Anda di halaman 1dari 20

A.

Definisi Parotitis
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus.
Penyakit ini merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering.
Kejadian parotis saat ini berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens parotitis
tertinggi pada anak-anak berusia 4-6 tahun. Onset penyakit ini diawali dengan
adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah sekitar kelenjar parotis. Masa inkubasi
berkisar antara 2 hingga 3 minggu. Gejala lainnya berupa demam, malaise.
Mialgia, serta sakit kepala (Susyana Tamin, 2011). Pada saluran kelenjar ludah,
terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan
saluran. Parotitis yang juga dikenal sebagai penyakit gondong ini adalah penyakit
yang biasanya menyerang anak-anak berusia 2-12 tahun. Jika seseorang pernah
menderita penyakit ini, maka orang itu akan memiliki kekebalan seumur
hidupnya. Penyakit Parotitis (gondongan) adalah suatu penyakit menular dimana
sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah
(kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan
pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Penyakit
gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemik atau
epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak dibawah usia 15 tahun
(sekitar 85% kasus). (Warta Medika, 2009).
Parotitis merupakan penyakit virus akut yang biasanya menyerang kelenjar
ludah terutama kelenjar parotis (sekitar 60% kasus). Gejala khas yaitu
pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Pada saluran kelenjar ludah
terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan
saluran. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem
saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang
beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang
menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon
kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh.
(Sumarmo,2008). Dalam sebuah jurnal penelitian oleh Puspita, Komang Yullan
(2014), menjelaskan bahwa ada suatu zat yakni chlorhexidine yang digunakan
dalam jangka waktu 2 minggu seringkali menimbulkan efek samping timbulnya

1
parotitis dengan tanda munculnya iritasi pada mukosa mulut, sensasi terbakar dan
perubahan persepsi rasa.
Obi Andareto (2015) menjelaskan faktor penyebab parotitis adalah
gangguan pada kelenjar tiroid sehingga tidak dapat mensekresikan hormon tiorid
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Juga dapat terjadi karena kekurangan kadar
yodium yang menyebabkan gondok bersifat endemik. Demikian pula, kekurangan
yodium pada wanita hamil kadang-kadang menyebabkan bayi meninggal dunia
maupun dilahirkan dengan kelambatan mental atau tuli (kretinisme). Penyakit ini
di Indonesia disebut gondongan atau radang kelenjar gondok, disebut juga
parotitis infektiosa. Adapun biasanya kelenjar yang terkena adalah kelenjar
parotis, kelenjar sublingualis dan kelenjar submaksilaris di antara telinga dan
rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi
bagian bawah (Chin, 2000). Menurut Sumarmo (2008) penyakit gondong
(mumps, parotitis) dapat ditularkan melalui kontak langsung, percikan ludah
(droplet), muntahan, dan bisa pula melalui air kencing.
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-
40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat
menjadi sumber penularan seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit.
Masa tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18
hari. Ada dua macam klasifikasi dari parotitis, yaitu sebagai berikut :
a) Parotitis kambuhan
Maksud kambuhan disini adalah, apabila pasien yang sebelumnya telah
terinfeksi, kemudian kambuh kembali. Anak-anak yang biasanya terkena
parotitis tipe ini adalah ketika sampai pada usia antara 1 bulan hingga
akhir usia kanak-kanak (sampai 12 tahun).
b) Parotitis akut
Tanda yang nampak dari parotitis akut ini adalah rasa sakit yang tiba-
tiba, kemerahan dan pembengkakan pada daerah parotis. Tanda-tanda
parotitis akut ini dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah yang dilakukan
pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut. Hal mengenai
pasca-bedah ini khususnya apabila penggunaan anastesi umum lama dan
ada gangguan hidrasi.

