Anda di halaman 1dari 86

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR


PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 11
TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA
PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) merupakan dokumen perencanaan daerah untuk
periode satu) tahun atau disebut dengan rencana pembangunan tahunan daerah. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap daerah diwajibkan untuk menyusun Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk periode 20 tahunan, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) untuk periode 5 tahunan, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
untuk periode 1 tahunan.
RKPD merupakan pemaparan ulang program pembangunan daerah pada tahun berjalan yang ada
dalam RPJMD yang menekankan pada penentuan program dan kegiatan prioritas. Didalamnya juga
memuat rancangan ekonomi dan keuangan daerah, serta arah kebijakan pembangunan daerah untuk satu
tahun yang diharapkan dapat menjadi koridor penyelenggaraan pembangunan daerah. Wujud nyata
dokumen RKPD juga sebagai awal perwujudan komitmen pemerintah daerah akan janji penyelenggaraan
pembangunan yang harus dilaksanakan secara konsisten. Dokumen RKPD juga merupakan acuan bagi
Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dalam menyempurnakan Rencana Kerja (Renja) serta menjadi
dasar penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).
Proses penyusunan RKPD terdiri dari gabungan proses perencanaan teknokratis, partisipatif dan
politis. Proses perencanaan teknokratis mengacu pada proses evaluasi kinerja pembangunan dan program
serta kegiatan pada tahun sebelumnya.Proses partisipatif dengan mendengarkan aspirasi pemangku
kepentingan pembangunan di Provinsi Papua Barat melalui musrenbang. Proses politis dengan
memperhatikan aspirasi dari wakil rakyat sehingga RKPD menjadi dokumen rencana yang efektif dan
responsif terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Secara garis besar, RKPD disusun dengan tahapan
yang terdiri dari persiapan penyusunan RKPD, penyusunan rancangan awal RKPD, penyusunan rancangan
RKPD, pelaksanaan musrenbang RKPD, perumusan rancangan akhir RKPD, dan penetapan RKPD.
RKPD Provinsi Papua Barat Tahun 2016 merupakan dokumen rencana kerja pembangunan daerah
periode ketiga dari lima tahun periode pembangunan jangka menengah Provinsi Papua Barat yang dimulai
pada Tahun 2012 dan akan berakhir pada Tahun 2016. Oleh karena itu, penentuan dan pencapaian
program prioritas pembangunan daerah tahun 2016 menjadi sangat krusial untuk memenuhi target dan
capaian pembangunan Tahun 2012-2016. Penentuan program prioritas pembangunan daerah harus
ditekankan pada bidang urusan yang capaian kinerjanya masih rendah dan belum sesuai dengan target
pembangunan jangka menengah daerah.

1.2 Dasar Hukum Penyusunan


Peraturan perundangan yang menjadi dasar hokum penyusunan RKPD Provinsi Papua Barat Tahun
2016 adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lernbaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nornor 4151); sebagaimaria telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008
tentang Penetapan Peraturan Pernerintah Pengganti Undang-Undang Namor 1 Tahun 2008 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua
meniadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nornor 112,
Tarnbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

1
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara;
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah;
9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
2005-2025;
10. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada Negara;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
16. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
17. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah;
18. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;
19. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
20. Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional tahun 2010-2014;
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah;
22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
25. Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 18 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2025;
26. Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Papua Barat.
27. Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 17 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2016;

1.3 Hubungan Antar Dokumen


RKPD tahun 2016 yang merupakan awal dari penjabaran RPJMD 2012-2016 adalah dokumen
perencanaan pembangunan tahunan yang disusun mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun
2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 dan Rencana
Kerja Pemerintah Tahun 2016. Hal ini dimaksudkan untuk menyelaraskan program dan kegiatan
pembangunan daerah provinsi dengan program pembangunan provinsi yang berbatasan dan prioritas
pembangunan nasional.
RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan serta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam tahapan penyusunan
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang juga terdiri dari Kebijakan Umum
APBD (KUA), Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD).

1.4 Sistematika Penyajian


Sistematika dokumen RKPD tahun 2016 adalah sebagai berikut:
BAB 1 : PENDAHULUAN, menjelaskan (1) Latar Belakang yang menguraikan mengenai pengertian
serta proses penyusunan, (2) Landasan Hukum, (3) Hubungan Antar Dokumen, yang
menjelaskan kedudukan dan keterkaitan antara dokumen RKPD dengan dokumen

2
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
perencanaan lainnya, (4) Sistematika Dokumen RKPD, serta (5) Maksud dan Tujuan
penyusunan RKPD.
BAB 2 : EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN, memuat (1) Visi dan Misi RPJMD, (2) Gambaran
Umum Kondisi Daerah (3) Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan RKPD Sampai Tahun
Berjalan dan Realisasi RPJMD, dan (4) Permasalahan Pembangunan Daerah dan Isu Strategis
Tahun 2016.
BAB 3 : RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH,
memuat (1) Arah Kebijakan Ekonomi Daerah, (2) Arah Kebijakan Keuangan Daerah.
BAB 4 : TEMA, PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH, memuat (1) Tema
Pembangunan Daerah, (2) Prioritas Pembangunan Daerah, (3) Prioritas Pembangunan
kewilayahan, dan (4) Sasaran Pembangunan.
BAB 5 : RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH, memuat rincian program dan
kegiatan pokok RKPD pada tahun rencana, instansi pelaksana/SKPD, indicator capaian masing-
masing program dan kegiatan.
BAB 6 : PENUTUP, memuat kaidah pelaksanaan RKPD 2016.

1.5 Maksud dan Tujuan


RKPD tahun 2016 dimaksudkan untuk menjadi pedoman dalam penyusunan Rancangan KUA dan
PPA Sementara yang akan disampaikan kepada Panitia Anggaran DPRD untuk dibahas, disepakati dan
dituangkan dalam Nota Kesepakatan KUA dan PPA antara Gubernur dan Pimpinan DPRD. Selanjutnya
akan dijabarkan dalam RKA SKPD sebagai lampiran Raperda APBD untuk dibahas dan memperoleh
persetujuan DPRD.
Adapun tujuannya adalah untuk mewujudkan program pembangunan Provinsi Papua Barat yang
terintegrasi dan berkelanjutan sesuai dengan visi, misi dan amanat RPJMD yang dilaksanakan dengan:
1. Menciptakan kepastian kebijakan sebagai komitmen Pemerintah dalam penyelenggaran urusan
Pemerintahan melalui penjabaran rencana strategis ke dalam rencana operasional dan memelihara
konsistensi antara capaian tujuan perencanaan strategis jangka menengah dengan tujuan
perencanaan dan penganggaran tahunan pembangunan daerah;
2. Memberikan gambaran mengenai proyeksi Rencana Kerangka Ekonomi Daerah tahun 2015 sebagai
patokan dalam penyusunan rencana pendapatan yang akan digunakan untuk membiayai belanja
dan pembiayaan pembangunan daerah;
3. Memberikan arah bagi seluruh stakeholder pembangunan daerah dalam merumuskan dan
menyusun perencanaan serta partisipasi dalam pembangunan daerah tahun 2016;
4. Menyatukan tujuan kegiatan semua SKPD melalui penetapan target Indikator Kinerja Utama (IKU)
dalam rangka pencapaian visi dan misi Pemerintah Provinsi Papua Barat sehingga menjadi
instrumen bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban
(LKPJ), Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) dan Laporan Kinerja Pemerintah
Daerah (LKPD);
5. Menetapkan program prioritas untuk masing-masing urusan pemerintahan dalam rangka
pencapaian target Indikator Kinerja Utama (IKU) yang ditetapkan.

3
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

BAB 2 EVALUASI HASIL


PELAKSANAAN RKPD
TAHUN LALU DAN
CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN
PEMERINTAH

2.1 Kondisi Umum Daerah


2.1.1 Aspek Geografis dan Demografi
2.1.1.1 Luas dan Batas Wilayah Administrasi
Luas wilayah Provinsi Papua Barat mencapai 97.024,27 Km (berdasarkan Papua Barat
Dalam Angka Tahun 2014) habis dibagi menjadi 12 kabupaten dan 1 kota, yang terdiri
atas 175 Distrik dan 1.927 Kampung. Saat ini terdapat penambahan. Sementara rencana
pembentukan Kota Manokwari masih dalam tahapan legislasi antara masyarakat,
pemerintah Kabupaten Manokwari dan DPRD Kabupaten Manokwari.
Tabel 2.1. Daerah Administratif Provinsi Papua Barat menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014
Jumlah Jumlah Jumlah
Kabupaten/Kota Ibukota
Distrik Kampung Kelurahan
Fakfak Fakfak 9 118 5
Kaimana Kaimana 7 84 2
Teluk Wondama Raisei 13 75 1
Teluk Bintuni Bintuni 24 115 2
Manokwari Manokwari 9 151 9
Sorong Selatan Teminabuan 13 119 2
Sorong Aimas 18 122 18
Raja Ampat Waisai 24 117 4
Tambrauw Sausapor 12 84 0
Maybrat Kumurkek 24 158 1
Manokwari Selatan - 6 57 0
Pegunungan Arfak - 10 179 0
Kota Sorong Sorong 6 0 31
Total 175 1.297 70
Sumber: BPS, Papua Barat Dalam Angka 2014.

Sedangkan untuk batas wilayah secara administratif adalah sebagai berikut:


Sebelah Utara : Samudera Pasifik
Sebelah Selatan : Laut Banda dan Provinsi Maluku
Sebelah Barat : Laut Seram dan Provinsi Maluku
Sebelah Timur : Provinsi Papua

4
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

1. Letak dan Kondisi Geografis


a. Provinsi Papua Barat secara astronomis terletak pada 24-132 Bujur Timur
dan 0-4 Lintang Selatan, tepat berada di bawah garis khatulistiwa dengan
ketinggian 0-100 meter dari permukaan laut.
b. Wilayah Provinsi Papua Barat terdiri dari 7,95% merupakan puncak
gunung, 18,73% berada di lembah. Wilayah lain lebih dari separuhnya
berada di daerah hamparan. Seluruh wilayah kabupaten/kota di Papua
Barat berbatasan dengan laut, namun hanya 37,04% desa yang berada di
daerah pesisir. Wilayah desa lainnya tidak berbatasan dengan laut (bukan
pesisir), yaitu sebesar 62,96%.

Gambar 2.1 Persentase Kampung/Kelurahan Berdasarkan Karakteristik Wilayah

Sumber: Sensus Potensi Desa (Podes), 2011 (angka sementara)

2. Topografi
a. Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi membentang mulai
dari dataran rendah, rawa sampai dataran tinggi, dengan tipe tutupan lahan
berupa hutan hujan tropis, padang rumput dan padang alang-alang.
Ketinggian wilayah di Provinsi Papua Barat bervariasi dari 0 s.d > 1000 m.
Kondisi topografi antar wilayah di Provinsi Papua Barat cukup bervariasi.
Kondisi ini merupakan salah satu elemen yang menjadi barrier transportasi
antar wilayah, terutama transportasi darat, serta dasar bagi kebijakan
pemanfaatan lahan.
b. Sebagian besar wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas lereng > 40%
dengan bentuk wilayah berupa perbukitan. Kondisi tersebut menjadi
kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik untuk pengembangan sarana
dan prasarana fisik, sistem transportasi darat maupun bagi pengembangan
budidaya pertanian terutama untuk tanaman pangan. Sehingga, dominasi
pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan konservasi disamping untuk
mencegah terjadinya bahaya erosi dan longsor.

3. Geologi
a. Secara geofisik, evolusi tektonik Wilayah Papua Barat (bersama Papua)
merupakan produk dari pertumbukan benua yang dihasilkan dari tubrukan
lempeng Samudera Pasifik dan Lempeng Australia. Kondisi inilah yang
menyebabkan wilayah ini rentan terhadap gempa bumi, karena berada
dalam lintasan sesar besar. Informasi yang dipetakan oleh Badan Meteorogi

5
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
dan Geofisika menunjukkan bahwa Papua Barat merupakan kawasan yang
aktif mengalami gempa bumi yang potensial menimbulkan tsunami.
b. Karakteristik bencana yang ada di Provinsi Papua Barat yaitu Gempa dan
Tsunami. Kawasan rawan bencana alam ini meliputi kawasan rawan gempa
dan tsunami yang terletak di daerah pesisir maupun daratan di Provinsi
Papua. Umumnya daerah patahan aktif Sesar Sorong merupakan zona yang
sangat rawan gempa bumi. Wilayah Manokwari merupakan daerah yang
paling rawan gempa. Akan tetapi, secara umum wilayah Papua Barat rawan
terhadap gempa bumi.

4. Hidrologi
a. Di Provinsi Papua Barat terdapat beberapa sungai yang membentuk
beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). Sebagian besar Daerah Aliran Sungai
yang terbentuk adalah pada kabupaten-kabupaten di Wilayah
Pengembangan Sorong. Sungai-sungai yang termasuk dalam kategori
terpanjang adalah Sungai Kamundan (425 km), Sungai Beraur (360 km), dan
Sungai Warsamsan (320 km), sedangkan sungai-sungai yang termasuk
kategori terlebar adalah Sungai Kaibus (80-2700 m), Sungai Minika (40-2200
m), Sungai Karabra (40-1300 m), Sungai Seramuk (45-1250 m), dan Sungai
Kamundan (140-1200 m). Sungai-sungai ini sebagian besar terletak di
kabupaten-kabupaten di Wilayah Pengembangan Sorong. Berdasarkan data-
data pada tabel di atas, beberapa sungai yang memiliki kecepatan arus
paling deras antara lain adalah Sungai Seramuk (3,06 km/jam), Sungai Kaibus
(3,06 km/jam), Sungai Beraur (2,95 km/jam), Sungai Aifat (2,88 km/jam), dan
Sungai Karabra (2,88 km/jam). Sungai-sungai tersebut terletak pada Wilayah
Pengembangan Sorong.
Tabel 2.2 Pembagian Satuan Wilayah Sungai di Provinsi Papua Barat

Kabupaten Wilayah Sungai Nama Das Luas (km2)


T. Bintuni, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Wasian 4.851,000
T. Bintuni, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Sebyar 12.981,400
Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Kasi 693,200
Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Mangopi 1.917,200
Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Prafi 1.169,300
Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Maruni 193,320
Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Masawui 111,110
Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Ransiki 584,300
T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Windesi 23,560
T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Wasimi 617,400
T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Wondiwoi 172,820
T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Woworama 279,700
Kaimana, Nabire A2-27 Omba Omba 8.610,200
Kaimana A2-27 Omba Laenatum 379,500
Kaimana A2-27 Omba Lengguru 1.870,000
Kaimana A2-27 Omba Berari 1.029,900
Kaimana, Fak Fak A2-27 Omba Madefa 4.605,570
Fak Fak, Fak Fak A2-27 Omba Karufa 477,400
Fak Fak A2-27 Omba Bedidi 1.355,600
Fak Fak A2-27 Omba Fak Fak 88,760
Fak Fak, T. Bintuni A2-27 Omba Bomberai 2.033,300
Sorong Selatan, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Wariagar 6.720,000
Manokwari, Sorong Selatan B-50 Kamundan-Sebyar Kamundan 9.732,250
Sorong Selatan B-50 Kamundan-Sebyar Kais 4.232,740
Sorong Selatan B-50 Kamundan-Sebyar Sekak 830,700
Sorong Selatan B-50 Kamundan-Sebyar Waromga 810,430
Sorong Selatan, Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Seremuk 884,600

6
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

Kabupaten Wilayah Sungai Nama Das Luas (km2)


Sorong Selatan, Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Karabra 5.989,230
Sorong Selatan, Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Kladuk 3.131,150
Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Klasegun 848,510
Raja Ampat B-50 Kamundan-Sebyar Misol 848,160
Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Salawati 368,910
Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Samate 82,000
Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Batanta 69,490
Raja Ampat B-50 Kamundan-Sebyar Waigeo 598,160
Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Remu 46,440
Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Warsamson 2.437,131
Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Mega 1.048,340
Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Maon 682,300
Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Wesauni 626,933
T. Bintuni B-50 Kamundan-Sebyar Kasuari 1.971,850
T. Bintuni B-50 Kamundan-Sebyar Wagura 1.799,100
T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Arumasa 2.497,000
T. Bintuni, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Muturi 5.381,300
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Jayapura 2005

b. Wilayah Provinsi Papua Barat dilewati beberapa sungai yang tersebar di


beberapa wilayah kabupaten/kota. Dari sungai besar di Papua Barat
sebagian besar mengalir di wilayah pengembangan Sorong. Sungai-sungai
tersebut menjadi sebuah sistem daerah aliran sungai yang mengalir

Tabel 2.3 Debit Sungai Dirinci Menurut DPS di Provinsi Papua Barat
No. Nama Catchment
No. SWS Qn (m3/s) Kabupaten
DPS DPS Area (Km2)
1 17 Omba B - 49 8,610.200 316.919 Kaimana, Nabire
2 18 Laenatum B - 49 379.500 29.086 Kaimana
3 19 Lengguru B - 49 1,870.000 141.454 Kaimana
4 20 Berari B - 49 1,029.900 96.869 Kaimana
5 21 Madefa B - 50 4,605.570 374.730 Kaimana, Fak Fak
6 22 Karufa B - 49 477.400 38.903 Kaimana, Fak Fak
7 23 Bedidi B - 49 1,355.600 107.968 Fak Fak
8 24 Fak Fak B - 49 88.760 11.747 Fak Fak
9 25 Bomberai B - 49 2,033.300 146.870 Fak Fak, T. Bintuni
10 26 Kasuari B - 50 1,971.850 142.232 T. Bintuni
11 27 Wagura B - 50 1,799.100 165.546 T. Bintuni
12 28 Arumasa B - 50 2,497.000 127.979 T,Wondama
13 29 Muturi B - 50 5,381.300 476.337 T. Bintuni, Manokwari
14 30 Wasian B - 50 4,851.000 364.562 T. Bintuni, Manokwari
15 31 Sebyar B - 50 12,981.400 825.032 T. Bintuni, Manokwari
16 32 Wariagar B - 50 6,720.000 432.319 Sorong Selatan,
Manokwari
17 33 Kamunda B - 50 9,732.250 796.177 Manokwari, Sorong
n Selatan
18 34 Kais B - 50 4,232.740 221.554 Sorong Selatan
19 35 Sekak B - 50 830.700 46.634 Sorong Selatan
20 36 Waromga B - 50 810.430 50.282 Sorong Selatan
21 37 Seremuk B - 50 884.600 58.182 Sorong Selatan,
Sorong
22 38 Karabra B - 50 5,989.230 302.739 Sorong Selatan,
Sorong
23 38 Kladuk B - 50 3,131.150 195.716 Sorong
24 39 Klasegun B - 50 848.510 58.497 Sorong
25 40 Misol B - 50 848.160 53.437 Raja Ampat
26 41 Salawati B - 50 368.910 27.064 Sorong
27 42 Samate B - 50 82.000 6.183 Sorong
28 43 Batanta B - 50 69.490 5.338 Sorong
29 44 Waigeo B - 50 216.500 13.309 Raja Ampat

7
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
No. Nama Catchment
No. SWS Qn (m3/s) Kabupaten
DPS DPS Area (Km2)
30 45 Remu B - 50 46.440 4.721 Sorong
31 46 Warsamso B - 50 2,437.131 147.467 Sorong
n
32 47 Mega B - 50 1,048.340 120.947 Sorong
33 48 Koor B - 50 1,202.800 140.594 Sorong
34 49 Maon B - 50 682.300 104.163 Manokwari
35 50 Wesauni B - 50 626.933 108.648 Manokwari
36 51 Kasi B - 50 0.000 128.883 Manokwari
37 52 Mangopi B - 50 1,917.200 222.960 Manokwari
38 53 Prafi B - 50 1,169.300 161.814 Manokwari
39 54 Maruni B - 50 193.320 25.129 Manokwari
40 55 Masawui B - 50 111.110 18.958 Manokwari
41 56 Ransiki B - 50 584.300 76.153 Manokwari
42 57 Windesi B - 50 23.560 3.574 T,Wondama
43 58 Wasimi B - 50 617.400 45.854 T,Wondama
44 59 Wondiwoi B - 50 172.820 18.816 T,Wondama
45 60 Woworam B - 50 279.700 30.974 T,Wondama
a
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Jayapura 2005.

Tabel 2.4 Luas dan Penyebaran Danau di Provinsi Papua Barat


No. Nama Danau Luas (Ha) Kabupaten
01 Aiwasa 10,240 Kaimana
02 Laamora 16,740 Kaimana
03 Urema 12,600 Kaimana
04 Mbula 6,024 Kaimana
05 Kamakawalor 23,340 Kaimana
06 Berari 6,916 Kaimana
07 Makiri 7,527 Tel. Bintuni
08 Tanemot 17,640 Tel. Bintuni
09 Anggi Gigi 21,370 Manokwari
10 Anggi Gita 22,830 Manokwari
11 Ayamaru 10,850 Sorong Sel.
12 Hain 4,596 Sorong Sel.
Sumber: Dinas PU (2003). Studi Aplikasi SWS di Tanah Papua

5. Klimatologi
a. Provinsi Papua Barat memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim
penghujan. Pada Bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal
dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga
mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada Bulan Desember sampai
dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia
dan Samudera Pasifik sehingga terjadi musim penghujan.
b. Berdasarkan jumlah curah hujannya wilayah Papua Barat memiliki tiga kelas
curah hujan, yaitu kelas I dengan curah hujan antara 0 s.d. 1000 mm/tahun;
kelas II dengan curah hujan antara 1000 s.d. 2000 mm/tahun; kelas III
dengan curah hujan antara 2000 s.d. 3000 mm/tahun; kelas IV dengan curah
hujan antara 3000 s.d. 4000 mm/tahun; dan kelas V dengan curah hujan
antara 4000 s.d. 5000 mm/tahun. Hampir seluruh wilayah Papua Barat
memiliki kelas curah hujan tipe III pola C, dengan curah hujan sekitar 2000
s.d. 3000 mm/tahun.

8
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

Tabel 2.5 Keadaan Iklim menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2013
Uraian Minimum Maksimum
Suhu Udara Rata-rata 22,40 32,60
(Fakfak) (Kota Sorong)
Rata-rata Kelembaban Udara 83,25 91,10
(Manokwari,Bintuni) (Fakfak)
Tekanan Udara Rata-rata 993,45 1.010,20
(Fakfak) (Maybrat)
Curah Hujan 2779,3 4.072,7
(Kaimana) (Fakfak)
Hari Hujan 237 274
(Kaiamna) (Maybrat, Raja Ampat)
Rata-rata Penyinaran Matahari 45,78 91,32
(Sorong Selatan, Sorong, (Fakfak)
Tambrauw)
Sumber: Papua Barat Dalam Angka Tahun 2014

6. Penggunaan Lahan
Pencatatan data mengenai penggunaan lahan di Papua Barat masih sangat
terbatas. Data mengenai lahan antara satu dan yang lainnya kerap menunjukkan
perbedaan. Faktor kondisi fisik Provinsi Papua Barat yang berbukit dengan
banyak pulau menyebabkan pencatatan penggunaan lahan relatif lebih sulit
dilakukan. Berikut ini adalah data penggunaan lahan di Provinsi Papua Barat yang
dibedakan ke dalam beberapa kategori penggunaan lahan secara umum.vu

Tabel 2.6 Penggunaan Lahan di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota dan Jenis
Penggunaan Tahun 2010 (Ha)
Kampung/ Kebun Tanah Lain-
Kab./Kota Sawah Tegalan Kebun Hutan Semak
Perumahan Campur Rusak lain
Fak-Fak - - - - - - - - -
Kaimana 1.754,73 - 424,27 4.426,73 5.395,91 173.280,12 37.489,11 84.731,3
Teluk Wondama - - - - - - - - -
Teluk Bintuni 19.636,95 - 169,64 9.642,64 4.303,06 1.844.082,43 23.600,67 - 115.430,82
Manokwari 11.466,2 3.974,47 5.905,59 12.838,57 15.999,48 1.292.134,84 141.863,38 - 47.794,83
Sorong Selatan 3.907,35 - 90,52 - 29.372,48 1.015.973,59 55.831,44 - 82.428,59
Sorong - - - - - - - - -
Raja Ampat 29.533,54 - 132,48 - 994,87 699.981,84 26.343,14 - 29.602,61
Kota Sorong - - - - - - - - -
Tambrauw - - - - - - - - -
Maybrat - - - - - - - - -
Papua Barat 66.289,77 3.974,47 6.712,50 26.889,76 55.955,79 6.590.452,82 285.127,74 - 359
Sumber: Papua Barat Dalam Angka 2012, BPS.

