Anda di halaman 1dari 3

Mendamaikan Kemodernan Dengan Syariat

Syariat adalah hukum islam, yang mana hukum tersebut diambil dari sumber dasarnya
yakni nash al-Quran dan al-Hadits. Untuk sumber hukum lainnya seperti urf, ijma, qiyas,
masalihul mursalah dan lain sebagainya adalah tambahan dari hukum islam sesuai dengan
golongan keislaman masing-masing. Hukum islam didatangkan dengan tujuan merangkul
kaum muslimin agar menjadi muslim yang lurus tak terjerumus dalam hitamnya kebebasan.
Dalam rangka berfikir, mungkin ada golongan yang mengatakan bahwa ilmu yang paling
baik adalah ilmu fiqih dan ilmu hal, mengenai filsafat dan ilmu debat jangan dipelajari maka
akan merusak akidah kalian dalam hal beragama.1

Islam memandang positif jika umatnya memperkaya diri dengan keilmuan, bahkan
mewajibkan setiap muslim untuk menjadi intelek. Ulama Tafsir jaman dahulu mereka sangat
konperehensif dalam belajar keilmuan, untuk langkah awal mereka mempelajari dasar-dasar
agama baik tentang Ulum al-Quran, Ulum al-Hadits, Fiqh, Sejarah Islam maupun yang
lainnya. Setelah dasar kuat mereka belajar keilmuan yang lain seperti filsafat yunani, filsafat
kuno, matematika dan keilmuan yang lainnya. Islam tidak menafikan keilmuan yang lain.

Modern adalah kemajuan, atau sebuah gebrakan baru yang pada umumnya dilirik dari
segi kemajuan teknologinya. Diciptakan teknologi adalah upaya untuk membantu manusia,
contoh sepeda motor, sepeda motor ini digunakan untuk membantu manusia dalam
mempercepat geraknya menuju tujuan yang dituju, meminimalisir macet dan lain sebagainya.

Menurut Prof. Dr. Mujammil., M.Ag. seorang dosen IAIN Tulungagung dan pernah
menjabat menjadi Rektor STAIN Tulungagung(dulu masih berupa stain dan sekarang telah
beralih status menjadi IAIN seiring dengan terpenuhinya syarat-syarat alih status), beliau
berpendapat bahwa Syariat harus sesuai dengan modern, dan ke-modern-an harus disetir
dengan syariat. Dalam hal syari harus sesuai dengan keadaan modern dalam lingkup
tertentu. Berikut contoh-contoh yang dikemukakan oleh beliau.

Pertama, Suatu ketika beliau berpergian dari Dubai ke Maroko, beliau ingin
melaksanakan shalat subuh, tapi beliau bingung bagaimana melaksanakan shalat subuh. Aku
adalah makhluk bumi, tapi sekarang aku berada di langit, kata beliau. Dilihat dari segi
waktu menjalankan shalat subuh sudah masuk, tetapi sekarang dia berada diatas dia belum
bisa melaksanakan shalat subuh. Beliau masih ragu, kemudian ia mengikuti hati nuraninya
untuk melaksanakan shalat di pesawat. Posisi pesawat pada saat itu terbang menuju ke arah
barat, sehingga tidak bisa melihat munculnya matahari dari arah timur. Jika dilihat dari
kendaraan pesawat tidaklah terlihat masuk waktu shalat subuh. Delapan jam kemudian,
pesawat mendarat di Maroko, saat mabit baru terdengarlah kumandang adzan subuh. Oleh
karena itu beliau mengambil ibrah bahwa syariat haruslah menyesuaikan dengan ke-moderen-
an, dalam konteks ini kita harus menyesuaikan syariat dengan perkembangan yang ada.

Kedua, mengenai diperbolehkannya menggambil rukhsah berupa shalat qashar saat


berpergian. Beliau memiliki pandangan yang sedikit berbeda dengan fiqh klasik. Fiqh klasik
sebagai contoh imam syafii mendeskripsikan bahwa yang dimaksud berpergian adalah pergi
keluar dari desa dengan batasan minimal 83 kilometer, menurut Prof. Dr. Mujammil.,M.Ag
mengatakan pendapat imam syafii tentang maksud berpergian itu saja hanya berupa ijtihad,
bukan sebuah nash yang tertulis. Beliau berpendapat kita harus menyesuaikan syariat dengan
ke-modern-an. Jadi kita kalau di pesawat bila menemui waktu shalat maka shalatlah.