2
2.1 Etiologi Parotitis
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok
paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan
virus newcastle disease. Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90300 m.
Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan
terinfeksi lain. Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya
dapat bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur
pada suhu <4 C, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama
30 detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi
pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kalenjar limfa lokal dan
diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung
selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis,
ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke sistem saraf
pusat melalui plexus choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa
penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan serebrospinal,
darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7
hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan pada
kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kalenjar ludah
dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang (Sumarmo, 2008).
Virus yang paling umum yang menyebabkan parotitis akut adalah mumps.
Mumps merupakan virus RNA rantai tunggal genus Rubulavirus subfamily
Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae. Virus mumps mempunyai 2
glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein. Virus ini
juga memiliki dua komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau
yang dapat larut (soluble) yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang
berasal dari hemaglutinin permukaan. Vaksinasi rutin dilakukan setiap kali
insidens mumps. Mumps akan sembuh dengan sendirinya dalam 10 hari. Bakteri
parotitis akut yang paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus
Aureus tetapi bisa juga disebabkan oleh bakteri commensal. Parotitis
ekstrapulmonary tuberculosis. Mikrobakterium ini menyebabkan tuberkulosis dan
dapat juga menyebabkan infeksi parotis. Infeksi tersebut menyebabkan

3
pembesaran tetapi nyeri sedang pada kelanjar parotis. Diagnosis dibuat melalui
penemuan tipe radiografi dada, kultur, diagnosis histologi setelah kelenjar
diangkat. Ketika didiagnosis dan dirawat dengan pengobatan anti tuberkular,
kelenjar mungkin kembali normal dalam1 -3 bulan.
Penyebab autoimun diketahui sebagai parotitis kronis autoimun. Sindrom
Sjogrens meruapakan inflamasi kronis pada kelenjar saliva bisa menjadi sebuah
penyakit autoimun yang dikenal sebagai Sindrom Sjogrens. Penyakit ini paling
umum muncul pada orang berumur 40-60 tahun, tetapi bisa juga menyerang anak
kecil. Pada sindrom Sjogrens, prevalensi parotitis perempuan : laki-laki berkisar
9 : 1. Sindrom ini sering bermanifestasi dengan kekeringan berlebihan pada mata,
mulut, hidung, vagtna dan kulit. Blokade atau penyumbatan dari saluran parotis
utama, satu dari cabangnya, sering menyebabkan parotitis akut, inflamasi
selanjutnya terhadap super infeksi bakteri. Penyumbatan bisa terjadi akibat dari
batu saliva, sumbatan mucus, atau jarang dari tumor ganas. Batu saliva atau bisa
dikenal dengan sialolithiasis atau kalkulus saluran saliva merupakan bentukan dari
kalsium tetapi tidak mengindikasikan kelainan kalsium. Batu saliva pada kelenjar
parotis lebih sering terbentuk di hilum atau di dalam parenkim. Gejala yang
dirasakan pasien adalah terdapat bengkak yang hilang timbul disertai dengan rasa
nyeri. Dapat teraba batu pada kelenjar yang terlibat Batu saliva didiagnosa melalui
X-Ray, CT Scan atau USG (Professor of otolaryngology, 2009).

2.2 Patofisiologi Parotitis


Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus.
Penyakit ini merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering.
Kejadian parotitis saat ini berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens parotitis
tertinggi pada anak-anak berusia antara 4-6 tahun. Onset penyakit ini diawali
dengan adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah sekitar kelenjar parotis. Masa
inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu. Gejala lainnya berupa demam,
malaise, mialgia, serta sakit kepala (Tamin, Susyana & Duhita Yassi, 2011).
Parotitis tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic atau
epidemik. Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-12
tahun. Parotitis sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari dua

4
tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau dilindungi oleh
antibody yang baik. Anak yang pernah menderita parotitis akan memiliki
kekebalan seumur hidupnya (Nahlieli, 2005). Penularan atau penyebaran virus
dapat ditularkan melalui kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah,
mungkin dengan urine. Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau
mulut. Biasanya kelenjar yang terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh
virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer Ig-M
dan Ig-G secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens. Semakin
banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis
atau epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikutnya virus ke dalam
aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar atau saraf yang
kemudian akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.
Masa inkubasi 15 sampai 21 hari kemudian virus bereplikasi di dalam
traktus respiratorius di dalam traktus respiratorius atas dan nodus limfatikus
servikalis, dari sini virus menyebar melalui aliran darah ke organ-organ lain,
termasuk selaput otak, gonad, pankreas, payudara, thyroidea, jantung, hati, ginjal
dan saraf otak. Bila testis terkena maka terdapat pendarahan kecil dan nekrosis sel
epitel tubuli seminiferus. Pada pancreas kadang terdapat degenerasi dan nekrosis
jaringan. Adenitis kelenjar liur manifestasi viremia awal. Viruria biasanya terjadi
dan disertai oleh gangguan ginjal (Suprohaita et al, 2000). Perjalanan penyakit
klasik dimulai dengan demam, sakit kepala, anoreksia dan malaise. Dalam 24 jam
anak mengeluh sakit telinga yang bertambah dengan gerakan mengunyah, esok
harinya tampak glandula parotis yang membesar dan cepat bertambah besar,
mencapai ukuran maksimal dalam 1-3 hari, biasanya demam menghilang 1-6 hari
dan suhu menjadi normal sebelum hilangnya pembengkakan kelenjar.bagian
bawah daun telinga terangkat keatas dan keluar oleh pembengkakan glandula
parotis. Pembengkakan dapat disertai nyeri hebat, nyeri mulai berkurang setelah
tercapai pembengkakan maksimal berlangsung selama 6-10 hari. Biasanya satu
glandula parotis membesar kemudian diikuti yang lainnya dalam beberapa hari.
Adakalanya kanan dan kiri membesar bersamaaan parotis unilateral ditemukan
kira-kira 25% (Berker, 2004).

