Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


SISTEM NEUROBEHAVIOR

Dosen Pembimbing:
Yusi Sofiyah M. Kep Ns. Sp. Kep. An

disusun oleh:
Kelompok 3
1. Aulia Rizkyah NIM. 032015005
2. Diana Anwar NIM. 032015009
3. Evie Oktaviani NIM. 032015014
4. Ghitha Faridha NIM. 032015019
5. Meisa Sri Rahayu NIM. 032015027
6. Nia Fitnurillah NIM. 032015031
7. Rahmi Nurul Istiqamah NIM. 032015038
8. Rika Aryanti NIM. 032015042

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH BANDUNG
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. bahwa penyusun


telah menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Neurobehavior dengan
membahas Sindrom Ekstrapiramidal dalam bentuk makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penyusun hadapi. Namun penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan rekan-
rekan kami, sehingga kendala-kendala yang penyusun hadapi teratasi. Penyusunan
makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah Sistem Neurobehavior di Stikes Aisyiyah Bandung.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penyusunan maupun materi, mengingat
akan kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga kepada rekan-rekan yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini.
Akhirnya penyusun berharap semoga Allah memberikan imbalan yang
setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan
semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal Alamiin.

Bandung, Oktober 2017

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................... 3
TINJAUAN TEORI .............................................................................................. 3
A. Definisi ......................................................................................................... 3
B. Anatomi, Fisiologi, Kimia, Fisika, dan Biokimia ........................................ 3
C. Etiologi ......................................................................................................... 8
D. Patofisiologi ................................................................................................. 8
E. Manifestasi Klinis ...................................................................................... 10
F. Pemeriksaan Diagnosis .............................................................................. 13
G. Penatalaksanaan ......................................................................................... 14
H. Penanganan ................................................................................................ 15
I. Diagnosis Banding ..................................................................................... 16
J. Komplikasi ................................................................................................. 16
K. Konsep Asuhan Keperawatan .................................................................... 16
BAB III ................................................................................................................. 23
PENUTUP ............................................................................................................ 23
A. Kesimpulan ................................................................................................ 23
B. Saran ........................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gejala psikosis dikaitkan terutama dengan adanya hiperaktivitas dari
neurotransmiter dopamin. Oleh karena itu, obat-obat yang digunakan untuk
mengurangi atau bahkan menghilangkan gejala psikosis mempunyai
mekanisme memblok reseptor dari dopamin, khususnya reseptor D2 dopamin.
Selain dari pengurangan gejala psikosis, penggunaan obat-obat antipsikosis
juga mempunyai efek samping yang berkaitan dengan neurotransmiter
dopamin. Efek samping ekstrapiramidal merupakan efek samping dari obat-
obat antipsikosis yang sering muncul dan sangat mengganggu pasien
sehingga dapat menurunkan ketaatan pasien untuk teratur mengkonsumsi
obat, yang mana akan menyebabkan sulitnya gejala-gejala psikosis untuk
berkurang atau hilang.

Sistem ekstrapiramidal merupakan jaringan syaraf yang terdapat pada


otak bagian sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari gerakan.
Letak dari ekstrapimidal adalah terutama di formatio retikularis dari pons dan
medulla, dan ditarget saraf di medulla spinalis yang mengatur
refleks, gerakan-gerakan yang kompleks, dan kontrol postur tubuh. Sindrom
ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu gejala atau reaksi yang
ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi
antipsikotik golongan tipikal. Obat antipsikotik tipikal yang paling sering
memberikan efek samping gejala ekstrapiramidal yakni Haloperidol,
Trifluoperazine, Pherpenazine, Fluphenazine, dan dapat pula oleh
Chlorpromazine. Gejala bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet,
spasme atau rigiditas, tetapi gejala-gejala tersebut diluar kendali traktus
kortikospinal (piramidal).

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Definisi dari Sindrom Ekstrapiramidal!
2. Sebutkan Etiologi dari Sindrom Ekstrapiramidal!
3. Jelaskan Patofisiologi dari Sindrom Ekstrapiramidal!
4. Sebutkan Manifestasi Klinis dari Sindrom Ekstrapiramidal!
5. Sebutkan Pemeriksaan Diagnostik dari Sindrom Ekstrapiramidal!
6. Jelaskan Penatalaksanaan dari Sindrom Ekstrapiramidal?
7. Jelaskan Penanganan dari Sindrom Ekstrapiramidal!
8. Sebutkan Diagnosis Banding dari Sindrom Ekstrapiramidal!
9. Sebutkan Komplikasi dari Sindrom Ekstrapiramidal!
10. Jelaskan Konsep Asuhan Keperawatan dari Sindrom Ekstrapiramidal?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi dari Sindrom Ekstrapiramidal
2. Untuk mengetahui Etiologi dari Sindrom Ekstrapiramidal
3. Untuk mengetahui Patofisiologi dari Sindrom Ekstrapiramidal
4. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari Sindrom Ekstrapiramidal
5. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik dari Sindrom
Ekstrapiramidal
6. Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari Sindrom Ekstrapiramidal
7. Untuk mengetahui Penanganan dari Sindrom Ekstrapiramidal
8. Untuk mengetahui Diagnosis Banding dari Sindrom Ekstrapiramidal
9. Untuk mengetahui Komplikasi dari Sindrom Ekstrapiramidal
10. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan dari Sindrom
Ekstrapiramidal
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Sindrom ekstrapiramidal merupakan suatu gejala atau reaksi yang
ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau jangka panjang dari
medikasi antipsikotik golongan tipikal dikarenakan terjadinya inhibisi
transmisi dopaminergik di ganglia basalis. Adanya gangguan transmisi
dikorpus striatum yang mengandung banyak reseptor D1 dan D2 dopamin
menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga bermanifestasi sebagai
sindrom ekstrapiramidal.