2.1.1.2 Potensi Pengembangan Wilayah


Sektor unggulan yang ada di Papua Barat adalah pertanian subsektor perikanan dan
kehutanan, pertambangan migas, dan bangunan. Untuk sektor pertanian dapat
dikembangkan pada daerah datar dengan kondisi keairan yang baik pada daerah tengah
kepala burung. Untuk lebih detail mengenai potensi pengembangan wilayah Papua
Barat adalah sebagai berikut :
1. Pertanian
a. Sektor pertanian sampai dengan Tahun 2008 selalu memberikan kontribusi
utama dalam perekonomian Papua Barat Persentase penduduk yang bekerja
sebagai petani pun sampai saat ini selalu memiliki persentase tertinggi. Sejak

9
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Tahun 2009, sektor pertanian menjadi kontributor terbesar kedua dalam
PDRB Papua Barat. Di Tahun 2013 kontribusinya sebesar 11,65% dan
persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian mencapai 48,71%.
Persentase yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan sebesar
2,21% dibandingkan dengan data tahun 2012 (Sumber: Papua Barat Dalam
Angka, 2014)
b. Produksi dan luas panen tanaman jagung Tahun 2013 mengalami sedikit
kenaikan. Luas panen meningkat dari 1.199 Ha di Tahun 2012 menjadi 1.278
Ha di Tahun 2013 . Sedangkan produksinya juga meningkat dari 2.049 Ton di
Tahun 2012 menjadi 2.138 Ton di Tahun 2013. Peningkatan luas panen dan
produksi jagung sedikit mendongkrak produktivitas jagung. Di Tahun 2013
produktivitasnya meningkat menjadi 17,10 Kw/Ha dibandingkan dengan
Tahun 2012 sebesar 17,09 Kw/Ha.
c. Komoditas unggulan di subsektor perkebunan diantaranya adalah Pala,
Kelapa Sawit, dan Kakao. Perkebunan kelapa sawit berada di Kabupaten
Manokwari, sedangkan perkebunan pala terutama di Kabupaten Fakfak dan
Kabupaten Kaimana.
i. Produksi kelapa sawit tahun 2013 mencapai 22.581 ton dengan luas areal
perkebunan aktif adalah perkebunan rakyat seluas 15.423 Ha.
ii. Produksi pala mencapai 1.916 ton dengan luas areal perkebunan seluas
13.405 Ha. Luas lahan me ingkat, namun produksinya tidak mengalami
peningkatan yang signifikan. Hal ini disebabkan pembukaan areal kebun
baru yang belum menghasilkan produksi.
iii. Produksi kakao mencapai 9. 729 ton dengan areal seluas 6.756 Ha.
d. Dari sisi peternakan, peningkatan yang paling signifikan adalah pada
peternakan babi. Ternak babi meningkat dari 76.420 ekor di Tahun 2011
menjadi 80.666 ekor di Tahun 2012. Jumlah tersebut kembali meningkat di
Tahun 2013 menjadi 97.583 ekor. Tingginya peningkatan jumlah ternak babi
diduga terjadi karena tingginya permintaan konsumsi daging babi.
Sedangkan pada ternak sapi dan kambing, peningkatannya tidak setinggi
pada ternak babi.
e. Jumlah produksi perikanan Tahun 2013 mencapai 121.773,5 ton. Tiga
kabupaten/kota dengan produksi tertinggi adalah Kota Sorong, Kabupaten
Manokwari, dan Fakfak, dengan nilai produksi berturut-turut adalah
38.143,6 ton; 23.217,0 ton; dan 14.253,4 ton. Beberapa komoditi ekonomis
penting perikanan yang merupakan sumberdaya perikanan dari perairan 4
(empat) wilayah pengembangan seperti (kakap, kerapu dan napoleon)
memiliki peluang ekspor yang besar dengan permintaan yang tinggi di
pasaran luar negeri.
f. Sumber daya kehutanan masih sangat potensial untuk lebih
mengembangkan nilai tambah dari produksi hasil hutan, tanpa harus
mengabaikan kelestarian lingkungan hidup.

2. Pertambangan dan Energi


a. Papua Barat adalah salah satu provinsi yang kaya akan Sumber Daya Alam
(SDA). Banyak potensi SDA berupa bahan tambang di Papua Barat yang
masih belum tereksplorasi maupun yang telah dieksploitasi untuk
dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Dua tambang besar yang dimiliki

10
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Papua Barat adalah tambang minyak di Kabupaten Sorong dan tambang
Liquid Natural Gas (LNG) di Kabupaten Teluk Bintuni. Bahkan tambang LNG
ini diperkirakan memiliki kandungan gas alam cair yang besar dan termasuk
tiga produsen LNG terbesar di Indonesia.
b. Besarnya PDRB atas dasar harga berlaku sektor pertambangan dan
penggalian Papua Barat Tahun 2013 mencapai 2.895,69 miliar Rupiah. Nilai
tersebut setara dengan 5,69 % dari total PDRB Papua Barat yang mencapai
50.908,7 miliar Rupiah. Kontribusi sektor ini adalah yang terbesar keenam di
Papua Barat setelah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (6,90%) dan
sektor Jasa-jasa (6,72%).
c. Cadangan bahan tambang baik mineral non logam maupun non logam masih
tinggi. Potensi pertambangan yang dieksplorasi dan dieksploitasi di Papua
Barat adalah pertambangan nikel di pulau-pulau sekitar Kepala Burung
seperti Waigeo. Potensi batu gamping dapat dijumpai di sekitar Pegunungan
Kemum.
d. Khusus untuk potensi minyak dan gas di daerah Papua Barat ada pada
Cekungan Bintuni, Cekungan Salawati, dan Cekungan Waiponga.

3. Industri Pengolahan
a. Kontribusi sektor industri pengolahan dalam perekonomian Papua Barat
memiliki prospek yang sangat baik. Sektor ini terus mengalami peningkatan
share terhadap total PDRB. Di tahun 2013 kontribusinya meningkat sangat
signifikan menjadi 54,28%. Kontribusi sektor industri pengolahan menempati
posisi pertama dalam PDRB Papua Barat sejak Tahun 2009.
b. Pada Tahun 2010 sektor ini tumbuh mencapai 120,02% dibandingkan Tahun
2009 dipicu oleh mulai beroperasinya industri LNG di Kabupaten Teluk
Bintuni.
c. Di tahun 2012 ada 28 perusahaan industri besar sedang. Industri tersebut
hanya terbagi menjadi enam kategori lapangan usaha menurut KBLI dua digit
(lihat box). Jenis industri terbanyak yaitu industri makanan sebesar 50,00
persen, industri terbanyak kedua adalah industri kayu (selain mebeller) yaitu
sebesar 21,43 persen, dan terbanyak ketiga adalah industri minuman
(10,71%). Industri lainnya adalah industri barangbarang dari batubara,
pengilangan minyak bumi, dan pengolahan minyak bumi; jasa reparasi dan
pemasangan mesin dan peralatan; serta industry pencetakan dan reproduksi
media rekaman dengan persentase kurang dari 10 persen.

d. Menurut sebarannya, industri besar-sedang hanya terdapat di empat


kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Teluk Bintuni (5,92%), Manokwari
(19,05%), Sorong (14,29%), dan Kota Sorong (57,14%).
e. Menurut kepemilikannya, sebesar 9,52% adalah milik pemerintah pusat;
4,76% milik pemerintah daerah; 61,90% milik swasta nasional dan asing;
serta 4,76% adalah milik pemerintah pusat dan asing.

4. Konstruksi
PDRB sektor konstruksi Papua Barat Tahun 2013 mencapai 2.483,29 miliar
Rupiah. Share sektor ini terus mengalami peningkatan beberapa tahun ini.
Kontribusinya sebesar 7,73% di Tahun 2013. Walaupun bukan sebagai

11
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
kontributor utama dalam PDRB Papua Barat namun pertumbuhannya berada
pada peringkat keempat setelah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
(peringkat ketiga). Sektor bangunan/konstruksi mampu menyerap banyak tenaga
kerja (memiliki nilai pengganda tinggi).

5. Hotel dan Pariwisata


a. Subsektor hotel dan pariwisata cukup menjanjikan meskipun kontribusinya
hanya sekitar 6,55% dari total PDRB Papua Barat. Pertumbuhan subsektor ini
cukup pesat. Pada Tahun 2013 jumlah hotel menjadi 100 unit, yang terdiri
dari 11 hotel bintang dan 89 hotel melati. Hotel berbintang hanya tersebar
di Kabupaten Fakfak, Manokwari, dan Kota Sorong.
b. Jumlah objek wisata di Papua Barat Tahun 2013 sebanyak 152 objek. Objek
wisata tersebut terdiri dari 82 objek wisata alam, 10 objek wisata
tirta/bahari, 45 objek wisata budaya, dan 15 objek wisata agro. Objek wisata
yang telah mendunia saat ini adalah objek wisata bawah laut di Kepulauan
Raja Ampat
c. Papua Barat terkenal dengan panorama keindahan alam yang eksotis.
Sebagian besar panorama alam tersebut bahkan masih sangat alami dan
belum terjamah komersialisasi pariwisata. Sebagian besar objek wisata
belum terekspos sehingga belum banyak dikenal khalayak umum. Salah satu
objek wisata yang mulai popular adalah wisata bawah laut Kepulauan Raja
Ampat. Kurang lebih ada 610 pulau. Hanya sekitar 35 pulau yang
berpenghuni. Perairan Raja Ampat merupakan salah satu dari 10 perairan
terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan diperkirakan menjadi
nomor satu untuk kelengkapan dan keanekaragaman hayati flora dan fauna
bawah laut saat ini.
d. Wisata alam lain yang menjadi andalan Papua Barat adalah Taman Nasional
Teluk Cendrawasih (TNTC) yang terletak di Kabupaten Teluk Wondama.
Panjang garis pantainya 500 Km dengan luas daratan mencapai 68.200 ha,
luas laut 1.385.300 Ha dengan rincian 80.000 Ha kawasan terumbu karang
dan 12.400 Ha lautan.
e. Ekowisata di kepala burung Pulau Papua terdapat Cagar Alam Pegunungan
Arfak di Kabupaten Manokwari, dengan luas mencapai 68.325 Ha dengan
ketinggian mencapai 2.940 mdpl. Terkenal dengan wisata habitat burung
pintar di daerah Mokwam dan hasil pertanian hortikultura beruba sayur-
mayur. Terdapat juga Danau Anggi Giji dan Danau Anggi Gita yang berada
pada ketinggian 2000 mdpl.
f. Baru-baru ini di Kabupaten Manokwari ditemukan sebuah gua yang diklaim
sebagai gua terdalam di Dunia oleh tim ekspedisi speleologi (ahli gua)
Perancis di Kawasan Pegunungan Lina di Iranmeda, Distrik Didohu dengan
kedalaman gua mencapai 2000 meter.
g. Di Kabupaten Kaimana terdapat wisata pantai dan laut Teluk Triton
disamping keindahan panorama Senja di Kaimana yang melegenda.

6. Transportasi dan Komunikasi


a. Dalam perekonomian Provinsi Papua Barat Tahun 2014, sektor
pengangkutan (transportasi) dan komunikasi memang tidak memberikan

12
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
kontribusi hanya 4,75% dengan nilai agregat PDRB sebesar 2.416,98 miliar
Rupiah (ADHB) atau 838,22 miliar Rupiah (ADHK).
b. Pada Tahun 2014, sektor transportasi dan komunikasi memiliki angka
pertumbuhan tertinggi kedua terhadap Tahun 2013 dibandingkan dengan
sektor tersier lainnya.
c. Salah satu program pendukung percepatan pembangunan Papua Barat yang
diamanahkan dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2011 tentang Percepatan
Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat adalah Program
Pengembangan Infrastruktur Dasar. Program tersebut rencananya akan
membangun dan meningkatkan jalan Trans Papua dan Trans Papua Barat.
d. Sebagian besar orang memanfaatkan fasilitas perhubungan laut dan udara.
Namun tren pengguna fasilitas perhubungan laut cenderung menurun,
sebaliknya jumlah pengguna fasilitas perhubungan udara meningkat
signifikan antara tahun 2011-2013. Namun, kondisi ini berubah pada tahun
2013. Jumlah pengguna fasilitas laut agak berkurang, sementara jumlah
pengguna fasilitas udara cenderung meningkat terutama untuk jumlah
penumpang yang melakukan embarkasi.

7. Perbankan dan Investasi


a. Dalam tiga tahun, fasilitas kredit perbankan yang disalurkan ke masyarakat
baik rupiah maupun valuta asing lebih banyak digunakan untuk investasi.
Penggunaan kredit untuk keperluan modal kerja/usaha justru lebih kecil
digunakan dari penggunaan kredit untuk keperluan konsumsi.
b. Penggunaan kredit perbankan untuk modal kerja/usaha meningkat dari
42,46% di Tahun 2009 menjadi 48,79% di Tahun 2012. Hal tersebut
menyiratkan bahwa kesadaran masyarakat untuk berwirausaha semakin
membaik. Sedangkan lebih tingginya penggunaan kredit untuk konsumsi
daripada untuk investasi menunjukkan perilaku konsumtif masyarakat dan
meskipun ada penurunan yang signifikan ditahun 2013, persentasenya
cenderung stabil.
2.1.1.3 Wilayah Rawan Bencana
Secara geologi, Provinsi Papua Barat memiliki struktur yang cukup kompleks dengan
kelurusan umum berarah barat-timur (diapit dua lempeng tektonik, Lempeng Australia
dan Lempeng Pasifik) yang berpengaruh terhadap kerawanan terhadap gempa tektonik
berpotensi diikuti oleh tsunami. Seluruh wilayah kepala burung rawan gempa bumi. Dari
data, daerah Tsunami di wilayah ini, tingginya mencapai 15 m, meliputi daerah
Oransbari, Yapen, dan Nabire.
Sebagai gambaran, zona rawan gempa bumi berdasarkan tingkat kerawanannya dapat
dilihat pada Gambar 2-2. Untuk tingkat kerawanan bencana lainnya seperti banjir dan
longsor di wilayah Papua Barat, kondisi lingkungan yang rata-rata memiliki tekstur
pergunungan yang terjal dan dataran rendah di bagian tengah yang mengalir sungai-
sungai secara intensif berpotensi tinggi memberikan kontribusi bencana yang fluktuatif.
Sebagai gambaran, zona rawan longsor berdasarkan tingkat kerawanannya dapat dilihat
pada Gambar 2-3.
Belum ada jalur resmi evakuasi bencana yang direncanakan, baik dalam skala regional
maupun lokal. Bencana alam besar yang terjadi pada Oktober 2010 di Kabupaten Teluk

13
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Wondama seharusnya menjadi pemantik bagi pemerintah untuk segera membuat
rencana jalur evakuasi bencana.
Alat pemadam kebakaran dinamis berupa mobil pemadam kebakaran dengan jumlah
yang sangat terbatas telah ada di setiap ibukota kabupaten kecuali di Kabupaten
Tambrauw dan Kabupaten Maybrat. Untuk alat pemadam kebakaran statis berupa
hidran umum belum banyak terdapat di area publik atau pusat permukiman penduduk,
hanya terdapat di gedung-gedung tertentu saja misalnya gedung kantor pemerintahan.
Perangkat posko bencana baru terdapat dengan jumalah yang terbatas di Kabupaten
Manokwari, selebihnya masih mengandalkan bantuan dari lembaga-lembaga pemerhati
kebencanaan dan sifatnya insidental. Perangkat peringatan dini belum dimiliki oleh
wilayah-wilayah potensi bencana tsunami dan gempa bumi. Perangkat evakuasi belum
dimiliki selain mengandalkan kendaraan milik pemerintah, polisi, dan tentara.

14
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Gambar 2.2 Zona Rawan Gempa Bumi Berdasarkan Tingkat Kerawanan

(Zona 1 paling rawan gempa, sedangkan Zona 6 paling aman dari gempa)
Sumber: RTRW Provinsi Papua Barat 2008-2028

Gambar 2.3 Zona Rawan Longsor Papua Barat Berdasarkan Tingkat Kerawanan

Sumber: RTRW Provinsi Papua Barat 2008-2028

2.1.1.4 Aspek Demografi


1. Sejak pertama kali dilaksanakan sensus penduduk pada Tahun 1971, Papua Barat
mengalami pertumbuhan penduduk dengan oika kurva mirip distribusi logistik.
2. Data paling mutakhir jumlah penduduk Papua Barat tahun 2013 adalah sebesar
828.293 jiwa, yang terdiri dari 436.903jiwa penduduk laki-laki (52,75 persen) dan
391.390 jiwa penduduk perempuan (47,25 persen), Jumlah tersebut
menjadikannya sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terkecil di Indonesia,
kontribusinya hanya sekitar 3,31% terhadap total penduduk nasional.
3. Rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 3,41 %. Laju pertumbuhan
penduduk Papua Barat adalah yang terbesar ke-empat di Indonesia setelah
Provinsi Papua (5,39%), Provinsi Kepulauan Riau (4,95%), dan Provinsi
Kalimantan Timur (3,81%). Pertumbuhan penduduk yang relative tinggi ini juga
dipengaruhi tingkat migrasi masuk karena memiliki faktor penarik migran akibat
SDA dan prospek ekonominya. Laju pertumbuhan penduduk paling tinggi di

15
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Kabupaten Sorong Selatan (5,41% per tahun) dan terendah adalah Kabupaten
Tambrauw (0,38% per tahun)
4. Struktur penduduk Papua Barat dapat diketahui dari komposisi penduduk
menurut kelompok umur. Dalam Gambar 2-4, piramida penduduk
menggambarkan struktur penduduk yang dibagi ke dalam kelompok umur. Dari
komposisi sebaran penduduk menurut kelompok umur tersebut piramida Papua
Barat termasuk dalam piramida ekspansive atau muda. Hal ini tampak dari
bentuk piramida penduduk dimana penduduk lebih terdistribusi ke dalam
kelompok umur usia muda (kelahiran tinggi) atau piramida mempunyai alas yang
lebar. Selain itu dilihat dari besarnya median umur, Provinsi Papua Barat pada
tahun 2013 tergolong pada penduduk usia intermediate atau menengah karena
memiliki median umur 24,42 tahun. Sesuai dengan kriteria penduduk usia
menengah adalah bila median umur di suatu daerah berada pada rentang 20-30
tahun.
Gambar 2.4 Piramida Penduduk Provinsi Papua Barat

Sumber: Papua Barat Dalam Angka BPS 2013

5. Sebaran penduduk Provinsi Papua Barat menurut kabupaten/kota masih


dominan di dua daerah yaitu di Kota Sorong (25,58%) dan Kabupaten Manokwari
(18,13%). Hampir setengah dari total penduduk Papua Barat tinggal di kedua
daerah tersebut. Kota Sorong menjadi pintu gerbangnya Papua Barat dari dunia
luar karena terdapat Bandar Udara dan pelabuhan kapal besar sebagai pintu
masuk penumpang dan barang dari dan ke Papua Barat maupun kabupaten
lainnya di Papua Barat.
6. Kabupaten Manokwari semakin padat ketika Papua Barat dimekarkan dari
Provinsi Papua dan Kabupaten Manokwari ditetapkan sebagai ibukota dan pusat
pemerintahan Provinsi Papua Barat. Sebagai pusat pemerintahan, Kabupaten
Manokwari aktif membangun, mulai dari fasilitas pemerintahan, akses
transportasi, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur lainnya.
7. Jika dilihat dari kepadatan penduduknya, Papua Barat adalah provinsi dengan
kepadatan terendah di Indonesia. Kepadatan penduduknya hanya 8,54 jiwa/Km2.
Kepadatan penduduk tertinggi di Papua Barat berada di Kota Sorong sebesar

16
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
38,79 jiwa/Km2 sementara kepadatan penduduk terendah adalah Kabupaten
Tambrauw yaitu 2,58 jiwa/Km2.
8. Berdasarkan rasio jenis kelamin (sex ratio), jumlah penduduk laki-laki di Papua
Barat lebih banyak dari pada penduduk perempuan. Sex ratio Papua Barat adalah
sebesar 111,63 persen, artinya diantara 100 orang penduduk perempuan
terdapat sekitar 111112 orang penduduk laki-laki. Sex ratio tertinggi berada di
Kabupaten Teluk Bintuni (123,89%) dan terendah di Kabupaten Pegunungan
Arfak (98,80%).
9. Dependency ratio atau rasio ketergantungan Papua Barat mencapai 55,90
persen, artinya dari 100 orang yang masih produktif (15-64 tahun) harus
menanggung beban hidup sekitar 55-56 orang yang belum produktif (0-14 tahun)
dan tidak produktif (65 tahun keatas). Beban tanggungan perempuan lebih besar
daripada laki-laki, terlihat dari rasionya yaitu 65,33% untuk laki-laki dan 66,92%
untuk perempuan.

Tabel 2.7 Indikator Kependudukan Provinsi Papua Barat Tahun 2010-2013


Uraian 2010 2011 2012 2013
Jumlah Penduduk (jiwa) 760.422 789.013 816.280 828.293
Pertumbuhan Penduduk (%) 2,23 3,76 3,46 1,47
Sex Ratio (%) 111,98 111,86 111,74 111,63
Jumlah Rumah Tangga (ruta) 168.080 185.156 189.649 182,950
Rata-rata ART (jiwa/ruta) 4,52 4,26 4,30 4,53
Penduduk menurut kelompok umur (%)
0-14 34,13 34,15 31,90
15-64 64,22 64,20 66,17
65+ 1,65 1,65 1,94
Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2014.

Penduduk Asli Papua di Papua Barat


1. Jumlah penduduk asli Papua adalah 405.074 jiwa, terdiri dari 208.658 laki-laki dan 196.416
perempuan. Dengan demikian, jumlah penduduk non asli Papua sudah hampir berimbang
dengan penduduk asli Papua dengan perbandingan 46,73% dan 53,27%.
2. Dari 405.074 jiwa penduduk asli Papua yang tinggal dalam 84.747 rumah tangga tersebut,
91,76% benar-benar penduduk asli Papua karena memiliki ayah dan ibu Papua. Sementara itu,
yang memiliki ayah Papua atau ibu Papua saja sebesar 2,28% dan 2,12%.
3. Sex ratio Penduduk asli Papua 106,23%.
4. Penduduk asli Papua tersebar di seluruh kabupaten/kota di Papua Barat. Persentase penduduk
asli Papua terbesar berada di Kabupaten Maybrat (96,04%) dan Kabupaten Tambrauw (95,67%).
Sementara penduduk asli papua terkecil berada di Kabupaten Sorong (37,38%) dan Kota Sorong
(32,56%).
5. Berdasarkan distribusinya, lebih dari seperempat penduduk asli Papua tinggal di Kabupaten
Manokwari. Jumlahnya mencapai 107.857 jiwa (26,63%). Sedangkan Kota Sorong memberikan
kontribusi terbesar kedua, yaitu 62.070 jiwa (15,32%). Kontributor terkecil penduduk asli papua
adalah Kabupaten Tambrauw, yaitu 1,45%.
6. Struktur penduduk penduduk asli papua sangat berbeda dengan penduduk non asli papua. Pada
piramida penduduk asli papua, penduduk usia muda sangat dominan karena dipengaruhi oleh
tingkat fertilitas yang tinggi. Sedangkan struktur penduduk non asli papua didominasi oleh
penduduk usia produktif, terutama 25-29 tahun.
7. Dependency ratio pada penduduk non asli papua hanya sebesat 47,27% sedangkan pada
penduduk asli papua sebesar 64,07. Rendahnya dependency ratio pada penduduk non asli papua
tidak lepas dari tingginya persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang mencapai
67,90, terutama disumbang oleh penduduk laki-laki.

