongomeme. Pegunungan Duasen Tohupodaa
merupakan salah satu pegunungan yang ada di Desa Molanihu khususnya di
Dusun Binidaa serta memiliki sungai yang cukup panjang dibandingkan dengan
sungai yang ada di dua dusun lainnya, yaitu dengan panjang mencapai 5 km.
Pegunungan Duasen Tohupodaa memiliki empat air terjun dengan
ketinggian yang berbeda, sehingga kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa
termasuk dalam kawasan yang memiliki kelembaban yang cukup tinggi dan
banyak tumbuhan yang ditemukan hidup dalam kawasan tersebut, salah satunya
adalah tumbuhan lumut (Bryophyta). Hal ini disebabkan karena tumbuhan
5

lumut (Bryophyta) merupakan jenis tumbuhan yang banyak tumbuh di daerah


hutan hujan tropis atau keadaan iklim basah.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan bahwa pegunungan
Duasen Tohupodaa terdapat tumbuhan lumut, dengan kondisi lingkungan yang
relatif lembab dengan kelembaban berkisar antara 70% - 88% terdapat aliran air
sungai yang tak pernah surut yang mendukung kelembaban pada pegunungan ini.
Menurut Ellyzarti (2009) lumut dapat hidup pada kisaran kelembaban antara 70%-
98%. Kondisi lingkungan di Pegunungan Duasen Tohupodaa memiliki
kelembaban yang cukup tinggi, sehingga kondisi ini mendukung untuk
pertumbuhan dan kehidupan tumbuhan lumut. Ada pun suhu lingkungan di
kawasan tersebut rata-rata 29 0 C 300 C. Menurut Ellyzarti (2009) pada suhu rata-
rata 10-300 C terdapat banyak jenis lumut yang tumbuh ditempat tersebut.
Tumbuhan lumut merupakan kelompok tumbuhan kecil yang hidup
menempel pada berbagai substrat. Khususnya di kawasan Pegunungan Duasen
Tohupoda, tumbuhan lumut biasanya hidup pada pohon, kayu mati, kayu lapuk,
tanah, dan batuan dengan kondisi lingkungan lembab dan penyinaran yang
cukup. Keberadaan tumbuhan lumut di Pegunungan Duasen Tohupodaa ini sangat
terganggu habitatnya karena adanya alih fungsi pegunungan menjadi lahan
pertanian, pemukiman, perkebunan dan keperluan lainnya, menyebabkan
ekosistem gunung terganggu. Penggundulan gunung menyebabkan hilangnya
jenis lumut. Hal ini dapat mengancam biodiversitas pada kawasan tersebut.
Lumut merupakan kelompok tumbuhan epifit yang banyak ditemukan
tumbuh di batang pohon, kayu mati, kayu lapuk, tanah atau batuan, dengan
kondisi lingkungan lembab dan penyinaran yang cukup. Tumbuhan lumut hidup
menyesuaikan diri dengan lingkungan darat khususnya di tempat-tempat yang
lembab dan basah. Lumut dapat hidup mulai dari daratan rendah hingga daratan
tinggi. Hanya beberapa spesies lumut saja yang dapat hidup di air. Di daerah
tropis, lumut tidak hanya hidup di tanah, bebatuan dan pinggir sungai (Windadri,
2009).

II. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode


survei dengan melakukan pengamatan langsung pada lokasi penelitian yang telah
ditetapkan untuk mendapatkan tentang identifikasi tumbuhan lumut. Sampel
tumbuhan lumut yang ditemukan di lokasi penelitian selanjutnya diidentifikasi,
data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif yakni dengan
menggambarkan dan menginterpretasikan data-data atau sampel yang telah
terkumpul, kemudian sampel dari tumbuhan lumut tersebut diidentifikasi jenis-
jenisnya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil identifikasi jenis tumbuhan lumut di Kawasan
Pegunungan Duasen Tohupodaa ditemukan beberapa jenis lumut (Bryophyta).
Berdasarkan hasil identifikasi diperoleh 5 jenis lumut yang disajikan pada tabel
3.1 sebagai berikut :
6

Tabel 3.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan Lumut Yang Terdapat Di Kawasan