B. Anatomi, Fisiologi, Kimia, Fisika, dan Biokimia


Pusat perintah motorik di sistem saraf pusat harus melewati upper
motor neuron dan bersinaps dengan lower motor neuron untuk mencapai otot
tubuh. Upper motor neuron merupakan rangkaian awal neuron yang belum
meninggalkan sistem saraf pusat. Traktus piramidalis merupakan bagian dari
upper motor neuron yang penting. Traktus ekstrapiramidalis juga merupakan
bagian dari upper motor neuron dan terdiri dari multisinaptik. Sedangkan
lower motor neuron membawa pesan ke seluruh otot tubuh. Lower motor
neuron sendiri terdiri dari saraf-saraf kranial dan saraf-saraf spinal. Badan sel
neuron ini berada di batang otak tapi aksonnya meninggalkan sistem saraf
pusat dan bersinaps dengan otot-otot tubuh. Saraf-saraf kranial tidak
seluruhnya memiliki komponen lower motor neuron; seperti N I, N II, dan N
VIII tidak memiliki komponen motorik.
1. Mewakili semua jaras motorik yang tidak berjalan melewati piramida
medulla
2. Penting karena mempengaruhi sirkuit umpan balik motorik regulatoris
dalam medulla spinalis, pusat otak, serebelum, dan korteks serebri
3. Menambah system kortikal dari kerja volunteer motorik, meningkatkan
fungsinya ke tingkat yang lebih tinggi, dimana setiap gerakan volunteer
penampilannya halus dan lembut

3
4

Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum, globus palidus,


inti-inti talamik, nucleus subtalamikus, substansia nigra, formasio retikularis
batang otak, serebelum dan korteks motorik tambahan yaitu area 4, area 6 dan
area 8.

Kerusakan traktus piramidalis diluar daerah piramida selalu melibatkan


serat ekstrapiramidalis. Jika hanya serat pyramidal yang terpotong, paralysis
yang terjadi adalah paralysis flaksid. Karena pada tempat lain, kerusakan
traktus piramidalis selalu mencakup serat ekstrapiramidalis, teruma traktus
retikulospinalis dan vestibulospinalis, maka paralysis yang terjadi selalu
paralysis spastic.
5

Gangguan pada ekstrapiramidal dapat timbul gerakan otot


involunter,yaitu gerakan otot secara spontan dan tidak dapat dikendalikan
dengan kemauan dan gerak otot tersebut tidak mempunyai tujuan. Efek dari
gangguan sistem ini dapat memberikan efek defisit fungsional primer yang
merupakan gejala negatif dan efek sekunder yaitu gejala positif.

Pada ganguan dalam fungsi traktus ekstrapiramidal gejala positif dan


negatif itu menimbulkan dua jenis sindrom yaitu :
1. Sindrom hiperkinetik-hipotonik: asetilkolin menurun, dopamine
meningkat
6

a. Tonus otot menurun


b. Gerak involunter/ireguler
Pada : chorea, atetosis, distonia, ballismus

2. Sindrom hipokinetik-hipertonik : asetilkolin meningkat, dopamine


menurun
a. Tonus otot meningkat
b. Gerak spontan/asosiatif menurun
c. Gerak involunter spontan
Pada : parkinson

Gejala negative dapat berupa :


1. Bradikinesia
Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama sekali.
Gejala ini merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit
Parkinson.
2. Ganguuan sikap postural
Merupakan hilangnya reflex postural normal. Paling sering ditemukan
pada penyakit Parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena
penderita tidak dapat mempertahankan keseimbangan secara tepat.
Penderita akan terjatuh bila berputar dan didorong.