17
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Tabel 2.8 Indikator Kependudukan Asli Papua dan Non Asli Papua di Provinsi Papua Barat
Uraian Penduduk Asli Papua Penduduk Non Asli Papua
Jumlah Penduduk (jiwa) 405.074 355.348
Laki-laki 208.658 193.740
Perempuan 196.416 161.608
Persentase Penduduk (%) 53,27 46,73
Sex Ratio (%) 106,23 119,88
Median Umur (th) 16,39 20,19
Dependency Ratio (%) 64,07 47,27
Penduduk menurut kelompok umur (%)
0-14 37,30 30,57
15-64 60,95 67,90
65+ 1,75 1,53
Jumlah Rumah Tangga 84.747 83.333
Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2011

2.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat


Aspek kesejahteraan masyarakat terdiri dari kesejahteraan dan pemerataan ekonomi,
kesejahteraan sosial, serta seni budaya dan olahraga, dipaparkan sebagai berikut.
2.1.2.1 Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
1. Pertumbuhan PDRB
Dalam perkembangan PDRB Papua Barat, baik dari segi nilai tambah bruto maupun
kontribusi sektoral memiliki kontribusi terhadap PDB Nasional sekitar 0,64% di
Tahun 2012, yang berarti kapasitas perekonomian wilayah ini masih sebatas pada
level lokal saja. Nilai absolut PDRB Papua Barat (harga konstan Tahun 2000) pada
Tahun 2012 sebesar Rp. 13.780,12 miliar, naik menjadi Rp. 15.061,52 miliar pada
Tahun 2013. Kenaikan ini sangat positif dan menunjukan perubahan yang signifikan
terhadap pembangunan Provinsi Papua Barat.
Gambar 2.5 Perbandingan Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2000 Dengan Migas dan
Tanpa Migas Tahun 2009-2013

Keterangan: * = angka sementara


**= angka sangat sementara
Sumber: Papua Barat Dalam Angka 2012

Terkait dengan tingkat kesejahteraan, meskipun PDRB Provinsi Papua Barat


memiliki laju pertumbuhan yang cukup baik namun prosentase tingkat kemiskinan
Provinsi Papua Barat berada di posisi kedua nasional. Berbagai faktor berpengaruh atas
kenaikan garis kemiskinan seperti kebijakan energi, kebijakan harga, kelancaran arus
distribusi barang, kondisi alam dan lain-lain. Papua Barat tidak bisa melepaskan diri dari
pengaruh dari luar disamping dari internal wilayah ini sendiri. Garis kemiskinan di
perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan karena perbedaan harga

18
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
barang dan jasa antara Kota dan Desa dimana harga di perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan di pedesaan.
PDRB Dengan Migas
a. Dalam kurun waktu tahun 2009-2013 kondisi perekonomian Papua Barat secara
umum dapat dikatakan stabil memperlihatkan pertumbuhan yang tinggi dan
menunjukkan percepatan setiap tahunnya. Namun pada tahun 2012 dan tahun
2013 laju pertumbuhan ekonomi Papua Barat mengalami perlambatan
dibandingkan dua tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan ekonomi mencapai
9,30 persen pada tahun 2013.
b. Pada tahun 2013, pertumbuhan tertinggi sebesar 12,66 persen dicapai oleh
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Pertumbuhan tersebut
terutama didorong oleh pertumbuhan subsektor bank dengan pertumbuhan
mencapai 18,77 persen dibandingkan tahun 2012 (10,66 persen). Selanjutnya
diikuti sektor industri pengolahan yang mencapai pertumbuhan sebesar 12,19
persen dengan sumbangan pertumbuhan terbesar sekitar 5,60 persen terhadap
kinerja pertumbuhan total Provinsi Papua Barat.
c. Secara umum, laju pertumbuhan ekonomi sektor pada tahun 2013 mengalami
perlambatan pada lima sektor yaitu sektor pertambangan dan penggalian (0,19
persen), sektor industri pengolahan (12,19 persen), sektor bangunan (11,37
persen), sektor pengangkutan dan komunikasi (10,22 persen) serta sektor jasa-
jasa (8,69 persen) dibandingkan tahun 2012.
d. Sementara empat sektor lainnya mengalami pecepatan pertumbuhan (kinerja
pertumbuhan yang lebih baik), yaitu sektor pertanian (3,52 persen), sektor
listrik dan air bersih (9,02 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran
(11,76 persen) serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (12,66
persen). Sektor industri pengolahan mengalami laju pertumbuhan ekonomi
yang tergolong sangat tinggi mulai tahun 2009 saat industri pengolahan gas
alam cair (LNG) di Kabupaten Teluk Bintuni beroperasi, namun
pertumbuhannya mengalami perlambatan dari tahun ke tahun hingga
mencapai pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 sebesar 12,19 persen.

Tabel 2.9 Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha (Persen), Tahun 2009-2013

Keterangan : *Angka Sementara


** Angka Sangat Sementara
Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2014

19
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Tabel 2.10 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Menurut Penggunaan (Persen),
Tahun 20082013

No Sektor 2008 2009 2010 2011 2012* 2013**


1 Konsumsi Rumah Tangga 10,57 6,18 6,43 9,78 8,45 8,12
a. Makanan 10,96 6,85 6,17 9,42 6,50 6,43
b. Bukan Makanan 9,73 4,74 7,00 10,54 12,61 11,54
2 Lembaga Swasta Nirlaba 5,30 19,91 5,57 7,40 3,97 17,33
3 Konsumsi Pemerintah 12,38 7,42 15,08 2,35 5,60 12,15
4 Pembentukan Modal Tetap 3,04 4,90 7,73 10,86 14,86 17,81
Bruto
5 Perubahan Stok -0,38 -10,58 -276,99 154,37 -197,28 -218,88
6 Ekspor -6,98 -12,34 70,03 54,49 21,66 29,99
a. Luar Negeri -8,98 -19,28 111,17 62,15 25,09 31,91
b. Antar Propinsi -2,35 -23,63 3,79 11,48 -6,32 9,09
7 Dikurangi Impor -4,03 -23,74 3,80 8,91 71,62 11,90
a. Luar Negeri -90,72 -84,98 29,59 2.352.72 186,84 -4,85
b. Antar Propinsi -2,35 -23,63 3,79 7,85 70,43 12,19
Keterangan : * angka sementara
** angka sangat sementara,
Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2014

Struktur Ekonomi
a. Sektor-sektor utama perekonomian Papua Barat pada periode 2009- 2011
adalah sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan sektor pertambangan
dan penggalian. Ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi lebih dari 60
persen PDRB Papua Barat. Namun pada tahun 2012-2013, ketiga sektor utama
perekonomian Papua Barat adalah sektor industri pengolahan, sektor pertanian
dan sektor bangunan. Ketiganya memberikan kontribusi lebih dari 70 persen
terhadap PDRB Papua Barat.
b. Kontribusi sektor pertanian mencapai 23,15 persen pada tahun 2009 dan pada
tahun 2013 hanya memberikan kontribusi 11,65 persen. Sementara sektor
industri pengolahan pada tahun 2009 memberikan kontribusi sebesar 28,06
persen. Pada tahun 2010 sektor industri pengolahan menjadi sektor utama
bahkan kontribusinya mencapai lebih dari 50 persen mulai tahun 2011. Bahkan
tahun 2013, kontribusi sektor ini mencapai 54,28 persen.
c. Selama kurun tahun 2009-2013, kontribusi sektor industri pengolahan memiliki
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini tergolong kurang baik
karena meski sektor industri pengolahan dominan dalam menggerakkan
perekonomian Papua Barat, namun justru penggeraknya berasal dari industri
pengolahan migas yang nilai tambahnya hanya dinikmati oleh penduduk di luar
wilayah Papua Barat. Umumnya sektor pertanian yang lebih menyerap jumlah
tenaga kerja dibandingkan sektorsektor lainnya. Namun demikian, kontribusi
pertumbuhan sektor ini hanya sekitar 20-10 persen saja menopang
perekonomian Papua Barat.
d. Sektor pertanian merupakan sektor yang banyak diusahakan oleh penduduk di
Papua Barat sebagai sumber penghidupan. Demikian juga dengan kontribusi
sektor pertambangan dan penggalian yang menunjukkan kecenderungan
menurun. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor pertambangan dan penggalian
pada tahun 2009 sebesar 12,50 persen menjadi sebesar 5,69 persen pada
tahun 2013.

20
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Gambar 2.6 Peranan Sektor Dominan Terhadap Penciptaan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
(persen), Tahun 2009-2013

Keterangan : * angka sementara


** angka sangat sementara
Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2014, BPS

Hal yang patut dicermati adalah sektor pertambangan dan penggalian tidak lagi
termasuk tiga sektor utama penyumbang perekonomian Papua Barat pada tahun 2012
karena kontribusinya digeser oleh sektor bangunan serta perdagangan, hotel dan
restoran. Sektor pertambangan dan penggalian bahkan turun peringkat secara signifikan
menjadi urutan keenam setelah sektor jasa-jasa. Penurunan ini mungkin disebabkan
kinerja pertambangan dan penggalian yang lebih rendah dibandingkan kedua sektor
tersebut. Sementara sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa
mencatat peningkatan kinerja pertumbuhan ekonomi selama tahun 2012- 2013.

PDRB Tanpa Migas


Pertumbuhan ekonomi tanpa migas yang tercipta pada tahun 2013 sebesar 7,83
persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan yang tumbuh 12,66 persen. Kemudian diikuti oleh pertumbuhan di sektor
perdagangan, hotel dan restoran 11,76 persen; sektor bangunan 11,37 persen; sektor
pengangkutan dan komunikasi 10,22 persen; sektor pertambangan dan penggalian
10,19 persen; sektor listrik dan air bersih 9,02 persen; sektor jasa-jasa 8,69 persen;
sektor industri pengolahan 4,58 persen. Sementara sektor pertanian hanya tumbuh
sebesar 3,52 persen. Kinerja pertumbuhan ekonomi tanpa migas Papua Barat selama
tahun 2009-2013 dapat dilihat pada tabel 2-8.
Tabel 2.11 Laju Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Migas Menurut Lapangan Usaha (persen)
Tahun 2009-2013

Keterangan : * angka sementara

21
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
** angka sangat sementara
Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2014, BPS

a. Dalam rentang waktu empat tahun terakhir, tiga sektor utama yang
mendominasi penciptaan PDRB tanpa migas di Papua Barat adalah sektor
pertanian, sektor bangunan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi lebih dari 60% terhadap PDRB
tanpa migas Papua Barat.

Tabel 2.12 Peranan Sektor Dominan terhadap Penciptaan PDRB Tanpa Migas Atas Dasar Harga
Berlaku (persen) Tahun 2009-2013

Keterangan : * angka sementara


** angka sangat sementara
Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2014

b. Besarnya sumbangan dari sektor pertanian pada tahun 2013 mencapai 26,31
persen. Sedangkan pada tahun 2009 sektor pertanian menyumbang 34,64
persen. Sementara terdapat enam sektor yang mengalami peningkatan
kontribusi pada tahun 2013 dibandingkan keadaan tahun 2012, yaitu sektor
pertambangan dan penggalian (1,76 persen), listrik dan air bersih (0,67
persen), bangunan (17,47 persen), perdagangan, hotel dan restoran (15,59
persen), pengangkutan dan komunikasi (10,72 persen), serta sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (4,47 persen).

2. Laju Inflasi Provinsi


a. Indeks Harga Konsumen (IHK) Papua Barat tahun 2013 sebesar 163,94%
artinya terjadi kenaikan harga secara umum sebesar 63,94% dibandingkan
dengan harga tahun dasar 2007, atau dengan kata lain, harga secara umum
saat ini hampir satu setengah kali lebih mahal daripada Tahun 2007. Selama
Tahun 2011-2013, inflasi lebih banyak terjadi daripada deflasi. Bila
mencermati fluktuasi yang ada, tampaknya perkembangan harga belum
terkontrol dengan baik. Sepanjang 36 bulan tersebut, hanya 16 kali terjadi
penurunan IHK (deflasi), 20 bulan lainnnya terjadi kenaikan IHK (inflasi).
b. Selama Januari 2011 Juni 2013 inflasi gabungan tertinggi sebesar 3,86%
yang terjadi di Agustus 2013. Sedangkan deflasi terendah terjadi di Maret
2011 sebesar -0,70%.
c. Inflasi Tahun 2012 tercatat 4,99%. Penyumbang inflasi terbesar dari
kelompok pengeluaran bahan makanan, yaitu sebesar 6,98%. Inflasi

22
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar memiliki
tingkat inflasi terendah, yaitu 2,09. Sampai bulan Juli pada Tahun 2013 inflasi
terjadi pada seluruh kelompok pengeluaran.
d. Laju inflasi perdesaan Tahun kalender Tahun 2012 sebesar 27,51%, lebih
tinggi dari Tahun 2011 sebesar 5,55%. Berarti tingkat kenaikan harga di
Tahun 2012 lebih tinggi dibandingkan Tahun 2011.
e. Selama Januari 2011 - September 2013 Laju inflasi Tahun Kalender gabungan
tertinggi sebesar 10,97% yang terjadi di Agustus 2013. Sedangkan deflasi
terendah terjadi di April 2011 sebesar -1,59%.
f. Inflasi Tahun 2012 tercatat 4,99%. Penyumbang inflasi terbesar dari
kelompok pengeluaran bahan makanan, yaitu sebesar 6,98%. Inflasi
kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar memiliki
tingkat inflasi terendah, yaitu hanya 2,09%. Pada Tahun 2012 inflasi terjadi
pada seluruh kelompok pengeluaran.
g. Inflasi Tahun 2013 turun menjadi 0,91%. Penyumbang inflasi terbesar dari
kelompok pengeluaran bahan makanan, yaitu sebesar 1,68%. Inflasi
kelompok pengeluaran sandang memiliki tingkat deflasi, yaitu sebesar -
0,14%.
h. Laju inflasi perdesaan Tahun kalender Tahun 2013 sebesar 50,59%, lebih
tinggi dari Tahun 2012 sebesar 27,51%. Berarti tingkat kenaikan harga di
Tahun 2013 lebih tinggi dibandingkan Tahun 2012.

3. Indeks Gini
Bila diperbandingkan, diperoleh fakta bahwa gini ratio tahun 2010-2013
di Provinsi Papua Barat ketimpangan distribusi pendapatan umumnya semakin
meningkat. Hal ini dijelaskan oleh nilai koefisien gini ratio yang cenderung
mengalami peningkatan dari 0,37 di tahun 2010 menjadi 0,39 di tahun 2011.
Pada tahun 2012 koefisien gini ratio kembali meningkat menjadi 0,42 sedangkan
pada tahun 2013 mengalami penurunan sehingga menjadi 0,41.

4. Tingkat Pemerataan Pendapatan Menurut Bank Dunia


Tingkat kemerataan pendapatan menurut Bank Dunia dengan
mengelompokkan menjadi 40 persen penduduk berpendapatan rendah, 40
persen penduduk berpendapatan menengah dan 20 persen penduduk
berpendapatan teratas juga menggambarkan kondisi yang serupa.
Ketidakmerataan pendapatan terutama terjadi pada kelompok 40 persen
penduduk berpendapatan rendah dan 20 persen berpendapatan teratas. Pada
tahun 2013 pada kelompok berpendapatan rendah, distribusi pendapatan yang
semestinya diterima 40 persen penduduk ternyata hanya 16,03 persen.
Sementara pada kelompok penduduk dengan pendapatan teratas yang
semestinya menerima distribusi pendapatan sebesar 20 persen ternyata pada
kelompok ini menikmati 48,38 persen dari total pendapatan.

2.1.2.2 Fokus Kesejahteraan Sosial


1. Pendidikan
Angka melek huruf (AMH) Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Provinsi Papua Barat
tahun 2013 mencapai 94,14 persen atau mengalami peningkatan dibandingkan
dengan kondisi tahun 2013 dan 2012 masing-masing sebesar 93,74 persen dan

23
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
93,39 persen. Selama tahun 2010-2013 angka melek huruf Papua Barat
mengalami peningkatan 0,40 persen, sedangkan selama periode 2011- 2013
meningkat sebesar 0,75 persen. Berdasarkan Tabel 4.2, diperoleh informasi
bahwa selama kurun waktu tiga tahun Kota Sorong memiliki angka melek huruf
tertinggi diantara kabupaten lainnya, yaitu sebesar 99,14 persen; 99,69 persen;
dan 99,71 persen. Angka melek huruf Kota Sorong mengalami stagnasi karena
AMH Kota Sorong sudah tergolong dalam AMH tinggi sehingga sangat sulit untuk
mengalami peningkatan. Hal ini seringkali disebabkan angka buta huruf terjadi
pada penduduk usia lanjut yang sudah enggan untuk belajar membaca dan
menulis huruf latin maupun huruf lainnya.

Tabel 2.13 Perkembangan Angka Melek Huruf Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua
Barat Tahun 2011- 2013

Sumber: Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014


Sementara angka melek huruf terendah selama kurun waktu dua tahun berada di
Kabupaten Tambrauw, yakni masing-masing sebesar 77,33 persen (2011) dan
77,38 persen (2012), sedangkan angka melek huruf terendah di tahun 2013 ada
pada Kabupaten Pegunungan Arfak (74,89). Selain rendah, angka melek huruf
Kabupaten Pegunungan Arfak juga tertinggal jauh dengan kabupaten/kota
lainnya. Jarak terdekat AMH adalah dengan Kabupaten Manokwari Selatan,
itupun dengan selisih 2,56 persen. Diperlukan usaha keras untuk mengejar
ketertinggalan ini, karena dengan gap 2,56 persen mungkin butuh waktu
beberapa tahun untuk mencapainya. Rendahnya angka melek huruf di
kabupaten ini diduga oleh minimnya fasilitas pendidikan dan tenaga pendidikan,
serta sulitnya akses transportasi ke pemukiman penduduk yang sebagian besar
masih tinggal di daerah terpencil.
a. AMH Menurut Jenis Kelamin
Angka melek huruf penduduk laki-laki tahun 2012 sebesar 98,30 persen atau
mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi tahun 2011 yaitu
sebesar 95,82 persen. Angka melek huruf penduduk laki-laki kembali
mengalami peningkatan pada tahun 2013 menjadi 98,32 persen terhadap
tahun 2012, atau mengalami peningkatan sebesar 0,02 persen. Angka melek
huruf menurut jenis kelamin dapat dilihat pada gambar 2.7.

24
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Gambar 2.7 Perkembangan Angka Melek Huruf Menurut Jenis Kelami Provinsi
Papua Barat Tahun 2011 - 2013

Sumber: Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Angka melek huruf perempuan selalu lebih rendah dari angka melek huruf
penduduk laki-laki namun menunjukkan tren yang sama dengan penduduk
laki-laki. Angka melek huruf perempuan tahun 2013 meningkat sebesar 1,16
persen menjadi 93,95 persen dibandingkan tahun 2012.
b. Angka Buta Huruf
Sebaran kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya
menurut kabupaten/kota dan angka buta huruf dapat dilihat pada Tabel
2.11 Secara agregat, kemampuan membaca huruf latin, huruf arab dan huruf
lainnya berturut-turut adalah 95,92 persen; 19,08 persen; dan 1,29 persen.
Kemampuan penduduk membaca huruf latin tertinggi berada di Kota Sorong
yakni sebesar 99,39 persen dan yang terendah berada di Kabupaten
Tambrauw sebesar 74,58 persen.
Tabel 2.14 Persentase Kemampuan Penduduk Usia 10 Tahun Keatas membaca Huruf
Latin, Huruf Arab, Huruf Linnya dan Angka Buta Huruf Provinsi Papua Barat
Tahun 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

25
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Angka buta huruf diperoleh dari banyaknya penduduk berusia 10 tahun
keatas yang tidak mampu membaca huruf latin dan atau huruf lainnya dibagi
dengan jumlah penduduk usia 10 tahun keatas atau seratus persen jumlah
penduduk dikurangi dengan persentase angka melek huruf maka diperoleh
angka buta huruf. Pada angka buta huruf batasan umur yang digunakan juga
penduduk yang berumur 10 tahun keatas. Namun angka buta huruf juga
dapat dihitung untuk penduduk diatas 15 tahun atau sesuai dengan
kebutuhan analisis. Angka buta huruf penduduk usia 10 tahun keatas
tertinggi terjadi di Kabupaten Tambrauw yaitu sebesar 25,42 persen.
Sementara angka buta huruf terendah berada di Kota Sorong yaitu sebesar
0,61 persen. Sementara angka buta huruf penduduk usia 10 tahun keatas
secara umum di Papua Barat adalah 4,00 persen.

c. Rata-rata lama sekolah


Rata-rata lama sekolah menunjukkan jenjang pendidikan yang telah dicapai
oleh penduduk umur 15 tahun keatas.

Gambar 2.8 Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Papua Barat Tahun 2008 - 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Berdasarkan Gambar 2.8, rata-rata lama sekolah Provinsi Papua Barat terus
mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 rata-rata lama sekolah penduduk
usia 15 tahun keatas sebesar 8,53 tahun atau mengalami peningkatan dari
tahun 2012 dan 2011 yakni sebesar 8,45 tahun dan 8,26 tahun. Rata-rata
lama sekolah Provinsi Papua Barat tahun 2013 sebesar 8,53 artinya rata-rata
penduduk Provinsi Papua Barat baru mampu menempuh pendidikan sampai
kelas 2 SLTP atau putus sekolah di kelas 3 SLTP.
d. Angka Partisipasi Sekolah (APS)
APS penduduk usia 7-12 tahun mengalami peningkatan dari 94,38 persen di
tahun 2011 menjadi 95,56 persen di tahun 2012. APS pada usia ini kembali
meningkat menjadi 95,58 persen di tahun 2013. Kondisi yang sama terjadi

26
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
pada penduduk usia 13-15 tahun. Pada kondisi ini APS mengalami
peningkatan dari tahun 2011 ke tahun 2012 yaitu dari 88,59 persen menjadi
91,65 persen. Di tahun 2013 APS di usia ini kembali mengalami peningkatan
menjadi 92,81 persen. Tren yang selaras terjadi pada APS penduduk usia 16-
18 tahun dan 19-24 tahun dengan APS usia 7-12 tahun, kedua kelompok
umur ini juga terus mengalami peningkatan angka APS dan mempunyai
kesamaan pola pergerakan. APS Penduduk usia 16-18 mengalami
peningkatan dari 65,40 persen di tahun 2011 menjadi 67,18 persen di tahun
2012. Kemudian kembali mengalami peningkatan di tahun 2013 menjadi
72,04 persen. APS penduduk usia 19-24 tahun mengalami peningkatan dari
18,31 persen di tahun 2011 menjadi 19,90 persen di tahun 2012, di tahun
2013 APS usia 19-24 mengalami peningkatan cukup signifikan menjadi 24,00
persen.
Gambar 2.9 Angka Partisipasi Sekolah (APS) meurut Kelompok Umur di Provinsi Papua
Barat Tahun 2011-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Pada tahun 2013, APS penduduk usia 7-12 tahun mencapai 95,58 persen
berarti masih ada sekitar 4,42 persen penduduk usia 7-12 tahun yang tidak
dapat mengenyam pendidikan atau telah putus sekolah. Demikian pula pada
penduduk usia 13-15 dan 16-18 persen, terdapat 7,19 persen dan 27,96
persen pada kelompok umur tersebut yang tidak melanjutkan sekolahnya.
Sementara pada penduduk usia 19-24 hanya 24,00 persen saja yang
melanjutkan sekolah. Peningkatan APS penduduk usia 7-12, 13-15, 16-18,
dan 19-24 mengindikasikan bahwa partisipasi penduduk untuk bersekolah
SD/MI/sederajat, SLTA/MA/sederajat, dan perguruan tinggi mengalami
peningkatan. Tren peningkatan ini memberikan optimisme bahwa angka APS
untuk semua jenjang kelompok umur akan terus mengalami peningkatan di
masa mendatang.

27
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
e. Angka Partisipasi Kasar (APK)
Secara agregat, di tahun 2013 terjadi peningkatan APK di jenjang pendidikan
SD/MI, SLTA/MA, dan perguruan tinggi dibandingkan dengan tahun 2012,
sedangkan pada jenjang pendidikan SLTP/MTs mengalami penurunan APK.
Khusus untuk jenjang pendidikan SD/MI memang terjadi kenaikan APK,
tetapi hal ini justru merupakan sesuatu hal yang kurang baik karena nilai APK
pada jenjang pendidikan SD/MI berada semakin jauh diatas angka 100
persen. Jadi APK SD/MI turun semakin mendekati angka 100 persen, artinya
bahwa penduduk yang bersekolah SD/MI semakin mendekati usia sekolah
yang tepat pada jenjang pendidikan tersebut (7-12 tahun). Semakin jauh
diatas 100 persen maka semakin besar penduduk yang bersekolah pada
jenjang pendidikan tersebut berada diluar range usia pada jenjang
pendidikan yang sedang dijalani.

