Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap manusia mempunyai aktivitas yang dilakukan. Aktivitas tersebut

tidak selalu dijalankan pada satu tempat tetapi juga beberapa tempat sehingga

diperlukan pergerakan atau perpindahan dari satu tempat ke tempat lain. Salah

satu perpindahannya adalah dengan komutasi. Komutasi merupakan bagian dari

mobilitas nonpermanen yang biasa di sebut mobilitas ulang-alik yaitu perpindahan

secara pergi-pulang dalam satu hari dan melewati batas administratif. Menurut

Mantra (2007) mobilitas ulang alik adalah gerak penduduk dari daerah asal

menuju ke daerah tujuan dalam batas waktu tertentu dan kembali ke daerah asal

pada hari itu juga. Seseorang yang melakukan komutasi disebut komuter.

Tujuan seseorang melakukan komutasi sangat beragam seperti belajar,

bekerja, dan sebagainya. Hal ini umumnya terjadi karena perbedaan kondisi

demografis, budaya maupun pembangunan ekonomi. Fasilitas serta sarana dan pra

sarana di kota sebelah yang lebih lengkap dan berkualitas baik mendorong

seseorang untuk melakukan komutasi. Banyaknya sekolah yang berkualitas

menjadikan pilihan untuk melakukan komutasi demi mendapatkan pendidikan

yang lebih baik. Begitu juga dengan lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan

penghasilan yang lebih besar mendorong para pekerja untuk berkomutasi.

1
Kegiatan komutasi ini biasanya terjadi dari desa/kota kecil ke kota besar yang

berdekatan sehingga dapat ditempuh dengan ulang-alik.

Selain memberikan manfaat, komutasi juga dapat berdampak buruk bagi

komuter. Seperti yang dituliskan Kuswaraharja (2011) dalam detik.com, peneliti

dari Universitas Umea Swedia mencatat jika komuter menjalani perjalanan selama

lebih dari 45 menit setiap hari, maka ada 40 persen kemungkinan akan mengalami

perceraian. Risiko perceraian itu paling besar dampaknya pada tahun-tahun awal

perjalanan komuter. Namun jika para komuter sudah melakukan perjalanan itu

selama 5 tahun, risikonya menurun, karena mereka sudah terbiasa. Sebelumnya,

peneliti Universitas Brown juga menunjukkan bahwa komuter cenderung

mengonsumsi makanan junk food yang akan meningkatkan risiko kesehatan dan

obesitas. Disebutkan juga bahwa setiap menit yang dihabiskan komuter akan

mengurangi waktu tidur setiap 0,22 menit. Studi lain menyebutkan 40 persen

komuter yang menjalani perjalanan selama 90 menit lebih gampang resah.

Seseorang yang melakukan komutasi atau komuter juga akan mengalami

stres. Menurut Handoko (1997) stres adalah suatu kondisi ketegangan yang

memengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang dialami

oleh seseorang bisa positif dan juga negatif walau lebih sering dikenal dengan

konteks negatif. Bernilai positif ketika menjadi peluang saat

menawarkan potensi hasil. Banyak profesional memandang tekanan berupa beban

kerja yang berat dan tenggat waktu mepet sebagai tantangan positif yang

menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari

pekerjaan mereka. Negatif dari stres memberikan dampak buruk pada kesehatan

khususnya dengan berawal dari stres orang merasa tertekan sehingga akan merasa

2
sakit misal sesak napas, atau lebih buruk lagi jantung. Kesehatan yang buruk ini

akan menuntut seseorang untuk mengeluarkan biaya penyembuhan. Di Amerika

biaya yang dikeluarkan untuk stres adalah 42 Milyar USD (Kalia, 2002 dalam

Burn, 2003). Angka tersebut tidak kecil jika semakin banyak orang yang stres

akan semakin meningkat pula biaya yang dikeluarkan.