Gejala positif dapat berupa :


1. Gerakan involunter
a. Tremor
b. Athetosis
c. Chorea
d. Distonia
e. Hemiballismus
2. Rigiditas
Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan
ekstremitas secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif
7

tersebut dan mengenai gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut


sebagai plastic atau lead pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka
disebut dengan tanda cogwheel. Pada penyakit Parkinson terdapat gejala
positif dan gejala negative seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan
pada chorea Huntington lebih didominasi oleh gejala positif, yaitu :
chorea.
Susunan Ekstrapiramidal
Susunan ekstrapiramidal terdiri dari : korpus striatum, globuspalidus,
inti-inti talamik, nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatioretikularis
batang otak, serebelum berikut dengan korteks motoric tambahan yaitu area
4, area 6 dan area 8. Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan
yang lain oleh akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian
terdapat lintasan yang melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena
korpus striatum merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut segenap
neokorteks, maka lintasan sirkuit tersebut dinamakan sirkuit striatal yang
terdiri dari sirkuit striatal utama (principal) dan 3 sirkuit striatal penunjang
(aksesori).
Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu :
1. Hubungan segenap neokorteks dengan korpus striatum serta
globuspalidus
2. Hubungan korpus striatum/globus palidus dengan thalamus
3. Hubungan thalamus dengan korteks area 4 dan 6.
Data yang tiba diseluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada korpus
striatum/globus paidus/thalamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu
merupakan bahan feedback bagi korteks motoric dan korteks motoric
tambahan. Oleh karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal
lainnya menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata
utama, maka sirkuit-sirkuit itu disebut sirkuitstriatal asesorik. Sirkuit striatal
asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan stratum-globus
palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatalasesorik ke-2 adalah lintasan yang
melingkari globus palidus-korpus subtalamikum-globus palidus. Dan
8

akhirnya sirkuit asesorik ke-3, yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari
striatum-subtansia nigra-striatum.

C. Etiologi
Sindrom ekstrapiramidal terjadi akibat pemberian obat antipsikotik
yang menyebabkan adanya gangguan keseimbangan antara transmisi
asetilkolin dan dopamine pusat. Obat antipsikotik dengan efek samping gejala
ekstrapiramidalnya sebagai berikut
Obat antispikosis dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai
berikut :
Antipsikosis Dosis (mg/hr) Gejala ekstrapiramidal
Chlorpromazine 150-1600 ++
Thioridazine 100-900 +
Perphenazine 8-48 +++
trifluoperazine 5-60 +++
Fluphenazine 5-60 +++
Haloperidol 2-100 ++++
Pimozide 2-6 ++
Clozapine 25-100
Zotepine 75-100 +
Sulpride 200-1600 +
Risperidon 2-9 +
Quetapine 50-400 +
Olanzapine 10-20 +
Aripiprazole 10-20 +

D. Patofisiologi
Umumnya semua neuroleptic menyebabkan beberapa derajat disfungsi
ekstrapiramidal dikarenakan inhibisi transmisi dopaminergic di ganglia
basalis. Pada pasien skizofrenia dan pasien dengan gangguan psikotik lainnya
terjadi disfungsi pada sitem dopamine sehingga antipsikotik tipikal berfungsi
9

untuk menghambat transmisi dopamin dijaras ekstrapiramidal dengan


berperan sebagai inhibisi dopaminergi yakni antagonis reseptor D2 dopamin.
Namun penggunaan zat-zat tersebut menyebabkan gangguan transmisi di
korpus striatum yang mengandung banyak reseptor D1 dan D2 dopamin.
Gangguan jalur striatonigral dopamine menyebabkan depresi fungsi motorik
sehingga bermanifestasi sebagai sindrom ekstrapiramidal. Beberapa
neuroleptic tipikal (seperti haloperidol, fluphenazine) merupakan inhibitor
dopamin ganglia basalis yang lebih poten, dan sebagai akibatnya
menyebabkan efek samping gejala ekstrapiramidal yang lebih menonjol.
Dengan mengetahui jalur neuronal dopamin, dapat dimengerti bagaimana
efek dari obat-obat antipsikosis dan juga efek sampingnya.
Terdapat 4 jalur dopamin dalam otak :
1. Jalur dopamin mesolimbik
Jalur ini dimulai dari batang otak sampai area limbik, berfungsi mengatur
perilaku dan terutama menciptakan delusi dan halusinasi jika dopamin
berlebih. Dengan jalur ini dimatikan maka diharapkan delusi dan
halusinasi dapat dihilangkan.
2. Jalur dopamin nigrostriatal
Jalur ini berfungsi mengatur gerakan. Ketika reseptor dopamine pada jalur
ini dihambat pada postsinaps, maka akan menyebabkan gangguan gerakan
yang muncul serupa dengan penyakit Parkinson, sehingga sering disebut
drug-induced Parkinsonism. Oleh karena jalur nigrostriatal ini merupakan
bagian dari sistem ekstrapiramidal dari sistem saraf pusat, maka efek
samping dari blokade reseptor dopamine juga disebut reaksi
ekstrapiramidal.
3. Jalur dopamin mesokortikal
Masih merupakan perdebatan bahwa blokade reseptor dopamine pada
jalur ini akan menyebabkan timbulnya gejala negatif dari
psikosis, yang disebut neuroleptic-induced deficit syndrome.
4. Jalur dopamin tuberoinfundibular
10

Jalur ini mengontrol sekresi dari prolaktin. Blokade dari reseptor dopamin
pada jalur ini akan menyebabkan peningkatan level prolactin sehingga
menimbulkan laktasi yang tidak pada waktunya, disebut galaktorea.

