Bab 1
KETUHANAN YANG MAHA ESA DALAM AJARAN BUDDHA
Oleh :
Vinezsia Kokita (170403159)
2017/2018
1. Saddha (Keimanan)
Saddha artinya keyakinan. Keyakinan disini bukan berarti kepercayaan yang
membabi buta, atau asal percaya saja, akan tetapi keyakinan yang berdasarkan
pada fakta dan kebenaran.
1.1 Keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa
Setiap agama apapun bersendikan Ketuhanan YME, meskipun makna dan
pengertian yang diberikan oleh setiap agama terhadap Tuhan berlainan
antara agama yang satu dengan agama yang lain. Demikian juga agama
Buddha meyakini Tuhan YME tidak sama dengan meyakini benua atau hal
yang lain.
Keyakinan terhadap Tuhan YME melalui proses decara penalaran (akal)
melalui penerangan sempurna. Dalam agama Buddha telah di ajarkan
Ketuhanan YME sejak Sang Buddha membabarkan Dhammanya yang
pertama kali di Taman Rusa Isipatana, yang memungkinkankita terbebas
dari Samsara (lingkaran kelahiran kembali).
Tidak benar sama sekali seandainya ada sementara orang yang
beranggapan bahwa agama Buddha tidak ber-Tuhan. Mungkin sementara
orang tersebut menuntut adanya suatu nama sebutan untuknya, seperti apa
yang mereka ketahui dalam agama mereka. Akam tetapi mereka itu kalau
mau mempelajari Kitab Suci Tipitaka, maka akan menemukan sabda Sang
Buddha tentang Ketuhanan YME.
Dalam Kitab Udana VIII,3 Sang Buddha bersabda sebagai berikut :
Para bhikkhu ada yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta,
yang Mutlak. Dan Para bhikkhu, bila tidak ada yang tidak dilahirkan, tidak
menjelma, tidak tercipta, yang Mutlak, maka tidak dapat tergambarkan
dalam bentuk apapun.
Kitab Udana VIII,3 terdapat dalam Sutta Pitaka bagian Khuddhaka Pitaka
(buku yang kelima).
Sesuai dengan sabda Sang Buddha tersebut diatas jelaslah bagi kita bahwa
Sang Buddha juga mengajarkan tentang Ketuhanan YME. Hanya saja
konsep Ketuhanan dalam agama Buddha tidak sama dengan konsep
Ketuhanan dari agama lain. Setelah mengetahui konsenya lalu timbul
pertanyaan : siapakah nama Tuhan dalam agama Buddha ? Tuhan
dalam agama Buddha bukan pribadi yang bisa diberi nama oleh karena itu
agama Buddha menyebut Tuhan Yang Mutlak . Namun Tuhan juga dapat
disebut Sang Hyang Adi Buddha, Parama Buddha, Sang Tattagatha.
Dalam agama Buddha yang mutlak/Tuhan tidak dipandang sebagai suatu
pribadi, yang kepada-Nya umat Buddha memanjatkan doa dan
menggantungkan hidupnya, akan tetapi agama Buddha mengajarkan
bahwa nasib, penderitaan, kebahagiaan, keberuntungan, kerugian, adalah
hasil dari perbuatannya sendiri dimasa lampau.
2.3.3 Asadha
Asadha adalah nama bulan lunar kedelapan, dari bahasa
Sansekerta, sedangkan bahasa Plinya adalah Asalha. Kebaktian
untuk memeperingati Hari Besar Asadha disebut Asadha Puja /
Asalha Puja. Hari besar Asadha, diperingati 2 (dua) bulan sesudah
Hari Raya Waisak, yang biasanya jatuh pada bulan Juli, guna
memperingati kejadian yang menyangkut kehidupan Sang Buddha
dan Ajaran-Nya, yaitu:
1. Untuk pertama kali Sang Buddha membabarkan Ajaran-Nya
kepada 5 (lima) orang pertapa, bekas teman-temannya sebelum
menjadi Buddha, bertempat di Taman Rusa Isipatana, dekat
Vanarasi, India, pada purnama sidhi di bulan Asalha. Khotbah
pertama Sang Buddha ini terdapat dalam Kitab Suci Tipitaka Pli
dengan nama Dhammacakkappavattana Sutta.