Tabel 2.15 Angka Partisipasi Kasar (APK) menurut Kabupaten/Kota dan Jenjang
Pendidikan Tahun 2011-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

APK SD tahun 2013 sebesar 105,27 persen artinya masih terdapat penduduk
diluar usia sekolah SD/MI (7-12 tahun) yang sedang bersekolah SD/MI
karena APK berada diatas 100 persen. Dengan kata lain, jika semua
penduduk diusia 7-12 tahun bersekolah maka akan ada sekitar 5 persen
siswa yang sedang bersekolah SD/MI berada diluar usia sekolah SD/MI (7-12
tahun) Menurut data Susenas 2013, APK SD/MI seluruh kabupaten/kota di
Papua Barat berada diatas 100 persen. Kabupaten Fak-Fak adalah
APK SLTP/MTs Papua Barat tahun 2012 sebesar 90,95 persen mengalami
penurunan menjadi 87,71 persen pada tahun 2013, setelah sebelumnya
mengalami peningkatan dari 87,73 persen di tahun 2011. APK SLTP/MTs
sebesar 87,71 persen mengandung arti banyaknya penduduk yang sedang
bersekolah di SLTP/MTs hanya sebesar 87,71 persen diantara penduduk
berumur 13-15 tahun, selebihnya tidak sedang menempuh pendidikan, oleh

28
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
karena putus sekolah, masuk kedalam usia sekolah lainnya, atau alasan
lainnya untuk tidak melanjutkan sekolah.
Distribusi APK SLTP/MTs menurut kabupaten/kota menunjukkan bahwa
Kabupaten Maybrat memiliki APK yang tertinggi dibandingkan dengan
kabupaten lainnya yakni sebesar 108,95 persen. Kabupaten Teluk Wondama
memiliki APK SLTP/MTs terendah yaitu sebesar 65,13, artinya lebih dari
sepertiga diantara penduduk usia 13-15 tahun sedang tidak bersekolah di
SLTP/MTs karena putus sekolah atau sebab lainnya.
f. Angka Partisipasi Murni (APM)
Angka partisipasi murni Provinsi Papua Barat tahun 2013 mengalami
peningkatan di semua level pendidikan dibandingkan tahun 2012. APM
SD/MI meningkat menjadi 89,94 persen pada tahun 2013 dibandingkan
tahun sebelumnya sebesar 88,97 persen. APM SD/MI sebesar 89,94 persen
mempunyai makna sekitar 89-90 orang diantara 100 penduduk usia 7-12
tahun sedang bersekolah SD/MI dan tepat berumur 7-12 tahun.
APM SLTP/MTs meningkat menjadi 60,99 persen di tahun 2013 setelah pada
tahun sebelumnya sebesar 59,76 persen. APM SLTP/MTs jauh lebih kecil
dibandingkan dengan APM SD/MI hal ini memberikan gambaran bahwa
jumlah penduduk usia 13-15 tahun yang ikut berpartisipasi sekolah
SLTP/MTs dibandingkan dengan penduduk yang berpartisipasi sekolah
SD/MI pada usia 7-12 tahun menurun tajam atau dengan kata lain banyak
penduduk yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTP/MTs pada
penduduk berusia 13-15 tahun maupun putus sekolah disaat SLTP/MTs.

Tabel 2.16 Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Kabupaten/Kota dan Jenjang
Pendidikan Tahun 2011-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

29
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
APM SLTA//MA tahun 2013 hanya mencapai 54,20 persen atau mengalami
peningkatan dibandingkan dengan kondisi tahun 2012 yang semula sebesar
46,46 persen. Pada jenjang pendidikan ini, APM-nya juga lebih rendah dari
APM SLTP/MTs. Artinya tingkat partisipasi penduduk usia 16-18 tahun yang
bersekolah SLTA/MA tepat pada umur 16-18 tahun lebih rendah
dibandingkan partisipasi penduduk usia 13-15 tahun yang bersekolah
SLTP/MTs tepat pada usia 13-15 tahun. Dapat diartikan pula proporsi
penduduk yang berusia 16-18 tahun untuk melanjutkan sekolah di SLTA/MA
lebih kecil dibandingkan dengan proporsi penduduk usia 13-15 tahun untuk
melanjutkan pendidikan SLTP/MTs.
Kecenderungan yang terlihat dari APM untuk jenjang pendidikan SD sampai
dengan perguruan tinggi adalah bahwa semakin tinggi jenjang
pendidikan yang ditempuh seseorang maka tingkat partisipasinya semakin
rendah. Dengan demikian dapat diartikan pula semakin tinggi jenjang
pendidikan yang ditempuh maka angka putus sekolahnya semakin besar.
Berdasarkan sebarannya menurut kabupaten/kota, APM tertinggi untuk
jenjang pendidikan SD/MI berada di Kabupaten Sorong yaitu sebesar 94,12
persen; APM SLTP/MTs berada di Kabupaten Maybrat sebesar 74,98 persen;
APM SLTA/MA di Kabupaten Fak-Fak sebesar 75,61 persen; dan APM
Perguruan Tinggi berada di Kabupaten Manokwari sebesar 34,73 persen.
Tren perkembangan APM untuk semua jenjang pendidikan memang
mengalami peningkatan, namun angka APM untuk jenjang pendidikan
SLTP/MTs keatas masih relatif rendah. Apalagi gap antara APM SD/MI
dengan SLTP/MTs dan APM SLTA/MA dengan APM perguruan tinggi terlalu
jauh. Hal ini menginformasikan bahwa siswa putus sekolah terbesar terjadi
ketika siswa menyelesaikan pendidikan SD/MI dan SLTA/MA ke jenjang
pendidikan selanjutnya.

g. Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan


Secara umum di Papua Barat masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah
dapat dilihat pada Tabel 2.14
Tabel 2.17 Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan
yang Ditamatkan Provinsi Papua Barat Tahun 2011-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

30
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Hal ini tampak pada besarnya persentase penduduk yang berpendidikan SD
kebawah. Pada tahun 2013 persentase penduduk yang berpendidikan SD
kebawah hampir dari separuh penduduk berusia 10 tahun di Papua Barat
atau sebesar 48,16 persen.
Persentase penduduk yang berpendidikan dibawah SD mengalami
penurunan pada tahun 2013 yaitu menjadi 23,46 persen. Sementara
penduduk yang berpendidikan SLTA keatas pada tahun 2013 adalah sebesar
33,51 persen dengan rincian 24,26 persen berpendidikan SLTA/sederajat dan
9,25 persen berpendidikan perguruan tinggi. Kondisi penduduk yang
berpendidikan SLTA keatas pada tahun 2013 menurun dibandingkan dengan
tahun 2012. Pada tahun 2012 penduduk yang berpendidikan SLTA keatas
37,25 persen (27,03 persen berpendidikan SLTA dan 10,22 persen
berpendidikan perguruan tinggi) atau mengalami penurunan sebesar 3,74
persen. Kondisi ini menandakan terdapat penurunan kualitas pendidikan
dengan meningkatnya persentase pendidikan rendah dan menurunnya
persentase pendidikan tinggi.
Kualitas pendidikan dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan menurut
sebaran kabupaten/kota menunjukkan bahwa Kota Sorong memiliki kualitas
sumber daya manusia dengan tingkat pendidikan tertinggi yang paling baik.
Kota Sorong mempunyai persentase penduduk dengan pendidikan SLTA
keatas terbesar diantara kabupaten lainnya, yaitu sebesar 49,08 persen.
Disamping itu, Kota Sorong juga memiliki persentase penduduk yang
berpendidikan SD kebawah yang paling kecil yaitu hanya 29,69 persen. Disisi
lain, Kabupaten Tambrauw menjadi kabupaten dengan kualitas pendidikan
sumber daya manusia paling rendah diantara kabupaten/kota lainnya.
Persentase penduduk yang berpendidikan rendah di Kabupaten Tambrauw
mencapai 79,95 persen dengan rincian 59,68 persen tidak punya ijazah
(tidak pernah sekolah/tidak tamat SD) dan 20,26 persen hanya tamatan SD.
Sedangkan persentase penduduk yang berpendidikan tinggi (SLTA keatas)
terendah juga terdapat di Kabupaten Kabupaten Tambrauw yaitu hanya
10,23 persen.

2. Kesehatan
a. Secara umum angka harapan hidup di masing-masing daerah selalu
mengalami kemajuan. Dapat dilihat pada Tabel 2.15, di tahun 2013 angka
harapan hidup Provinsi Papua Barat mencapai 69,14 tahun artinya rata-rata
penduduk Provinsi Papua Barat dapat menjalani hidup selama 69 tahun.
Angka harapan hidup tertinggi berada di Kota Sorong sebesar 72,80 tahun
dan angka harapan hidup terendah di Kabupaten Tambrauw sebesar 66,48
tahun. Kemajuan angka harapan hidup dapat digambarkan dengan
membandingkannya antar tahun. Perkembangan angka harapan hidup
tahun 2021-2013 Papua Barat tercatat tidak mengalami peningkatan
maupun penurunan selama satu tahun. Peningkatan angka harapan hidup
tertinggi terjadi di Kota Sorong sebesar 0,28 tahun dalam waktu satu tahun.
Kabupaten Tambrauw tidak mengalami perubahan dalam waktu satu tahun.
Perkembangan angka harapan hidup di Papua Barat di tahun 2011-2013
mengalami peningkatan sebesar 0,33 tahun selama dua tahun. Peningkatan
tertinggi AHH untuk dua tahun terakhir terjadi di Kabupaten Raja Ampat
sebesar 0,57 tahun, sedangkan Kabupaten Tambrauw memiliki kemajuan
peningkatan AHH terkecil yaitu sebesar 0,17 tahun.

31
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Tabel 2.18 Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2011-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Perkembangan angka harapan hidup per tahun di Papua Barat tercatat tidak
melebihi dari satu tahun dalam satu periode jangka waktu satu tahun. Hal ini
berarti bahwa kondisi angka kematian bayi (infant mortality rate) di Papua
Barat termasuk dalam kategori Hardrock, artinya dalam waktu satu tahun
penurunan angka kematian bayi yang tajam sulit terjadi. Sehingga
implikasinya adalah angka harapan hidup yang dihitung berdasarkan
harapan hidup waktu lahir menjadi lambat untuk mengalami kemajuan. Hal
ini terlihat dari perkembangan angka harapan hidup yang tidak melebihi satu
digit dalam kurun waktu satu tahun. Kondisi tersebut juga terjadi untuk
kondisi nasional, penurunan angka kematian bayi terjadi secara gradual
bahkan mengarah melambat.
b. Ditahun 2013, selisih tertinggi dari rata-rata anak lahir hidup dengan rata-
rata anak masih hidup berada pada kelompok usia wanita antara umur 45-49
tahun yaitu sebesar 0,47 poin, dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Rata-rata Anak Lahir Hidup dan Masih Hidup Menurut Kelompok
Wanita Usia Subur di Provinsi Papua Barat Tahun 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

32
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Jadi resiko kematian terbesar berada kelompok wanita yang berada pada
usia 45-49 tahun. Sedangkan selisih dari rata-rata anak lahir hidup dan masih
hidup secara keseluruhan hanya 0,24 poin.
c. Status gizi buruk pada balita di Papua Barat tahun 2013 tercatat mencapai
11,9 persen, sedangkan gizi kurang mencapai 19,0 persen. Angka ini masih
diatas angka nasional yang hanya mencapai 5,7 persen dan 13,9 persen.
Sementara status gizi normal dan lebih sebesar 69,1 persen atau masih
berada dibawah angka nasional yang mencapai 80,4 persen

3. Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin Provinsi Papua Barat (September) tahun 2013
mengalami peningkatan dibandingkan dengan (Maret) tahun 2013 yaitu menjadi
sebesar 234,23 ribu jiwa (27,14 persen) dari 224,27 ribu jiwa (26,67
persen). Meskipun persentase penduduk miskin tidak mengalami peningkatan
yang signifikan, namun persentase penduduk miskin Papua Barat masih berada
pada peringkat kedua kemiskinan di Indonesia. Tingginya jumlah penduduk
miskin di Provinsi Papua Barat ini terutama terkonsentrasi di daerah perdesaan
mencapai 221,38 ribu jiwa (94,51 persen) dibandingkan dengan jumlah
penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan hanya sebesar 12,85 ribu
jiwa (5,49 persen) dari total penduduk miskin. Garis kemiskinan, jumlah dan
persentase penduduk miskin dapat dilihat pada Tabel 2.16
Tabel 2.19 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Papua
Barat Tahun 2012-2013

Sumber : Buku Papua Barat Dalam Angka 2014

Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 0,65% di Tahun 2012 (September)


menjadi 0,62% di Tahun 2013 (September) dan Indeks Keparahan Kemiskinan
juga mengalami penurunan dari 0,15% di Tahun 2012 (September) menjadi
0,12% di Tahun 2013 (September). Penurunan kedua indeks kemiskinan

33
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
mengandung makna bahwa kondisi kemiskinan di Papua Barat semakin
membaik. Artinya rata-rata pendapatan penduduk miskin dengan garis
kemiskinan semakin dekat dan ketimpangan pendapatan antar penduduk miskin
semakin rendah. Dapat dilihat pada Tabel 2.17.

Tabel 2.20 Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Provinsi Papua
Tahun 2012-2013

Sumber : Buku Papua Barat Dalam Angka 2014

4. Kesempatan Kerja
a. Dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 2007- 2013 mencapai 16,79
persen dan laju pertumbuhan kesempatan kerja sebesar 0,87 persen,
elastisitas kesempatan kerja Papua Barat hanya mencapai 0,05 persen.
Artinya bahwa setiap kenaikan pertumbuhan ekonomi satu persen hanya
akan menciptakan kesempatan kerja sebesar 0,05 persen.
b. Angkatan kerja Tahun 2013 meningkat menjadi 370.750 orang dari
361.597 orang di Tahun 2012 dan 369.619 orang di Tahun 2011. Pada
periode 2011-2013, peningkatan angkatan kerja diikuti oleh peningkatan
penduduk yang bekerja namun jumlah penduduk yang menganggur
justru juga mengalami peningkatan. Jumlah penduduk bekerja meningkat
dari 341.741 orang di Tahun 2012 menjadi 353.619 orang di Tahun 2013.
Sementara jumlah penganggur menurun dari 19.858 orang di Tahun 2012
menjadi 17.131 orang di Tahun 2013.

2.1.3 Aspek Pelayanan Umum


Pelayanan umum merupakan segala bentuk jasa pelayanan yang menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

34
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Secara umum penjelasan mengenai pelayanan umum terbagi kedalam dua urusan
pokok yang terkait dengan layanan urusan wajib dan layanan urusan pilihan.

2.1.3.1 Fokus Layanan Urusan Wajib


1. Pendidikan
a. Pada tahun 2013, APS usia 7-12 tahun mencapai 95,58 persen, berarti masih
ada 4,42 persen penduduk usia 7-12 tahun yang tidak mengenyam
pendidikan atau telah putus sekolah. Dekimikan penduduk usia 13-15 dan
16-18 persen, terdapat 7,19 persen dan 27,96 persen pada kelompok umur
tersebut yang tidak melanjutkan sekolahnya. Sementra pada penduduk usia
19-24 tahun hanya 24,00 persen saja yang melanjutkan sekolah.
b. Rasio Siswa/Guru: Untuk jenjang pendidikan SD, rasio siswa/guru pada
tahun 2011 mencapai 22 siswa, pada tahun 2012 mencapai 20 siswa dan
pada tahun 2013 mencapai 22 siswa.
c. Untuk jenjang pendidikan SLTP, rasio siswa/guru pada tahun 2011 mencapai
15 siswa, pada tahun 2012 mencapai 14 siswa dan pada tahun 2013
mencapai 16 siswa
d. Untuk jenjang pendidikan SLTA, rasio siswa/guru tetap pada tahun 2011
mencapai 13 siswa, pada tahun 2012 mencapai 12 siswa dan pada tahun
2013 terjadi penurunan menjadi 11 siswa.
e. Untuk jenjang pendidikan SD, rasio siswa/sekolah pada tahun 2011
mencapai 141 siswa per sekolah, tahun 2012 134 siswa per sekolah dan
pada tahun 2013 terjadi peningkatan mencapai 145 siswa per sekolah.
f. Untuk jenjang pendidikan SLTA, rasio siswa/sekolah pada tahun 2011
mencapai 209 siswa per sekolah, pada tahun 2012 terjadi penurunan
menjadi 195 siswa per sekolah dan pada tahun 2013 terjadi peningkatan
mencapai 197 siswa per sekolah.
g. Untuk jenjang pendidikan SLTP, rasio siswa/sekolah pada tahun 2011
mencapai 168 siswa per sekolah, pada tahun 2012 terjadi penurunan
menjadi 160 siswa per sekolah dan pada tahun 2013 terjadi peningkatan
mencapai 163 siswa per sekolah.

2. Kesehatan
a. Rumah Sakit,
Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang menyediakan
berbagai pelayanan kesehatan. Distribusi penyebaran rumah sakit
diharapkan mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Berdasarkan Gambar 2.11, ditunjukkan bahwa dari 13 kabupaten/kota di
Papua Barat pada tahun 2013, belum semua kabupaten memiliki fasilitas
rumah sakit, seperti di Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Maybrat.

35
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Gambar 2.11 Jumlah Rumah Sakit yang Telah Beroperasi dan Rasio Penduduk
Rumah Sakit Papua Barat Tahun 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat tahun 2013,


ketersediaan rumah sakit milik pemerintah mengalami peningkatan jumlah
dari 4 unit rumah sakit di tahun 2007 menjadi 9 unit rumah sakit, sedangkan
rumah sakit TNI mengalami penambahan dari 2 unit pada tahun 2007
menjadi 4 unit rumah sakit di tahun 2011. Rumah sakit swasta dari tahun
2007 hingga 2012 tidak mengalami perubahan dalam segi kuantitas.
Sedangakan pada tahun 2013, rumah sakit swasta menurun menjadi 3 unit.
Jika dibandingkan jumlah penduduk, maka pada tahun 2013 dapat dikatakan
bahwa 16 rumah sakit di Papua Barat harus melayani 828.293 penduduk. Hal
ini juga berarti bahwa satu rumah sakit melayani sebanyak 51.768
penduduk. (Lihat Gambar 2.12.).
Gambar 2.12 Jumlah Rumah Sakit Menurut Jenisnya di Provinsi Papua Barat
Tahun 2008-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

36
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
b. Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes dan Posyandu
Puskesmas di Papua Barat terdistribusi paling banyak di Kabupaten
Manokwari, yaitu 24 puskesmas, sedangkan yang paling sedikit adalah
Kabupaten Tambrauw, yaitu lima buah puskesmas. Ketersediaan fasilitas
kesehatan yang paling banyak ada di Kabupaten Manokwari dibandingkan
dengan daerah lain, yaitu terdapat 24 puskesmas, 53 Puskesmas Pembantu,
43 polindes, dan 250 posyandu. Mengingat Kabupaten Manokwari dan
kabupaten lainnya di Papua Barat memiliki kondisi geografis yang relatif sulit
dengan infrastruktur angkutan darat yang belum seluruhnya terhubung
dengan baik, serta biaya transportasi yang mahal, maka salah satu pilihan
yang tepat adalah dengan mobile clinic seperti yang diagendakan dalam
rencana aksi percepatan pembangunan Papua Barat.
Tabel 2.21 Jumlah Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes dan Posyandu di Provinsi
Papua Barat Tahun 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Lain halnya dengan Kabupaten Manokwari, Kota Sorong, sebagai kota besar
di Papua Barat hanya memiliki 6 Puskesmas, 31 Puskesmas Pembantu, 5
polindes dan 89 posyandu. Dilihat dari jumlah penduduk, Kota Sorong
memiliki penduduk sebanyak 211.840 penduduk di tahun 2013 yang tidak
jauh beda dengan Kabupaten Manokwari yang berjumlah 150.179 jiwa.
Sedikitnya fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, Pustu, dan Posyandu tidak
terlalu bermasalah, hal ini dikarenakan Kota Sorong memiliki rumah sakit
dalam jumlah yang memadai sebagai sarana kesehatan yang dipilih oleh
masyarakat untuk berobat. Disamping itu kondisi wilayah yang
terkonsentrasi membuat penduduk akan dengan mudah menemukan
tempat-tempat pelayanan kesehatan baik berupa rumah sakit, puskesmas,
puskesmas pembantu maupun polindes.
c. Tenaga Kesehatan
Jumlah dokter dalam suatu wilayah tertentu menentukan tingkat pelayanan
kesehatan. Rasio antara jumlah dokter yang tersedia dengan jumlah
penduduk yang membutuhkan layanan kesehatan idealnya proporsional.
Semakin besar rasio penduduk terhadap dokter maka semakin banyak
penduduk yang harus dilayani. Implikasinya adalah semakin besar jumlah

37
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
penduduk yang akan tidak terlayani atau semakin sulit masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan dari dokter.
Jika diperhatikan dari jumlah penduduk Papua Barat tahun 2013 dan jumlah
dokter yang tersedia, maka rasio jumlah penduduk terhadap jumlah dokter
di Papua Barat adalah sebesar 7.599, atau mengandung makna bahwa satu
dokter rata-rata melayani sekitar 7.599 orang. (dapat dilihat pada tabel 2.19)
Tabel 2.22 Jumlah Dokter Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Jumlah dokter di Papua Barat mengalami penurunan dibandingkan tahun


sebelumnya, distribusinya pun belum tersebar dengan alokasi yang baik.
Data sementara menunjukkan rasio penduduk terhadap jumlah dokter
tahun 2013 meningkat menjadi 7.599 dibandingkan dengan 3.459 ditahun
2012, jika dilihat periode beberapa tahun sebelumnya menunjukkan
peningkatan rasio. Artinya terjadi coverage yang lebih buruk dalam hal akan
tertanganinya penduduk dengan peningkatan jumlah dokter dimana jumlah
penduduk juga mengalami peningkatan.
Rasio penduduk terhadap dokter tertinggi berada di Kabupaten Teluk
Bintuni, dimana seorang dokter harus melayani sekitar 14.149 penduduk.
Besarnya rasio tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan Kabupaten
Fakfak yang memiliki rasio terkecil yaitu sebesar 4.431 penduduk per
seorang dokter. Kabupaten Raja Ampat juga memiliki rasio penduduk
terhadap dokter tertinggi kedua. Coverage tanggungan seorang dokter di
Kabupaten Raja Ampat memang besar, ditambah dengan kondisi
geografisnya yang merupakan wilayah kepulauan akan semakin menyulitkan
masyarakat untuk menjangkau pelayanan kesehatan. Sedangkan hanya
Kabupaten Tambrauw dan Maybrat yang tidak memiliki dokter dan memiliki
karakter wilayah terpencil dengan akses transportasi yang sulit pula
sehingga tidak seluruh wilayah tersebut dapat terjangkau pelayanan
kesehatan. Dampaknya adalah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
oleh dokter harus menuju kabupaten terdekat yang memiliki dokter yaitu
Kabupaten Sorong. Terpenuhinya kebutuhan penduduk akan dokter dan
tenaga kesehatan lainnya tidak hanya masalah jumlah, namun juga

38
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
distribusinya merata disetiap kabupaten sampai ke wilayah terpencil
sekalipun.

3. Lingkungan Hidup
Hasil Susenas 2013 menunjukkan bahwa sebesar 43,74 persen rumah tangga di
Papua Barat memiliki fasilitas air minum sendiri; 27,65 persen milik bersama;
25,38 persen fasilitas umum; dan 3,23 persen tidak ada fasilitas air minum.
Perkembangan kondisi penggunaan air bersih mengalami perbaikan kualitas, hal
ini terlihat dari persentase penggunaan fasilitas air sendiri yang masih jauh lebih
tinggi dibandingkan persentase penggunaan fasilitas air minum milik umum dan
tidak memiliki fasilitas, meskipun fasilitas air minum milik sendiri sedikit
menurun dibandingkan tahun sebelumnya (lihat Gambar 2.13).
Kabupaten Sorong menduduki posisi tertinggi jika dibandingkan dengan
kabupaten/kota di Papua Barat sebagai kabupaten yang rumah tangganya
memiliki fasilitas air minum sendiri (81,38%). Sedangkan Kabupaten Maybrat
adalah yang terendah diantara kabupaten/kota lainnya yang rumah tangganya
memiliki fasilitas air minum sendiri yaitu sebesar 15,79 persen.

Gambar 2.13 Persentase Penggunaan Fasilitas Air Bersih Provinsi


Papua Barat Tahun 2012-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Rumah tangga di Kabupaten Teluk Wondama terbanyak memiliki fasilitas air


minum bersama (46,57%), sedangkan untuk kab/kota yang rumah tangganya
memiliki fasilitas air minum umum terbesar yaitu Kabupaten Maybrat (77,11%).
Kondisi penggunaan fasilitas air minum memiliki karakteristik yang berbeda pada
beberapa kabupaten/kota. Sebagian besar diantaranya telah memiliki kondisi
yang lebih baik dengan menggunakan fasilitas air minum milik sendiri maupun
yang digunakan secara bersama. Namun di beberapa kabupaten seperti
Maybrat, Raja Ampat, Tambrauw dan Sorong Selatan persentase penggunaan
fasilitas air minum milik umum dan bahkan tidak memiliki fasilitas umum masih
relatif tinggi. Kondisi ini tentunya mempengaruhi kualitas kebersihan dan
kesehatan lingkungan dari masyarakat (lihat Tabel 2.23).

39
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Tabel 2.23 Persentase Penggunaan Fasilitas Air Minum Menurut Kabupaten/Kota
Provinsi Barat Tahun 2012-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

4. Sarana dan Prasarana Umum


a. Jaringan Jalan
Infrastruktur utama yang berperan penting dalam aspek daya saing daerah
merupakan sarana dan prasarana yang terkait dengan sistem transportasi.
Wilayah Papua Barat secara regional sangat bergantung kepada moda
transportasi udara yang menjangkau hampir seluruh wilayah
kabupaten/kota. Selain keberadaan transportasi udara, moda transportasi
laut dan darat ikut berperan dalam pengembangan wilayah Papua Barat.
Untuk wilayah laut, keberadaan pelabuhan sebagai simpul pengangkut orang
maupun barang tersebar menjadi tiga pelabuhan utama. Untuk Pelabuhan
internasional wilayah Papua Barat terdapat di Kota Sorong, sedangkan dua
pelabuhan utama lainnya merupakan pelabuhan nasonal di wilayah
Manokwari dan Kaimana.
Berbeda dengan kedua jenis transportasi sebelumnya, salah satu kunci
pencapaian transportasi darat terlihat dari perkembangan rasio panjang jalan
per jumlah kendaraan yang menunjukan angka perbandingan 1:0.077 pada
tahun 2006. Angka ini berarti setiap satu kendaraan dilayani oleh jalan
dengan panjang 0,077 km. Peningkatan pada sektor ini terjadi hingga
menunjukan angka perbandingan 1:0,101 pada tahun 2009.