E. Manifestasi Klinis
Akut
Efek samping muncul setelah pemakaian obat antipsikotik dalam hitungan
hari sampai minggu.
1. Parkinsonism yang diinduksi obat
Sindrom parkinsonism timbul 1-3 minggu setelah pengobatan awal,
lebih sering terjadi pada dewasa muda, dengan perbandingan perempuan :
laki-laki = 2:1. Faktor risiko antipsikotik menginduksi parkinsonism
adalah peningkatan usia, dosis obat, riwayat parkinsonism sebelumnya,
dan kerusakan ganglia basalis.
Manifestasi klinis yaitu gerakan spontan yang menurun
(bradikinesia), meningkatkan tonus otot (muscular rigidity) dan resting
tremor.
2. Distonia
Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama, biasanya
menyebabkan gerakan atau postur yang abnormal, termasuk krisis
okulorigik, prostrusi lidah, trismus, tortikolis, distonia laring-faring, dan
postur distonik pada anggota gerak dan batang tubuh.
Distonia lebih banyak diakibatkan oleh APG I terutama yang
mempunyai potensi tinggi, dan umumnya terjadi di awal pengobatan
(beberapa jam sampai beberapa hari pengobatan) atau pada peningkatan
dosis secara bermakna.
Gejala distonia berupa gerakan distonik yang disebabkan oleh
kontraksi atau spasme otot, onset yang tiba-tiba dan terus menerus, hingga
terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol. Otot yang paling sering
mengalami spasme adalah otot leher (torticolis dan retrocolis), otot rahang
(trismus, gaping, grimacing), lidah (protrusion, memuntir) atau spasme
pada seluruh otot tubuh (opistotonus). Pada mata terjadi krisis okulogirik.
11

Distonia glosofaringeal yang menyebabkan disartria, disfagia, kesulitan


bernapas, hingga sianosis. Spasme otot dan postur yang abnormal,
umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di daerah kepala dan leher,
tetapi terkadang juga daerah batang tubuh dan ekstremitas bawah.
Distonisa laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian. Sering terjadi
pada penderita usia muda (usia belasan atau dua puluhan) dan kebanyakan
pada laki-laki.
Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik
menurut DSM- IV adalah sebagai berikut :
Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau batang
tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau
menaikkan dosis medikasi neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi
yang digunakan untuk mengobati gejala ekstrapiramidal).
a. Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut yang berkembang
berhubungan dengan medikasi neuroleptik :
1) Posisi abnormal kepala dan leher dalam hubungannya dengan
tubuh (misalnya tortikolis)
2) Spasme otot rahang (trismus, menganga, seringai)
3) Gangguan menelan (disfagia), bicara, atau bernafas (spasme
laring-faring, disfonia)
4) Penebalan atau bicara cadel karena lidah hipertonik atau
membesar (disartria, makroglosia)
5) Penonjolan lidah atau disfungsi lidah
6) Mata deviasi ke atas, ke bawah, ke arah samping (krisis okulorigik)
7) Posisi abnormal anggota gerak distal atau batang tubuh
b. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari
setelah memulai atau dengan cepat menaikkan dosis medikasi
neuroleptik, atau menurunkan medikasi yang digunakan untuk
mengobati (atau mencegah) gejala ekstrapiramidal akut (misalnya obat
antikolinergik)
12

c. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan


mental (misalnya gejala katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda
bahwa gejala lebih baik diterangkan oleh gangguan mental dapat
berupa berikut : gejala mendahului pemaparan dengan medikasi
neuroleptik atau tidak sesuai dengan pola intervensi farmakologis
(misalnya tidak ada perbaikan setelah menurunkan neuroleptik atau
pemberian antikolinergik)
d. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi
neurologis atau medis umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena
kondisi medis umum dapat berupa berikut : gejala mendahului
pemaparan dengan medikasi neuroleptik, terdapat tanda neurologis
fokal yang tidak dapat diterangkan, atau gejala berkembang tanpa
adanya perubahan medikasi.
3. Akatisia
Merupakan bentuk yang paling sering dari sindroma
ekstrapiramidal yang diinduksi oleh obat antipsikotik. Manifestasi klinis
berupa perasaan subjektif kegelisahan (restlessness) yang panjang,
dengan gerakan yang gelisah, umumnya kaki yang tidak bisa tenang.
Penderita dengan akatisia berat tidak mampu untuk duduk tenang,
perasaannya menjadi cemas atau iritabel. Akatisia terkadang sulit dinilai
dan sering salah diagnosis dengan ansietas atau agitasi dari pasien
psikotik, yang disebabkan dosis antipsikotik yang kurang.

