Anda di halaman 1dari 6

CARA MEMANDIKAN JENAZAH

A. Tuntunan Umum
Para ahli di bidang ini telah sepakat bahwa memandikan jenazah hukumnya fardhu
kifayah, artinya bila telah ada yang melakukannya maka gugurlah kewajiban seluruh
mukallaf.
Ketika jenazah sedang di mandikan tidak boleh seorangpun hadir kecuali orang
yang berkepentingan saja. Selain, itu orang yang akan memandikan jenazah juga
hendaknya adalah orang yang jujur,soleh dan dapat di percaya, agar tidak menyebarkan
aibnya.
Saat di mandikan jenazah hendaknya diletakkan agak tinggi, lebih kurang setinggi
pusar orang yang memandikan. Sedangkan yang wajib memandikan jenazah adalah
menyiramkan air satu kali ke seluruh tubuhnya, walau ia sendang junub atau haid
sekalipun.
Prosesi memandikan jenazah dimulai dengan memijit-mijit perut mayat dengan
lembut untuk mengeluarkan kotoran bila ada, membersihkan najis yang ada di badannya.
Setelah selesai dimandikan, jenazah lalu diwudhukan seperti wudhu untuk sholat.
Praktiknya jenazah di basuh anggota bagian wudhunya
B. Tuntunan Khusus
1. Memandikan dengan bilangan gasal
Salah satu amalan/ perkara/ hal yang disunnahkan dalam memandikan jenazah
adalah melakukannya secara gasal/ hitungan ganjil, yaitu hitungan tiga, lima, tujuh
atau lebih bila dipandang perlu.
2. Mengurai rambut jenazah wanita
Jika jenazah itu wantia, disunahkan untuk menguraikan rambutnya untuk
kemudian dicuci dan dijalin kembali dengan dilapaskan dibelakangnya.
3. Yang boleh memandikan jenazah
Bila jenazah itu pria hendaknya orang yang memandikanya juga pria, sebaliknya,
bila jenazahnya wanita, yang memandikanya sebaiknya juga wanita. Namun
demikian, seorang istri boleh memandikan suaminya atau anaknya bila sanggup dan
kuat. Demikian juga suami boleh memandikan istri atau anaknya dan bila tidak
mampu boleh mewakilkannya kepada orang lain yang sejenis dengan jenazah.
4. Mengeringkan Jenazah
Bila memandikan jenazah segala syarat sudah selesai hendaknya tubuh jenazah itu
di keringkan dengan kain atau handuk yang bersih, agar kain kafannya tidak basah,
kemudian di atasnya di beri wangi wangian.
Mengkafani Jenazah

Setelah usai memandikan mayat maka diwajibkan mengkafaninya. Hal ini berdasarkan
perintah Rasullulah swt. dalam hadistnya yang meng esa-kan orang memakai ihram tejatuh dari
untanya, seperti yang telah saya bahas sebelumnya.

Kafan yang digunakan untuk jenazah hendaknya di beli dari hartanya, sekalipun ia tidak
mewariskan kecuali harta yang digunakan untuk membeli kain kafan itu. Hal ini berdasarkan
Hadist Khabbab Ibnul Art, ia berkata, kami berhidjrah (berjihad) fi sabillilah bersama
Rasullulah swt. dan kami hanya mengharap ridha-Nya, maka wajib bagi Allah mengajar kami.
dan kami ada yang belum mendapatkan hasil kemenangan (maksudnya pampasan [ganti rugi]
perang), di antara mereka adalah Mushab bin Umair yang mati syahid terbunuh dalam perang
uhud, dan tidak di dapati padanya sesuatupun ( dalam riwayat lain : tidak meninggalkan sesuatu)
kecuali sepotong kain. dan kami menutup bagian kepalanya maka tampak bagian kakinya. dan
ketika kami menutupi bagian kakinya maka tampak kepalanya. Ketika itu Rasullulah saw.
Memerintahkan kami dengan sabdanya,Tutuplah bagian kepalanya (dalam riwayat lain:
tutupilah dengan kain tersebut begian kepalanya) dan tutupilah bagian kakinya dengan idzkhir
(rumput-rumputan berbau sedap, penj.). Dan di antara kami ada yang mendapatkan hasil dari
penaklukan.(HR Bukhari,Muslim,Ibnul Jarud, at-Tirmidzi, an-Nasai, al-Baihaqi, dan Ahmad)

Hendaklah kain kafan yang digunakan membungkaus mayat mencukupi untuk menutup
seluruh tubuhnya. Hal ini berdasarkan hadits dari Jabir bin Abdullah r.a. bahwa Nabi saw. Suatu
hari berkhutbah dan menyebutkan bahwa salah dari seorang sahabatnya meninggal dan dikafani
dengan kafan yang tidak cukup menutupi seluruh jasadnya dan dikebumikan pada malam
hari,maka beliau mengecamnya, kecuali karena terpaksa melakukanya, Beliau kemudian
bersabda, Apabila salah seorang diantara kita mengkafani mayat saudara kalian maka
hendaknya membungkuskan kain kafannya (jika mampu).