40
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Gambar 2.14 Sistem Transportasi Provinsi Papua Barat

Sumber: RTRW Provinsi Papua Barat

Gambar 2.15 Kondisi Jalan Strategis di Provinsi Papua Barat

Sumber: Laporan Indikasi Program Pengembangan Infrastruktur Provinsi Papua Barat, 2012

b. Jaringan Irigasi
i. Banyaknya sungai besar yang mengalir di seluruh wilayah Provinsi Papua
Barat dan beberapa danau cukup menguntungkan dalam upaya
penyediaan air bersih. Persentase sumber air bersih berasal dari sungai
mencapai 34,3%, mata air 15,7 % dan sumber lainnya 50 % Namun tetap
saja hal tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan air bersih penduduk
sampai ke rumah tangga di daerah-daerah terpencil karena keterbatasan
kapabilitas untuk menjangkau dari sumber air. Adanya keterbatasan ini

41
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
menuntut perlu dicari alternatif lokasi lain yang dapat dijadikan sebagai
catchment area/waduk guna dapat menampung air sungai.
ii. Sebagian besar wilayah memakai sistem pompa dan sistem gravitasi.
Sistem pompa dilakukan pada sumber pengambilan air (water intake) ke
rumah pompa (water treatment plant). Sedangkan dengan sistem gravitasi,
air cukup dialirkan dari sumber atau unit produksi ke unit/blok distribusi
reservoir. Untuk mengetahui rencana dan realisasi saluran irigasi Prrovinsi
Papua Barat pada Tahun 2009, dapat dilihat pada Tabel 2-3 berikut,
iii. Pengadaan saluran irigasi yang dapat meningkatkan kapasitas produksi
pertanian terus diupayakan pemenuhannya mencapai target yang telah
ditetapkan. Hingga saat ini baru dilakukan proses pembangunan saluran
irigasi seluas 9.929 Ha, jauh dibawah target realisasi seluas 28.651 Ha

Tabel 2.24 Rencana dan Realisasi Saluran Irigasi Provinsi Papua Barat Tahun 2009
Rencana Realisasi Produksi
Lokasi Hambatan
(Ha) (Ha) (ton/Ha)
Kab. Manokwari 12,666 5,100 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 20.80
Kab. Teluk Bintuni 2,500 450 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 6.00
Kab. Sorong 9,104 2,413 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 44.85
Kab. Raja Ampat 250 155 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 8.60
Kab. Fakfak 1,431 1,431 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 6.25
Kab. Sorong Selatan 1,500 300 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 2.65
Kab. Teluk Wondama 1,200 80 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 6.00
Total 28,651 9,929 95.15
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua Barat, 2009

c. Pada tahun 2012 di Provinsi Papua Barat terdapat 705 masjid, 2.307 gereja
protestan, 199 gereja katholik, 50 pura dan 14 vihara. Secara total terdapat 3.274
tempat peribadatan di Provinsi Papua Barat

5. Rumah Tinggal Bersanitasi


a. Persentase rumah tangga yang memiliki jamban sendiri, pembuangan akhir
tinja, dan jenis kloset angsa selama tahun 2010-2012 mengalami peningkatan.
Rumah tangga yang memiiki jamban leher angsa mengalami peningkatan dari
66,35 % pada tahun 2010 menjadi 75,56 % pada tahun 2012. Rumah tangga
yang memiliki jamban sendiri mengalami penurunan dari 18,72% pada tahun
2010 menjadi 11,16% pada tahun 2012. Rumah tangga yang memiliki
pembuangan akhir tinja mengalami penurunan dari 12,44 % pada tahun 2010
menjadi 10,62 % pada tahun 2012.
b. Rumah tangga yang memiliki kloset leher angsa mengalami peningkatan yaitu
sebesar 66,35% pada tahun 2010 menjadi 75,56% pada tahun 2012.
Persentase rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas BAB pada periode 2010-
2012 mengalami penurunan dari 2,49 menjadi 2,66.

6. Persampahan
Persampahan belum betul-betul dikelola secara terpadu di Provinsi Papua Barat.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) hanya dimiliki oleh Kabupaten Sorong tepatnya
di Distrik Makbon. Persampahan di Kota Sorong di Klasaman sudah tidak layak
karena sangat dekat dengan pemukiman dan dikhawatirkan akan terjadi
pencemaran air tanah di pemukiman masyarakat pada saat musim hujan (system

42
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
open dumping). sedangkan di wilayah lainnya, pengelolaan sampah dilakukan
secara individual oleh masing-masing rumah tangga atau instansi, biasanya
dengan cara ditimbun, dibakar, atau bahkan dibuang ke sungai atau laut. Hingga
saat ini memang dianggap belum menumbulkan masalah karena jumlahnya
belum signifikan, namun bukan berarti tidak perlu diperbaiki dan dikelola secara
terpadu.

7. Rumah Layak Huni


Rumah tangga di Papua Barat yang memiliki akses terhadap air minum layak
sebesar 67,32 persen. Dimana, Kota Sorong memiliki akses paling tinggi, yaitu
88,43 persen. Sedangkan Kabupaten Teluk Wondama memiliki akses yang paling
buruk, yaitu hanya 13,16 persen.
Akses sanitasi layak secara umum di Papua barat hanya dapat dicapai oleh lebih
dari setengah terhadap total rumah tangga (51,83 persen), sedangkan
kecukupan luas lantai diatas 7,2 m2 /kapita hanya sekitar tiga per empat dari
total rumah tangga (79,41%). Dari sisi daya tahan rumah hampir seluruh rumah
di Papua Barat memiliki daya tahan yang baik (97,76%), karena sebagian besar
telah menggunakan atap bukan ijuk/rumbia/lainnya (95,10%), jenis dinding
bukan dari bambu/lainnya (96,91%), jenis lantai sebagian besar bukan dari
tanah/lainnya (97,32%) dengan minimal dua kriteria terpenuhi.

Tabel 2.25 Persentase Rumah Tangga menurut Pengkategorian Rumah Kumuh menurut
Kabupaten/Kota 2013 (%)
Akses
Akses air Sufficient Living Area Durability of
Kota Sanitasi
minum layak (>7,2 m2/ org) Housing
Layak
Fakfak 87,15 34,46 83,67 99,82
Kaimana 67,25 53,13 83,45 100,00
Teluk Wondama 13,16 73,21 71,65 94,84
Teluk Bintuni 75,47 62,69 85,51 99,24
Manokwari 67,33 58,90 80,45 97,32
Sorong Selatan 45,46 30,56 64,83 86,03
Sorong 81,41 44,47 82,76 99,23
Raja Ampat 36,48 27,81 76,34 96,54
Tambrauw 27,38 43,82 75,68 76,34
Maybrat 25,48 22,77 80,86 99,69
Kota Sorong 88,43 68,41 75,95 100,00
Papua Barat 67,32 51,83 79,41 97,76
Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2014

2.1.3.2 Fokus Layanan Urusan Pilihan


1. Penanaman Modal
a. Jumlah proyek dengan fasilitas PMDN di Provinsi Papua barat pada tahun
2013 sebanyak 37 proyek. Jumlah ini mengalami penurunan dari Tahun 2011
dengan jumlah proyek sebanyak 85 proyek dan tahun 2012 sebanyak 22
Proyek.
b. Jumlah proyek dengan fasilitas PMA di Provinsi Papua barat pada tahun 2013
sebanyak 119 proyek. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun 2010
sebanyak 61 proyek, 2011 sebanyak 40 proyek, tahun 2012 sebanyak 31
proyek.

43
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
c. Realisasi nilai investasi dengan fasilitas PMDN di Provinsi Papua barat pada
tahun 2013 sebesar 16.410.858 juta rupiah. Jumlah ini mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 2.599.5999 juta rupiah.
d. Realisasi nilai investasi dengan fasilitas PMA di Provinsi Papua barat pada
tahun 2013 sebesar 407.922 ribu US $ . Jumlah ini mengalami penurunan dari
tahun 2012 yaitu sebesar 1.578.696 ribu US $.
2. Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Sejak Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2011, koperasi mengalami penurunan,
Pada Tahun 2010 sejumlah 701 unit koperasi kemudian menurun menjadi 373
unit pada tahun 2012 dan kemudian bertumbuh menjadi 412 unit koperasi dan
terus mengalami pertumbuhan sampai pada tahun 2013 dengan 626 unit
koperasi aktif dan 811 koperasi tidak aktif yang tersebar di seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat.
3. Ketenagakerjaan
a. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menggambarkan persentase
penduduk usia 15 tahun keatas yang termasuk dalam angkatan kerja. TPAK
Papua Barat mengalami penurunan dari tahun 2012. TPAK tahun 2013 sebesar
66,41 persen menurun dibandingkan tahun 2012 (67,12 persen).
b. TPAK tertinggi 2013 dicapai oleh Kabupaten Sorong Selatan yaitu sebesar
72,71 persen. Artinya adalah dari 100 orang penduduk usia kerja sekitar 72-
73 orang diantaranya tergolong sebagai angkatan kerja. Sementara TPAK
terendah berada di Kabupaten Fakfak yaitu hanya mencapai 61,20 persen.
Gambar 2.16 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat 2013 (%)

Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2014

c. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Papua Barat pada periode 2011 2013
terus mengalami penurunan. TPT menurun tajam dari 8,94 persen di tahun
2011 menjadi 5,49 persen di tahun 2012, kemudian di tahun 2013 juga masih
mengalami penurunan menjadi 4,62 persen. Pengangguran 4,62 persen
berarti dalam setiap 100 orang angkatan kerja terdapat 45 orang berstatus
sebagai pengangguran. TPT menurut gender di tahun 2013 tercatat TPT laki-
laki lebih baik dari pada TPT perempuan. TPT laki-laki sebesar 4,37 persen,
sedangkan TPT perempuan jauh lebih tinggi mencapai 5,08 persen. Lebih
rendahnya TPT laki-laki salah satunya diduga karena penduduk laki-laki,
terutama berstatus sebagai kepala rumah tangga, memiliki tanggung jawab
untuk memenuhi kebutuhan anggota rumah tangganya. Selain itu, lebih

44
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
banyak lapangan pekerjaan yang lebih sesuai diisi oleh pekerja laki-laki dan
lebih fleksibel dengan masalah jam kerja.
Gambar 2.17 Tingkat Pengangguran Tebuka (TPT) menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Papua Barat 2013 (%)

Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2014

2.1.4 Aspek Daya Saing Daerah


1. Kemampuan Ekonomi Daerah
a. Berdasarkan PDRB Provinsi Papua Barat penggunaan tercatat pengeluaran
rumah tangga tahun 2013 mencapai 17.996,15 miliar rupiah. Kondisi ini tumbuh
dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 8,12 persen dengan nilai
agregat pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 15.208,56 miliar rupiah.
Pertumbuhan di tahun 2012-2013 lebih rendah dibandingkan dengan periode
2011-2012 yang tumbuh 8,45 persen dengan nilai tambah PDRB tahun 2011
untuk pengeluaran rumah tangga sebesar 13.142,73 miliar rupiah. Kontribusi
konsumsi rumah tangga pada perekonomian dalam PDRB dari sisi penggunaan
relatif tinggi, kontribusinya mencapai 35,35 persen di tahun 2012. Sebelum
tahun 2009, share pengeluaran konsumsi rumah tangga berkisar antara 50-65
persen. Sejak mulai berproduksinya LNG Tangguh pada akhir tahun 2009 dan
kemudian mulai diekspor, LNG yang memiliki nilai tambah besar tersebut
berdampak terhadap semakin menurunnya kontribusi pengeluaran konsumsi
rumah tangga terhadap PDRB. Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan Papua
Barat terus mengalami peningkatan. Di tahun 2011 rata-rata pengeluaran hanya
Rp 596.743/kapita/bulan, kemudian di tahun 2012 nilainya mengalami
peningkatan menjadi Rp 816.137/kapita/bulan. Di tahun 2013, rata-rata
pengeluaran kembali meningkat cukup signifikan, yaitu menjadi Rp
876.253/kapita/ bulan.
b. Pola pengeluaran makanan di Papua Barat cenderung tinggi beberapa tahun
sebelum 2012, namun setelah itu persentasenya berangsur menurun. Di tahun
2011 persentase pengeluaran makanan mencapai 53,84 persen menurun

45
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
menjadi 48,68 persen (2012) dan sedikit meningkat menjadi 49,18 persen
(2013).
c. Kondisi perumahan tahun 2013 di Papua Barat secara umum sedikit demi sedikit
terus mengalami perbaikan kualitas dibandingkan tahun 2012. Pada tahun 2013,
lebih dari dua per tiga rumah tangga telah memiliki rumah dengan status milik
sendiri yaitu sebesar 72,46 persen. Sedangkan untuk status sewa 10,2 persen,
kontrak 2,15 persen, dan lainnya (dinas, bebas sewa, milik family, lainnya)
sebesar 15,19 persen.
d. NTP Papua Barat tahun 2013 sebesar 99,64 persen lebih lebih rendah
dibandingkan dengan NTP tahun 2012 sebesar 101,62 persen. Dengan demikian,
nilai NTP terlihat cenderung mengalami penurunan dalam empat tahun terakhir.
Nilai NTP 99,64 persen mengandung makna petani mengalami kerugian usaha
sebesar 0,36 persen terhadap tahun dasar 2007.

2. Fasilitas Wilayah / Infrastruktur


a. Aksesibilitas
i. Salah satu program pendukung percepatan pembangunan Papua Barat
yang diamanahkan dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2011 tentang
Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat adalah
Program Pengembangan Infrastruktur Dasar. Selama ini belum
seluruhnya kabupaten/kota belum terhubung dengan jalan darat.
Sebagian pembangunan jalan sedang dilakukan, meskipun sebagian
kabupaten telah terhubung namun belum dibuka untuk umum. Dengan
masih terbatasnya akses perhubungan lewat darat, sebagian besar orang
memanfaatkan fasilitas perhubungan via laut dan udara.
ii. Panjang jalan di Papua Barat tahun 2012 hanya 7.351,71 Km, kondisi ini
mengalami perbaikan dibandingkan pada tahun 2011 yaitu sepanjang
6.403,25 Km. Kondisi panjang jalan tersebut terbagi menjadi 997,55 Km
(13,57%) jalan negara; 749,66 Km (10,20%) jalan provinsi; dan 5.604,50
Km (76,23%) adalah jalan kabupaten. Sedangkan menurut jenis
permukaanya terbagi menjadi 1990,50 Km (27,07%) jalan aspal; 2.299,95
Km (31,28%) jalan dengan permukaan kerikil; 2.388,96 Km (32,50%) jalan
dengan permukaan tanah; dan 672,31 Km (9,15%) adalah jalan dengan
permukaan lainnya.
iii. Peningkatan pada jumlah armada selama 2012-2013 tidak terjadi pada
jumlah penumpang kapal datang (debarkasi) dan berangkat (embarkasi).
Pada tahun 2012 jumlah penumpang datang 313,0 ribu orang (debarkasi)
dan 326,9 ribu orang (embarkasi) dengan armadanya 681 unit. Di tahun
2013 jumlahnya menurun menjadi 294,8 ribu orang (debarkasi) dan 276,4
ribu orang (embarkasi) dengan armada sejumlah 767 unit.
iv. Jumlah penumpang pesawat udara cenderung meningkat selama 2012-
2013. Jumlah penumpang datang mencapai 569,77 ribu orang dengan
jumlah penerbangan 14.289 dan berangkat 612,4 ribu orang dengan
jumlah penerbangan 14.289 kali di tahun 2012. Rata-rata penumpang
pesawat untuk debarkasi sebesar 40 orang dan 43 penumpang untuk
embarkasi.*)

46
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
3. Penataan Ruang
Sampai dengan Tahun 2013, belum ada RTRW baik tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota (yang sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang) yang sudah dijadikan Peraturan Daerah (Perda). Sehingga
upaya pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian penataan ruang pun belum
optimal. Belum dapat diketahui berapa persen ketaatan wilayah terhadap
RTRWnya.
4. Fasilitas Keuangan dan Perbankan
Di tahun 2012 jumlah kantor bank hanya 116 unit yang terdiri dari 23 unit bank
swasta nasional, 92 unit bank persero dan pemerintah daerah serta 1 unit
perkreditan rakyat. Di tahun 2013 jumlahnya meningkat menjadi 129 unit kantor
bank, yang terbagi menjadi 24 unit bank swasta nasional, 102 unit bank persero
dan pemerintah daerah serta 3 perkreditan rakyat.
5. Fasilitas Air Bersih
Persentase terbesar rumah tangga pengguna air bersih memiliki sendiri
fasilitasnya, sebesar 49,02%. Meningkat dari kondisi Tahun 2009 yaitu sebesar
46,65% dari total rumah. Sementara 25,33% menggunakan air bersih secara
bersama dan 16,73% masih menggunakan fasilitas umum. 8,92% tidak memiliki
akses terhadap air bersih.

6. Fasilitas Energi Listrik


Rumah tangga di Papua Barat 82,24% yang menggunakan listrik PLN. Belum
seluruh desa di Papua Barat teraliri listrik dan belum seluruh kabupaten
mendapatkan pasokan listrik 24 jam dalam sehari. Masyarakat yang tidak teraliri
listrik 24 jam biasanya menggunakan genset. Untuk desa-desa yang tidak teraliri
listrik, terutama di daerah yang jauh dari ibukota kabupaten umumnya
menggunakan pelita/senter/obor/lainnya.
Kondisi penggunaan energi listrik terutama yang memanfaatkan listrik negara
(PLN) masih belum maksimal. Belum seluruh kabupaten mendapatkan pasokan
listrik 24 jam, seperti contohnya di Kabupaten Teluk Wondama, Teluk Bintuni,
Tambrauw, dan Maybrat. Hanya 32,37% desa saja yang telah terjangkau layanan
PLN. Sulitnya kondisi geografis dan terbatasnya ketersediaan energy listrik
menjadi penyebab belum meratanya pasokan listrik. Dari total 189.649 rumah
tangga di Papua Barat, hanya 107.002 rumah tangga yang terdaftar sebagai
pelanggan PLN.
Gambar 2.18 Cakupan Pelayanan Listrik dan Air Bersih Pada Perkampungan

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua Barat, 2009

47
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
7. Fasilitas Telekomunikasi
a. Untuk jaringan telekomunikasi di Provinsi Papua Barat berkembang pesat
melalui pelayanan provider telepon selular yang mulai mengembangkan
jaringan paling tidak di kawasan perkotaan ataupun ibukota setiap distrik di
masing-masing kabupaten/kota. Untuk di kawasan perkampungan,
penggunaan telepon satelit masih diandalkan.
b. Telekomunikasi menggunakan jaringan internet juga berkembang cukup
pesat meskipun hanya di kawasan perkotaan dengan layanan gabungan dari
provider telepon seluler maupun dari PT.Telkom sebagai perusahaan negara
yang menangani masalah penyediaan layanan komunikasi. Untuk sistem
jaringan nirkabel untuk internet, belum dikembangkan secara umum dan
gratis dari pemerintah. Namun di banyak tempat umum, sudah mulai
disediakan dengan jenis dan ketentuan layanan yang berbeda-beda dan
sebagian besar bersifat komersil.
c. Kantor pos juga masih diandalkan oleh masyarakat baik untuk pengiriman
surat/dokumen dan barang. Kantor pos besar hanya terdapat di dua wilayah
yaitu Kota Sorong dan Manokwari sementara kantor pos pembantu terdapat
di semua wilayah kecuali Kabupaten Raja Ampat. Kebutuhan pos di Raja
Ampat dipenuhi oleh rumah pos dan kantor pos desa.

8. Iklim Investasi
a. Kondisi investasi di Papua Barat menunjukan kecenderungan yang terus
membaik. Peningkatan jumlah proyek yang dijalankan memberikan
gambaran meningkatnya kepercayaan publik dalam menanamkan modal
yang dimilikinya. Penanaman modal yang berasal dari dalam negeri maupun
asing atau luar negeri secara jumlah memang mengalami peningkatan,
namun secara nilai tidak terlalu meningkat.
b. Penggunaan kredit perbankan untuk keperluan investasi meningkat dari
11,87 persen di tahun 2012 menjadi 18,89 persen di tahun 2013, sedangkan
penggunaan untuk keperluan konsumsi sedikit menurun dari 39,33 persen
menjadi 39,21 persen. Hal ini tersirat bahwa kesadaran masyarakat untuk
berinvestasi dalam perbankan menunjukkan kondisi semakin membaik.
Penurunan pada penggunaan kredit untuk konsumsi yang jauh lebih kecil
dibandingkan penurunan kredit untuk keperluan modal kerja menunjukkan
masih adanya kecenderungan perilaku konsumtif masyarakat di Papua Barat.
Gambar 2.19 Posisi Kredit Perbankan Rupiah dan Valas menurut Jenis
Penggunaan 2009-2013 (%)

48
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat, 2014

b. Di Provinsi Papua Barat Pada Tahun 2010 telah terjadi 89 kasus kriminal. 74
kasus atau sekitar 83,1% diantaranya telah ditangani oleh pihak yang
berwenang. Kasus yang paling banyak terjadi adalah kasus pencurian
kendaraan bermotor yaitu sebanyak 15 kasus (16,85%). Kasus yang paling
sedikit terjadi adalah kasus pemerkosaan yaitu sebanyak 1 kali (1,12%).
Tidak ada kasus kejahatan terhadap kepala negara.

9. Sumber Daya Manusia


a. Berdasarkan latar belakang pendidikan terakhir, ternyata persentase
penduduk yang bekerja sebagian besar berpendidikan rendah. Sebesar 39,81
persen penduduk yang bekerja berlatar belakang pendidikan rendah (20,48
persen belum bersekolah/tidak tamat SD dan 19,33 persen tamat SD).
Diantara penduduk yang bekerja tersebut hanya 13,23 persen yang berijazah
diploma dan sarjana.
b. Secara nasional peringkat IPM Papua Barat berada pada ranking 31 dari 34
provinsi. Posisi peringkat tersebut mengalami penurunan dibandingakan
dengan kondisi tahun sebelumnya. Peringkat tersebut masih berada di atas
Provinsi NTT (32), NTB (33), dan Papua (34). IPM tertinggi di Papua Barat
selama tiga tahun terakhir selalu berada di Kota Sorong. Capaiannya di
tahun 2013 sebesar 78,92 persen. Sementara IPM terendah berada di
Kabupaten Tambrauw dengan capaian hanya sebesar 51,54 persen.
c. Capaian IPM wilayah Maluku dan Papua tahun 2012 termasuk kategori
menengah, namun secara peringkat keempat provinsi ini masih tergolong
papan bawah di tingkat nasional. Peringkat terbaiknya diraih oleh Provinsi
Maluku dengan capaian IPM sebesar 72,70 persen dan hanya berada pada
urutan ke-22. Sedangkan Provinsi Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua
hanya berada diurutan 30, 31, dan 34
Gambar 2.20 IPM menurut Kabupaten/Kota dan Provinsi Papua Barat Tahun 2013 (%)

Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat, 2014

49
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

2.2 Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan RKPD dan Realisasi


RPJMD
Kondisi ideal bagi pelaksanaan pembangunan di Indonesia adalah dilaksanakan
secara sinergis baik antara tingkatan maupun antar tahapan. Pertahapan pembangunan
di tingkat daerah (provinsi dan kabupaten) direncanakan dalam RPJMD untuk jangka
waktu 20 tahun, RPJMD untuk periode lima tahunan dan RKPD untuk jangka waktu satu
tahun. Perencanaan tersebut kemudian dilaksanakan dalam periode tahunan melalui
program/kegiatan pembangunan.
Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan RKPD merupakan suatu proses untuk
menilai kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah. Melalui evaluasi kinerja
pelaksanaan pembangunan akan dihasilkan informasi kinerja yang dapat menjadi
masukan bagi proses perencanaan dan penganggaran yang didukung oleh ketersediaan
informasi dan data yang lebih akurat. Dengan demikian, program pembangunan
menjadi lebih efisien, efektif, disertai dengan akuntabilitas pelaksanaannya yang jelas.
Keberhasilan pencapaian sasaran pada semua tingkat pelaksana pembangunan akan
dapat diukur dengan menggunakan indikator kinerja yang telah didefinisikan secara
tepat sebelumnya. Evaluasi terhadap status dan kedudukan pencapaian kinerja
pembangunan daerah dilakukan dengan menggunakan Indikator Kinerja Utama yang
mencerminkan keberhasilan penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.
Namun demikian dalam pelaksanaannya, program pembangunan mempunyai
potensiuntuk tidak memberikan hasil sesuai dengan target yang telah direncanakan dan
ditargetkan.Untuk itu, diperlukan evaluasi program pembangunan untuk melihat
bagaimana pencapaian tujuan sebuah program/kegiatan dikaitkan dengan
proses/tahapan perencanaan sebelumnya.