5
Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi
demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot. Kemudian dalam 3 hari terjadilah
pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian bilateral,
disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada manusia selama fase akut,
virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air seni dan liquor. Pada pankreas
kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan (Mansjoer, 2000).
Kondisi parotitis memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien. Adanya
respons inflamasi sistemik memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh.
Manifestasi respons ketidaknyamanan sakit kepala dan anoreksia memberikan
manifestasi peningkatan suhu tubuh. Manifestasi respon ketidaknyamanan sakit
kepala dan anoreksia memberikan manifestasi nyeri dan ketidak seimbangan
pemenuhan nutrisi. Raad et al (1990), setelah kajian literatur, menyimpulkan
bahwa faktor utama dalam patogenesis adalah dilatasi duktus dengan atau tanpa
bukti obstruksi dan infeksi persisten derajat rendah.

6
WOC PAROTITIS

Pamyxovirus

Meningoenseph
Masuk mulut/ hidung alitis, orkitis,
meningitis,
MK : Potensial ooforitis,
Virus menumpuk dalam tubuh Komplikasi nefritis,
miokarditis,
Poliferasi artritis
MK :
MK : Hipertermi
Ketidak- Viremia (virus ikut aliran darah) Di kelenjar Tiroiditis
Respon inflamasi tiroid
seimbangan Demam sistemik
nutrisi
Virus berdiam di kelenjar parotid
kurang dari
Panas Kemerahan
kebutuhan Neurisitis saraf Tinitus Tuli
tubuh Parotitis Proses infeksi pendengaran
Aliran Vasodilatasi sistem
darah mikrosirkulasi area
Anoreksia Respon inflamasi Peningkatan
meningkat yang terinfeksi lokal IgG & IgM
Sakit Kaku Kelenjar parotid
otot membesar Bengkak Permeabilitas kapiler &
menelan
venul yang terinfeksi
MK : Gangguan Nyeri terhadap protein meningkat
Rasa Nyaman telinga

MK : Nyeri Nyeri Nyeri Difusi protein & filtrasi


7
Akut kepala air ke interstisiel
2.3 Manifestasi Klinis
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami
keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit
(subclinical). Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang
mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut.
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit gondong sekitar 12-24 hari dengan
rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan
berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sebagai berikut (Obi Andareto,
2015) :
1) Pada tahap awal (1-2 hari) penderita gondong mengalami gejala, demam
(suhu badan 38,5-40oC), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu
makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya
disertai kaku rahang (sulit membuka mulut)
2) Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis)
yang diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian
kedua kelenjar mengalami pembengkakan
3) Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur-
angsur mengempis.
4) Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar dibawah rahang
(submandibula) dan kelenjar dibawah lidah (sublingual) . pada pria akil
balik adakalanya terjadi pembengkakan buah akar (testis) karena
penyebaran melalui aliran darah.

2.4 Pemeriksaan Diagnostik


a) Darah rutin
Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya
leukopenia ringan yakni kadar leukosit dalam satu liter darah menurun.
Normalnya leukosit dalam darah adalah 4x109/L darah dengan limfositosis
relatif, namun komplikasi sering menimbulkan leukositosis
polimorfonuklear tingkat sedang.