Goetzel et al. (1998) dalam Gottholmseder (2008) menunjukkan bahwa

pengeluaran kesehatan bagi orang-orang dengan tingkat stres tinggi adalah 46

persen lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki tingkat stres

rendah. Selain biaya kesehatan, stres yang dialami juga dapat berpengaruh pada

biaya organisasi seperti produktivitas tenaga kerja yang berkurang karena

rendahnya kinerja pekerja atau pergantian pekerjaan yang lebih tinggi dan absensi

yang menambah biaya akibat stres. Cox et al. (2000) dalam Gottholmseder (2008)

menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 50 persen absen kerja dalam setiap

harinya yang disebabkan oleh stres. Jacobson et al. (1996) dalam Gottholmseder

(2008) melaporkan bahwa seseorang yang memiliki tingkat stres tinggi adalah

2,22 kali untuk absen lebih dari 5 hari dalam setahun dibandingkan mereka yang

memiliki tingkat stres rendah.

Profesor Erik Hansson, pemimpin penelitian dari Lund University

melakukan penelitian dengan melibatkan 21 ribu orang pekerja penuh waktu

berusia 18-64 tahun. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa orang-orang yang

mengemudikan mobilnya atau duduk di dalam bus atau kereta api menderita stres

harian lebih banyak, mempunyai kualitas pola tidur yang lebih jelek, dan harus

berjuang lebih untuk kesehatan mereka ketimbang para pekerja yang aktif

bergerak (Hansson, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang

3
melakukan mobilitas ulang-alik ke daerah tujuannya akan berdampak pada

kesehatan salah satunya adalah stres. Stres pekerja komuter yang setiap harinya

menempuh perjalanan untuk pergi dan pulang dari tempat tinggal ke tempat kerja

menyebabkan produktivitas kerja yang menurun dan tidak fokus untuk bekerja

selain itu juga dapat menambah biaya atau pengeluaran kesehatan.

Perjalanan komutasi yang baik dengan tidak adanya masalah tentunya

sangat diharapkan pelaku mobilitas ulang-alik atau komuter. Sehingga kesehatan

komuter akan baik dan tidak perlu mengeluarkan biaya lebih. Akan tetapi dari

teori dan penelitian terkait terlihat bahwa komutasi yang dilakukan akan

berdampak pada kesehatan dan dapat menyebabkan stres. Jadi, terlihat

ketimpangan yang menjadi masalah dalam penelitian ini.

Di Indonesia, mobilitas nonpermanen yang dilakukan mengalami

peningkatan termasuk komuter. Pergerakan komuter ini menuju kota-kota besar

dengan fasilitas sarana prasarana serta pembangunan ekonomi yang sudah maju.

Komuter tersebut umumnya berasal dari kota-kota kecil yang berada di sekitar

kota besar. Seperti pada kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok,

Tanggerang, Bekasi) yang berpusat di DKI Jakarta, kawasan Bandung Raya (kota

dan kabupaten Bandung, kabupaten Sumedang dan kota Cimahi) berpusat di kota

Bandung, kawasan Mebidang (kota Medan, kota Binjai, dan kabupaten Deli

Serdang) berpusat di kota Medan. Keterikatan dalam kawasan perkotaan tersebut

memberi gambaran bahwa komuter menuju pusat-pusat kawasan tersebut.

DKI Jakarta sebagai ibu kota Negara yang merupakan pusat pemerintahan

dan pusat ekonomi DKI Jakarta merupakan Provinsi yang menerima komuter

4
dalam jumlah besar. Jumlah komuter yang besar dapat ditunjukkan dengan adanya

perbedaan jumlah penduduk malam dan siang hari di DKI Jakarta. Banyak

penduduk dari wilayah lain yang melakukan aktivitasnya di pagi dan siang hari di

DKI Jakarta dan kembali pulang ke wilayahnya di sore atau malam hari yang di

sebut pelaku mobilitas ulang-alik atau komuter. Pada tahun 2011 terdapat 9,6 juta

