Anda di halaman 1dari 14

1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus dengan judul sebagai tugas kepaniteraan klinik senior
di SMF Obstetri & Ginekologi di RSU dr. Pirngadi Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
pembimbing, dr. Sanusi Piliang, SpOG, yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan makalah ini sehingga penulis
menyelesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
mentor, dr. Dewi Levana Diandra yang telah membimbing penulis dalam
penulisan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.

Medan, September 2016

Penulis
2

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kematian janin dalam kandungan (KJDK) menurut ICD 10 International
Statistical Classification of Disease and Related Health Problems adalah
kematian fetal atau janin pada usia gestasional 22 minggu. WHO dan American
College of Obstetricians and Gynecologist (1995) menyatakan IUFD adalah janin
yang mati dalam rahim dengan berat 500 gram atau lebih atau kematian janin
dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih.1,2
Angka mortalitas janin di Amerika Serikat stabil menurun sejak 1985 dari
7,8 hingga 6,2 per 1000 kelahiran hidup. Di negara berkembang, angka lahir mati
ini telah menurun 15-16 per 1000 kelahiran total pada tahun 1960an menjadi 7-8
per 1000 kelahiran pada tahun 1990an.3
Meskipun tiga juta bayi lahir mati terjadi setiap tahun di seluruh dunia,
hampir setinggi kematian post natal, kejadian ini belum teratasi. Negara-negara
berkembang di Asia dan sub-Sahara Afrika bersama-sama merupakan 70% dari
lahir mati beban dunia. Kurangnya perawatan prenatal, fasilitas pelayanan
kesehatan tidak dapat diakses atau terbatas adalah faktor utama yang berperan
untuk kematian peri-natal yang tinggi di wilayah ini. Banyak sekali kematian
tersebut disebabkan oleh penyebab yang dapat dicegah.4
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin
dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelahiran patologik plasenta.
Salah satu faktor maternal yang mempengaruhi terjadinya kematian janin dalam
kandungan adalah preeklamsia.5
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga
masih cukup tinggi. Hal ini masih disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga
oleh perawatan dalam persalinan oleh petugas non-medik dan sistem rujukan yang
belum sempurna.7
3

Ibu hamil penderita Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol dengan baik
akan meningkatkan resiko terjadinya keguguran atau bayi lahir mati. Bila
diagnosis diabetes melitus sudah dapat ditegakkan sebelum kehamilan, tetapi
tidak terkontrol dengan baik, maka janin beresiko mempunyai kelainan
kongenital.2

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memahami aspek teori
tentang kematian janin dalam kandungan dan preeklampsia berat, sekaligus untuk
memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di
Departemen Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat Penulisan


a. Sebagai informasi bagi penulis dan pembaca tentang kematian janin dalam
kandungan dan preeklampsia berat
b. Untuk menambah wawasan serta ilmu bagi penulis dan pembaca tentang
kematian janin dalam kandungan dan preeklampsia berat

1. Petersson K. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference


to Intrauterine Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science,
Divison of Obstetrics and Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge
University Hospital, Stockholm, Sweden. 2003. Available at:
http://openarchive.ki.se
2. Prawiroharjo S. Kematian Janin. Edisi keempat. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo: 2010. Hal 732-4
3. Norwitz ER, Schorge SO. At glance Obstetri dan Ginekologi. Edisi kedua.
Jakarta. Erlangga : 2008. Hal. 108-9
4

4. Choudhary A, Gupta V. Epidemiology of Intrauterine Fetal Death: A


Study in Tertiary Referral Centre in Uttarakhand. IOSR-JDMS: 2014 (2);
pp 03-06
5. Lim, Kee-Hak. Preeclampsia. 2014. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview. [Accesed 15th
June 2015]
7. Powe, CE. Levine, RJ. Karumanchi SA. Preeclampsia, a Disease of the Maternal
Endothelium. The Role of Antiangiogenic Factors and Implications for Later
Cardiovascular. 2011. Available at http://circ.aha
journals.org/content/123/24/2856.full.pdf+html. [Accesed 15th June 2015]
5