Pegunungan Duasen Tohupodaa

Kelas Ordo Famili Genus Spesies Habitat

Batu
Brachytheciaceae Isothecium Isothecium Myosuroides dan pohon

Hypnales
Batu
Hylocomiaceae Hylocomium Hylocomium splendens dan Tanah

Bryopsida Thuidiales Thuidiaceae Thuidium Thidium kiasense Batu

Antitrichia californica
Leucodontales Leucodontaceae Antitrichia Batu

Antitrichia curtipendula

Sumber : Data primer, 2014

Kawasan yang memiliki jenis tumbuhan lumut paling banyak adalah titik
koordinat yang ketiga (N: 00 3231,0,E:1224823,2) dengan ketinggian 300 m
dpl, karena pada kawasan ini merukan titik air terjun dan merupakan dasar sungai,
bahkan banyak ditemukan batuan besar, sehingga kawasan itu sebagian besar jenis
tumbuhan lumut ditemukan menempel pada permukaan batu. Hal ini sesuai
dengan pendapat Wahyono (2008), bahwa dasar sungai sangat bervariasi, dan
sering mencerminkan batuan besar yang keras, jarang ditemukan bagian yang rata,
kadangkala bentuknya bergelombang serta landai dengan gradient yang cukup
besar. Besarnya laju aliran air maka permukaan batuan-batuan yang ada di sekitar
air terjun selalu basah sehingga menjadi sangat licin bahkan lembab, dengan
kelembaban yang diukur pada kawasan ini adalah 94 %, Menurut Ellyzarti (2009)
tumbuhan lumut ini dapat hidup pada kisaran kelembaban antara 70% - 98%.,
kelembaban udara sangat dipengaruhi oleh suhu udara, suhu udara pada kawasan
ini adalah 28 C sehingga pada kawasan ini lebih banyak ditemukan jenis
7

tumbuhan lumut. Menurut Ellyzarti (2009), pada suhu rata-rata 20-30 C terdapat
banyak tumbuhan lumut yang tumbuh dengan suhu tersebut.
Jenis tumbuhan lumut paling banyak pada titik koordinat ketiga adalah
Hylocomium splendens, hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu,
intensitas cahaya dan kelembaban dapat menunjukan lajunya pertumbuhan jenis
Hylocomium splendens. Menurut Ellyzarti (2009), pada suhu rata-rata 20-30 C
terdapat banyak tumbuhan lumut yang tumbuh dengan suhu tersebut. Berdasarkan
pengukuran faktor lingkungan di kawasan pada jenis Hylocomium splendens
dengan suhu 28 C, kelembaban 85 % dengan intensitas cahaya 80 Cd, sehingga
banyak tumbuhan lumut yang tumbuh pada suhu tersebut.
Jenis lain yang juga terdapat pada titik koordinat ketiga ini adalah
Antitrichia californica, dan Antitirichia curtipendula. Jenis tumbuhan ini di
temukan habitatnya pada permukaan batu yang lembab dan licin. Jenis tumbuhan
ini menyukai daerah terbuka dan daerah yang lembab dan basah, dengan
kelembaban yang diukur pada kawasan ini adalah 94 %, Menurut Ellyzarti (2009)
tumbuhan lumut ini dapat hidup pada kisaran kelembaban antara 70% - 98%.,
kelembaban udara sangat dipengaruhi oleh suhu udara, suhu udara pada kawasan
ini adalah 28 C sehingga pada kawasan ini lebih banyak ditemukan jenis
tumbuhan lumut. Menurut (Ellyzarti 2009), pada suhu rata-rata 20-30 C terdapat
banyak tumbuhan lumut yang tumbuh dengan suhu tersebut.
Kawasan yang memiliki jenis tumbuhan lumut paling sedikit adalah titik
koordinat I (N: 0032 127,1, E :122 4821,0) dengan ketinggian 241 m dpl dan
titik koordinat II (N: 00 3235,2,E:122 4826,3) dengan ketinggian 253 m dpl,
yaitu Isothecium myosuroides, dan Thuidium kiasense. Kawasan ini sudah terjadi
alih fungsi lahan, sehingga terjadi perubahan habitat, karena sebagian kawasan
telah dijadikan sebagai pembukaan lahan pertanian, pemukiman dan pemukiman
warga. Meskipun pada kawasan ini telah terjadi perubahan habitat akibat
pembukaan lahan pertanian, namun masih ditemukan adanya tumbuhan lumut
yang mampu bertahan hidup di sekitar kawasan, hal ini disebabkan karena pada
kawasan ini terdapat banyak pohon, dan tumbuhan yang membentuk belukar
yang mampu dijadikan naungan bagi tumbuhan lumut.
Melihat kondisi lingkungan yang mendukung bagi pertumbuhan, sehingga
memungkinkan banyak tumbuhan lumut yang hidup disekitar kawasan ini. Namun
akibat terjadi alih fungsi lahan menyebabkan keberadaan tumbuhan lumut dalam
habitatnya berkurang. Berdasarkan hasil pengukuran faktor lingkungan di
kawasan pada spesies Isothecium myosuroides dengan suhu 29 C, kelembaban
89 % dengan intensitas cahaya 110,5 Cd, sehingga banyak tumbuhan lumut yang
tumbuh pada suhu tersebut. Menurut (Ellyzarti 2009), pada suhu rata-rata 20-
30C terdapat banyak tumbuhan lumut yang tumbuh dengan suhu tersebut. Selain
suhu, kelembaban juga mendukung pertumbuhan jenis tumbuhan lumut ini, pada
umumnya lumut memerlukan kelembaban yang relatif tinggi untuk menunjang
pertumbuhannya. Menurut Ellyzarti (2009) tumbuhan lumut ini dapat hidup pada
kisaran kelembaban antara 70% - 98%.
Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa, selain merupakan pemukiman
warga penduduk setempat, sebagian kawasan ini juga telah dimanfaatkan sebagai
lahan pertanian. Dengan Adanya pengaruh aktivitas masyarakat disekitar kawasan
8