penduduk pada malam hari dan membengkak menjadi 12 juta penduduk pada

siang hari karena adanya tambahan komuter (Tempo, 2011). Menurut Handiyatmo

(2009), jumlah pelaku mobilitas ulang-alik menuju kota Jakarta yang berasal dari

wilayah kabupaten/kota sekitarnya mengalami peningkatan dari tahun 2001

sampai tahun 2005 berdasarkan data Survei Migrasi Jabodetabek 2001 dan

SUPAS 2005. Bahkan dari data Sakernas BPS, pada tahun 2002 terdapat 740 ribu

komuter di Jakarta per harinya. Jumlah ini melonjak drastis pada tahun 2009

menjadi 1,4 juta komuter per harinya. Data dari Masyarakat Transportasi

Indonesia (MTI) menyebutkan bahwa tahun 2010 terdapat 5,4 juta komuter.

Jumlah ini berdasarkan dari data mobilitas penduduk yang dihitung berdasarkan

jumlah perjalanan atau trip yaitu 5,4 juta perjalanan per hari.

Lonjakkan jumlah komuter yang drastis ini menimbulkan beberapa

masalah. Salah satunya yaitu peningkatan jumlah kendaraan bermotor baik pribadi

maupun angkutan umum. Peningkatan ini akan menambah kepadatan jalan

sehingga dapat menyebabkan kemacetan yang tidak hanya di DKI Jakarta dan

Bodetabek. Oleh karena itu, pemerintah menggalakkan transportasi massal agar

para pengguna moda transportasi pribadi baik warga DKI Jakarta maupun warga

Bodetabek yang menjadi komuter untuk beralih menggunakan transportasi massal.

Salah satu moda transportasi massal yang mempunyai daya angkut penumpang

5
yang besar adalah KRL Jabodetabek. Akan tetapi jumlah armada kereta yang ada

masih belum seimbang dengan banyaknya komuter Bodetabek. Hal-hal tersebut di

atas menimbulkan berbagai permasalahan yang dialami komuter di DKI Jakarta

yang juga akan berdampak buruk pada kesehatannya dan salah satunya adalah

stres. Besarnya jumlah komuter, keadaan jalan dan transportasi DKI Jakarta yang

padat dengan komuter menjadi menarik untuk diteliti berkaitan dengan tingkat

stres yang dialami oleh komuter.

1.2 Identifikasi dan Batasan Masalah

Tingkat stres seseorang khususnya komuter dipengaruhi berbagai variabel.

Salah satu diantaranya adalah kesesakan. Kesesakan merupakan penyebab stres

menjadi tinggi. Kesesakan sering dialami oleh komuter DKI Jakarta yang

menggunakan kereta. Keadaan yang terlalu padat selama perjalanan dalam kereta

akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi penumpang juga dapat menimbulkan

tindakan kriminalitas seperti pencopetan dan pelecehan seksual. Kesesakan yang

terjadi pun tidak hanya di dalam kereta tetapi juga dipinggir pintu dan atap kereta

yang dapat berisiko pada keselamatan penumpang terutama bagi penumpang KRL

Ekonomi. Keadaan-keadaan ini dapat menyebabkan stres kepada penumpang

khususnya penumpang komuter BODETABEK.

Selain masalah kesesakan di dalam kereta, keterlambatan kereta yang

menyebabkan penumpang harus menunggu juga menjadi masalah terutama di pagi

hari saat akan masuk kantor. Keterlambatan tidak hanya terjadi saat menunggu

kereta di stasiun tetapi juga saat di dalam kereta ketika menunggu perbaikan

kereta yang mogok. Keterlambatan ini akan menambah waktu tunggu yang lebih

6
lama bagi para penumpang khususnya komuter sehingga membuat para

penumpang resah sehingga bisa stres. Cantwell et al., (2009) mengatakan bahwa

waktu tunggu yang semakin lama akan menguatkan stres menjadi lebih tinggi.