8
b) Amilase serum
Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan
pembengkakan parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2
minggu. Kadar amylase normal dalam darah adalah 0-137 U/L darah.
c) Pemeriksaan serologis
Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk menunjukan
adanya infeksi virus (Nelson, 2000), yaitu:
1) Hemaglutination inhibition (HI) test
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset
cepat dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan
titer spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya
parotitis.
2) Neutralization (NT) test
Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk
biakan fibroblas embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah terjadi
hemadsorpsi. Pengenceran serum yang mencegah terjadinya hemadsorpsi
dinyatakan oleh titer antibodi parotitis epidemika. Uji netralisasi asam
serum adalah metode yang paling dapat dipercaya untuk menemukan
imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal.
3) Complement Fixation (CF) test
Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan jumlah
respon antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi diagnosa
infeksi parotitis epidemika akut. Antibodi terhadap antigen V mencapai
titer puncak dalam 1 bulan dan menetap selama 6 bulan berikutnya dan
kemudian menurun secara lambat 2 tahun sampai suatu jumlah yang
rendah dan tetap ada. Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan analisis
standar apapun menunjukan infeksi yang baru terjadi. Antibodi terhadap
antigen S timbul cepat, sering mencapai maksimum dalam satu minggu
setelah timbul gejala, hilang dalam 6 sampai 12 minggu.
d) Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus
dilakukan dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor

9
serebrospinal atau darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat
hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada
pada biakan yang diberi serum hiperimun.

2.5 Penatalaksanaan
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh atau hilang
sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi
spesifik bagi infeksi virus Mumps oleh karena itu pengobatan parotitis
seluruhnya simptomatis dan suportif.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog
seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin
diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan oral. Jika respons
suboptimal atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi, maka antibiotik intravena
mungkin lebih sesuai.
Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita :
1) Penderita rawat jalan
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan
umum cukup baik).
a) Istirahat yang cukup, di berikan kompres
b) Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c) Medikamentosa : Analgetik-antipiretikPenderita rawat inap
2) Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala
hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi.
a) Diet lunak, cair dan tidak kering
b) Analgetik-antipiretik
c) Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi
3) Terapi komplikasi
A) Encephalitis
Simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna untuk
mengurangi sakit kepala.
B) Orkhitis
a) Istrahat yang cukup

10
b) Pemberian analgetik
c) Sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg/kg/24 jam, peroralm,
selama 2 4 hari)
4) Pankreatitis
Terapi simptomatis dengan cairan yang cukup.

2.6 Pencegahan
Pencegahan adalah solusi terbaik supaya terhindar dari penyakit ini. Cara
pencegahan terbaik untuk parotitis adalah dengan imunisasi rutin rekomendasi
IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) 2011. Vaksin ini merupakan kombinasi
dengan vaksin measles (campak) dan rubella (campak Jerman). Diberikan
sebanyak 2 kali, yaitu pada usia 15 bulan dan kemudian usia 56 tahun (FK
UNUD, 2011). Penecegahan bisa dilakukan secara pasif dan aktif. Berikut adalah
perbedaan pencegahan secara pasif dan aktif.
A) Pasif : Gamma globulin parotitis hiperimun tidak efektif dalam
mencegah parotitis atau mengurangi komplikasi.
B) Aktif : Pemberian rutin vaksin parotitis hidup yang dilemahkan. Anak
yang divaksinasi biasanya tidak mengalami demam atau reaksi klinis
lain yang dapat dideteksi, tidak mengeksresi virus, dan tidak menular
terhadap kontak yang rentan. Jarang parotitis dapat berkembang 7 10
hari sesudah vaksinasi. Vaksin memicu antibody pada sekitar 96%
resipien seronegatif dan mempunyai kemanjuran protektif sekitar 97%
terhadap infeksi parotitis alamiah. Proteksi tampak berakhir lama. Pada
suatu wabah parotitis, beberapa anak yang telah diimunisasi dengan
vaksin parotitis sebelumnya mengalami sakit yang ditandai dengan
demam, malaise, mual, dan ruam popular merah yang melibatkan badan
dan tungkai tetapi mentelamatkan telapak tangan dan kaki. Ruam
berakhir sekitar 24 jam. Tidak ada virus yang diisolasi dari anak, tetapi
kenaikan titer antibody parotitis ditunjukkan.