terhadap lingkungan tempat tumbuh lumut menyebabkan kawasan tersebut sudah


terganggu ekosistemnya, khususnya bagi habitat lumut yang menyukai tempat-
tempat yang lembab seperti dibawah naungan pohon. Hal ini telah dibuktikan oleh
Putrika (2009), bahwa dengan terbukanya kawasan akan mengurangi
keanekaragaman tumbuhan lumut. Berdasarkan hasil penelitian di Kawasan
Pegunungan Duasen Tohupodaa, lokasi tersebut sudah mengalami suatu
perubahan lingkungan dengan adanya penebangan liar dan pemanfaatan lahan
oleh masyarakat, dan selain itu juga sudah dijalankan perencanaan pembukaan
tempat wisata air terjun, sehingga kawasan tersebut mengalami penurunan spesies.
Hasil pengukuran suhu yang ditemukan di lokasi penelitian di Kawasan
Pegunungan Duasen Tohupodaa, menunjukan kisaran antara 28-30 C, keadaan
suhu seperti ini mendukung untuk pertumbuhan lumut. Seperti yang dijelaskan
(Ellyzarti, 2009), pada suhu rata-rata 10-30 C, terdapat banyak jenis tumbuhan
lumut yang tumbuh di tempat suhu tersebut. Tumbuhan lumut di Kawasan
Pegungan Duasen Tohupodaa tumbuh di tempat-tempat yang lembab dan basah,
dilihat dari kelembaban yang terdapat di kawasan tersebut yang mencapai 89-
94%. Seperti yang dijelaskan Ellyzarti (2009), lumut dapat hidup pada kisaran
kelembaban70-98%.
Selain suhu dan kelembaban, intensitas cahaya juga sangat mempengaruhi
pertumbuhan lumut. Intensitas cahaya yang terdapat Kawasan Pegungan Duasen
Tohupodaa berkisar antara 95,3 110,5 cd. Intensitas cahaya tersebut merupakan
intensitas cahaya yang dibutuhkan lumut dalam pertumbuhannya, hal ini
dijelaskan juga oleh Putrika (2012) bahwa lumut dapat tumbuh dengan intensitas
cahaya optimal 10.000 lux mencapai yang diperlukan dalam proses fotosintesis.
Lumut yang terdapat di Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa
umumnya tumbuh pada substrat berupa pohon, batu, dan tanah. Menurut Putrika
(2012), tumbuhan lumut dapat hidup dimana saja. Hal ini menjelaskan bahwa
5tumbuhan lumut yang ditemukan banyak tidak hanya terdapat pada pohon tapi
juga di batu dan di tanah.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa


maka dapat disimpulkan bahwa ditemukan 5 jenis tumbuhan lumut yaitu
Isothecium myosuroides, Thuidium kiesense, Antitrichia californica, Hylocomium
splendens, dan Antitirichia curtipendula. Kelima jenis tumbuhan lumut ini
ditemukan habitatnya pada pohon dan batu yang basah atau lembab, dengan
kisaran suhu 28 - 30 C, kelembaban berkisar antara 89 % - 94 %, dan intensitas
cahaya 95,3 cd 110, 5 cd.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih mandalam tentang identifikasi tumbuhan


lumut (Bryophyta) di Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa yang belum
sempat dijelajah, serta peranannya bagi ekosistem di kawasan Pegunungan
Duasen Tohupodaa.
9

DAFTAR PUSTAKA

Damayanti. 2006. Koleksi Bryophyta Tanaman Lumut Kebun Raya Cibodas. UPT
Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas: Lembaga Ilmu P
engetahuan Indonesia.
Ellyzarti. 2009. Kekayaan Jenis Tumbuhan Lumut di Gunung Pesawaran Taman
Hutan Raya Wan Abdul Rachman, Propinsi Lampung. Seminar Hasil
Penelitian & PengabdianKepada Masyarakat. Di akses 03 april 2014.
Elena, 2011.Jenis-Jenis Lumut Polytrichales Di Kawasan Cagar Alam Lembah
Anai Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Skripsi. Fakultas Matem
atika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas Padang. Tersed
ia:http://repository.unand.ac.id/17301/1/skripsi_elena.pdf. Di akses 03
Juni 2014
Hasan, M. Dan Ariyanti, N. S. 2004. Mengenal Bryophyta (Lumut) Taman Nasion
al Gunung Gede Pangrango. Volume 1. Balai Taman Nasional Gunu
ng Gede Pangrango, Cibodas. Tersedia:http://faperta.ugm.ac.id/downlo
ad/publikasi_dosen//pdf/Berita%20Biologi%202009%20%28Bb%2012
%29.pdf. Diakses 03 Juni 2014.
Kartawinata, K. 2010. Dua Abad Mengungkap Kekayaan Flora dan Ekosistem
Indonesia. Bidang Lingkungan, Pusat Penelitian Biologi,Lembaga Ilmu
Indonesia (LIPI), Jakarta. Tersedia:http://www.unesco.or.id/download/
KUSWATA_DUA_%20ABAD_FLORA_and_EKOSISTEM.pdf.
Diakses 05 Juni 2014.
Putrika A. 2009. Keanekaragaman marga lumut sejati dan lumut hati di wilayah
hutan kota dan FMIPA Universitas Indonesia Depok [skripsi]. Depok:
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Indonesia. Di akses 5 juli 2013
Putrika, 2012. Komunitas Lumut Epifit Di Kampus Universitas Indonesia Depok,f
akultas matematika dan ilmu pengetahuan alam, UI., Tesis. Di akses 5
januari 2014.
Wahyono, Tarsoen. 2008. Bentuk struktur dan lingkungan Bio-fisik sungai.
Seminar dan Konggres Geografi Nasional. Universitas Pendidikan
Indonesia.
Windadri, F. I. 2007. Lumut (Musci) di Kawasan Cagar Alam Kakenauwe dan
Suaka Margasatwa Lambusango, Pulau Buton,SulawesiTenggara.Volu
me:8,Nomor3. Tersedia di:http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0803/
d080307.pdf. Diakses 8 oktober 2013.
Windadri, F. I. 2009. Keanekaragaman Lumut di Resort Karang Ranjang,
Taman Nasional Ujung Kulon Banten. Jurnal Teknik Lingkungan vol:1
10

0 no1: 1925.Tersedia di:http://ejournal.unri.ac.id/index.Php/JK/article/v


iewFile. Diakses 8 Oktober 2013.

Anda mungkin juga menyukai