Selama dalam perjalanan dari tempat asal ke tempat tujuan secara ulang-

alik maka komuter akan menemukan berbagai situasi dan kondisi yang

mengganggu perjalanannya. Seperti kemacetan, cuaca yang kurang bersahabat,

jadwal transportasi yang tidak teratur serta kondisi jalan yang tidak baik. Hal-hal

tersebut jika tidak dapat diketahui dengan baik maka akan menjadi masalah

selama perjalanan. Kemampuan memprediksikan berbagai hal tersebut sangat

diperlukan agar komutasi tidak terganggu. Seseorang yang tidak dapat

memprediksikan komutasi berarti dapat memunculkan masalah selama

perjalanannya yang dapat merusak suasana hati.

. Lama perjalanan atau durasi yang panjang akan membuat seseorang

jenuh dan memberikan tekanan terlebih lamanya perjalanan terus dilakukan secara

ulang-alik dari daerah asal ke tempat tujuan rutin setiap harinya. Terdapat

keterkaitan antara durasi komutasi dengan tingkat stres komuter. Keadaan jalan di

DKI Jakarta dan Bodetabek yang sering mengalami kemacetan, kondisi kendaraan

yang mogok akan menambah durasi perjalanan komuter setiap harinya menjadi

lebih panjang sehingga dapat menyebabkan stres kepada komuter. Selain durasi

secara nyata, penilaian akan durasi komutasi juga dapat memengaruhi stres

kepada komuter. Penilaian tersebut mengenai baik/buruknya komutasi yang

dilakukan. Selama perjalanan komutasi dapat memberi manfaat atau tidak. Jarak

dari tempat asal ke tempat tujuan juga terkait dengan stres kepada komuter. Jarak

yang panjang dapat menyebabkan perjalanan menjadi lama. Novaco & Collier

7
(1994) mengatakan bahwa seorang khususnya wanita dengan jarak komutasi yang

panjang memiliki tingkat stres yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas, banyak

variabel yang dapat memengaruhi stres kepada komuter. Oleh karena itu,

penelitian ini dibatasi penulis hanya pada variabel durasi komutasi, penilaian

durasi komutasi, jarak komutasi, waktu tunggu, kesesakan dan prediksi komutasi.

Tujuan seseorang untuk melakukan komutasi khususnya ke wilayah DKI

Jakarta adalah beragam yaitu bekerja, sekolah, berbelanja, bertemu keluarga dan

sebagainya. Hasil SUPAS 2005 menunjukkan bahwa kegiatan utama komuter

adalah bekerja dan transportasi yang menjadi pilihan utama komuter adalah

transportasi umum. Maka penelitian ini dibatasi pada komuter yang bertujuan

untuk bekerja di daerah tujuan dan menggunakan transportasi umum yaitu KA

Commuter Jabodetabek sebagai perwakilan dari sarana transportasi umum yang

dipakai sekaligus sebagai transportasi massal yang mengangkut banyak

penumpang termasuk komuter.

Berdasarkan masalahmasalah di atas maka dalam penelitian ini terbatas

pada komuter yang menggunakan Transportasi umum yaitu KA Commuter

Jabodetabek (KRL Jabodetabek). Berdasarkan peta rute perjalanan KA Commuter

Jabodetabek terdapat empat jalur yang menghubungkan wilayah Bodetabek

dengan DKI Jakarta yaitu Bogor-Jakarta, Serpong-Jakarta, Bekasi-Jakarta, dan

Tangerang-Jakarta. Oleh karena itu, maka penelitian ini akan dilakukan di kereta

pada 4 jalur tersebut. Jadi penelitian ini terbatas pada komuter yang berasal dari

Bodetabek dengan tujuan bekerja yang menggunakan KA Commuter Jabodetabek

di Bogor-Jakarta, Serpong-Jakarta, Bekasi-Jakarta, dan Tangerang-Jakarta.

8
1.3 Perumusan Masalah

Komutasi atau mobilitas ulang-alik semakin meningkat di Indonesia

terutama di wilayah Jabodetabek. Berbagai kondisi transportasi dan lainnya dapat

memberikan tekanan atau stres pada komuter. Sehingga dapat mengganggu

kesehatan dan produktivitas komuter terutama yang kegiatan utamanya adalah

bekerja.