2. Kelima pertapa tersebut adalah Kondaa, Bhadiya, Vappa,
Mahanama dan Asajji. Dengan adanya 5 (lima) orang pertapa yang
menjadi murid Sang Buddha, maka kemudian terbentuklah Sangha.
Dengan demikian lengkaplah tiga perlindungan Umat Buddha,
yaitu Buddha, Dhamma, dan Sangha atau yang disebut Tiratana
(Tiga Perlindungan).
2.3.4 Kathina
Pada purnamasidhi tiga bulan sesudah Hari Besar Asadha, yang
jatuh kira-kira pada bulan Oktober-November, para bhikkhu telah
mnyelesaikan Masa Vassa, dan umat melakukan persembahan
jubah Khatina pada Sangha. Perayaan tersebut diselenggarakan
sebagai ungkapan perasaan terima kasih umat kepada Bhikkhu
yang telah menjalankan Vassa di daerah mereka, dengan cara
mempersembahkan pada Bhikkhu Sangha barang-barang berupa
jubah, perlengkapan Vihara dan kebutuhan Bhikkhu sehari-hari.
4. Dhammaniyama
Salah satu konsep dalam ajaran agama Buddha mengenai hukum-hukum yang
bekerja di alam ini. Hukum ini bekerja dengan sendirinya dan bersifat
universal
4.1 Utu Niyama
Dunia materi terbentuk dari empat unsur utama (mahabhuta), yaitu unsur
pathavi, apo, tejo, dan vayo. Unsur pathavi (secara harfiah berarti "tanah")
merupakan unsur yang bersifat "luasan" dan liat, yang berfungsi menjadi basis
unsur lainnya. Unsur kedua tidak dapat saling mengikat tanpa dasar untuk
ikatan tersebut; unsur ketiga tidak dapat menghangatkan tanpa basis bahan
bakar; unsur keempat tidak dapat bergerak tanpa dasar untuk gerakannya;
semua materi bahkan atom sekali pun membutuhkan unsur pathavi sebagai
basisnya.
Unsur apo (secara harfiah berarti "air") merupakan unsur yang bersifat kohesif
(ikat-mengikat) dan dapat menyesuaikan diri, yang berfungsi memberikan
sifat ikat-mengikat pada unsur lainnya. Unsur ini juga memberikan
kelembaban dan cairan pada tubuh makhluk hidup.
Unsur tejo (secara harfiah berarti "api") merupakan unsur yang bersifat panas,
yang memberikan fungsi panas dan dingin pada unsur lainnya. Karena unsur
ini, semua materi dapat dihasilkan kembali untuk tumbuh dan berkembang
setelah mencapai kematangan.
Unsur vayo (secara harfiah berarti "udara") merupakan unsur yang bersifat
gerakan dan memberikan fungsi gerak pada unsur lainnya. Unsur gerak ini
membentuk kekuatan tarikan dan tolakan pada semua materi.
Unsur-unsur ini jika bertahan dalam kondisi yang tetap, dapat bertambah
kekuatannya jika terdapat sebab yang cukup untuk bertambah, dan berkurang
kekuatannya jika terdapat sebab yang cukup untuk berkurang. Misalnya,
dalam benda padat unsur cair dapat memperoleh kekuatan gerak yang cukup
sehingga menyebabkan benda padat tersebut mencair, dalam zat cair unsur
panas dapat mengubahnya menjadi nyala api dan unsur cairnya hanya
memberi sifat ikatan. Karena sifat intensitas dan jumlahnya ini, keempat unsur
tersebut disebut unsur besar (mahabhutani). Intensitas dan jumlah unsur-unsur
ini mencapai puncaknya ketika terjadinya pembentukan dan kehancuran alam
semesta.
Energi (utu) merupakan benih awal semua fenomena pada dunia materi dan
merupakan bentuk awal dari unsur panas.
Hukum energi merupakan proses berkelanjutan yang mengatur empat
rangkaian pembentukan, kelanjutan, kehancuran, dan kekosongan alam
semesta. Ia juga mengatur pergantian musim dan menentukan musim di mana
tumbuhan menghasilkan bunga dan buah. Tidak ada yang mengatur kejadian-
kejadian ini apakah manusia, dewa, atau Tuhan, kecuali hukum utu-niyama
ini.