LETAK SUNGSANG

Definisi
Letak sungsang adalah letak membujur dari janin dimana bagian terdepan ialah
bokong atau kaki.(1)

Klasifikasi
Presentasi bokong dapat diklasifikasikan berdasarkan presentasi dan posisi janin.
1. Frank Breech ( Extended Breech)
Bagian kaki dari janin mengalami fleksi total di bagian bokong dan ekstensi total di bagian
lutut. Telapak kaki berada paling dekat dengan kepala dan bokong menempati segmen bawah
uterus
2. Complete Breech ( Flexed Breech)
Pada keadaan ini, bagian bokong dan lutut dalam keadaan fleksi total sehingga bagian kaki
yang menempati pelvis
3. Incomplete Breech ( Footling Breech)
Terdiri dari satu atau kedua kaki berada paling rendah.(3)

Gambar 1. Frank Breech, Complete Breech, dan Incomplete Breech


6

Insidens
Insidens letak sungsang adalah sebanyak dua setengah sampai tiga persen dimana
75% adalah complete breech presentation dan 25% adalah incomplete breech presentation.
Di RSU Dr. Pirngadi Medan insidens sebesar 4,4% dan di RS. Hasan Sadikin Bandung
sebesar 4,6%. (1)

Faktor Predisposisi
Umumnya penyebab letak sungsang belum jelas, tetapi ada beberapa faktor
predisposisi antara lain :
1. Kelainan dari pihak ibu.
a. Kelainan dari uterus
Tumor-tumor dari uterus yang mendesak uterus.
Kelanan bawaan uterus, seperti uterus arcuatus dapat merubah letak janin.
b. Kelainan panggul
Pintu atas panggul yang terlampau luas atau terlampau sempit dapat
mengganggu fiksasi dari kepala janin.
c. Kelainan dari jumlah air ketuban
Hidramnion menyebabkan terlampau bebasnya pergerakan janin dalam uterus
sehingga fiksasi kepala terganggu dan pada oligo hidramnion gerakan janin
terbatas sehingga versi spontan dari janin.
d. Kelainan implantasi plasenta
Misalnya plasenta previa menghalangi turunnya kepala ke pintu atas panggul.
2. Kelainan dari pihak bayi
a. Bayi premature
Pada bayi premature, ukuran kepala masih kecil sehingga fiksasi kepala tidak
sempurna.
b. Kehamilan ganda
Umumnya pada kehamilan kembar janin menyesuaikan dirinya dalam rahim.
c. Bayi mati.
Letak sungsang terjadai pada keadaan ini oleh karena gerakan janin tidak ada
lagi.
d. Bayi dengan kelainan bawaan
Kelainan bawaan pada kepala bayi dapat mengganggu fiksasi dari kepala bayi,
misalnya hirosefalus, anensefalus, mikrosefalus.(1,2,3)
7

Diagnosis
Dalam anamnesis mungkin dikemukakan bahwa terasa sesak pada abdomen bagian
atas akibat sering terdorongnya kepala dari gerakan kaki janin. Presentasi bokong dapat
diketahui melalui pemeriksaan palpasi abdomen. Maneuver Leopold perlu dilakukan pada
setiap kunjungan perawatan antenatal bila usia kehamilan 34 minggu. Untuk memastikan
apabila masih terdapat keraguan pada pemeriksaan palpasi, dapat dilakukan periksa dalam
vagina atau pemeriksaan ultrasonografi. (6)
Diagnosis letak sungsang ditegakkan dengan pemeriksaan luar dan pemeriksaan
penunjang seperti USG yang hanya dilakukan apabila dengan pemerisaan fisik menemui
kesulitan (pasien gemuk, perut tegang, hidramnion, dll)
Ibu hamil dengan letak sungsang selalu mengemukakan gerakan janin yang dirasakan
pada perut bagian bawah pusat dan adanya keluhan penekanan pada ulu hati oleh kepala janin
yang diraba di bagian fundus.