11
2.7 Komplikasi
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa
penyulit, tetapi kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu.
Keadaan seperti ini dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat
menyerang organ selain kelenjar liur. Hal tersebut mungkin terjadi terutama jika
infeksi terjadi setelah masa pubertas. Dibawah ini adalah komplikasi yang dapat
terjadi akibat penanganan atau pengobatan yang kurang dini :
a) Meningoensepalitis : Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri
kepala ringan, yang kemudian disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan
suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksia). Komplikasi ini merupakan
komplikasi yang sering pada anak-anak.
b) Ketulian : Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun
insidensinya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf
unilateral, kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen.
c) Orkitis : Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh,
testis yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis
yang permanen Sehingga kemandulan dapat terjadi pada masa setelah
puber dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil mual, nyeri
perut bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis.
d) Ensefalitis atau Meningitis : Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya
berupa sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10%
penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1
diantara 400-6.000 penderita yang mengalami ensefalitis cenderung
mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian
atau kelumpuhan otot wajah.
e) Ooforitis : Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7%
pada penderita wanita pasca pubertas.
f) Pankreatitis : kelainan berat tetapi jarang terjadi. Pankreatitis dapat
terjadi karena infeksi virus parotitis yang menyebabkan jejas primer sel
asiner dan terjadi efek destruktif enim-enim pankreas yang dilepas oleh
sel asiner sehingga leukosit akan meleppaskan sitokin pro inflamatorik
yang menyebabkan terjadinya inflamasi lokal dam edema pada pankreas

12
Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama. Penderita
merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan
menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita akan sembuh total.
g) Nefritis : Kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan
viruria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-
anak belum diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari
sesudah parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang. Dapat
sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
h) Miokarditis : Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi
infeksi ringan miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui.
Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul 510hari pada parotitis.
Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti depresi segmen S-
T, flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi,
pembesaran jantung dan bising sistolik.
i) Artritis : Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai
dengan pembengkakan dan kemerahan sendi biasanya penyembuhannya
sempurna. Manifestasi lain yang jarang tapi menarik pada parotitis adalah
poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi mulai 1-
2minggu setelah berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah
sendi besar khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu
dan sembuh sempurna.

2.8 Prognosis
Prognosis pasien parotitis hidup karena gejala ringan dan tidak ditemukan
keterlibatan infeksi susunan saraf pusat. Parotitis bersifat self-limiting dan hanya
memerlukan pengobatan suportif. Prognosis fungsi karena walaupun pasien sudah
memasuki usia pubertas, orkitis terjadi unilateral. Sehingga kecil kemungkinan
terjadi atro testis kecil. Infeksi virus parotitis epidemika memberikan imunitas
jangka panjang, dan tidak menyebabkan kekambuhan pada pasien sehingga
prognosis sanactionam baik (Pudjiadi & Hadinegoro, 2009).
Karena sifat dari penyakit yang mendasarinya, mayoritas pasien dengan
ascending parotitis adalah pada usia paruh baya atau lebih tua. Pada pasien yang

13
dilaporkan oleh Raad et al (1990), 83% kasus parotitis bakteri akut dan 76% dari
sialadenitis submandibular akut pada wanita dan usia rata-rata adalah 47,5 tahun.
Secara umum prognosis parotitis baik, kecuali pada keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis dan sekuele karena
meningoensefalitis.

B Proses Keperawatan
1) Identitas
Identitas pasien meliputi nama, umur, suku / bangsa, agama, pendidikan,
alamat.
2) Keluhan Utama
Umumnya pada pasien penderita parotitis, pasien mengeluhkan demam,
nyeri di bawah telinga, bengkak, nafsu makan menurun, sakit kepala,
muntah, nyeri otot dan sulit menelan.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya pasien mengelukan mengalami demam dan merasakan nyeri
pada belakang telinga dan pipi. Beberapa hari kemudian timbul bengkak
dan kemerahan kemudian menjadi sukar menelan dan nafsu makan
menurun, adanya rasa nyeri dan bengkak menyebar ke daerah pipi.
4) Riwayat Penyakit Dahulu:
a) Tanyakan apakah pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan gejala
yang sama.
b) Tanyakan punya riwayat penyakit menular, dan riwayat penyakit
alergi.
c) Tanyakan apakah pasien pernah di imunisasi MMR (Mumps, Measles,
Rubela).
5) Riwayat Penyakit Keluarga:
Biasanya semua anggota keluarga sudah pernah mengalami gejala yang
sama dan kemungkinan bisa tertular
6) Pemeriksaan Fisik:
a) B1 (breathing) : Takipnea
b) B2 (blood) : kelemahan fisik dan takikardi