Para ulama berpendapat, yang dimaksud dengan membungkuskan kain kafan adalah
bersih tebal dan menutupi seluruh jasadnya secara sederhana. Dengan demikian yang dimaksud
sederhana adalah kesederhanaan, tidak terlalu baik dan tidak terlalu buruk.

Apabila kain kafan yang ada sempit sehingga tidak dapat menutupi seluruh bagian tubuh
sang mayat, maka hendaknya di utamakan menutupi bagian kepalanya dan apa yang dapat di
jangkau. Sedangkan bagian yang tak dapat terjangkau oleh kain kafan ditutupi dengan apa saja
yang dapat digunakan termasuk diantaranya idkhir dan jenis rerumputan lainnya.

Apabila jumlah kain kafannya sedikit sementara mayatnya banyak, maka di perbolehkan
untuk mengkafani beberapa mayat dalam satu kain kafan dengan mendahulukan mayat yang
paling menguasai Al-Quran.

Bagi orang yang beriman maka di kafani dengan dua helai pakaian irkhamnya. Hal ini
berdasarkan Rasullulah swt. ketika memerintahkan seorang yang berikhram mati terjatuh dari
untanya, saat mengenakan kain irkham. Lebih disukai dalam mengkafani beberapa hal berikut :

1. Menggunakan kain kafan putih, berdasarkan sabda Rasullulah saw, kenakanlah dari
pakaian kalian yang berwarna putih karena sesungguhnya warna putih itu merupakan
warna yang terbaik dari pakaian kalian, dan kafanilah dengannya,
2. Hendaklah kain kafan yang digunakan sebanyak tiga kali lipatan. Berdasarkan dari
hadist Aisyah r.a.,Sesungguhnya Rasullulah saw. telah di kafani dengan tiga lilitan
kain kafan dari Yaman, berwarna putih buatan suhul (di Yaman) dari kain katun, tidak
ada padanya gamis dan tidak pula serban.
3. Hendaklah pada salah satu lilitannya menggunakan kain yang bergaris apabila
memungkinkan. Hal ini berdasarkan sabda Rasullulah saw.Apabila salah seorang
diantara kalian meninggal sedang ia mampu, maka hendaknya menggunakan kafan
hibara.
4. Memberikan wewangian parfum tiga kali. Sabda Rasullulah saw.,Apabila kalian
memberikan wewangian setanggi kepada mayat,maka hendaklah lalukan dengan tiga
kali (putaran). Akan tetapi, ketentuan ini tidak mencakup mayat yang dalam kondisi
menggunakan kain irkham.

Tidaklah diperkenankan bermewah-mewah dalam memberikan kain kafan, dan tidak di


perkenankan pula melebihi tiga kali lilitan, sebab yang demikian berarti menyalahi yang
dilakukan Nabbi saw.
SHALAT JENAZAH

A. Pengertian
Mengshalatkan jenazah merupakan bagian terpenting dalam rangkaian perawatan jenazah.
Hal ini dapat dilihat dari dimensi yang dikandung dari shalat jenazah, yaitu dimensi ubudiyah
(hablum min Allah) dan dimensi sosial kemasyarakatan (hablum min alnas)
Shalat jenazah berdimensi ubudiyah karena shalat jenazah adalah salah satu jenis ibadah
yang tata cara pelaksanaannya telah di tentukan oleh Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah.
Shalat jenazah berdimensi sosial kemasyarakatan kaarena menshalatkan jenazah merupakan
manifestasi kepedulian dan rasa solidaritas pada keluarga yang ditinggal wafat. Keluarga yan
ditinggal akan merasa terhibur dan terobati dukanya karena mendapatkan simpati daari saudara-
saudaranya,kerabatnya,sahabatnya dab masyarakat luas pada umumnya. Oleh karena itulah
tidak mengherankan bila menshalatkan jenazah dianggap sebagai bagian terpenting dalam
rangkaian perawatan jenazah.
B. Hukum Menjalankan Shalat Jenazah
Menshalatkan jenazah hukumnya adalah fardlu kifayah, yaitu kewajiban yang harus
itunaikan oleh orang islam (secara kelompok). Apabila telah ada salah seorang yang
melaksanakannya maka orang islam yang lain tidak terkena kewajiban menjalankannya
dan tisk terkena dosa karenanya.
C. Syarat dan rukun Shalat jenazah
Dalam menjalankan shalat jenazah, harus memenuhi syarat-syarat berikut ini ;
1. Suci dari hadas besar dan kecil
2. Hendaklah suci badan, pakaian dan tempatnya
3. Menghadap kiblat
4. Menutup aurat
5. Terpenuhi rukun-rukun menjalankannya
D. Jenis jenazah yang dishalatkan
Pada prinsipnya semua jenazah orang islam tanpa memandang kualitas keislamannya,
wahib untuk dishalatkan, kecuali dua jenis jenazah ;
1. Anak kecil yang belum baligh
2. Orang yang mati syahid akherat

Anda mungkin juga menyukai