4.1.1 Alam Semesta
4.1.2 Kejadian Bumi dan Manusia
4.1.3 Kehancuran Bumi
6. Samadhi, sebagai landasan memahami & mengerti Ketuhanan yang Maha Esa
6.1 Bhavana
Bhavana berarti pengembangan, yaitu pengembangan batin dalam
melaksanakan pembersihannya.
Bhavana atau meditasi yang benar akan memberikan faedah bagi orang
bagi orang yang melaksanakannya. Faedah-faedah yang timbul dalam
kehidupan sehari-hari dari praktek meditasi itu adalah :
1. Bagi orang yang selalu sibuk, meditasi akan menolong dia untuk
membebaskan diri dari ketegangan dan mendapatkan relaksasi atau
pelemasan.
2. Bagi orang yang sedang bingung, meditasi akan menolong dia untuk
menenangkan diri dari kebingungan dan mendapatkan ketenangan yang
bersifat sementara maupun yang bersifat permanen (tetap).
3. Bagi orang yang mempunyai banyak problem atau persoalan yang tidak
putus-putusnya, meditasi akan menolong dia untuk menimbulkan
ketabahan dan keberanian serta mengembangkan kekuatan untuk
mengatasi persoalan-persoalan tersebut.
4. Bagi orang yang kurang percaya diri sendiri, meditasi akan menolong dia
untuk mendapatkan keparcayaan kepada diri sendiri yag sangat
dibutuhkannya itu.
5. Bagi orang yang mempunyai rasa takut dalam hati atau kebimbangan,
meditasi akan menolong dia untuk mendapatkan pengertian terhadap
keadaan atau sifat yang sebenarnya dari hal-hal yang menyebabkannya
takut dan selanjutnya dia akan dapat mengatasi rasa takut itu dalam
pikirannya.
Jhana
Jhana berarti kesadaran/pikiran yang memusat dan melekat kuat pada
obyek kammatthana/meditasi, yaitu kesadaran/pikiran terkonsentrasi pada
obyek dengan kekuatan appana-samadhi (konsentrasi yang mantap, yaitu
kesadaran/pikiran terkonsentrasi pada obyek yang kuat).
Jhana merupakan keadaan batin yang sudah di luar aktivitas panca indera.
Keadaan ini hanya dapat dicapai dengan usaha yang ulet dan tekun. Dalam
keadaan ini, aktivitas panca indera berhenti, tidak muncul kesan-kesan
penglihatan maupun pendengaran, pun tidak muncul perasaan badan
jasmani. Walaupun kesan-kesan dari luar telah berhenti, batin masih tetap
aktif dan berjaga secara sempurna serta sadar sepenuhnya.
Di dalam memasuki jhana-jhana, timbullah faktor-faktor jhana yang
memberi corak dan suasana bagi tiap-tiap jhana itu. Faktor-faktor jhana
tersebut ada lima macam, yaitu :
1. Vitakka, ialah penopang pikiran yang merupakan perenungan
permulaan untuk memegang obyek.
2. Vicara, ialah gema pikiran, keadaan pikiran dalam memegang obyek
dengan kuat.
3. Piti, ialah kegiuran atau kenikmatan.
4. Sukha, ialah kebahagiaan yang tak terhingga.
5. Ekaggata, ialah pemusatan pikiran yang kuat.
Menurut Sutta Pitaka, terdapat delapan tingkat jhana, yaitu empat rupa
jhana dan empat arupa jhana, sedangkan menurut Abhidhamma, terdapat
sembilan tingkat jhana, yaitu lima rupa jhana dan empat arupa jhana.
Tingkatan jhana, menurut Abhidhamma, terdiri atas :
1. Pathama-Jhana, ialah jhana tingkat pertama.
Keadaan batinnya terdiri dari lima corak, yaitu vitakka, vicara, piti,
sukha, dan ekaggata.
2. Dutiya-Jhana, ialah jhana tingkat kedua.
Keadaan batinnya terdiri dari empat corak, yaitu vicara, piti, sukha,
dan ekaggata.
3. Tatiya-Jhana, ialah jhana tingkat ketiga.
Keadaan batinnya terdiri dari tiga corak, yaitu, piti, sukha, dan
ekaggata.