Secara umum faktor penyebab kurangnya capaian target di beberapa kegiatan


adalah kegiatan yang bersumber pada dana othonomi khusus (otsus) memiliki
keterbatasan waktu dalam pelaksanaan, sehingga tidak semua keluaran dapat
terpenuhi. Selain itu ada beberapa kegiatan fisik yang tidak selesai di akhir tahun serta
adanya beberapa kegiatan yang waktu pelaksanaannya tergantung dari pemerintah
pusat.
Setiap program pembangunan dengan berbagai kegiatan di dalamnya pada
dasarnya merupakan unsur yang dibutuhkan untuk mewujudkan prioritas-prioritas yang
telah ditetapkan dalam RPJMD. Sehingga keberadaan kegiatan yang capaian fisiknya
kurang dari 100% akan berdampak tidak optimalnya capaian prioritas yang terkait dalam
RPJMD.
Kebijakan atau tindakan perencanaan dan penganggaran yang perlu diambil untuk
mengatasi faktor-faktor penyebab tersebut. Untuk mengatasi Permasalahan-
permasalahan yang menyebabkan capaian kegiatan di bawah 100% dapat disimpulkan
sebagai berikut :

a) Kegiatan yang bersumber dari dana otsus, dimana kegiatan tersebut harus
melakukan lelang sehingga proses lelang tidak dapat dilakukan karena waktu yang
terbatas. Waktu perencanaan program/kegiatan dengan dana otsus harus
disesuaikan,
b) Kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan karena bersifat antisipatif harus
tetap dianggarkan karena harus dilaksanakan bilamana dibutuhkan,

50
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
c) Rencana Operasional Pelaksanaan Kegiatan (ROPK) penting untuk mejadi acuan
didalam pelaksanaan program/kegiatan,
d) Indikator keluaran yang berupa jumlah orang/volume harus didukung dengan data
yang akurat dan didukung dengan analisis tren.
Sedangkan untuk kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan proses pengadaan
barang/jasa dilakukan melalui pengawalan pelaksanaan supaya tidak melampaui
tahapan waktu kritis pengumuman lelang dengan mempertimbangkan kemungkinan
adanya gagal lelang.

51
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

Tabel Evaluasi Hasil Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Daerah Tahun 2014

52
RKPD Provinsi Papua Barat

2.3 Permasalahan Pembangunan Provinsi Papua Barat


Pembangunan daerah yang telah dilaksanakan diberbagai sektor selama
memberikan hasil dan manfaat bagi kehidupan masyarakat secara keseluruhan di Pap
Namun demikian, permasalahan yang timbul dalam proses pembangunan menyebabka
kesejahteraan hidup mayarakat yang memadai belum terealisasi sesuai dengan
Pembangunan yang dilaksanakan belum sepenuhnya diikuti oleh penguatan kelembagaa
termasuk alokasi sumberdaya yang efisien. Manfaat pembangunan yang diharapkan belum
dan kerawanan sosial masih sering terjadi, sehingga kehidupan masyarakat belum sep
membaik. Keadaan ini timbul sebagai akibat dari berbagai permasalahan yang terjadi b
lalu maupun sekarang yang belum teratasi secara maisu strasimal.
1. Secara geologi, tingkat kemampuan tanah sangat bervariasi dari rendah sampai tingg
banyak faktor penghambat yang dijumpai di suatu wilayah seperti lereng terjal, kete
air kurang dan mudah terjadi erosi maka dapat dikatakan kemampuan pada wilayah
rendah.
2. Bila ditinjau dari latar belakang geomorfologi dan geologinya, tanah di Provinsi Pap
sangat rawan erosi, rawan longsor, sementara tebing cenderung rawan gugur.
3. Dilihat dari sumberdaya alam darat Provinsi Papua Barat memiliki kekayaan alam ya
berupa hamparan hutan tropika humid yang sangat luas yang didalamnya terdapat
lindung. Di kawasan lindung ini pula terkandung sumberdaya andalan Provinsi Pap
berupa batu bara dan mineral galian. Kombinasi keruangan yang paling rawan ialah
dan hutan. Sejarah Papua Barat telah mencatat bahwa eksploitasi hutan di form
mengandung batubara telah menghasilkan bencana banjir.
4. Karena sifat fisik ruang habitatnya sumberdaya alam perairan laut cenderu
sepenuhnya dapat dikuasai/dimanfaatkan oleh penduduk. Ada peluang infiltrasi pem
oleh kekuatan ekonomi dari luar daerah, yang dari segi teknologi maupun organisasi
cenderung lebih unggul. Meskipun demikian paling tidak ada dua zona di mana p
daerah mempunyai keunggulan akses, baik dari segi fisik maupun segi hukum, yakn
perairan zona I (<6mil) dan perairan interface (payau). Sumber kerawanan utama di
ini adalah apabila terjadi eksploitasi yang berlebihan dan pencemaran air
penambangan emas, batubara dan minyak bumi.
5. Secara kultural penduduk asli Papua Barat masih terpisah oleh sekat-sekat nilai a
dalam beberapa hal sangat eksklusif. Dari segi pendidikan, pendatang cenderung
pendidikan lebih tinggi. Orientasi adat asli dalam memanfaatkan sumber alam pada u
mengandung kebijakan ekologi yang tinggi. Sementara itu sebagian besar p
berorientasi komersial. Ada semangat datang, lihat, ambil dan hengkang (pergi). Pap
bagi mereka bukan habitat, tetapi tidak lebih dari kesempatan investasi dan ekstrasi.
6. Jaringan jalan merupakan salah satu unsur utama yang diperlukan dalam proses p
potensi-potensi wilayah ke dalam satu sistem interaksi yang produktif. Melalui jarin
terangkai secara sistemik sinergi keruangan yang produktif antara sumberdaya, baik
di dalam wilayah maupun yang ada di luar wilayah dapat dikembangkan di Provin
Barat. Dari segi fisik pembangunan jalan berhadapan dengan medan pegunungan
segi geomorfologi sangat rawan. Ini berarti beban biaya konstruksi dan beban biaya p
yang mahal. Pengembangan jaringan menerobos pegunungan yang sebagian berfungs
kawasan lindung dan kawasan hutan produksi akan merangsang eksploitasi hu
tambang yang secara ekologis sulit dikendalikan keamanannya.
7. Minimnya infrastruktur disuatu wilayah seperti kondisi jalan, alat transportasi, penera
RKPD Provinsi Papua Barat

8. Di bidang Perlindungan dan pengamanan masyarakat, permasalahan yang dihada


kurangnya sumberdaya manusia yang menangani perlindungan dan pengaman
minimnya prasarana dan sarana yang mendukung bidang tersebut, sementara di
Papua Barat merupakan wilayah yang rawan bencana alam terutama Gempa Bumi dan
9. Permasalahan yang dihadapi di bidang kependudukan dan sumberdaya manusia
Papua Barat adalah kualitas dan kuantitas SDM yang masih rendah, SDM belum
bersaing dalam dunia global yang semakin menuntut kompetensi tinggi, jumlah p
yang tidak merata dan tersebar dalam kelompok-kelompok kecil di daerah pedala
pulau-pulau terpencil, serta cenderung terpusat di daerah perkotaan.
10. Permasalahan di bidang pendidikan yang terjadi di Provinsi Papua Barat antara lain
peningkatan pengetahuan masyarakat, pemerataan pendidikan di berbagai jenis da
pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan di semua jenjang pe
peningkatan pelayanan serta sarana dan prasarana pendidikan.
11. Sementara di bidang kebudayaan, sebagaimana diketahui bahwa Provinsi Papua Barat
masyarakat yang heterogen dan multi etnis. Besarnya jumlah migran yang masuk ke
Provinsi Papua Barat telah menimbulkan berbagai persoalan budaya dalam intera
etnik pendatang dengan penduduk setempat. Salah satu persoalan yang menon
dialami oleh Suku Asli Papua Barat adalah peliknya masalah hak ulayat.
12. Provinsi Papua Barat mempunyai luas wilayah 140.375,62 Km2, sebagian besar berup
Hutan.Dengan luas hutan yang sedemikian besar maka produksi hasil hutan m
andalan untuk memperoleh pendapatan bagi Provinsi Papua Barat. Masalah yang
dalam pengembangan sub sektor kehutanan antara lain adanya penurunan produktiv
hutan alam akibat konversi lahan dari lahan hutan sekunder ke areal HTI, per
transmigrasi, pertambangan dan lain-lain. Pelanggaran lalu lintas hasil hutan, tebang
perambahan hutan cenderung meningkat sementara jumlah personil pen
perlindungan hutan (Jagawana) terbatas dan belum didukung oleh sarana operasio
memadai. Permasalahan lainnya adalah belum adanya data yang akurat tentang luas
lahan kritis sehingga kurang membantu dalam penyusunan program. Pelaksanaa
reboisasi dan penghijauan di hutan lindung sering terhambat dengan masalah
lahan/perambahan hutan oleh masyarakat yang status kepemilikannya belum jelas.
13. Dalam setiap kegiatan pengembangan wilayah, salah satu bidang yang sangat penti
diperhatikan adalah bidang infrastruktur. Bila dilihat dari wilayah Provinsi Papua Ba
sangat luas dengan jarak antar Kota/ Kabupaten yang relatif jauh menjadikan perm
infrastruktur terutama jalan menjadi hal yang sangat mendesak.
14. Di bidang agroindustri, kendala yang dihadapi adalah pelaksanaan kegiatan yan
terkoordinasi dengan baik dan kesulitan mengubah pola pikir petani terhadap pem
dan penerimaan inovasi bidang agribisnis dan agorindustri.
15. Di bidang sosial, penduduk Provinsi Papua Barat dengan latar belakang budaya dan e
beragam sangat rentan terhadap terjadinya konflik horisontal, terutama disebabka
kesenjangan sosial.
16. Di bidang pariwisata, realitas pembangunan kepariwisataan baik wisata alam maupu
buatan di Provinsi Papua Barat dianggap masih sebatas skenario/wacana, sehingg
dikembangkan dan dikelola secara profesional.

2.4 Isu Strategis Pembangunan Provinsi Papua Barat Tahun 2016


Dari permasalahan pembangunan yang harus dihadapi Provinsi Papua Barat, ada
RKPD Provinsi Papua Barat

1. Terbatasnya infrastruktur dasar wilayah, terutama infrastruktur transportasi sebagai


kawasan terisolir
Belum rampungnya pembangunan Jalan Raya Trans Papua Barat menimbulkan p
dalam pembangunan Provinsi Papua Barat secara keseluruhan. Hal ini dikarenak
merupakan infrastruktur utama dalam menggerakkan pertumbuhan perkenomian
menyangkut perpindahan barang terutama komoditas bernilai ekonomis tinggi dan pen
Dengan adanya jaringan jalan juga dapat mendorong percepatan pembangunan
mempermudah akses antar wilayah yang terdapat di Provinsi Papua Barat. Kendala Utam
pembangunan infrastruktur jalan di Provinsi Papua adalah bentuk morfologi yang didomi
pegunungan sehingga membutuhkan biaya konstruksi dan biaya perawatan yang tinggi.
Perlu adanya peningkatan Infrastruktur perhubungan laut mengingat wilayah Pap
yang dibatasi oleh Laut untuk mencapai wilayah Provinsi lain, selain itu juga Transpor
dapat digunakan sebagai alternatif penghubung antar wilayah Kabupaten/ Kota di Provin
Barat. Kemudian selain infrastruktur perhubungan; prasarana dasar menyangkut kete
energi, kemudahan sarana telekomunikasi, ketersediaan pasokan air bersih yang memad
yang memadai, lingkungan permukiman penduduk yang sehat juga menjadi isu
pembangunan provinsi Papua Barat.

2. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia lokal


Kualitas penduduk asli Papua Barat yang relatif lebih rendah jika dilihat dar
pendidikannya, sehingga belum mampu bersaing dengan penduduk pendatang dari lua
Provinsi yang sengaja mencari peluang di Provinsi Papua Barat. Di satu sisi para p
tersebut mampu membawa pengaruh positif terhadap perkembangan wilayah dengan tu
dalam kegiatan pembangunan, namun di sisi lain akan mempersempit peluang bagi pend
dalam memperebutkan kesempatan kerja.
Indeks Pembangunan Manusia merupakan indikator yang paling sederhana
komponen yang empiris sebagai indikator tingkat kualitas masyarakat.Ukura
didalamnyalah yang sejatinya digunakan sebagai acuan dalam memilih alternatif k
program, maupun kegiatan yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas masyarakat d
Papua Barat.Permasalahan kualitas sumber daya manusia di Provinsi Papua Barat mema
sedemikian kompleks. Karenanya perlu menjadi prioritas objek sekaligus subje
penyelenggaraan pembangunan.

3. Belum optimalnya upaya pengurangan kemiskinan di kawasan terisolir


Upaya pengurangan kemiskinan di kawasan terisolir yang belum optimal disebab
terbatasnya infrastruktur dasar wilayah, terutama infrastruktur transportasi sebagai
kawasan terisolir. Selain itu juga disebabkan masih rendahnya pertumbuhan aktivitas
masyarakat dengan perkembangan yang stagnan pula. Karenanya pembukaan akses ke
terisolir perlu menjadi prioritas pembangunan demi mengurangi kemiskinan.
Ketimpangan antarwilayah dan antarkelompok bukan hanya berujung pada kem
tetapi juga dapat menimbulkan perpecahan dan konflik. Karenanya salah satu visi pemb
di masa depan haruslah menuju kepada pemerataan pembangunan di semua wilayah da
lapisan masyarakat, terutama kaitannya dengan aspek ekonomi serta sarana dan prasaran

4. Belum optimalnya tata kelola pemerintahan yang baik dalam koridor Otonom
Provinsi
RKPD Provinsi Papua Barat

Disamping itu, kemampuan untuk mengelola pembangunan yang terbatas menyebab


mutu dan intensitas pelayanan kepada masyarakat ikut terkendala.
Pembenahan tata kerja atau sistem dan prosedur penyelenggaraan pemerintahan
Papua Barat menjadi pusat perhatian dalam peningkatan kemampuan untuk mela
pelayanan kepada masyarakat di Provinsi Papua Barat. Tentunya pemerintahan diselen
dalam koridor Otonomi Khusus, dimana pemerintah Provinsi Papua Barat harus
menentukan sendiri arah pembangunan sesuai dengan visi pembangunan yang diusung
menggunakan skema-skema dan pola-pola pembangunan yang spesial dan efektif serta t
disamakan dengan daerah lainnya di Indonesia.

5. Belum meratanya akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, terjang


berkesimbungan
Minimnya sarana dan prasarana sosial ekonomi termasuk didalamnya layanan k
juga menjadi penyebab kemiskinan.Untuk Provinsi Papua Barat yang pola sebaran pend
tidak memusat, pelayanan kesehatan perlu diselenggarakan secara efektif di dekat
kantung permukiman penduduk. Tidak lagi dapat menggunakan standar-standar ya
digunakan di daerah lain di Indonesia.

6. Belum Optimalnya Pemihakan bagi Orang Asli Papua (Affirmative Action)

Pemberian kuota bagi putra-putri Asli Papua untuk dapat menempuh pendidikan m
dan tinggi terbaik di luar Papua; Memberikan kuota pendidikan kedinasan sebagai Penerb
POLRI, STAN; Pemberian kuota bagi putra-putri Asli Papua untuk dapat untuk dapat kes
bekerja pada perusahaan nasional/swasta terbaik; Pemberian kesempatan bagi p
lokal/asli papua untuk memperoleh proyek pemerintah/swata.
RKPD Provinsi Papua Barat

BAB 3 RANCANGAN
KERANGKA EKONOMI
DAERAH DAN KEBIJAK
KEUANGAN DAERAH

3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah


Perkembangan ekonomi makro Papua Barat masih lebih banyak didoro
peningkatan konsumsi, terutama konsumsi pemerintah (realisasi belanja APBD) da
tangga Kinerja sektor utama masih didominasi oleh sector industry pengolahan yan
dari produksi LNG Tangguh sebesar 54,26 persen Sektor dominan lainnya antara la
pertanian sektor konstruksi sektor Perdagangan hotel dan restoran serta sektor jasa
Sumbangan Papua Barat terhadap PDB Nasional masih sangat rendah, kuran
persen. Namun demikian Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) daerah Papua Barat sel
tinggi dari laju pertumbuhan nasional bahkan pada tahun 2010 tercatat seba
pertumbuhan tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 27,47 persen karena adanya
LNG Tangguh. Selanjutnya terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi daerah dip
oleh stabilnya produksi LNG Tangguh yang masih dominan . Selain itu tingkat inves
masuk masih terbatas yang disebabkan antara lain masih terbatasnya infra
pelayanan investasidan ketersediaan SDM.

Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusifdan be


kebijakan perekonomian Papua Barat kedepan antara lain diarahkan pada pen
perekonomian daerah berbasis potensi unggulan daerah,pembangunan infrastru
pengembangan teknologi, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia.

3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah


a. Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Provinsi Papua Barat selama empat tahun terakhir (2010-2014)
tumbuh sebesar 20,2 persen Pertumbuhan ini jauh di atas tingkat pertumbuhan
yang rata-rata hanya sekitar 6,2 persen. Namun demikian, patut kita cermati bersam
pertumbuhan ekonomi Papua Barat cenderung mengalami penurunan bahkan
dengan triwulan III-2014 pertumbuhan ekonomi Papua Barat hanya sebesar 4,48%
disebabkan masih tingginya ketergantungan perekonomian Papua Barat pada sum
alam khususnya pada industry pengolahan minyak dan Gas Bumi Oleh karena itu,
eksternal seperti fluktuasi harga internasional maupun permintaan global mempun
yang sangat besar dalam dinamika perekonomian di Papua Barat. Berdasarkan cata
Indonesia perwakilan Papua Barat, Laju pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2015 seb
RKPD Provinsi Papua Barat

Gambar. 3.1 Laju Pertumbuhan Ekoomi Papua Barat Tahun 2010 - 2014

Sumber : BPSProvinsiPapua Barat,2011-2015

b. Produk DomestikRegional Bruto (PDRB)

Selama kurun waktu 2013 2014nilai PDRB Papua Barat mengalami peningka
cukup signifikan.Nilai PDRB pada Tahun 2013 Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) se
50.957,46 Trilyun naik pada Tahun 2014 menjadi Rp.57.990,06 Trilyun. Sedangkan N
Atas Harga Dasar Konstan (ADHK) naik dari Rp.15.084,92 Trilyun pada tahun 2013
Rp.15.760,01 Trilyun pada tahun 2014
Sektor PDRB yang memberikan kontribusi dominan terhadap PDRB Pap
tahun 2014 yaitu sektor industri pengolahan (52,55%) sektor pertanian (11,56 %
Konstruksi (9,04 %) serta sektor perdagangan, hotel dan restoran ( 7,25 %).Jika diba
dengan tahun 2013, maka ketiga sektor tersebut masih menjadi sektor dominan dal
Papua Barat. Apabila dilihat dari laju pertumbuhan PDRB pada tiap sektor tahun 20
diketahui bahwa meskipun nilai laju pertumbuhan tiap sektor lebih kecil diba
tahun2013, tetapi semuasektor mengalami pertumbuhan positif, walaupun
kecenderungan penurunan dibandingkan dengan tahun 2013.Nilai PDRB
pertumbuhan, serta kontribusi sektor pada PDRB Papua Barat Tahun 2013201
lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.1 danTabel 3.2.
RKPD Provinsi Papua Barat

Tabel. 3.1 Nilai dan Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013-
ADHB ADHK Laj
No Lapanga Pertumbu
(TrilyunRupiah) (TrilyunRupiah)
n
Usa 2013 2014*) 2013 2014*) 2013
ha
1 Pertanian 5.932,56 6.706,10 2.149,04 2.167,97 3,52
2 Pertambangan
&Penggalian 2.895,69 3.232,31 1.222,08 1.216,02 0,19
3 Industri
Pengolahan 27.681,88 30.475,29 7.129,28 7.373,46 12,56
Listrik,Gas&
4 Air Bersih 150,65 176,17 44,01 47,87 9,02
5 Konstruksi 3.937,44 5.244,67 1.008,56 1.150,04 11,37
Perdagang
6 an, Hotel 3.514,45 4.205,34 1.024,46 1.117,13 11,76
dan
Restauran
Perangkutan
7
dan 2.416,98 2.907,55 838,22 917,76 10,22
Komunikasi
8 Keu,
Persewaan 1.008,67 1.136,54 261,86 250,67 12,66
9 &JasaPerh.
Jasa-jasa 3.419,14 3.906,09 1.407,40 1.519,09 8,69
PDR 50.957,46 57.990,06 15.084,9 15.760,01 9,47
B 2
Sumber : Berita Resmi Statistik (BRS) ,2015
Keterangan:*)Angka Sementara

Tabel. 3.2 Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2013-2014 (%)

No LapanganUsaha 2013 20
1 Pertanian 11,64 11,5
2 Pertambangan & Penggalian 5,68 5,5
3 Industri Pengolahan 54,32 52,5
4 Listrik,Gas & Air Bersih 0,30 0,3
5 Konstruksi 7,73 9,0
6 Perdagangan, Hotel dan Restauran 6,90 7,2
7 Perang kutan dan Komunikasi 4,74 5,0
8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perh. 1,98 1,9
9 Jasa-jasa 6,71 6,7
PDRB 100,00 10
Sumber:Berita Resmi Statistik (BRS), 2015
Keterangan:*)Angka Sementara
RKPD Provinsi Papua Barat

yaitusebesar 50,08 %, diikuti dengan impor sebesar 37,67 % dan konsumsi ruma
seberar 36 %. Namun jika dibandingkan dengan tahun 2013, diketahui bahwa d
PDRB tahun 2014 pada komponen pengeluaran ekspor cenderung mengalami penin
Distribusi PDRB secara lengkap menurut penggunaan dapat dilihat pada Tabel 3.3

Tabel. 3.3 Distribusi PDRB Papua Barat


Menurut Jenis Penggunaan Tahun 2013 2014 (%)

No Komponen Penggunaan 2013 2014*)


1 Konsumsi RumahTangga 35,36 36,00
2 Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 0,37 0,41
3 Konsumsi Pemerintah 13,46 14,04
4 PMTB 24,61 26,45
5 Perubahan Stok 9,85 10,68
6 Ekspor 51,72 50,08
7 Dikurangi Impor 35,32 37,67
PDRB 100,00 100,00

Sumber:BeritaResmiStatistik(BRS),2015
Keterangan:*)AngkaSementara

PDRB perkapita merupakan PDRB yang dibagi dengan jumlah pendud


pertengahan tahun.Pada Tahun2013, PDRB per kapita Papua Barat ADHB mencap
juta, meningkat dibandingkan dengan tahun 2012. Sedangkan PDRB per kapita Pap
ADHK tahun 2013 sebesar Rp.18,18juta,juga meningkat disbandingkan tahun 20
perkapita Papua Barat tergolong tinggi, namun demikian hal ini tidak mem
gambaran yang kesejahteraan masyarakat yang sebernarnya. PDRB Per kapita Pap
secara lengkap dapat dilihat pada Tabel. 3.4.
Tabel. 3.4 PDRB per Kapita Papua Barat Tahun 2012 -2013

No Uraian 2012 2013


1 PDRB per Kapita ADHB (juta rupiah) 58,76 64,00

2 PDRB per Kapita ADHK (juta rupiah) 16,88 18,18

Sumber : Berita Resmi Statistik (BRS) ,2015(diolah)

c. Inflasi
Tingkat inflasi Papua Barat relatif terjaga, dalam 5 tahun terakhir dengan rata-ra
tahunan Papua Barat mencapai 5,49%, atau lebih rendah dari rata-rata inflasi nasio
mencapai 6,36%. Namun pada triwulan II-2012 hingga triwulan III-2013, tingkat
Papua Barat sempat berada di diatas inflasi nasional.
Perkembangan terakhir menunjukkan terdapat tekanan inflasi yang meningk
Desember 2014, yaitu sebesar 8,22 % (yoy), dibandingkan dengan inflasi Tahun 2013
yoy). Kondisi tersebut terutama disebabkan karena dampak dari kenaikan ha
bersubsidi, disertai kenaikan tarif transportasi udara dan harga aneka ca
membumbung tinggi menjelang hari-hari besar keagamaan. Berdasarkan cata
RKPD Provinsi Papua Barat

Gambar. 3.2 Inflasi Papua Barat Tahun 2010-2014

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2010-2015

3.1.2 Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah

Kondisi Papua Barat Tahun 2016 masih terpengaruh oleh kondisi perekonomian d
nasional,dengan tantangan terhadap perekonomian Papua Barat adalah

1. Implementasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang separuh pendudukny


penduduk Indonesia, termasuk di dalamnya penduduk Papua Barat sebagai ko
terbesar dan memberikan tantangan bagi persaingan tenaga kerja profesional;
2. Adanya kelemahan pada struktur produksi domestic, antara lain tin
ketergantungan pada ekspor bahan baku yang berasal dari sumber daya alam b
tambah rendah akan membuat pertumbuhan ekonomi rentan terhadap flu
harga.
3. Tingginya ketergantungan pemenuhan kebutuhan pokok yang harus didatangka
luar Papua Barat.
4. Belum berfungsinya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang menyebabkan inv
swasta masih terbatas. Fluktuasi harga BBM dunia mengakibatkan ketidakp
ekonomi;
5. Masih rendahnya kualitas SDM mengakibatkan daya saing yang rendah;
6. Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam lokal.