Inspeksi :
Umumnya secara inspeksi tidak dijumpai tanda yang spesifik. Bentuk rahim
terkadang kelihatan dengan bentuk cekungan yang melintang di fundus.

Palpasi :
Cara palpasi yang dipakai adalah dengan cara Leopold. Pada Leopold I teraba suatu
benda yang keras dan bulat serta mudah digerakkan (balotement) pada fundus uteri. Kepala
biasanya terletak didaerah hipokondrium disebabkan fleksi tulang punggung, kadang-kadang
kepala teraba didaerah epigastrium. Jika air ketuban sedikit dan posisi dorso posterior kepala
manjadi fleksi dan tidak mudah bergerak sehingga balotenent sukar ditemui, juga jika air
ketuban berlebihan, sukar untuk meraba kepala.

Auskultasi :
Bunyi jantung janin umumnya dapat didengar dengan baik diatas pusat, tetapi jika
ekstensi dan bokong telah masuk pintu atas panggul maka bunyi jantung janin cenderung
terdengar lebih rendah disekitar pusat.

Pemeriksaan dalam
Sebelum inpartu, sedikit yang dapat diperoleh dari pemeriksaan dalam terhadap
presentasi dan posisi janin. Bila telah inpartu pemeriksaan dalam diperlukan untuk
8

menentukan jenis dan posisi letak sungsang. Pada bokong dapat teraba kedua tuber ischii,
sacrum dengan processus spinosusnya dan anus.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi jarang diperlukan untuk menegakkan diagnosis letak sungsang
pada periode prenatal. Pemeriksaan ini bermanfaat jika diperlukan pada saat-saat permulaan
inpartu, untuk menentukan ada tidaknya faktor-faktor yang dapat mengganggu terlaksananya
partus pervaginam, seperti ekstensi kepala, kelainan bawaan, besar kepala, jenis presentasi,
ukuran panggul dan sebagainya.

Ultrasonografi
Ultrasonografi dipergunakan untuk menentukan lokasi kepala janin dan untuk
mengukur diameter biparietal kepala janin.(1,2,3,4,5)

Penatalaksanaan
Penanganan letak sungsang dapat dibagi dua,yaitu :
1. Penanganan pada masa hamil
a. Knee Chest Position
Greenhill menyatakan bahwa versi spontan adalah yang diharapkan setelah
melakukan Knee Chest Position (KCP) ini. Dilakukan 2-3 kali sehari selama
10-15 menit. Dimana diharapkan bokong janin yang telah turun akan bebas
kembali sehingga terjadi versi spontan.
Usia kehamilan yang dianjurkan untuk KCP adalah usia kehamilan 30-32
minggu. Kalau 1 minggu tidak berhasil berarti versi luar juga sia-sia.
b. Versi luar
Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan diatas 32 minggu : 32-34
minggu pada primigravida dan 34-36 minggu pada multigravida.
Syarat-syarat versi luar :
Bagian terbawah belum memasuki pintu atas panggul
Dinding perut tidak tebal untuk dapat dilakukan palpasi yang tepat
Uterus dan dinding perut tidak mudah terangsang
Jumlah air ketuban harus cukup sehingga mudah menggerakkan janin
9

Gabar 2. Versi Luar


2. Penanganan pada masa persalinan
Secara garis besarnya ada dua cara persalinan letak sungsang, yaitu :
Pervaginam
Perabdominal (seksio sesaria)
Dilakukan bila ukuran panggul normal, taksiran berat badan janin (TBJ) normal, tidak
ada gawat janin dan dipimpin oleh seorang obstetrikus yang berpengalaman.
Persalinan pervaginam dibagi atas :
1. Persalinan spontan
Yang dimaksud dengan persalinan spontan adalah lahirnya janin seluruhnya dengan
tenaga ibu tanpa bantuan penolong. Penolong hanya memegang anak agar tidak jatuh.
2. Ekstraksi parsialis (Manual Aid)
Yang dimaksud dengan ekstraksi parsialis adalah lahirnya anak secara spontan sampai
batas umbilkus (pasif). Kemudian anak dilahirkan dengan pertolongan aktif.
Pada fase pasif, kita harus menunggu dengan sabar sampai lahirnya bokong. Karena
melahirkan bokong dengan paksaan dapat menyebabkan kesulitan dalam persalinan
oleh karena pembukaan belum tentu lengkap, terutama pada janin premature atau
tangan dapat menjungkit.
Melahirkan bahu ada beberapa cara, yaitu :
Muller
Deventer
Lovset
Sedangkan melahirkan kepala dengan cara :
Mauriceau
De Sono
Wigand Martin Winkel
Naujoks
Ekstraksi dengan forceps
10

