Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
tidak selalu dijalankan pada satu tempat tetapi juga beberapa tempat sehingga
diperlukan pergerakan atau perpindahan dari satu tempat ke tempat lain. Salah
secara pergi-pulang dalam satu hari dan melewati batas administratif. Menurut
Mantra (2007) mobilitas ulang alik adalah gerak penduduk dari daerah asal
menuju ke daerah tujuan dalam batas waktu tertentu dan kembali ke daerah asal
pada hari itu juga. Seseorang yang melakukan komutasi disebut komuter.
bekerja, dan sebagainya. Hal ini umumnya terjadi karena perbedaan kondisi
demografis, budaya maupun pembangunan ekonomi. Fasilitas serta sarana dan pra
sarana di kota sebelah yang lebih lengkap dan berkualitas baik mendorong
yang lebih baik. Begitu juga dengan lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan
1
Kegiatan komutasi ini biasanya terjadi dari desa/kota kecil ke kota besar yang
dari Universitas Umea Swedia mencatat jika komuter menjalani perjalanan selama
lebih dari 45 menit setiap hari, maka ada 40 persen kemungkinan akan mengalami
perceraian. Risiko perceraian itu paling besar dampaknya pada tahun-tahun awal
perjalanan komuter. Namun jika para komuter sudah melakukan perjalanan itu
mengonsumsi makanan junk food yang akan meningkatkan risiko kesehatan dan
obesitas. Disebutkan juga bahwa setiap menit yang dihabiskan komuter akan
mengurangi waktu tidur setiap 0,22 menit. Studi lain menyebutkan 40 persen
stres. Menurut Handoko (1997) stres adalah suatu kondisi ketegangan yang
memengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang dialami
oleh seseorang bisa positif dan juga negatif walau lebih sering dikenal dengan
kerja yang berat dan tenggat waktu mepet sebagai tantangan positif yang
menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari
pekerjaan mereka. Negatif dari stres memberikan dampak buruk pada kesehatan
khususnya dengan berawal dari stres orang merasa tertekan sehingga akan merasa
2
sakit misal sesak napas, atau lebih buruk lagi jantung. Kesehatan yang buruk ini
biaya yang dikeluarkan untuk stres adalah 42 Milyar USD (Kalia, 2002 dalam
Burn, 2003). Angka tersebut tidak kecil jika semakin banyak orang yang stres
persen lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki tingkat stres
rendah. Selain biaya kesehatan, stres yang dialami juga dapat berpengaruh pada
rendahnya kinerja pekerja atau pergantian pekerjaan yang lebih tinggi dan absensi
yang menambah biaya akibat stres. Cox et al. (2000) dalam Gottholmseder (2008)
menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 50 persen absen kerja dalam setiap
harinya yang disebabkan oleh stres. Jacobson et al. (1996) dalam Gottholmseder
(2008) melaporkan bahwa seseorang yang memiliki tingkat stres tinggi adalah
2,22 kali untuk absen lebih dari 5 hari dalam setahun dibandingkan mereka yang
mengemudikan mobilnya atau duduk di dalam bus atau kereta api menderita stres
harian lebih banyak, mempunyai kualitas pola tidur yang lebih jelek, dan harus
berjuang lebih untuk kesehatan mereka ketimbang para pekerja yang aktif
3
melakukan mobilitas ulang-alik ke daerah tujuannya akan berdampak pada
kesehatan salah satunya adalah stres. Stres pekerja komuter yang setiap harinya
menempuh perjalanan untuk pergi dan pulang dari tempat tinggal ke tempat kerja
menyebabkan produktivitas kerja yang menurun dan tidak fokus untuk bekerja
komuter akan baik dan tidak perlu mengeluarkan biaya lebih. Akan tetapi dari
teori dan penelitian terkait terlihat bahwa komutasi yang dilakukan akan
dengan fasilitas sarana prasarana serta pembangunan ekonomi yang sudah maju.
Komuter tersebut umumnya berasal dari kota-kota kecil yang berada di sekitar
Tanggerang, Bekasi) yang berpusat di DKI Jakarta, kawasan Bandung Raya (kota
dan kabupaten Bandung, kabupaten Sumedang dan kota Cimahi) berpusat di kota
Bandung, kawasan Mebidang (kota Medan, kota Binjai, dan kabupaten Deli
DKI Jakarta sebagai ibu kota Negara yang merupakan pusat pemerintahan
dan pusat ekonomi DKI Jakarta merupakan Provinsi yang menerima komuter
4
dalam jumlah besar. Jumlah komuter yang besar dapat ditunjukkan dengan adanya
perbedaan jumlah penduduk malam dan siang hari di DKI Jakarta. Banyak
penduduk dari wilayah lain yang melakukan aktivitasnya di pagi dan siang hari di
DKI Jakarta dan kembali pulang ke wilayahnya di sore atau malam hari yang di
sebut pelaku mobilitas ulang-alik atau komuter. Pada tahun 2011 terdapat 9,6 juta
penduduk pada malam hari dan membengkak menjadi 12 juta penduduk pada
siang hari karena adanya tambahan komuter (Tempo, 2011). Menurut Handiyatmo
(2009), jumlah pelaku mobilitas ulang-alik menuju kota Jakarta yang berasal dari
sampai tahun 2005 berdasarkan data Survei Migrasi Jabodetabek 2001 dan
SUPAS 2005. Bahkan dari data Sakernas BPS, pada tahun 2002 terdapat 740 ribu
komuter di Jakarta per harinya. Jumlah ini melonjak drastis pada tahun 2009
menjadi 1,4 juta komuter per harinya. Data dari Masyarakat Transportasi
Indonesia (MTI) menyebutkan bahwa tahun 2010 terdapat 5,4 juta komuter.