Prospek atau Peluang perekonomian daerah yang dapat dimanfaatkan Papua Ba


antara lain meliputi :
1. Potensi sumber daya alam yang melimpah dan belum dimanfaatkan sepenuhny
RKPD Provinsi Papua Barat

4. Meningkatnya pelayanan dan kemudahan investasi;


5. Adanya komitmen dan dukungan kabupaten/kota pada pengembangan pote
regional;
6. terbukanya peluang pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawa
Industri;

Berdasarkan kondisi perekonomian Papua Baratsaat ini, serta memperhati


tantangandan peluang ke depan, makaperekonomian Papua Barat Tahun 2016 da
diprediksikan sebagaimana tertuang dalamTabel 3.5.

Tabel 3.5 Perkembangan Ekonomi Papua Barat Tahun 2013


2014, Target Tahun 2015 dan Prediksi Tahun 2016

No Indikator 2013 2014 2015*) 2016**)


1. PDRB:
Atasdasarhargaberlaku
(Milyar Rp) 50.957,46 57.990,06
Atasdasarhargakonstan
(Milyar Rp) 15.084,92 15.760,0
LajuPertumbuhanEkonomi 1
2. 9,47 4,48 68 6-8
(%)
3. Inflasi(%) 7,38 6,55 7 7,5 6-7
4. PDRB/Kapitaatasdasar
hargakonstan(JutaRp) 61,46
5. Kebutuhaninvestasi
(TrilyunRp.) 2.141 3.700 4.500 5.500
6. TingkatPengangguran
Terbuka(TPT)(%) 4,62 4,75 4,02
7. Kemiskinan(%) 27,14 25,12 23,57
8. NTP 99,64
Sumber: BRSPapua Barat,2015;RPJMDProv.Papua Barat Tahun 2012-2016

Target pembangunan Papua Barat diTahun 2016sebagaimana tertuang dalam RPJM


2012-2016 maka kebijakan perekonomian daerah Tahun 2016 diarahkan pada pen
perekonomian daerah berbasis potensi unggulan daerah sehingga pertumbuhan
yang inklusif dan berkualitas dapat dicapai. Upaya yang dilakukan antara lain melalu
1. Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Arar dan Pembangunan Kawasan
Teluk Bintuni.
2. Pengembangan sarana prasarana perekonomian daerah;
3. Konektivitas antara pusat pertumbuhan ekonomi tinggi dengan rendah
meningkatkan kualitas dan ketersediaan infrastuktur yang semakin baik;
4. Peningkatan kapasitas pengusaha Orang Asli Papua
5. Meningkatkan daya saing produk UMKM/IKM berbahan baku lokal;
6. Peningkatan akses pasar dan promosi bagi potensi unggulan di daerah;
7. Peningkatan iklim usaha kondusif terutama bagi investasi yang menyerap ten
RKPD Provinsi Papua Barat

3.2 Arah Kebijakan Keuangan Daerah


3.2.1 Proyeksi Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan
Kinerja keuangan daerah Provinsi Papua Barat tahun 2016 diperkirakan akan me
penurunan dari tahun 2015 sebesar Rp.6.350.541.343.385,80 menjadi Rp. 5.947.880.33
terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp. 298.434.000.000,00 dana perim
sebesar Rp. 2.623.043.644.893,00 dan lain-lain pendatan yang sah sebe
3.026.402.691.000,00. Perkiraan Pendapatan daerah Provinsi Papua Barat pada tah
sebesar Rp.6.350.541.343.385,80 bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rp.289.969.200.000,- Dana Perimbangan sebesar Rp.3.034.151.452.385,80,- dan
pendapatan yang sah sebesar Rp.3.026.420.691.000,- dari data sumber pendapat
merupakan sumber pendanaan pembangunan Provinsi Papua Barat menunjukkan
ketergantungan terhadap sumber pendanaan pemerintah pusat masih sangat ting
sebesar 95,43 persen, sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih sangat rend
ebesar 4,57 persen Secara rinci perkembangan realisasi pendapatan daerah Provin
Barat dapat dilihat pada Tabel 3.6.
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

Tabel 3.6.
Realisasi dan Proyeksi Pendapatan Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2013 2016

Jumlah(Rp.000,-)
No Uraian R.2013 R.2014 *) 2015**) 2016***)
1. Pendapatan Asli Daerah 236.282.889.480 306.674.697.583 289.969.200.000 298.434.000.000,00
1.1. Pendapatan Pajak Daerah 184.122.826.272 225.255.790.647 231.288.200.000 226.984.000.000,00
1.2. Hasil Retribusi Daerah 1.944.899.940 1.206.600.394 1.545.000.000 1.545.000.000

Hasil Pengelolaan
1.3. 14.364.749.646 20.000.000.000 20.000.000.000,00
Kekayaan daerah yang dipisahkan 13.020.673.723
1.4. Lain-lain Penda patan Asli Daerah 37.194.489.545 65.847.556.896 37.136.000.000 49.905.000.000,00
2. Dana Perimbangan 2.992.755.350.2 2.783.645.234.923 3.034.151.452.385,80 2.623.043.644.893,00
2.1. Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 94
1.862.951.513.2 1.600.164.845.923 1.674.193.727.385,80 1.246.588.069.893,00
2.2. Dana Alokasi Umum 94
1.064.872.637.0 1.122.264.659 1.284.079.945.000 1.284.079.495.000,00
2.3. Dana Alokasi Khusus 00
64.931.200.000 61.215.730.0
.000 75.877.780.000 92.376.080.000
00
3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 2.613.280.717.000 2.672.023.269.000 3.026.420.691.000 3.026.402.691.000

3.1 DanaPenyesuaian dan Otonomi Khusus 541.822.659.000 624.712.315.000 159.093.600.000 3.026.402.691.000


3.2 Dana Insentif Daerah - - - -
3.3 Pendapatan Hibah dari Badan/Lembaga - - - -
Dana Percepatan Pembangunan - -
3.4 428.571.429.000 750.000.000.000
Infrastruktur Daerah
3.5 Pendapatan lainnya/Dana Otonomi Khusus 1.642.886.629.000 2.047.315.954.000 2.117.327.091.000 -
Jumlah Pendapatan Daerah (1+2+3) 5.842.318.956.774 5.762.343.201.506 6.350.541.343.385,80 5.947.880.335.893,00
Sumber : BPKADProv.Papua Barat Tahun 2015
Keterangan:*)RealisasisebelumUnAudit **) APBD Murni Tahun 2015
***) Target Tahun 2016 menggunakan target sementara Tahun 2015

75
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

Berdasarkan perkiraan pendapatan tahun 2015, Kontribusi masing-masing pendapatan


dapat dilihat dari proporsinya terhadap total pendapatan daerah. Proporsi PAD Papua Barat
terhadap total pendapatan daerah pada tahun 2015 sebesar 4,57 persen, terjadi penurunan
bila dibandingkan realiasi tahun 2014 sebesar 5,32 persen. Hal ini diakibatkan adanya
penurunan pada lain-lain pendapatan asli daerah. Pada Tahun 2016 diproyeksikan PAD
akan mengalami penurunan, Sedangkan Dana Perimbangan dari pemerintah pusat
memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah sekitar 47,78 persen, bila dibandingkan
dengan realisasi tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 0 , 5 3 persen Kontribusi terbesar
berasal dari dana bagi hasil (DBH) sebesar 26,36 persen dan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar
20,22 persen.Sumber lainnya adalah lain-lain pendapatan daerah yang sah 47,66 persen
ditahun 2015, dengan kontribusi terbesar berasal dari dana Otonomi Khusus sebesar 33,34
persen.. Kontribusi masing-masing sumber pendapatan daerah Provinsi
Papua Barat tahun2012 2016 dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel. 3.7 Persentase Sumber-Sumber Pendapatan Daerah


Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2016

No. Uraian 2013 2014*) 2015**) 2016***)


1 Pendapatan Asli Daerah 4,04 5,32 4,57
1.1 Pajak daerah 3,15 3,91 3,64
1.2 Retribusi daerah 0,03 0,02 0,02
1.3 Hasil pengel.Kekasda yg dipisahkan 0,22 0,25 0,31
1.4 Lain-lainPADyangsah 0,64 1,14 0,58
2. Dana Perimbangan 51,23 48,31 47,78
2.1 Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 31,89 27,77 26,36
2.2 DAU 18,23 19,48 20,22
2.3 DAK 1,11 1,06 1,19
3. Lain-lain Pendapatan yang Sah 44,73 46,37 47,66
3.1 Dana penyesuaian 9,27 10,84 2,51
3.2 Dana nsentif daerah - - -
3.3 PendapatanHibahdari Badan/Lembaga - - -
DanaPercepatan Pemb.
3.4 7,34
Infrastruktur Daerah - 11,81
3.5 Pendapatan lainnya/Dana Otsus 28,12 35,53 33,34
Jumlah Pendapatan Daerah(1+2+3) 100,00 100 100 100
Sumber: BPKADProvinsiPapua Barat,2015
Ket:*)RealisasisebelumUnAudit
**)APBDMurniTahun2015
***)Proyeksitahun2016adalahAngkaSementara

76
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

3.2.2 Arah Kebijakan Pendapatan Daerah


Kebijakan keuangan daerah secara garis besar akan tercermin pada kebijakan
pendapatan belanja serta pembiayaan yang harus dikelola secara tertib, efisien, ekonomis,
efektif, transparan dan bertanggung jawab serta taat pada peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka meningkatkan kinerja pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan
daerah, maka kebijakan yang diambil adalah sebagai berikut.

Dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah, maka ditetapkan kebijakan umum dalam
pengelolaan pendapatan daerah tahun 2016 meliputi :
a. Optimalisasi penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah;
b. Optimalisasi pemanfaatan/pemberdayaan aset daerah;
c. Peningkatan dana perimbangan dari Dana Alokasi Umum dan bagi hasil pajak, bukan pajak dan
pembaharuan data;
d. Mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia yang ada
guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah;
e. Peningkatan kerjasama dengan instansi terkait dalam rangka optimalisasi penerimaan DBH
Pajak/Bukan Pajak;
f. Meningkatkan kerjasama Pemerintah dan Swasta.

Kebijakan tersebut ditempuh melalui penajaman potensi riil sumber-sumber pendapatan dan
peningkatan kualitas pelayanan publik secara akuntabel; menginventarisir dan mengoptimalkan
pendayagunaan aset-aset daerah agar dapat memberi kontribusi pada PAD; peningkatan
pelayanan perpajakan, retribusi daerah, dan pendapatan lain-lain.

3.2.3 Arah Kebijakan Belanja Daerah


Dalam rangka mewujudkan sinergitas rencana program dan kegiatan prioritas
pembangunan daerah tahun 2016 serta berkontribusi terhadap capaian RPJMN tahun 2016,
maka kebijakan Belanja Daerah yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung
yang diarahkan untuk :
a. Pemenuhan pembiayaan belanja yang diarahkan,belanja wajib dan mengikat untuk
menjamin pelayanan dasar masyarakat, belanja yang ditentukan proesentasenya sesuai
amanat perundang-undangan, belanja pemenuhan urusan sesuai SPM dan belanja lain-lain.
b. Membiayai program dan kegiatan yang menjadi prioritas pembangunan Papua Barat Tahun
2016, meliputi: sektor pendidikan, sektor kesehatan,, pemberdayaan ekonomi,
pembangunan infrastruktur dan affirmative action.
c . Pemenuhan Dana Bagi Hasil kepada Kabupaten/Kota;
d. Alokasi dana Otonomi Khusus bagi kabupaten/Kota dan prioritas program kegiatan
Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi Orang Asli Papua
e. Mengupayakan alokasi belanja pendidikan sebesar 20 persen, belanja kesehatan sebesar 10
persen dari total beanja, belanja untuk alokasi dana desa sebesar 10 persen dari dana
perimbangan.

Kebijakan belanja daerah inidisusun berdasarkan prinsip-prinsip penganggaran dengan


pendekatan anggaran berbasis kinerja,dan memperhatikan prioritas pembangunan sesuai

77
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

permasalahan serta perkiraan situasi dan kondisi pada tahun mendatang, dan dilakukan secara
selektif, akuntabel, transparan, dan berkeadilan.
Belanja daerah Provinsi Papua Barat selama kurun waktu 3 (tiga) tahun (2013-
2016),cenderung mengalami peningkatan baik Belanja Tidak Langsung maupun Belanja
Langsung. Secara proporsi, BelanjaTidak Langsung lebih besar dibandingkan Belanja Langsung.
Hal tersebut dikarenakan komponen Belanja Tidak Langsung tidak hanya untuk Belanja Pegawai,
namun juga meliputi Belanja Hibah,Belanja Bantuan Sosial,Belanja Bagi Hasil kepada
Kabupaten/Kota, Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa
serta Belanja Tidak Teduga yang kesemuanya bukan merupakan belanja rutin,namun
merupakan belanja modal atau pembangunan di Kabupaten/Kota serta bantuan langsung
kepada masyarakat.
Idealnya persentase Belanja Langsung lebih besar dari pada Belanja Tidak
Langsung,namun banyak program pembangunan khususnya pembangunan pertanian,
pengembangan ekonomi lokal,penanganan infrastruktur, pengentasan kemiskinan dan
pendidikan yang harus ditangani, merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota,
sehingga untuk percepatan pelaksanaan pembangunan dan mengurangi kesenjangan antar
Kabupaten/Kota maka penyediaan anggaran tidak dapat dialokasikan pada Belanja
Langsung,karena alokasi Belanja Langsung merupakan penyediaan anggaran untuk pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi.
Kebutuhan belanja langsung daerah tahun 2016 diproyeksikan meningkat dibandingkan
tahun 2015, yang digunakan untuk mendorong percepatan pencapaian target pembangunan,
terutama pada indikator yang belum tercapai sesuai hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan
tahun 2014. , Secara rinci realisasi dan proyeksi belanja daerah Tahun 2013-2016 dapat dilihat
pada Tabel 3.8.

78
RKPD Provinsi Papua Barat 2016
Tabel. 3. 8 Realisasi dan Proyeksi Belanja Daerah Papua Barat Tahun 2013 2016 (Rp.000,-)

Realisasi
No. Uraian 2015**) 2016***)
2013 2014*)
1. Belanja Tidak Langsung 2.405.369.894.763 2.876.703.562.137 3.816.278.611.892 3.724.324.355.634,60
1.1. Belanja Pegawai - 178.580.573.162 322.629.605.576 339.232.841.922,20
1.2. Belanja Bunga - - - 1.561.979.354,40
1.3. Belanja Hibah 467.016.555.000 463.623.362.500 461.650.600.000 543.472.001.400,00
1.4. Belanja Bantuan Sosial 38.319.892.838 35.295.750.000 42.419.000.000 47.256.000.000,00
1.5. Belanja Bagi Hasil 777.049.505.943 713.746.669.550 1.400.272.942.616 1.197.495.069.258,00
1.6. Belanja Bantuan Keuangan 1.120.101.440.982 1.485.457.206.925 1.574.306.463.700 1.580.306.463.700,00
1.7. Belanja Tidak Terduga 2.882.500.000 - 15.000.000.000 15.000.000.000,00
2. Belanja Langsung 833.669.082.067,10 2.552.145.928.894 2.950.450.680.422 3.764.843.989.722,40
2.1. Belanja Pegawai - 136.216.565.902 144.734.528.020 155.501.740.520,00
2.2. Belanja Barang Jasa - 1.224.141.281.150 1.295.240.416.597 1.799.649.815.590
2.3. Belanja Modal 833.669.082.067,10 1.191.788.081.842 1.510.475.735.805 1.809.692.433.612,00
Total Jumlah Belanja (1+2) 3.239.038.976.830,10 5.428.849.491.031 6.766.729.292.314 7.489.168.345.357,00
Sumber : BPKADProvinsiPapua Barat,2015

79
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

3.2.4 Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah


Pembiayaan Daerah bertujuan untuk memperoleh gambaran dari pengaruh
kebijakan pembiayaan daerah pada tahun-tahun anggaran sebelumnya terhadap
surplus/deficit belanja daerah sebagai bahan untuk menentukan kebijakan pembiayaan
dimasa yang akan dating dalam rangka penghitungan kapasitas pendanaan
pembangunan daerah.
Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembalidan/ atau
pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran berkenaan
maupun pada tahun anggaran berikutnya, dan pada hakekatnya meliputi semua
transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus.
Penerimaan Pembiayaan Daerah Provinsi Papua Barat dari Tahun 2012-2014 sebagian
besar bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun anggaran
sebelumnya dengan jumlah SiLPA cenderung fluktuatif, dan selanjutnya diprediksikan
akan semakin kecil. Sedangkan Pengeluaran Pembiayaan Daerah untuk pembentukan
dana cadangan dan penyertaanmodal.
Kebijakan Pembiayaan Daerah terdiri dari Kebijakan Penerimaan Pembiayaan dan
Pengeluaran Pembiayaan Daerah diarahkan untuk :
a. Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA)Tahun 2015 sebagai sumber
penerimaan pada APBD Tahun Anggaran 2016, didasarkan pada perhitungan yang
cermat dan rasional;
b. Penyertaan modal dalam rangka pemenuhan kewajiban dalam prinsip kehati-
hatian (prudential);
c. SiLPA diupayakan menurun seiring dengan semakin efektifnya penggunaan
anggaran;
d. Membentuk dana cadangan.

Selengkapnya realisasi dan proyeksi pembiayaan tahun 20132016 dapat dilihat pada
Tabel 3.9.

80
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

Tabel 3.9.
Realisasi dan Proyeksi Pembiayaan Daerah Provinsi Papua Barat
Tahun 2013 2016

JenisPenerimaandan JUMLAH(Rp.000,-)
No. PengeluaraanPembiayaanDaerah R.2013 R.2014*) 2015**) 2016**)
1. PenerimaanPembiayaan 398.118.931.990,04 282.829.738.319,73 746.207.070.942,20 746.207.070.942,2
1.1. SILPA 398.118.931.990,04 282.829.738.319,73 746.207.070.942,20 0
Penerimaan Pinjaman Pokok Dana
1.2. 0 0 0 0
Talangan
Penerimaan Pinjaman Pokok Dana
1.3. 0 0 0 0
Bergulir
Penerimaan Pinjaman Pokok Dana
1.4. 0 0 0 0
Bergulir UKM & IKM
Penerimaan Pinjaman Pokok Dana
1.5. 0 0 0 0
Bergulir Sapi Kereman
PenerimaanPinjamanPokokDana
1.6. 0 0 0 0
Bergulir Peralatan utk IKM
1.7. Penerimaan Piutang Daerah 0 0 0 0
Penerimaan Dana Bergulir
1.8 0 0 0 0
Penempatan TKI ke LN

81
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

JenisPenerimaandan JUMLAH(Rp.000,-)
PengeluaraanPembiayaanDaerah R.2013 R.2014JUMLAH(Rp.000,-)
*) 2015**) 2016**)
Penerimaan Pinjaman Pokok Dana JUMLAH(Rp.000,-)
No.
1.10 0
Bergulir Kepada Kelompok Tani 0 0 JUMLAH(Rp.000,-) 0
Penerimaan Kembali Dana Bergulir
1.11 0 0 0 0
Pembangunan Gedung BPR/BKK
1.12 Pencairan Dana Cadangan 0 0 0 0
2. Pengeluaran Pembiayaan 0 50.000.000.000 80.000.000.000 0
2.1. Pembentukan Dana Cadangan 0 0 0 0
2.2. Penyertaan Modal (investasi) 0 50.000.000.000 80.000.000.000 0
Pemberian DanaTalangan
2.3. 0 0 0 0
Pengadaan Pangan
2.4 Pembayaran Utang Daerah 0 0 0 0
Jumlah Pengeluaran Pembiayaan 0 0 0 0
Jumlah Pembiayaan Netto 398.118.931.990,04 232.829.738.319,73 666.206.070.942,20
Sumber:BPKAD Prov. Papua Barat , 2015
Keterangan: *)RealisasisebelumUnAudit
**)APBDMurniTA.2015
***)Proyeksitahun2016

82
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

Kebijakan keuangan daerah, baik arah kebijakan pendapatan, pembiayaan, maupun belanja
yang didukung dengan kebijakan keuangan negara, yang tertuang dalam APBD Provinsi Papua
Barat maupun APBN adalah untuk mendukung tercapainya target sasaran perencanaan
pembangunan Provinsi Papua Barat.

83
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

BAB 4 TEMA, PRIORITAS DAN


SASARAN PEMBANGUNAN
DAERAH

4.1 Tema Pembangunan Daerah


Tema Pembangunan Provinsi Papua Barat Tahun 2016 ditentukan dengan
mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Tahun 2012-2031 RPJPD
Provinsi Papua Barat memberikan arahan untuk periode lima tahun yang pertama ini
pembangunan di Provinsi Papua Barat diprioritaskan untuk mewujudkan komponen
visi pertama, yaitu Provinsi Papua Barat yang Mandiri. Seperti yang telah dituangkan
pada Misi Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Papua Barat, mandiri diartikan
sebgai kondisi dimana Provinsi Papua Barat telah menjadi wilayah dengan stabilitas
politik, pertahanan, dan keamanan. Selain itu Papua Barat juga memiliki ketahanan
pangan, prasarana dan sarana wilayah yang memadai, keuangan daerah dengan PAD
sebagai komponen utama yang membiayai pembangunan, yang kesemuanya
merupakan hasil dari tata kelola pemerintahan yang baik.
Pembangunan Daerah Tahun 2016 adalah bagian akhir dari tahapan Lima Tahun I
(20122016) Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2012-
2016. Penekanan tahapan Lima Tahun I (20122016) adalah upaya mewujudkan
ketahanan pangan, pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana wilayah, serta
pembenahan tata kelola pemerintahan. Namun penekanan upaya-upaya tersebut
bukan berarti mengabaikan arahan-arahan kebijakan lainnya. Berikut ini adalah
paparan sasaran pokok dan arahan kebijakan untuk pembangunan jangka menengah
pertama.

Gambar 4.1 Posisi Dokumen RKPD 2016 Terhadap RPJPD 2012-2031 dan
RPJMD 2012-2016
84
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

2. Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi (RTRWP) Tahun 2013-2033 Pembangunan
Daerah Tahun 2016 adalah bagian dari periode pelaksanaan tahap I (2013-2017)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Provinsi Papua Barat Tahun 2013- 2033, dalam
rangka mewujudkan Struktur Ruang Provinsi dan dan Pola Ruang Provinsiyang
meliputi:
a.Perwujudan Sistem Perkotaan Provinsi
b. Perwujudan Sistem Transportasi Provinsi Papua Barat
c. Perwujudan Sistem Prasarana lainnya
d. Perwujudan Kawasan Lindung Nasional dan Provinsi
e. Perwujudan Kawasan Budidaya
f. Perwujudan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional dan Provinsi.

3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2012- 2016.


Pembangunan Daerah Tahun 2016 adalah bagian dari RPJMD Tahun 2012- 2016 untuk
mewujudkan visi Provinsi Papua Barat Yang Maju, Mandiri, Bermartabat, dan Lestari.
Tahapan Tahun 2016 sebagaimana dalam tahapan indikasi tema tahunan RPJMD
2012-2016 adalah mendayagunakan dan menguatkan SDM unggul, kemiskinan dan
pengangguran menurun, ekonomi tumbuh, pemerataan perekonomian serta
infrastruktur mantap.

Skenario tahapan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2012-2016


tidak terlepas dari tahapan lima tahunan Rencana Jangka Panjang Daerah.
Memperhatikan penggalan tahapan lima tahunan RPJPD 2013-2031 dan RPJMD 2012-
2016, maka tahapan dan strategi Tahun 2012-2016 tidak terlepas dari tahapan RPJPD
Lima Tahun I dan tahapan RPJPD Lima Tahun II.