Kronik (late)
1. Tardive dyskinesia
Terjadi setelah menggunakan antipsikotik minimal selama 3 bulan
atau setelah pemakaian antipsikotik dihentikan selama 4 minggu untuk
oral dan 8 minggu untuk injeksi depot, maupun setelah pemakaian dalam
jangka waktu yang lama (umumnya setelah 6 bulan atau lebih). Penderita
yang menggunakan APG I dalam jangka waktu yang lama sekitar 20-
13

30% akan berkembang menjadi tardive dyskinesia. Seluruh APG I


dihubungkan dengan risiko tardive dyskinesia.
Umumnya berupa gerakan involunter dari mulut, lidah, batang
tubuh, dan ekstremitas yang abnormal dan konsisten. Gerakan oral-facial
meliputi mengecap-ngecap bibir (lip smacking), menghisap (sucking),
dan mengerutkan bibir (puckering) atau seperti facial grimacing. Gerakan
lain meliputi gerakan irregular dari limbs, terutama gerakan lambat
seperti koreoatetoid dari jari tangan dan kaki, gerakan menggeliat dari
batang tubuh.
2. Tardive dystonia
Ini merupakan tipe kedua yang paling sering dari sindroma tardive.
Gerakan distonik adalah lambat, berubah terus menerus, dan involunter
serta mempengaruhi daerah tungkai dan lengan, batang tubuh, leher
(contoh torticolis, spasmodic disfonia) atau wajah (contoh meiges
syndrome). Tidak mirip benar dengan distonia akut.
3. Tardive akatisia
Mirip dengan bentuk akatisia akut tetapi berbeda dalam respons
terapi dengan menggunakan antikolinergik. Pada tardive akatisia
pemberian antikolinergik memperberat keluhan yang telah ada.
4. Tardive tics
Sindroma tics multiple, rentang dari motorik tic ringan sampai
kompleks dengan involuntary vocazations (tardive gilles de la tourettes
syndrome).
5. Tardive myoclonus
Singkat, tidak stereotipik, umumnya otot rahang tidak sinkron.
Gangguan ini jarang dijumpai.

F. Pemeriksaan Diagnosis
Pemeriksaan yang dapat dilakukan di antaranya adalah pemeriksaan
fisik neurologis.
Pemeriksaan laboratorium tergantung pada tampilan klinis. Pasien
dengan distonia simplek tidak membutuhkan tes. Pemeriksaan kualitatif untuk
14

mendeteksi adanya antipsikotik tidak tersedia secara luas. Selain itu,


kandungan obat dalam serum untuk tranquilizer mayor tidak berkorelasi
dengan baik dengan keparahan klinis dari overdosis dan tidak bermanfaat
pada pengobatan akut. Pemeriksaan rutin elektrolit, nitrogen urea darah,
kreatinin darah, glukosa darah, dan bikarbonat bermanfaat dalam menilai
status hidrasi, fungsi ginjal, status asam basa, dan termasuk hipoglikemi
sebagai penyebab kelainan sensorium.
Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan perusakan otot
yang terlihat dari peningkatan potassium, asam urat, dan keratin kinase-MM.
Perusakan otot juga menghasilkan myoglobin yang diserap oleh ginjal,
sehingga menyebabkan disfungsi tubulus ginjal. Dehidrasi memperburuk
penyerapan ini. Pada myoglobinuria, urin menjadi berwarna cokelat gelap.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum untuk sindrom ekstrapiramidal yakni dengan
mulai menurunkan dosis antipsikotik, kemudian pasien diterapi dengan
antihistamin seperti difenhidramine, sulfas atropine atau antikolinergik seperti
trihexyphenidil ((THP), 4-6mg per hari selama 4-6minggu. Setelah itu dosis
diturunkan secara perlahan-lahan, yaitu 2 mg setiap minggu, untuk melihat
apakah pasien telah mengembangkan suatu toleransi terhadap efek samping
sindrom ekstrapiramidal ini. Dosis antipsikotik diturunkan hingga mencapai
dosis minimal yang efektif. Antihistamin yang dapat digunakan seperti
difenhidramin pada pasien yang mengalami distonia. Selain itu epinefrin dan
norepinefrin juga memberikan efek menurunkan konsentrasi antipsikotik
dalam plasma sehingga absorbs reseptor dopamine berkurang dan efek gejala
ekstrapiramidal dari antipsikotik dapat berkurang. Gejala ekstrapiramidal
dapat sangat menekan sehingga dianjurkan untuk memberikan terapi
profilaktik. Gejala ini penting terutama pada pasien dengan riwayat pernah
mengalami sindrom ekstrapiramidal sebelumnya atau pada pasien yang
mendapat neuroleptic poten dosis tinggi. Umumnya disarankan bahwa suatu
usaha dilakukan setiap enam bulan untuk menarik medikasi anti-
ekstrapiramidal sindrom pasien dengan pengawasan seksama terhadap
15

kembalinya gejala. Pasien yang mengalami reaksi dystonia akut harus segera
ditangani. Penghentian obat-obatan psikotik yang sangat dicurigai sebagai
penyebab reaksi harus dilakukan sesegera mungkin. Pemberian terapi
antikolinergik merupakan terapi primer yang diberikan. Bila reaksi distonia
akut berat harus mendapatkan penanganan cepat dan agresif. Umumnya lebih
praktis untuk memberikan difenhidramin 50 mg IM atau bila obat ini tidak
tersedia gunakan benztropin 2 mg IM. Penatalaksanaan akatisia dengan
memberikan anti kolinergik dan amanditin, dan pemberian proanolol dan
benzodiazepine seperti klonazepam dan lorazepam. Untuk sindrom Parkinson
diberikan agen antikolinergik. Sementara untuk tardive dyskinesia ditangani
dengan pemakaian obat neuroleptik secara bijaksana untuk dosis
medikasinya. Levadopa yang dipakai untuk pengobatan penyakitan Parkinson
idiopatik umumnya untuk tidak efektif akibat efek sampingnya yang berat.
Namun penggunaan golongan Benzodiazepin dapat mengurangi gerakan
involunter pada banyak pasien.