Ketiga, masa iddah merupakan masa ditanggungkan kepada sang istri yang ditinggal
mati suaminya dengan tujuan untuk menentukan apakah masih ada janin di dalam rahim sang
istri. Masa iddah diwujudkan bukan hanya berdasarkan nash saja tapi juga memandang dari
segi etika. Pantaskah dia setelah ditinggal mati suaminya langsung menikah? Pasti tidak,
karena tidak elok dipandang jika setelah ditinggal mati langsung menikah, rasa sedih
terhadap ditinggalnya suami tidak ada, maka dari itu islam memberi batasan sesuai dengan
etika kesopanan. Beliau memiliki pandangan baru tentang masa iddah, jika masa iddah
ditentukan hanya untuk mengetahui apakah ada janin di dalam rahim atau tidak, maka dengan
teknologi canggih seperti USG sudah dapat melihat adakah janin, bahkan jenis kelamin sudah
dapat diketahui dengan lat canggih tersebut. Jadi menurut beliau sudah boleh setelah suami
meninggal, melaksanakan USG, dan hasilnya tak ada janin kemudian dilangsungkan dengan
menikah.

Begitu juga dalam hal ke-modern-an juga harus disesuaikan dengan batasan agama.
Menurut Prof. Dr. Mujammil., M.Ag. teknologi sebenarnya diciptakan untuk membantu
manusia dalam melaksanakan syariat agama. Misalnya seorang muslim akan melaksanakan
wudhu. Ukuran sumur jika di wilayah arab paling tidak berkedalaman sekitar 25 meter untuk
menemukan air, jika seorang muslim tersebut menimba dengan kedalaman tersebut, sulitlah
dia meraihnya. Dengan diciptakan teknologi seperti pompa air maka akan mempermudah dia
dalam melaksanakan syariat seperti wudhu.

Mengenai teknologi harus disesuaikan dengan agama misalnya, Korea Utara terkenal
dengan pengembangan serta pembuat nuklir yang fenomenal. Keberadaannya sebagai sumber
kekhawatiran komunitas internasional. Banyak jenis nuklir yang pernah diluncurkan oleh
negara tersebut dengan berbagai jenis zat kimia pembangun nuklir ada yang berupa bom
hidrogen, bom atom. Bahan-bahan yang dipakai ada yang berupa plutonium dan ada pula
uranium dan masih banyak bahan lagi. Korea utara menciptakan senjata pemusnah massal
tersebut dengan tujuan kedamaian dan politik. Kemudian apa tanggapan dan tindak lanjut
dari komunitas internasional? Komunitas tersebut yang tersusun dari Amerika Serikat, Rusia,
Cina, Jepang, dan Korea Selatan mencoba mengaja korea utara untuk terlibat dalam
perundingan yang dikenal dengan perundingan enam pihak. Ada berbagai upaya untuk
pelucutan senjata nuklir korea utara, tetapi upaya ini tidak menghalangi tidakan pyongyang
(pimpinan pembuat nuklir korea utara). Dari tahun 2005 sampai 2016 tetap melaksanakan uji
coba peledakan meskipun sudah ada upaya penghentian tindakan produksi nuklir. Oleh
karena itu agama menanggapi bukankah itu sebuah madarat yang besar menciptakan
pemusnah massal, dipandang dari logika saja merupakan ancaman umat manusia dan
makhluk hidup yang lain.

Berbagai contoh yang digambarkan diatas, kita harus menyesuaikan posisi agama dan
ke-modern-an sesuai dengan kondisi dan batasannya. Penyesuaian syariat dengan ke-
modern-an harus diterapkan dan di sisi lain ke-modern-an juga harus di batasi oleh agama
supaya tidak membabi buta dalam melaksanakan kegiatan yang mana mempergunakan ke-
modern-an sebagai alat untuk membantu kepentingan manusia tersebut.

Khaf/ 31-03-2017

1
Dalam talim al-Mutaallim menjelaskan bahwa santri atau pelajar dilarang belajar tentang ilmu debat karena
hal itu akan menimbulkan mudharat.

Anda mungkin juga menyukai