Tabel 4.1 Tahapan Utama RPJPD 2012-2031

RPJMD RPJMD RPJMD RPJMD


Lima Tahun I Lima Tahun II Lima Tahun III Lima Tahun IV
(2012-2016) (2017-2021) (2021-2026) (2027-2031)
perwujudan Provinsi perwujudan Mewujudkan Mewujudkan
Papua Barat yang Provinsi Papua Provinsi Papua Provinsi Papua
Mandiri Barat yang Mandiri Barat yang Barat yang
dan berdaya saing berdaya saing sejahtera

4. Tema Rencana Kerja Pembangunan Tahun 2016 adalah "Melanjutkan Reformasi bagi
Percepatan Pembangunan Ekonomi yang Berkeadilan". Reformasi yang telah berjalan
selama ini akan tetap dilanjutkan dan diperkuat untuk menciptakan struktur ekonomi
yang kokoh melalui percepatan industri berbasis sumber daya alam, mengurangi
ketergantungan impor barang modal dan bahan baku, meningkatkan kepastian dan
penegakan hukum serta melanjutkan reformasi birokrasi dan tata kelola
pemerintahan. Percepatan pembangunan ekonomi secara menyeluruh diberbagai
bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian
berlandaskan keunggulan SDA dan SDM berkualitas, serta kemampuan Iptek yang

85
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

terus meningkat. Berkeadilan pembangunan yang inklusif dan peningkatan rasa


keadilan.

5. Pokok-pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Barat yang tertuang
dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, point-point arahan DPRD adalah
sebagai berikut:
a. Berkenaan dengan pembangunan ekonomi, diharapkan untuk mencari terobosan-
terobosan dalam rangka peningkatan invenstasi dan mengoptimalkan potensi
daerah.
b. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia yang dimiliki Provinsi Papua Barat
tentunya perlu diperbaiki bahkan terus ditingkatkan terutama terkait RKPD
Tahun 2016 dengan angka melek huruf karena sebagai daerah pendidikan maka
sudah sewajarnya jika Provinsi Papua Barat dapat membuat semua penduduk
Provinsi Papua Barat melek huruf. Selain itu tingginya angka harapan hidup yang
berkorelasi dengan indikator kesehatan juga harus terus dijaga dan ditingkatkan
diantaranya dengan memperbaiki fasilitas-fasilitas kesehatan yang dimiliki serta
mempermudah akses terhadap pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk
Provinsi Papua Barat.
c. Upaya penurunan kemiskinan sudah sangat diperlukan terobosan terobosan baru,
mengingat sudah beberapa tahun angka kemiskinan di Provinsi Papua Barat
termasuk yang tertinggi di Indonesia dan berada di atas angka kemiskinan
nasional. Diperlukan adanya kebijakan dan program yang langsung ditujukan
dalam rangka perbaikan kondisi ekonomi rumah tangga miskin.
d. Melihat strategisnya sektor pariwisata bagi Provinsi Papua Barat maka diperlukan
kebijakan dan program untuk menjaga dan meningkatkan daya tarik sektor
pariwisata Provinsi Papua Barat agar dapat sebagai destinasi wisata utama di
Indonesia. Meningkatkan kenyamanan wisatawan yang datang ke Provinsi Papua
Barat dengan memberikan fasilitas-fasilitas akses dan mudah dijangkau.
e. Sektor Infrastruktur Dasar perlu keseriusan dalam penanganan dikarenakan masik
banyak wilayah-wilayah yang masih terisolir, belum mendapatkan pelayanan
dasar akibat belum memadainya infrastruktur sebagai penggerak perekonomian
masyarakat di papua Barat lebih khususnya Orang Asli Papua

6. Dinamika dan realita kondisi umum daerah, yang didalamnya mencakup Isu Strategis
dan masalah mendesak yang harus segera ditangani antara lain :
1) Sinergi Penanggulangan Kemiskinan, Angka kemiskinan masih diatas rata-
rata nasional dimana Provinsi Papua Barat (27,14 %) dan nasional sebesar
(11,47 %) pada tahun 2013.
2) Peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat, Pertumbuhan
ekonomi Provinsi Papua Barat (7,83 %) masih diatas nasional (5,78 %) per
tahun 2013.
3) Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan pelayanan publik:
a.Cakupan Kunjungan penduduk miskin pada fasilitas kesehatan masih
sangat rendah (0,39%).
b. Pemenuhan pelayanan dibidang kesehatan dan pendidikan
4) Pengelolaan resiko Bencana,
a.Peningkatan terhadap adaptasi dan mitigasi bencana bagi masyarakat.

86
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

b. Kawasan rawan bencana alam di Provinsi Papua Barat perdasarkan


Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat No. 4 Tahun 2013 tentang RTRW
Provinsi Papua Barat seluas 215.974 Ha atau 2.19% dari luas total Provinsi
Papua Baratmeliputi rawan gempa, gerakan tanah dan longsor, rawan
banjir, rawan gelombang pasang dan tsunami.
5) Peningkatan keekonomian keanekaragaman Hayati dan Kualitas
Lingkungan hidup.
a. Status mutu kualitas lingkungan yang semakin mengancam kelestarian
dan kesinambungan pemanfaatan alam. Kualitas nilai baku 2 sungai di
Provinsi Papua Barat yang dalam kondisi tercemar pada tahun 2013
dengan metode storet (merupakan salah satu metode untuk
mengetahui status mutu air dengan membandingkan antara data
kualitas air dengan baku mutu air menggunakan sistem nilai dari US-
EPA). Kualitas air tanah yang juga mengalami degrasi terutama
dikarenakan adanya bakteri coliform dan bakteri coli tinja.
b. Luas laju Hutan yang terkonversi setiap tahunnya mengalami
peningkatan terutama di Kaewasan Hutan Lindung.
Mendasarkan sebagaimana point-point diatas adapun tema RKPD Provinsi
Papua Barat Tahun 2016 adalah Meningkatkan Kualitas Sumber Daya
Manusi dan Mendayagunakan Potensi Ekonomi untuk Peningkatan
Kesejahteraan Rakyat Yang Berkeadilan. Menguatkan SDM, baik kuantitas
dan kualitas SDM, baik itu masyarakat, swasta, perguruan tinggi dan
aparatur pemerintahan dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan
Provinsi Papua Baratyang semakin kompleks. Mendayagunakan Potensi
Ekonomi, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang optimal terutama pada
sektor-sektor yang mempunyai keunggulan komparatif maupun
keunggulan kompetitif dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan
kualitas lingkungan. Kesejahteraan Rakyat yang berkeadilan, yang terukur
dari sisi pengurangan kesenjangan peningkatan pendapatan per kapita
masyarakat dan pengurangan kesenjangan antar regional kewilayahan.

4.2 Prioritas Pembangunan Daerah


Untuk mendukung pelaksanaan tema pembangunan tersebut di atas, ditetapkan prioritas
pembangunan Provinsi Papua Barat Tahun 2016 adalah:
1. Sosial Budaya
Prioritas ini ditetapkan dalam rangka mewujudkan:
a. Peningkatan Pelayanan Pendidikan
b. Peningkatan Pelayanan Kesehatan
c. Peningkatan Kompetensi SDM, Khususnya Orang Asli Papua
d. Penurunan Angka Kemiskinan dan Pengangguran
e. Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
2. Ekonomi
Prioritas ini ditetapkan dalam rangka mewujudkan :
a. Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pendapatan
b. Peningkatan Kemampuan daya beli masyarakat
c. Peningkatan Pemberdayaan Ekonomi Orang Asli Papua
d. Pengembangan UMKM
87
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

e. Peningkatan iklim investasi


3. Infrastruktur
Prioritas ini ditetapkan dalam rangka mewujudkan :
a. Penyelesaian RTR Kawasan Provinsi Strategis Papua Barat
b. Penyediaan Perumahan rakyat yang memadai
c. Pembangunan dan Peningkatan Infrastruktur Dasar
d. Peningkatan Pelestarian lingkungan Hidup
4. Pemerintahan
a. Penyelesain Tapal Batas Wilayah
b. Penguatan Kelembagaan dan Regulasi
c. Reformasi Birokrasi

5. Otonomi Khusus
a. Penyusunan Perdasi dan Perdasus
b. Perlindungan, pemberdayaan dan keberpihakan OAP
c. Peningkatan Affirmative action

Gambar 4.2 Penyelarasan Prioritas Pembangunan Daerah 2016 dengan


RPJMD Provinsi Papua Barat 2012-2016

Prioritas pembangunan nasional yang akan mendukung pelaksanaan RKPD Tahun 2016
bertumpu pada 9 Prioritas Nasional yaitu: (1). Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama;
(2). Ekonomi; (3).Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; (4). Politik; (5).Ketahanan dan
Kemanan; (6) Hukum dan Aparatur; (7). Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang; (8).
Penyediaan Sarana dan Prasarana dan (9) Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Hidup. Sebagai kelanjutan upaya mensinergikan dokumen perencanaan pembangunan
RKP dan RKPD, maka perlu dilakukan penyelarasan antara prioritas daerah dengan
nasional. Penyelarasan prioritas daerah dan nasional dapat lihat dalam bagan berikut ini :

88
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

Gambar 4.3 Penyelarasan Prioritas Pembangunan Daerah dengan Nasional

4.3 Prioritas Pembangunan Kewilayahaan


Prioritas pembangunan kewilayahan dititik beratkan pada peningkatan kualitas
kesejahteraan masyarakat melalui pengurangan angka kemiskinan dan pengurangan
kesenjangan antar wilayah. Berikut merupakan gambaran kondisi per-wilayah Kabupaten-
Kota di Provinsi Papua Barat beserta potensi pengembangannya.

Gambar 4.4 Arah Pembangunan Kewilayahan Provinsi Papua Barat

89
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

Berdasarkan data dan penentuan target sasaran rumah tangga miskin dari Badan Pusat
Statistik Provinsi Papua Barat yang dilaksanakan pada tahun 2014 diperoleh target
sasaran rumah tangga miskin sebesar 2.200 Rumah Tangga Sasaran (RTS). Sasaran RTS
tersebut terbagi dalam proporsi kabupaten-kota sebagai berikut:

MANOKWARI PEG. ARFAK; 1,2;


SELATAN; 1,2; 5% KOTA SORONG;
5% 3; 14%
MANOKWARI; 3;
SORONG; 2; 9%
14%
SORONG
TEL. WONDAMA; SELATAN; 1,4;
1,4; 6% 6%
RAJA AMPAT;
KAIMANA; 1,5; 1,2; 6%
7% MAYBRAT; 1,4;
TAMBRAUW; 6%
FAKFAK; 1,3; 6% TEL. BINTUNI; 1,2; 6%
2,2; 10%

Gambar 4.5 Persentase Proporsi RTM Berdasarkan Kabupaten-Kota, Tahun 2015

Pendetailan atas rumah tangga sasaran berdasarkan Jenis pekerjaan dilakukan untuk
lebih meningkatkan efektivitas program pengurangan kemiskinan. Titik lokasi sasaran
kemiskinan pada tahun 2016 merupakan kelanjutan dan pengembangan dari titik sasaran
yang telah ditentukan pada tahun 2014 dan 2015. Penentuan lokasi kecamatan
didasarkan atas Data PPLS TNP2K yang mendata 40 % penduduk berpendapatan
terendah. Berdasarkan data tersebut kemudian diambil kebijakan penurunan kemiskinan
sebesar 2 %, dengan sasaran RTS yang posisinya diambang garis kemiskinan BPS.

Kebijakan rencana pembangunan untuk penurunan kemiskinan tidak hanya melalui


program-program regular namun juga melalui akselerasi terhadap rumah tangga sasaran
berdasarkan garis kemiskinan. Wujud nyata dari kegiatan akselerasi penurunan
kemiskinan di Provinsi Papua Barat adalah dengan pemberian bantuan keuangan kepada
kabupaten-kota yang bersifat khusus atau melalui Dana Otonomi Khusus (OTSUS).

Arah kebijakan pembangunan kewilayahan di tingkat kabupaten/kota antara lain sebagai


berikut :

Tabel 4.2 Sasaran Kewilayahan Tahun 2016


TINGKAT
IPM KEMISKINAN
NO KABUPATEN/KOTA PENGANGGURAN
(%) (%)
(Jiwa)
1 Fakfak 73,33 29.84 1.753
2 Kaimana 71,87 18.60 1.002
3 Teluk Wondama 67,54 39.43 51
4 Teluk Bintuni 67,95 40.33 1.680
5 Manokwari 68,61 28.45 3.507

90
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

TINGKAT
IPM KEMISKINAN
NO KABUPATEN/KOTA PENGANGGURAN
(%) (%)
(Jiwa)
6 Sorong Selatan 67,28 20.50 484
7 Sorong 69,74 35.48 1.030
8 Raja Ampat 66,08 21.16 636
9 Tambrauw 51,54 38.68 47
10 Maybrat 67,60 35.64 -
11 Manokwari Selatan 61,91* - -
12 Pegunungan Arfak 61,75* - -
13 Kota Sorong 78,92 19.27 -

4.4 Sasaran Pembangunan


Sasaran utama yang harus dicapai Provinsi Papua Barat pada tahun 2016 terkait dengan
sasaran yang telah ditetapkan oleh nasional dan sasaran pembangunan daerah Provinsi
Papua Barat. Sasaran pengembangan wilayah Maluku Papua sebagaimana dalam RKP
2016 dalam buku III khususnya untuk Provinsi Papua Barat terkait dengan Pertumbuhan
ekonomi, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, angka kematian bayi, rata-rata lama
sekolah dan angka harapan hidup.

Tabel 4.3 Sasaran pembangunan Nasional terhadap Provinsi Papua Barat Tahun 2016

Sasaran utama daerah yang harus dicapai Provinsi Papua Barat pada tahun 2016 adalah
sebagai berikut:

91
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

Tabel 4.4 Prioritas dan Sasaran Tahun 2016

NO PRIORITAS SASARAN
1 SOSIAL BUDAYA 1. Peningkatan Pelayanan Pendidikan
2. Peningkatan Pelayanan Kesehatan
3. Peningkatan Kompetensi SDM, khususnya OAP
4. Penurunan Angka kemiskinan dan pengangguran
5. Meningkatkan IPM
2 EKONOMI 1. Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan
Pendapatan
2. Peningkatan Kemampuan daya beli masyarakat
3. Peningkatan Pemberdayaan Ekonomi Orang Asli Papua
4. Pengembangan UMKM
5. Peningkatan iklim investasi
3 INFRASTRUKTUR 1. Penyelesaian RTR Kawasan Strategis Provinsi Papua
Barat
2. Penyediaan Perumahan rakyat y
3. ang memadai
4. Pembangunan dan Peningkatan Infrastruktur Dasar
5. Peningkatan Pelestarian lingkungan Hidup
4 PEMERINTAHAN 1. Penyelesain Tapal Batas Wilayah
2. Penguatan Kelembagaan dan Regulasi
3. Reformasi Birokrasi
5 OTONOMI KHUSUS 1. Penyusunan Perdasi dan Perdasus
2. Perlindungan, pemberdayaan dan keberpihakan OAP
3. Peningkatan Affirmative action

Tabel 4.5 Keselarasan Isu Strategis, Prioritas dan Sasaran Pembangunan


ISU STRATEGIS PRIORITAS SASARAN
NO
1 Rendahnya Kualitas SOSIAL BUDAYA Peningkatan Pelayanan Pendidikan
Sumber Daya Manusia Peningkatan Pelayanan Kesehatan
dan Tingginya Persentase Peningkatan Kompetensi SDM,
Penduduk Miskin dan khususnya OAP
Tingginya Prevalensi Penurunan Angka kemiskinan dan
Kesakitan HIV/AIDS pengangguran
Meningkatkan IPM
2 Optimalisasi EKONOMI Peningkatan Pertumbuhan
Pengembangan Sektor Ekonomi dan Pemerataan
dan Komoditas Unggulan Pendapatan
Meningkatnya Peningkatan Kemampuan daya beli
Kebutuhan Ketahanan masyarakat
Pangan Peningkatan Pemberdayaan
Ekonomi Orang Asli Papua
Pengembangan UMKM
Peningkatan iklim investasi
92
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

ISU STRATEGIS PRIORITAS SASARAN


NO
3 Pengamanan dan INFRASTRUKTUR Penyelesaian RTR Kawasan
Peningkatan Strategis Provinsi Papua Barat
Kesejahteraan di Wilayah Penyediaan Perumahan rakyat
Perbatasan, Wilayah yang memadai
Tertinggal, dan Wilayah Pembangunan dan Peningkatan
Bencana dan Keragaman Infrastruktur Dasar
Hayati dan Mitigasi Peningkatan Pelestarian lingkungan
Bencana Hidup
4 Mendukung proses PEMERINTAHAN Penyelesain Tapal Batas Wilayah
percepatan kegiatan Penguatan Kelembagaan dan
pembangunan Provinsi Regulasi
Papua Barat Reformasi Birokrasi
Memberikan pelayanan
publik yang prima bagi
masyarakat
5 Tingginya Potensi OTONOMI Penyusunan Perdasi dan Perdasus
Pelanggaran Hak Asasi KHUSUS Perlindungan, pemberdayaan dan
Manusia Berbasis Ikatan keberpihakan OAP
Adat dan Komunal Peningkatan Affirmative action

Target Provinsi Papua Barat tersebut ditunjukan dalam tabel indikator sasaran sebagai
berikut:

Tabel 4.6 Target Pencapaian Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah


INDIKATOR TAHUN 2015 TAHUN 2016 KET
Kemiskinan 25,12% 23,57%
Pengangguran 4,75% 4,02%
Pertumbuhan Ekonomi 6-8 %* 6-8 %* *Target
Nasional
Pendapatan Perkapita Rp. 800.780 Rp. 1,000,000,-
Indeks Pembangunan Manusia 71,58 72,92
Angka Melek Huruf 96,47 99,2
Harapan Hidup 70,32 tahun 71,50 tahun
Good Governance WDP WTP
Infrastruktur Meningkat Meningkat
Angka lama Sekolah 9,15 tahun 9,85 Tahun

93
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

BAB 5 RENCANA PROGRAM DAN


KEGIATAN PRIORITAS
DAERAH

Penyusunan program dan kegiatan prioritas daerah Provinsi Papua Barat tahun 2016
memperhatikan beberapa hal pokok sebagai dasar penyusunan adalah sebagai berikut:

1. Diingatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah


dalam pasal 150 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) huruf d dinyatakan bahwa dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun Rencana Kerja Pembangunan Daerah
(RKPD) yang merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu satu tahun
oleh Pemerintah provinsi, Kabupaten-Kota sesuai kewenangannya dengan mengacu
kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
2. Diharapkan untuk memperhatikan dan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Memperhatikan dan Mempertimbangkan pencapaian tujuan serta sasaran
pembangunan millennium (Millennium Development Goals/MDGs).
b. Menghadapi tantangan persaingan untuk meraih peluang memasuki bentuk integrasi
ekonomi asean yang dikenal dengan Asean Economic Community (AEC) atau
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dimulai pada tahun 2015.
3. Antisipasi prabencana, penanggulangan bencana dan pascabencana. Mendukung
optimalisasi penerapan kurikulum baru tahun 2013 sesuai dengan kewenangan
pemerintah daerah, pembangunan, operasional pemeliharaan, rehabilitasi/renovasi
sarana dan prasarana pendidikan, pengadaan alat peraga, peningkatan profesionalisme
pendidik dan tenaga kependidikan.
4. Pemenuhan saranadan prasarana serta peningkatan mutu fasilitas yankes, peningkatan
pelayanan kesehatan masyarakat, pencegahan penyakit menular, pengendalian penyakit
tidak menular, penanggulangan masalah gizi masyarakat, penurunan angka kematian ibu
(AKI) dan angka kematian bayi (AKB) serta mendorong Jamkesta.
5. Penyediaan dan peningkatan kualitas infrastruktur, jaringan irigasi, waduk dan situ,
pengendalian banjir, pembangunan dan penataan pasar tradisional. Pengembangan
usaha ekonomi masyarakat berupa kemudahan akses permodalan, pembinaan
manajemen usaha serta pemasaran, pemberdayaan koperasi, pemberdayaan UKM dala
menumbuhkan iklim usaha bagi usaha kecil, fasilitasi akses penjaminan dalam penyediaan
pembiyaan UKM.
6. Dukungan operasional jaminan dan pelayanan keluarga berencana, penyediaan sarana,
alat, obat dan cara penggunaan kontrasepsi, penyuluhan keluarga sejahtera, pencegahan
HIV/AIDS, infeksi menular seksual (IMS) dan bahaya narkotika, alcohol, psikotropika dan
zat aditiktif (NAPZA).

94
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

7. Peningkatan pemberdayaan masyarakat desa, peningkatan teknologi tepat guna (TTG)


dalam bidang pertanian dalam arti luas.
8. Perlindungan terhadap cagar budaya, perawatan dan pengamanan asset/benda kesenian,
perlindungan, pemeliharaan dan pengamanan benda cagar budaya, pengembangan
pemanfaatan kesenian tradisional, penyelenggaraan dan pengelolaan museum daerah,
peningkatan kemitraan dengan berbagai pihak terkait lembaga adat, seni dan budaya
daerah.
9. Mengintegrasikan pencapaian target kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang
mencakup pelayanan dasar bidang urusan perumahan rakyat, perhubungan, lingkungan
hidup, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, sosial, ketenagakerjaan,
penanaman modal, dan ketahanan pangan.

Berdasarkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan arah kebijakan yang telah ditetapkan dalam
RPJMD, maka upaya pencapaiannya kemudian dijabarkan secara lebih sistematis melalui
perumusan program prioritas daerah. Adapun program prioritas berdasarkan masing-masing
urusan adalah sebagai berikut (lampiran)

95
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

BAB 6 PENUTUP

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Papua Barat Tahun 2016 adalah
pedoman bagi Pemerintah Provinsi Papua Barat dan masyarakat di dalam penyelenggaraan
pembangunan daerah. RKPD Provinsi Papua Barat Tahun 2016 yang merupakan penjabaran dari
misi sesuai RPJPD Provinsi Papua Barat 2012-2025 ini diharapkan mampu merealisasikan target
sasaran prioritas pembangunan yang lebih efektif, efisien dan tepat sasaran.
Selanjutnya bahwa program dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan pada tahun
2016 nanti, merupakan Komitmen Pemerintah untuk meningkatkan kinerja secara profesional,
efektif, efisien, akuntabel, dan transparan. Oleh karena itu, Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) Provinsi Papua Barat Tahun 2016 ini, berfungsi antara lain sebagai berikut:
1. Merupakan arah dan pedoman yang harus dilaksanakan secara efektif, efisien serta perlu
disosialisasikan kepada semua stakeholder yang terkait demi keberhasilan pelaksanaannya.
2. Merupakan pedoman dan acuan yang secara konsisten diimplementasikan dalam
penyusunan APBD Provinsi Papua Barat Tahun 2016, baik dalam lingkup program maupun
kegiatan.
3. Merupakan pengikat sinergi dalam pelaksanaan pembangunan Provinsi Papua Barat untuk
mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan bersama.
4. Merupakan landasan bagi perencanaan pembangunan tahap selanjutnya.
Keberhasilan pencapaian pembangunan dapat dicapai apabila didukung dengan
(a) Komitmen kepemimpinan daerah;
(b) Konsistensi;
(c) Kerja keras dan kesungguhan segenap aparat pemerintah;
(d) Pelaksanaan good governance;
(e) Keberpihakan kepada rakyat;
(f) Partisipasi masyarakat dan dunia usaha; dan,
(g) Kedisiplinan, ketertiban masyarakat dan kehidupan bermasyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu ditetapkan kaidah-kaidah pelaksanaan
sebagai berikut:
1. Unsur pemerintah, masyarakat serta dunia usaha berkewajiban melaksanakan atau
mendukung program-program dalam RKPD Provinsi Papua Barat Tahun 2016 dengan
sebaik-baiknya.

96
RKPD Provinsi Papua Barat 2016

2. Pemerintah Provinsi Papua Barat berkewajiban menjamin konsistensi antar dokumen


perencanaan dan penganggaran.
3. Pemerintah Provinsi Papua Barat berkewajiban memantau dan mengevaluasi
pelaksanaan rencana tersebut.

Mengingat pentingnya peran dan keberadaan RKPD ini maka peran serta seluruh potensi
stakeholder Provinsi Papua Barat mutlak diperlukan, sehingga diharapkan dapat lebih
mendorong upaya peningkatan pemerataan kesejahteraan warga Provinsi Papua Barat.

Manokwari, 01 Oktober 2015

GUBERNUR PAPUA BARAT,

ABRAHAM O. ATURURI

97

Anda mungkin juga menyukai