14
c) B3 (brain) : compos mentis, mengalami kecemasan dan terus
menerus gelisah akibat manifestasi klinis
dari parotitis, sakit kepala dan kaku leher
d) B4 (bladder) : normal
e) B5 (bowel) : sulit menelan nafsu makan menurun BB
menurun
f) B6 (bone) : kelemahan otot, malaise
7) Pemeriksaan Penunjang:
a) Pemeriksaan darah di dapatkan leucopenia ringan dengan limfositosis
relative.
b) Kadar leukosit < 4 x 109/L darah.
c) Pemeriksaan kadar amilase dalam serum naik >137 U/L darah.

C. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
berhubungan dengan ketidakcukupan intake makanan akibat kesulitan
menelan
2) Hipertermi (00007) berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme: proses inflamasi
3) Nyeri akut (00132) berhubungan dengan penyakit yang diderita.
4) Intoleransi aktivitas (00092) berhubungan dengan kelemahan fisik
5) Gangguan citra tubuh (00118) berhubungan dengan penyakit
(perubahan fungsi dan struktur tubuh akibat parotitis)
6) Gangguan komunikasi verbal (00051) berhubungan dengan gangguan
orofaring (parotitis)

15
D Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
berhubungan dengan ketidakcukupan intake makanan akibat kesulitan menelan
Domain 2: Nutrition
Class 1. Ingestion
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam pemenuhan
intake nutrisi klien dapat tercukupi
Kriteria hasil: berat badan dalam batas normal & kebutuhan nutrisi adekuat
NOC NIC
Domain II Physiologic Health Class K Nutrition Therapy (1120)
Digestion & Nutrition 1) Monitor intake makanan dan cairan serta
Nutritional Status (1004) hitung kalori harian yang dibutuhkan
Intake nutrisi (100401) 2) Ajarkan pasien untuk memilih makanan
Intake makanan (100402) halus, lunak dan tidak mengandung
Intake cairan (100408) asam
Hydrasi (100411) 3) Dorong pasien untuk memilih makanan
yang lunak untuk memudahkan proses
menelan
4) Instruksikan pasien dan keluarga tentang
diet yang diresepkan
Diagnosa 2 : Hipertermi (00007) berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme: proses inflamasi
Domain 11: Safety/Protection
Class 6. Thermoregulation
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1 x 24 jam terjadi
penurunan suhu tubuh klien (suhu tubuh klien kembali dalam batas normal)
Kriteria hasil: suhu tubuh dalam batas normal
NOC NIC
Domain-Physiologic Health (II) Vital Sign Monitoring (6680)
Class-Metabolic Regulation (I) 1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
Thermoregulation (0800) RR
Respiratory rate (080013) 2) Monitor gejala hipertermi
Temperature kulit naik (080001) 3) Monitor warna kulit, suhu, dan
kelembaban

16
4) Identifikasi kemungkinan penyebab
perubahan tanda tanda vital
5) Monitor adanya sianosis
Diagnosa 3 : Nyeri akut (00132) berhubungan dengan penyakit yang diderita
Domain 12: Comfort
Class 1. Physical Comfort
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam klien
menunjukkan nyeri berkurang sampai hilang
Kriteria hasil : nyeri berkurang sampai dengan hilang
NOC NIC
Domain IV Health Knowledge & Pain Management (1400)
Behavior 1) Mengobservasi rasa nyeri termasuk lokasi,
Class Q Health Behavior karakteristik, surasi, frekuensim dan
Pain Control (1605) intensitas nyeri dan factor pencetus
Mengenali timbulnya nyeri (160502) 2) Mengamati tanda nonverbal dari nyeri
Mendiskripsikan penyebab nyeri 3) Menggunakan analgesic yang sesuai
(160501) 4) Mempertimbangkan jenis dana sumber
Melaporkan tanda perubahan nyeri nyeri untuk memilih strategi penanganan
pada professional kesehatan (160513) nyeri
Melaporkan control nyeri (160522) 5) Ajarkan teknik nonfarmakologi seperti
hipnotis, relaksasi, terapi music
6) Hilangkan factor presipitasi atau yang
menimbulkan nyeri
Diagnosa 4 : Intoleransi aktivitas (00092) berhubungan dengan kelemahan fisik
Domain 4: Activity/Rest
Class 4. Cardiovascular/Pulmonary Responses
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam klien
menunjukkan dapat kembali beraktivitas seperti biasa
Kriteria hasil : klien dapat beraktivitas seperti biasa tanpa bantuan orang lain