H. Penanganan
Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga banyak ahli
menganjurkan terapi profilaktik. Gejala ini penting terutama pada pasien
dengan riwayat EPS atau para pasien yang mendapat neuroleptik poten dosis
tinggi. Medikasi anti-EPS yang digunakan terutama adalah antikolinergik.
Hal tersebut disebabkan adanya reaksi reciprocal (berlawanan) antara
dopamin dan asetilkolin pada jalur dopamin nigrostriatal. Neuron-neuron
dopamin pada jalur nigrostriatal mempunyai koneksi postsinaps dengan
neuron kolinergik. Secara normal, dopamin menghambat pelepasan
asetilkolin dari postsinaps jalur kolinergik nigrostriatal. Obat antipsikosis
menghambat dopamine sehingga menyebabkan aktivitas asetilkolin yang
berlebih. Untuk mengurangi efek asetilkolin yang berlebih ini, digunakan
antikolinergik. Sehingga untuk setiap pemberian obat antipsikosis diberikan
antikolinergik untuk mencegah adanya efek samping ekstrapiramidal.
Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat
menyebabkan komplians yang buruk. Antikolinergik umumnya menyebabkan
16

mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi


urine. Selain dengan medikasi anti-EPS, dapat juga dilakukan pengurangan
dosis obatanti-psikosis atau dengan mengganti obat anti-psikosis dengan
jenis atipikal seperti olanzapine, risperidone, atau clozapine. Obat anti-
psikosis atipikal inihanya sedikit berpengaruh terhadap jalur nigrostriatal
sehingga efeknya terhadap ekstrapiramidal lebih sedikit dibanding obat-obat
anti-psikosis konvensional. Umumnya disarankan bahwa suatu usaha
dilakukan setiap enam bulan untuk menarik medikasi anti-EPS pasien dengan
pengawasan seksama terhadap kembalinya gejala.

I. Diagnosis Banding
Sindrom ekstrapiramidal dapat didiagnosis banding sebagai berikut:
1. Sindroma putus obat
2. Parkinson disease
3. Tetanus Gangguan gerak ekstrapiramidal primer
4. Distonia primer
Pada pasien dengan tardive diskinesia dapat pula didiagnosis banding
meliputi penyakit Hutington, Khorea Sindenham

J. Komplikasi
Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu
sehingga menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas dan gaangguan
gerak saat berjalan dapat menyebabkan penderita terjatuh dan mengalami
fraktur. Pada distonia laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian.
Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat
menyebabkan komplikasi yang buruk. Anti kolinergik umumnya
menyebabkan mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan, konstipasi
dan retensi urine. Amantadine dapat mengeksaserbasi gejala psikotik.

K. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien.
17

b. Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat


penyakit keluarga.
c. Pengkajian tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik, pada pemeriksaan
persarafan kemungkinan akan mendapatkan hasil:

1) Nervus cranial I (Olfaktorius)


Apakah ada gangguan pada penciuman dan menyebutkan kembali
pada saat pemeriksa mendekatkan kopi dan kayu putih
2) Nervus optikus II ( Optikus )
Apakah klien dapat membaca papan nama dalam jarak 30 cm
3) Nervus III, IV, V (okulomotorius, trochlearis dan abdusen)
Apakah Lapang pandang klien masih dapat melihat dalam jarak
90 , pupil mata dan kanan simetris, bentuk isokor, rangsang
terhadap cahaya +/+, daya akomodasi baik, klien dapat mengikuti
pensil sampai kehidung, pergerakan bola mata dapat bergerak ke
segala arah. Biasanya pada klien EPS penglihatan terlihat kabur.
4) Nervus cranial VI ( Trigeminus)
Apakah Pada saat di berikan rangsanagan dengan kedua mata di
tutup, klien dapat menyebutkan dan merasakan sensasi halus pada
daerah maksila dan mandibula. Reflek kornea baik, dapat berkedip
secara spontan, otot temporalis dan masseter teraba kuat. Biasa pada
EPS klien ada penurunan mengedip,
5) Nervus Cranial VII( fasialis )
Apakah Klien dapat mengerutkan dahi, mengangkat alis dan
tersenyum, klien kurang peka terhadap rasa asin manis dan asam.
Biasanya klien wajah topeng, kadang-kadang adanya tremor pada
bagian rahang
6) Nervus cranial VIII ( vestibulochoclearis)
Apakah Klien dapat menjawab pertanyaan dari perawat, bagaimana
keseimbangan pada saat berjalan.
7) Nervus IX, X( glossofaringeus dan vagus)
18

Apakah Reflek menelan baik, uvula di tengah ketika menyebutkan


aaa, tidak terdapat gangguan pada saat mengunyah. Biasanya pada
EPS adanya gangguan pada refleks menelan, dan kesulitan gerakan
mengunyah, lemah ketika berbicara atau bernafas.
8) Nervus cranial XI (accesorius )
Apakah Klien dapat melawan tahananan yang di berikan oleh
perawat. Ketika berjalan pada EPS klien terlihat menyeretkan
kakinya dan hilangnya ayunan tangannya ketika berjalan.
9) Nervus XII (hipoglosus)
Apakah Lidah klien simetris, pergerakan lidah ke segala arah.
Biasanya pada EPS klien terlihat menjulurkan lidahnya dan dapat
menimbilkan pengeluaran air liur.