4. Catuttha-Jhana, ialah jhana tingkat keempat.
Keadaan batinnya terdiri dari dua corak, yaitu sukha dan ekaggata.
5. Pancama-Jhana, ialah jhana tingkat kelima.
Keadaan batinnya terdiri dari dua corak, yaitu upekkha dan ekaggata.
6. Akasanancayatana-Jhana, ialah keadaan dari konsepsi ruangan yang
tanpa batas.
7. Vianancayatana-Jhana, ialah keadaan dari konsepsi kesadaran yang
tak terbatas.
8. Akincaayatana-Jhana, ialah keadaan dari konsepsi kekosongan.
9. Nevasaanasaayatana-Jhana, ialah keadaan dari konsepsi bukan
pencerapan pun tidak bukan pencerapan.
Abinna
Abhia berarti kemampuan atau kekuatan batin yang luar biasa, atau
tenaga batin. Abhia akan timbul dalam diri orang yang telah mencapai
jhana-jhana, dimana jhana tingkat keempat (catuttha-jhana) merupakan
dasar untuk timbulnya abhia ini. Abhia itu ada enam macam dan
dapat dibagi atas dua kelompok besar, yaitu abhia yang duniawi atau
lokiya dan abhia yang di atas duniawi atau lokuttara.
Abhia yang duniawi (lokiya-abhia) terdiri atas lima macam, yaitu :
1. Iddhividhaana, sering disebut sebagai kekuatan gaib atau kekuatan
magis atau kesaktian. Ini terbagi lagi atas beberapa macam, yaitu :
a. Adhitthana-iddhi, ialah kemampuan untuk mengubah diri dari
satu menjadi banyak atau dari banyak menjadi satu.
b. Vikubbana-iddhi, ialah kemampuan untuk berubah bentuk,
seperti menjadi anak kecil, raksasa, ular, atau membuat diri
menjadi tak tampak.
c. Manomaya-iddhi, ialah kemampuan mencipta dengan
menggunakan pikiran, seperti menciptakan istana, taman,
harimau, wanita cantik, dan lain-lain.
d. anavipphara-iddhi, ialah kemampuan untuk menembus ajaran
melalui pengetahuan.
e. Samadhivipphara-iddhi, ialah kemampuan memencarkan
melalui konsentrasi, yaitu :
Kemampuan menembus dinding, pagar, gunung.
Kemampuan menyelam ke dalam bumi bagaikan
menyelam ke dalam air.
Kemampuan berjalan di atas air bagaikan berjalan di
atas tanah yang padat.
Kemampuan terbang di angkasa seperti burung.
Kemampuan melawan api.
Kemampuan menyentuk bulan dan matahari dengan
tangannya.
Kemampuan memanjat puncak dunia sampai ke alam
Brahma.
2. Dibbasotaana (telinga dewa), ialah kemampuan untuk mendengar
suara-suara dari alam lain, yang jauh maupun yang dekat.
3. Cetopariyaana atau paracittavijaana, ialah kemampuan untuk
membaca pikiran makhluk lain.
4. Dibbacakkhuana atau cutupapataana (mata dewa), ialah kemampuan
untuk melihat alam-alam halus dan muncul lenyapnya makhluk-
makhluk yang bertumimbal lahir sesuai dengan karmanya masing-
masing.
5. Pubbenivasanussatiana, ialah kemampuan untuk mengingat tumimbal
lahir yang lampau dari diri sendiri dan orang lain.
Samyojana
10 Samyojana (Belenggu) yg menyebabkan para makhluk berputar-putar dlm
Samsara, yaitu :
1. Sakkayaditthi : Pandangan sesat tentang adanya pribadi, jiwa atau aku
yang kekal.
2. Vicikiccha: Keragu-raguan terhadap Sang Buddha dan AjaranNya.
3. Silabbataparamasa : Kepercayaan tahyul bahwa upacara agama saja dapat
membebaskan manusia dari penderitaan.
4. Kamaraga : Nafsu Indriya.
5. Vyapada : Benci, keinginan tidak baik.
6. Ruparaga = Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam bentuk.
(rupa-raga).
7. Aruparaga = Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam tanpa
bentuk.
8. Mana = Ketinggian hati yang halus, Perasaan untuk membandingkan diri
sendiri dengan orang lain .