Dalam penelitian ini terdapat beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Bagaimanakah karakteristik umum dan gambaran tingkat stres pekerja

komuter Bodetabek?

2. Bagaimanakah pengaruh variabel durasi komutasi, penilaian durasi

komutasi, jarak komutasi, waktu tunggu, kesesakan dan prediksi komutasi

terhadap tingkat stres pekerja komuter Bodetabek secara simultan dan

parsial?

3. Bagaimanakah kecendrungan variabel durasi komutasi, penilaian durasi

komutasi, jarak komutasi, waktu tunggu, kesesakan dan prediksi komutasi

dalam memengaruhi tingkat stres pekerja komuter Bodetabek.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian pada perumusan masalah di atas maka

tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui karakteristik umum dan gambaran tingkat stres pekerja

komuter Bodetabek.

9
2. Mengetahui pengaruh variabel durasi komutasi, penilaian durasi komutasi,

jarak komutasi, waktu tunggu, kesesakan dan prediksi komutasi terhadap

tingkat stres pekerja komuter Bodetabek secara simultan dan parsial.

3. Mengetahui kecendrungan variabel durasi komutasi, penilaian durasi

komutasi, jarak komutasi, waktu tunggu, kesesakan dan prediksi komutasi

dalam memengaruhi tingkat stres pekerja komuter Bodetabek.

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka manfaat dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada

pemerintah DKI Jakarta dan BODETABEK mengenai karakteristik umum,

gambaran tingkat stres, pengaruh variabel terhadap tingkat stres serta

kecenderungan variabel tersebut terhadap tingkat stres pekerja komuter

Bodetabek. Sehingga dapat membuat kebijakan yang lebih baik lagi untuk

menekan tingkat stres pekerja komuter.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan bahan penelitian lebih lanjut

dan dokumentasi data penelitian mengenai pengaruh variabel serta

kecendrungan variabel yang memengaruhi tingkat stres pekerja komuter

Bodetabek.

3. Hasil penelitian diharapkan memberi pengetahuan dan wawasan lebih

kepada penulis.

10
1.6 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam lima bab. Bab pertama menguraikan tentang

latar belakang yang menjelaskan perlunya penelitian tentang tingkat stres pekerja

komuter Bodetabek dilakukan. Identifikasi dan batasan masalah yang menjelaskan

mengenai masalah tingkat stres pekerja komuter Bodetabek serta batasanbatasan

dalam penelitian ini. Bab ini juga menjelaskan tentang perumusan masalah,

tujuan, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Pada bab kedua diuraikan tentang kajian pustaka yang berkaitan dengan

stres dan tingkatannya serta pekerja komuter Bodetabek. Dalam bab ini juga

terdapat penjelasan singkat dari penelitian terkait mengenai tingkat stres pekerja

komuter. Kerangka pikir dan hipotesis dari penelitian ini pun diuraikan dalam bab

dua.

Hal-hal mengenai metodologi seperti ruang lingkup penelitian, cara

pengumpulan data primer terdapat pada bab ketiga. Termasuk penyusunan serta

kisi-kisi instrumen. Beberapa rumus dan cara untuk membuat penghitungan yang

hasilnya akan digunakan sebagai dasar analisis juga disebutkan pada bab ini.

Berikutnya uraian hasil dan pembahasan khusus berkaitan dengan

mobilitas tingkat stres pekerja komuter Bodetabek. Uraian yang didasarkan hasil

analisis deskriptif dan analisis inferensial dimana menggunakan metode analisis

regresi logistik ordinal dalam penelitian ini berada pada bab keempat. Kesimpulan

dari penelitian ini serta saran untuk penelitian lebih lanjut akan diuraikan pada bab

kelima yang merupakan bab terakhir dari penelitian ini.

11

Anda mungkin juga menyukai