2. Diagnosa Keperawatan yang biasanya ditemukan


a. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan bradikinesia,
regiditas otot dan tremor.
b. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan kesulitan: menggerakkan makanan, mengunyah,
dan menelan.
c. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan
kemampuan bicara dan kekakuan otot wajah.
d. Defisit parawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular,menurunya kekuatan,kehilangan kontrol
otot/koordinasi.
3. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji ROM, 1. Mengetahui
mobilitas fisik yang tindakan Kekuatan otot bagaimana skala dari
berhubungan keperawatan, kekuatan otot pada
dengan mobilitas meningkat pasien
bradikinesia, dengan Kriteria Hasil 2. Bantu klien 2. Agar pasien dapat
regiditas otot dan : melakukan ADL memenuhi ADL
19

tremor. a. ROM meningkat (olah raga setiap ketika sakit.


b. Kekuatan otot hari seperti
meningkat berjalan,
c. ADL mandiri bersepeda,
berenang, atau
berkebun).
3. Komres air hangat 3. Agar otot yang
dan lakukan tegang tidak terus
pengurutan untuk menegang
membantu
relaksasi otot.
4. Instruksikan klien 4. Kelelahan akan
untuk istirahat mengakibatkan otot
secara teratur agar menjadi tegang.
menghindari
kelemahan dan
frustasi.
5. Instruksikan klien 5. Merelaksasikan otot
berjalan dengan kaki yang tegang
posisi kaki terbuka. ketika berjalan.
6. Buat klien 6. Klien dapat
mengangkat tangan mengingat
dengan kesadaran, bagaimana ketika
mengangkat kaki melakukan sesuatu.
saat berjalan,
menggunakan
sepatu untuk
berjalan, dan
berjalan dengan
langkah
memanjang.
7. Beritahu klien 7. pasien yang
berjalan mengikuti mengikuti instruksi
irama musik untuk dengan berjalan
membantu mengikuti irama
memperbaiki musik menunjukan
sensorik. sensorik yang baik.
20

8. Ajarkan tehnik 8. (ROM) adalah


ROM latihan yang
dilakukan untuk
mempertahankan
atau memperbaiki
tingkat
kesempurnaan
kemampuan
menggerakan
persendian secara
normal dan lengkap
9. Ajarkan untuk 9. mengurangi
melakukan olah kekakuan saat
raga postural dan berjalan dan
teknik berjalan kemungkinan belajar
terus.
2. Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji pola nutrisi 1. Pada ESP
pemenuhan nutrisi: tindakan menunjukan pola
kurang dari keperawatan, nutrisi yang kesulitan
kebutuhan tubuh kebutuhan nutrisi dalam mengunyah
yang berhubungan tercukupi dengan KH dan menelan.
dengan kesulitan: : 2. Instruksikan klien 2. Melatih agar dapat
menggerakkan a. BB ideal (IMT untuk mengunyah menggerakan
makanan, Normal) dan menelan, gerakan mengunyah
mengunyah, dan b. Albumun, Hb, menggunakan pada pasien yang
menelan. Normal kedua dinding kesulitan
c. Conjungtiva tidak mulut. mengunyah.
anemis 3. Beritahu klien 3. agar klien dapat
d. Turgor kulit baik untuk mengontrol melatih cara menelan
e. Diit tercukupi akumulasi saliva ketika kesulitan
secara sadar menelan
dengan memegang
kepala dan menelan
secara periodik.
4. Berikan rasa aman 4. membantu klien
pada klien, makan ketika sedang makan,
dengan stabil dan dengan peralatan
21

menggunakan ketika makan


peralatan. menggunakan alat
bantu seperti NGT
5. Ajarkan klien atau OGT.
untuk berpikir saat 5. Mempermudah klien
menelan-menutup ketika klien sedang
bibir dan gigi makan dengan cara
bersama-sama, cara yang sudah di
mengangkat lidah ajarkan, agar terbiasa
dengan makanan di makan melalui oral.
atasnya, kemudian
menggerakkan
lidah ke belakang
dan menelan
sambil mengangkat
kepala ke belakang.
6. Kolaborasi 6. Meningkatkan nafsu
pemberian obat makan klien, dan
penambah nafsu dapat tambahan
makan, vitamin dari
multivitamin suplement.
3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan 1. Agar mengetahui
komunikasi verbal tindakan komunikasi klien bagaimana
yang berhubungan keperawatan, kemampuan bicara
dengan penurunan komunikasi menjadi klien.
kemampuan bicara efektif dengan 2. Nafas dalam 2. meningkatkan
dan kekakuan otot Kriteria Hasil : sebelum berbicara volume suara dan
wajah. a. tidak adanya jumlah kata dalam
kesulitan dalam kalimat setiap
berbicara, bernafas.
b. kata-kata dapat 3. Latih berbicara 3. memonitor kemajuan
dipahami. dalam kalimat komunikasi
pendek, membaca terapeutik pada klien
keras di depan kaca
atau ke dalam
perekam suara
(tape recorder).
22