3. Ekstraksi Vakum
Dilakukan dimana seluruh badan anak masih berada didalam jalan lahir. Hampir
seluruh ahli kebidanan menyetujui bahwa tindakan ini hanya dilakukan bila ada
indikasi mendadak. Misalnya indikasi untuk anak adalah gawat janin.
Sedangkan indikasi untuk ibu adalah penyakit-penyakit ibu yang tidak boleh
mengedan pada vitium cordis. Mortalitas anak dengan tindakan ini sangat tinggi, oleh
karena itu semua ahli sependapat untuk melakukan seksio sesaria daripada melakukan
eksternal totalis.
Penanganan letak sungsang perabdominal, jika skor Zatuchni Andros rendah (kurang
atau sama dengan empat), sebaiknya dilakukan seksio sesaria.
Tabel 1. Skor Zatuchni Andros
Perihal 0 1 2
Paritas PG MG
Usia Kehamilan 39 38 37
TBJ 3630 3629-3176 3176
Riwayat LS - 1x 2x
Turunnya -3 -2 -1 / lebih rendah
Dilatasi 2 3 4
Skor : 4 SC

Persalinan letak sungsang sebaiknya dilakukan seksio sesaria pada keadaan berikut :
Panggul sempit
Taksiran berat janin diatas 3500 gram pada primigravida dan 4000 gram pada
multigravida
Bebas seksio sesaria / miomektomi
Kontraksi uterus yang disfungsi
Letak kaki
Terjadi kematian perinatal pada anak sebelumnya
Presentasi bokong, bayi tampak sehat tetapi premature dengan usia kehamilan
26 minggu atau lebih dan sudah dalam proses persalinan aktif atau bayi harus
segera dilahirkan.
11

Hiperekstensi kepala, bila terjadi sebelum anak lahir, maka duramater dan
ligamen posterior dari sumsum tulang belakang. Diagnosis hanya dapat
ditentukan dengan foto abdomen.(1,2,3,4,5)

Prognosis
Risiko persalinan pervaginam letak sungsang lebih tinggi dibandingkan dengan
persalinan letak belakang kepala, risiko tersebut antara lain :
1. Bagi ibu
Bahaya yang mengancam ruptur uteri, baik spontan atau sewaktu versi dan ekstraksi.
Partus lama, ketuban pecah dini dengan demikian mudah terjadi infeksi intrapartum.
2. Bagi janin
Angka kematian tinggi 25 40% yang dapat disebabkan oleh :
- Prolapsus funiculi
- Trauma partus
- Hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus
- Ketuban pecah dini. (1,2,3,4,5)
12

DAFTAR RUJUKAN

1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi. Bagian / UPF Ilmu Kebidanan
dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSU Dr.
Pirngadi Medan. 1993 : 65-8

2. Mochtar R. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Percetakan Valentino Group


Medan. 1985:60

3. Cunningham SG. Distosia Karena Kelainan Presentasi. Obstetri Williams. Edisi 18.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1995: 403-12

4. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Jakarta. 1997:595-635

5. Saifuddin AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.2002

6. Prawirohardjo Sarwono. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. 2011
13

Diabetus Melitus merupakan penyakit metabolik dengan penyebab yang beragam,


ditandai adanya hiperglikemi kronis serta perubahan metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein akibat defek sekresi atau kerja insulin, atau keduanya.
Terdapat 4 macam klasifikasi diabetes yaitu :
Diabetes tipe 1 (disebabkan oleh destruksi sel yang akan menyebabkan defisiensi
absolut insulin)
Diabetes tipe 2 (diseabkan oleh defek sekresi insulin yang progresif karena adanya
insulin yan resisten)
Tipe spesifik diabetes lainnya (disebabkan oleh faktor genetik, penyakit eksokrin
pankreas, atau obat-obatan).
Diabetes Mellitus Gestational (DMG)
Diabetes merupakan komplikasi medik yang sering terjadi pada kehamilan. Ada dua
Macam perempuan hamil dengan diabetes, yaitu :
Perempuan hamil dengan diabetes yang sudah diketahui sejak sebelum perempuan
tersebut hamil (pregestational).
Perempuan hamil dengan diabetes yang baru diketahui sejak setelah perempuan
tersebut hamil (pregestational).
Diabetes Melitus Gestational adalah intoleransi glukosa yang dimulai atau baru
ditemukan pada waktu hamil. Setelah ibu melahirkan, keadaan DMG sering akan
kembali ke regulasi glukosa normal.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilan dengan diabetes sangat bervariasi,
Pada ibu akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia, seksio sesarea, dan terjadinya
diabetes mellitus tipe 2 di kemudian hari. Sedangkan pada janin meningkatkan risiko
terjadinya makrosomia, trauma persalinan, hiperbilirubinemia, hipoglikemi, hipokalsemia,
polisitemia, hiperbilirubinemia neonatal, sindrom distres respirasi (RDS), serta meningkatkan
mortalitas atau kematian janin.
Untuk kriteria diagnostik sering dipakai kriteria dari the National Diabetes Data
Group (NDDG), tetapi beberapa memakai kriteria dari Carpenter dan Coustan. Diagnosis
DMG ditegakkan apabila didapatkan dua atau lebih nia]lai yang abnormal.
14

Tabel 2. Kriteria hasil abnormal setelah pemberian 100 gram glukosa


Three hours Oral Glucosa Tolerance Test (OGTT) pada perempuan hamil
Darah National Diabetes Data Group1 Carpenter and Coustan2
Puasa 105 mg/dL 95 mg/dL
1-jam 190 mg/dL 180 mg/dL
2-jam 165 mg/dL 155 mg/dL
3-jam 145 mg/dL 140 mg/dL
Diagnosis yang praktis ialah menggunakan beban 75 g glukosa dan apabila ditemukan
nila >140 mg/Dl dianggap DMG dan nilai >200mg/dL merupakan DM yang jelas (berat).
Pemberian Insulin
Perempuan yang memiliki gejala morbiditas janin (berdasarkan pemeriksaan glukosa
atau adanya janin yang besar) atau perempuan yang mempunyai konsentrasi gula darah yang
tinggi harus dirawat lebih seksama dan biasanya diberi insulin. Terapi insulin dapat
menurunkan kejadian makrosomia janin dan morbiditas perinatal.
Pemberian insulin ditujukan untuk mencapai konsentrasi gula darah pascaprandial
kurang dari 140 mg/dL sampai mencapai kadar glikemi di bawah rata-rata dan hasil perinatal
yang lebih baik, ketimbang dilakukan upaya mempertahankan konsentrasi gula darah
prapransial kurang dari 105 mg/dL, tetapi keadaan janin tidak diperhatikan.
Kejadian makrosomia dapat diturunkan dengan cara pemberian insulin untuk
mencapai konsentrasi gula darah prapransial kurang lebih 80 mg/dL. Sebagai alrternatif
pemberian obat antidiabetik seperti metformin dan sulfonylurea dapat dipakai untuk
mengendalikan gula darah.

Daftar Pustaka
Prawirohardjo Sarwono. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. 2012
1. Gestational Diabetes Mellitus. Diabetes Care 2003;26(suppl 1):103-5
2. ACOG Practice Bulletin. Gestational Diabetes. Number 30, September 2001 (Replace
Thecnical Bulletin Number 200, December 1994). Obstet Gynecol 2001; 98:525-38.

Anda mungkin juga menyukai