Jumlah ini berdasarkan dari data mobilitas penduduk yang dihitung berdasarkan
jumlah perjalanan atau trip yaitu 5,4 juta perjalanan per hari.
masalah. Salah satunya yaitu peningkatan jumlah kendaraan bermotor baik pribadi
sehingga dapat menyebabkan kemacetan yang tidak hanya di DKI Jakarta dan
para pengguna moda transportasi pribadi baik warga DKI Jakarta maupun warga
Salah satu moda transportasi massal yang mempunyai daya angkut penumpang
5
yang besar adalah KRL Jabodetabek. Akan tetapi jumlah armada kereta yang ada
yang juga akan berdampak buruk pada kesehatannya dan salah satunya adalah
stres. Besarnya jumlah komuter, keadaan jalan dan transportasi DKI Jakarta yang
padat dengan komuter menjadi menarik untuk diteliti berkaitan dengan tingkat
menjadi tinggi. Kesesakan sering dialami oleh komuter DKI Jakarta yang
menggunakan kereta. Keadaan yang terlalu padat selama perjalanan dalam kereta
terjadi pun tidak hanya di dalam kereta tetapi juga dipinggir pintu dan atap kereta
yang dapat berisiko pada keselamatan penumpang terutama bagi penumpang KRL
hari saat akan masuk kantor. Keterlambatan tidak hanya terjadi saat menunggu
kereta di stasiun tetapi juga saat di dalam kereta ketika menunggu perbaikan
kereta yang mogok. Keterlambatan ini akan menambah waktu tunggu yang lebih
6
lama bagi para penumpang khususnya komuter sehingga membuat para
penumpang resah sehingga bisa stres. Cantwell et al., (2009) mengatakan bahwa
waktu tunggu yang semakin lama akan menguatkan stres menjadi lebih tinggi.
Selama dalam perjalanan dari tempat asal ke tempat tujuan secara ulang-
alik maka komuter akan menemukan berbagai situasi dan kondisi yang
jadwal transportasi yang tidak teratur serta kondisi jalan yang tidak baik. Hal-hal
tersebut jika tidak dapat diketahui dengan baik maka akan menjadi masalah
jenuh dan memberikan tekanan terlebih lamanya perjalanan terus dilakukan secara
ulang-alik dari daerah asal ke tempat tujuan rutin setiap harinya. Terdapat
keterkaitan antara durasi komutasi dengan tingkat stres komuter. Keadaan jalan di
DKI Jakarta dan Bodetabek yang sering mengalami kemacetan, kondisi kendaraan
yang mogok akan menambah durasi perjalanan komuter setiap harinya menjadi
lebih panjang sehingga dapat menyebabkan stres kepada komuter. Selain durasi
secara nyata, penilaian akan durasi komutasi juga dapat memengaruhi stres
dilakukan. Selama perjalanan komutasi dapat memberi manfaat atau tidak. Jarak
dari tempat asal ke tempat tujuan juga terkait dengan stres kepada komuter. Jarak
yang panjang dapat menyebabkan perjalanan menjadi lama. Novaco & Collier
7
(1994) mengatakan bahwa seorang khususnya wanita dengan jarak komutasi yang
panjang memiliki tingkat stres yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas, banyak
variabel yang dapat memengaruhi stres kepada komuter. Oleh karena itu,
penelitian ini dibatasi penulis hanya pada variabel durasi komutasi, penilaian
durasi komutasi, jarak komutasi, waktu tunggu, kesesakan dan prediksi komutasi.
Jakarta adalah beragam yaitu bekerja, sekolah, berbelanja, bertemu keluarga dan
adalah bekerja dan transportasi yang menjadi pilihan utama komuter adalah
transportasi umum. Maka penelitian ini dibatasi pada komuter yang bertujuan
Tangerang-Jakarta. Oleh karena itu, maka penelitian ini akan dilakukan di kereta
pada 4 jalur tersebut. Jadi penelitian ini terbatas pada komuter yang berasal dari
8
1.3 Perumusan Masalah
bekerja.
komuter Bodetabek?
parsial?
komuter Bodetabek.
9
2. Mengetahui pengaruh variabel durasi komutasi, penilaian durasi komutasi,
Bodetabek. Sehingga dapat membuat kebijakan yang lebih baik lagi untuk
Bodetabek.
kepada penulis.
10
1.6 Sistematika Penulisan
Penelitian ini disajikan dalam lima bab. Bab pertama menguraikan tentang
latar belakang yang menjelaskan perlunya penelitian tentang tingkat stres pekerja
dalam penelitian ini. Bab ini juga menjelaskan tentang perumusan masalah,
Pada bab kedua diuraikan tentang kajian pustaka yang berkaitan dengan
stres dan tingkatannya serta pekerja komuter Bodetabek. Dalam bab ini juga
terdapat penjelasan singkat dari penelitian terkait mengenai tingkat stres pekerja
komuter. Kerangka pikir dan hipotesis dari penelitian ini pun diuraikan dalam bab
dua.
pengumpulan data primer terdapat pada bab ketiga. Termasuk penyusunan serta
kisi-kisi instrumen. Beberapa rumus dan cara untuk membuat penghitungan yang
hasilnya akan digunakan sebagai dasar analisis juga disebutkan pada bab ini.
mobilitas tingkat stres pekerja komuter Bodetabek. Uraian yang didasarkan hasil
regresi logistik ordinal dalam penelitian ini berada pada bab keempat. Kesimpulan
dari penelitian ini serta saran untuk penelitian lebih lanjut akan diuraikan pada bab
11