4. Ajarkan klien 4. memperbaiki kata-


latihan wajah dan kata, volume, dan
menggunakan intonasi.
metoda bernafas
5. Kolaborasi terapi 5. Agar memudahkan
wicara. klien dalam
berkomunikasi selain
dengan cara
berbicara.
4. Defisit parawatan Setelah dilakukan 1. kaji kemampuan 1. melakukan ADL.
diri berhubungan tindakan keperawatan dan tingkat
dengan kelemahan tidak ada gangguan penurunan dan
neuromuskular,men mobilitas fisik klien skala 0 4.
urunya terpenuhi dengan 2. hindari apa yang 2. Menghindari dari
kekuatan,kehilanga kriteria : tidak dapat resiko jatuh.
n kontrol a. klien dapat dilakukan klien dan
otot/koordinasi. menunjukkan bantu bila perlu.
perubahan hidup 3. modifikasi 3. Meningkatkan rasa
untuk kebutuhan lingkungan nyaman klien.
merawat diri, 4. Bantu ADL/ 4. Agar tetap menjalani
b. klien mampu personal higiene ADL/personal
melakukan higiene klien
aktivitas perawatan 5. kolaborasi 5. Agar klien tidak
diri sesuai dengan pemberian mengalami
tingkat kemampuan pencahar dan konstipasi dan
, konsul ke dokter mencegah gangguan
c. mengidentifikasi terapi okepasi pencernaan.
personal/masyaraka
t yang dapat
membantu.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom ekstrapiramidal merupakan kumpulan gejala yang dapat
diakibatkan oleh penggunaan antipsikotik. Antipsikotik yang menghambat
transmisi dopamine dijalur striatonigral juga memberikan inhibisi transmisi
dopaminergic diganglia basalis. Adanya gangguan transmisi di korpus
striatum menyebabkan depresi fungsi motorik. Umumnya terjadi pada
pemakaian jangka panjang antipsikotik tipikal dan penggunaan dosis tinggi.

Manifestasi sindrom ini dapat berupa reaksi distonia, sindrom


parkinsonisme dan tardive dyskinesia. Gejala ekstrapiramidal dapat sangat
menekan sehingga dianjurkan memberikan terapi profilaktik. Sindrom
ekstrapiramidal ditangani dengan mulai menurunkan dosis antipsikotik,
kemudian pasien diterapi dengan antihistamin dan antikolinergik seperti
trihexyphenidil (THP) dan difenhidrami. Bila reaksi dystonia akut berat harus
mendapatkan penanganan cepat umumnya diberikan Beztropinsecara IV atau
difenhidramin secara IM. Untuk akatisia diberikan antikolinergikdan
amantadin, dan pemberian proanolol dan benzodiazepine seperti klonazepam
dan lorazepam. Pengenalan gejala dengan cepat dan penatalaksanaan yang
baik dapat memperbaiki prognosis. Namun penangan yang terlambat dapat
memberikan komplikasi mulai dari gejala yang irreversibel hingga kematian.
Penggunaan obat-obat antipsikosis mempunyai efek samping yang bisa
mempengaruhi kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat. Hal tersebut
dapat menyebabkan penyakit pasien berlangsung kronis dan terus-menerus
relaps.

Efek samping ekstrapiramidal memang mengganggu pasien, namun


tanpa obat antipsikosis sulit untuk pasien untuk sembuh dari gejala
psikosisnya. Dengan adanya agen antikolinergik, diharapkan efek samping

23
24

ekstrapiramidal akibat obat antipsikosis dapat ditekan dan pasien dapat lebih
teratur mengkonsumsi obat antipsikosis dan diharapkan dapat meningkatkan
kesembuhan dari pasien.

B. Saran
Pengenalan gejala dengan cepat dan penatalaksanaan yang baik dapat
memperbaiki prognosis. Namun penanganan yang terlambat dapat
memberikan komplikasi mulai dari gejala yang irreversibel hingga kematian.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, referat-sindroma-ekstrapiramidal, www.documents.tips, diakses pada


pukul: 13.00 WIB Senin, 8 Oktober 2017.

Aytseira, sindroma-ekstrapiramidal, www.wordpress.com, diakses pada pukul:


13.00 WIB Senin, 8 Oktober 2017.

Anonim, Sindrom Ekstrapiramidal, www.scribd.com, diakses pada pukul: 14.00


WIB Senin, 8 Oktober 2017.

Anda mungkin juga menyukai