NOC NIC
Domain-Functional Health (I) Activity Therapy (4310)
Class-Energy Maintenance (A) 1) Membantu klien untuk focus pada
Activity Tolerance (0005) kemampuan, dari pada kekurangan

17
Mudah melakukan aktivitas sehari- 2) Membantu klien untuk mengidentifikasi
hari (ADL) (000518) aktivitas yang bermanfaat
3) Membantu klien untuk memilih aktivitas
dan pencapaian tujuan untuk aktivitas
yang konsisten dengan kemampuan fisik,
fisiologis, dan sosial
Diagnosa 5 : Gangguan citra tubuh (00118) berhubungan dengan penyakit
(perubahan fungsi dan struktur tubuh akibat parotitis)
Domain 6: Self-Perception
Class 3. Body Image
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam klien
menunjukkan citra tubuh yang positif / kembali normal
Kriteria hasil : citra tubuh klien positif / kembali normal
NOC NIC
Domain-Psychosocial Health (III) Body Image Enhancement (5220)
Class-Psychological Well-being (M) 1) Menentukan harapan citra tubuh klien
Body Image (1200) berdasarkan pada tingkat perkembangan
Gambaran internal diri (120001) 2) Membantu klien untuk mendiskusikan
Deskripsi pengaruh bagian tubuh stressor yang mempengaruhi citra tubuh
(120003) akibat penyakit
Kepuasan penampilan tubuh (120005)
Penyesuaian diri terhadap perubahan
penampilan fisik (120007)
Penyesuaian diri terhadap perubahan
status kesehatan (120009)
Diagnosa 6 : Gangguan komunikasi verbal (00051) berhubungan dengan
gangguan orofaring (parotitis)
Domain 5: Perception/Cognition
Class 5. Communication
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam komunikasi
verbal klien kembali normal
Kriteria hasil : komunikasi verbal klien kembali normal
NOC NIC
Domain-Physiologic Health (II) Communication Enhancement: Speech

18
Class-Neurocognitive (J) Deficit (4967)
Communication (0902) 1) Monitor kecepatan, tekanan, pengucapan
Menggunakan bahasa lisan (090202) (bolak-balik), kuantitas, volume dan
Pertukaran pesan secara akurat dengan artikulasi dari kemampuan bicara
yang lain (090208) 2) Menginstruksikan klien / keluarga pada
kognitif, anatomis, fiiologis yang
melibatkan diri dalam kemampuan bicara
3) Menginstruksikan klien untuk berbicara
dengan pelan
4) Mengulang apa yang klien katakan untuk
memastikan keakuratan

2.11.4 Evaluasi Tindakan


Memastikan kriteria hasil yang di inginkan dapat tercapai, seperti:
1) Klien menunjukkan nyeri yang berkurang
2) Klien dapat melakukan distraksi positif ketika nyeri
3) Klien mempunyai masukan nutrisi yang adekuat
4) Klien menunjukkan suhu tubuh dan TTV dalam rentang normal.

19
DAFTAR PUSTAKA

Bang HO, Bang J. 1943. Involvement of the central nervous system in mumps.
United state: Acta Med Scand

Bulechek, Gloria M., [et al.]. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC),
Sixth Edition. United States of America: Mosby Elsevier
Chin, James M D. 2000. Control of Communicable Diseases Manual. American
Public Health Asociation: Washington
Dayan, H, Gustavo. 2008. Recant Resurgence of Mumps United States. The New
England
George, C. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison Edisi XIII. Jakarta:
EGC
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing
Diagnoses: Definitions & Classification, 2015-2017, Tenth Edition. Oxford:
Wiley Blackwell

Moorhead, Sue., [et al.]. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC):


measurement of health outcomes, Fifth Edition. United States of America:
Mosby Elsevier

Muscary, Marry E. 2001. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 3.


Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Muttaqin, A dan Sari, K. 2011. Asuhan Keperawatan perioperatif Konsep, Proses,
dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Ngastiyah. 2007. Perawatan Pada Anak. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika
Soemarmo.2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi 2. Jakarta:Penerbit
IDAI

20

Anda mungkin juga menyukai