9. Uddhacca = Bathin yang belum seimbang benar.
10. Avijja = Kegelapan bathin, Suatu kondisi batin yang halus sekali karena
yang bersangkutan belum mencapai tingkat kebebasan sempurna (arahat).
6.4.1 Sotapanna
Sotapanna terdiri dari 3 macam, yaitu :
1. Sattakkhattu-parama-Sotapanna : Sotapanna paling banyak
tujuh kali lagi dilahirkan di Alam Sugati-Bhumi.
2. Kolankola-Sotapanna : Sotapanna yang akan dilahirkan dua
sampai dengan enam kali lagi, setelah itu akan menjadi Arahat
dan Parinibbana.
3. Ekabiji-Sotapanna : Sotapanna yang akan dilahirkan hanya
sekali lagi, setelah itu akan menjadi Arahat dan Parinibbana.
6.4.2 Sakadagami
Sakadagami terdiri dari 5 macam, yaitu :
1. Idha patva idha parinibbayi : Mencapai Sakadagami-Phala di
Alam Manusia dan mencapai Arahatta-Phala ( Arahat ) di Alam
Manusia, juga dalam kehidupan yang sama.
2. Tattha patva tattha parinibbayi : Mencapai Sakadagami-Phala
di Alam Dewa dan mencapai Arahatta-Phala ( Arahat ) di Alam
Dewa, juga dalam kehidupan yang sama.
3. Idha patva tattha parinibbayi : Mencapai Sakadagami-Phala di
Alam Manusia, setelah itu meninggal dunia dan dilahirkan di
Alam Dewa dan mencapai Arahatta-Phala ( Arahat ) di Alam
Dewa.
4. Tattha patva idha parinibbayi : Mencapai Sakadagami-Phala di
Alam Dewa, setelah itu meninggal dari Alam Dewa dan
dilahirkan di Alam Manusia dan mencapai Arahatta-Phala (
Arahat ) di Alam Manusia.
5. Idha patva tattha nibbattitva idha parinibbayi : Mencapai
Sakadagami-Phala di Alam Manusia, setelah itu meninggal
dunia dan dilahirkan di Alam Dewa. Setelah itu meninggal dari
Alam Dewa dan dilahirkan kembali di Alam Manusia dan
mencapai Arahatta-Phala ( Arahat ) di Alam Manusia.
6.4.3 Anagami
Anagami terdiri dari 5 macam, yaitu :
1. Antaraparinibbayi : Anagami yang mencapai Arahat dan Pari-
Nibbana dalam usia yang belum mencapai setengah usia.
2. Upahaccaparinibbayi : Anagami yang mencapai Arahat dan
Pari-Nibbana dalam usia yang hampir mencapai batas usia.
3. Asangkharaparinibbayi : Anagami yang mencapai Arahat dan
Pari-Nibbana dengan tidak usah berusaha keras.
4. Sasangkharaparinibbayi : Anagami yang mencapai Arahat dan
Pari-Nibbana dengan berusaha keras.
5. Uddhangsoto akanitthgami : Anagami yang mencapai Arahat
dan Pari-Nibbana di Alam Akanittha-Bhumi.
6.4.4 Arahat
Arahat adalah orang yang telah berhasil membebaskan diri dari
dukha mencapai tingkat kesucian tertinggi.arahat juga merupakan
orang yang sudah bebas daripada segala keinginan untuk di
lahirkan kembali, baik dalam dunia yang tidak berbentuk, maupun
di dalam dunia yang tidak berbentuk, ia juga sudah bebass daripada
sgala ketinggian hati, kebenaran diri, dalam ketidaktahuan.
Proses tercapainya tingkat kesucian arahat adalahterlebih dahulu
harus menjadi bodhisatwa saddhadika, setelah itu dalam usahannya
lebih mengutamakan keyakinan terhadap dhamma yang diajarkan
oleh budha Gautama dan akhirnya tercapailah penerangan
sempurna, ialah yang disebut savaka bodhi dan kemudian menjadi
savaka budha yaiyu disebut juga arahat.
7. Konsep Keselamatan
7.1 Ortodoks : keselamatan sepenuhnya tergantung dari pengampunan
7.2 Heterodoks : keselamatan dpt terjadi sebab adanya pengampunan & usaha
manusia
7.3 Independen : keselamatan sepenuhnya tergantung dari usaha manusia