Anda di halaman 1dari 20

ASPEK TANAH

Praktikum TPT Aspek Tanah


meliputi : Penyiapan Media
Tanam, Irigasi dan Pemupukan

PANDUAN Disusun :
Aditya Nugraha Putra
Istika Nita

PRAKTIKUM
MK. TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN

Semester Ganjil 2017/2018


MODUL I
PENYIAPAN MEDIA TANAM

Tujuan :
1. Mahasiswa mengetahui pengolahan lahan secara bedengan dan polybag
2. Mahasiswa mampu menentukan perbandingan media tanam
3. Mahasiswa mengetahui teknis pengambilan sampel tanah di lahan

Materi
I. Penyiapan Media Tanam

Penyiapan media tanam merupakan bagian dari pengolahan lahan untuk praktek budidaya
yang dilakukan. Penyiapan media tanam yang dilakukan meliputi :
1) Penggemburan Tanah
Metode penggemburan tanah yang dilakukan bisa dengan pembajakan tanah menggunakan
traktor atau cangkul. Penggemburan tanah bertujuan untuk membentuk kondisi tanah yang
sesuai dengan perakaran tanaman.
2) Pembedengan/ Polybag
Sistem penanaman pada lahan terutama untuk komoditas hortikultura sesuai untuk dilakukan
pembedangan, namun pada beberapa kondisi juga sesuai untuk ditanam pada polybag. Khusus
pada sistem pembedengan, terdapat beberapa ketetapan oleh Deptan mengenai ukuran
bedengan untuk beberapa komoditas. Pada Tabel 1 menyajikan ukuran bedengan untuk
beberapa komoditas.
Tabel 1. Ukuran Bedengan pada Beberapa Komoditas Tanaman
Ukuran (cm) Jarak antar
No. Tanaman
Lebar Panjang Tinggi Bedengan (cm)
1 Gandum 200 * 5 25
2 Jagung Manis 100 100* 20-30 30
3 Kacang Tanah 200 1000 20-30 *
4 Ubi Jalar 60 * 30-40 70-100
5 Semangka 700-800 * > 20 *
6 Kailan 150 200 * 50
7 Terung 100-120 * 30 50
8 Tomat 100-120 * 30-40 50-70
*) menyesuaikan kondisi lahan
Ukuran bedengan yang tersaji pada Tabel 1 merupakan contoh ukuran ideal pembuatan
bedengan. Akan tetapi, pada dasarnya penentuan lebar dan panjang bedengan disesuaikan
dengan kondisi lahan terutama luasannya. Selanjutnya, penentuan tinggi bedengan juga
disesuaikan dengan kondisi tanah karena berkaitan dengan kedalaman perakaran tanaman dan
air tanah.
Sebagai contoh, suatu lahan yang sudah di bedeng ternyata sistem irigasi yang digunakan
adalah irigasi alur. Kondisi tekstur tanah didominasi oleh partikel liat, sehingga menyebabkan
penggenangan air di lahan (kondisi air melimpah). Komoditas yang ditanam adalah kacang
tanah. Berdasarkan kondisi tersebut, maka pembuatan bedengan yang ideal adalah dengan
tinggi 20 cm. Hal tersebut disesuaikan dengan meresapnya air ke bedengan dan kebutuhan
air tanaman. Kondisi tanah yang dominan liat menyebabkan peresapan air sangat lambat,
sehingga tinggi bedengan tidak terlalu tinggi. Selain itu, hal yang harus diperhatikan adalah
tinggi muka air yang ada di lahan, sehingga tinggi bedengan harus sesuai dengan tinggi muka
air tersebut.
3) Pencampuran dengan pupuk kandang
Pupuk kandang yang digunakan sebagai bahan campuran media tanam hendaknya
merupakan pupuk kandang yang telah jadi (matang). Adapun ciri-ciri pupuk organik yang
sudah matang adalah: a. bahan-bahan sudah hancur karena proses dekomposisi, b. tekstur
remah dan tidak lengket dan panas, c. warna coklat kehitaman, d. tidak berbau dan kadar air
34-35%. Pupuk kandang yang belum matang berpotensi mengandung pathogen dan bahkan
biji gulma dari sisa-sisa makanan ternak yang tercampur dengan bahan pembuatan pupuk
kandang. Proses pencampuran pupuk kandang dengan tanah olahan dapat dilakukan pada
kondisi yang kering maupun lembab. Untuk tanah-tanah berliat (kandungan tanah liat tinggi)
rasio pencampuran yang ideal adalah 1 : 1.
Dosis pupuk organik yang digunakan pada kegiatan praktikum ini adalah 10 ton per
hektar. Untuk perhitngan dosis pupuk per bedengan disesuaikan dengan luas bedengannya.
Sebagai contoh, apabila luas bedengan 8 m2 maka dosis pupuk organik yang digunakan adalah
8 kg. Apabila dosis pupuk telah ditentukan, maka langkah berikutnya adalah pencampuran
media tanam. Tanah olahan dan pupuk kandang dicampur menggunakan cangkul hingga
merata, apabila tanah terlalu keras sehingga proses pencampuran menjadi sulit, maka
tambahkan air secukupnya hingga lembab (kadar air kapasitas lapangan). Apabila media
tanam sudah tercampur merata, berikutnya proses pembuatan bedengan dapat dilakukan.
Sesuaikan tinggi bedengan dengan komoditas yang akan ditanam, ketinggian bedengan yang
tepat sangat penting untuk diperhatikan terutama pada tanah-tanah yang berpotensi tergenang.
II. Metode Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan contoh tanah dimaksudkan untuk memperoleh data karakteristik tanah yang
tidak dapat diperoleh langsung dari pengamatan lapangan. Lokasi pengambilan contoh tanah
harus dipilih sedemikian rupa sehingga dapat mewakili areal yang diambil contoh tanahnya.

Pengambilan sampel tanah secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Pengambilan sampel pada tiap horizon
Pengambilan sampel tanah pada tiap horizon di dalam profil tanah umumnya untuk survei
tanah dan klasifikasi tanah. Hasil analisis dari pengambilan sampel ini adalah karakteristik
dan tingkat perkembangan tanah, sehingga kurang sesuai untuk evaluasi kesuburan tanah.
2. Pengambilan sampel tanah pada plot
Karakterisasi tingkat kesuburan tanah rata-rata pada wilayah tertentu bisanya menggunakan
pengambilan sampel tanah pada plot. Umumnya, wilayah yang diambil sampelnya
dikelompokkan setidaknya menjadi 10-20 tempat pengambilan sampel. Kedalaman
pengambilan sampel tanah cukup pada 15-20 cm dan kemudian masing-masing sampel
dikompositkan dan diambil sub sampel 500 gram untuk analisis laboratorium.

Jenis sampel tanah yang digunakan untuk analisis selanjutnya, terbagi menjadi dua
macam:
1. Sampel Tanah Utuh (Undisturbed Soil Sampel)
Pengambilan sampel tanah utuh bertujuan untuk mengambil tanah pada kondisi yang terjada
dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Metode pengambilan sampel tanah utuh bisa berupa
sampel tanah agregat utuh atau menggunakan ring sampel atau blok besi. Sampel tanah utuh
untuk penetapan bobot isi (bulk density), susunan pori tanah, pF, dan permeabilitas tanah.
2. Sampel Tanah Tidak Utuh (Disturbed Soil Sampel)
Sampel tanah tidak utuh atau sampel hancuran yang dilangsung diambil di lapangan untuk
penetapan kandungan air, tekstur, konsistensi dengan angka Atterberg, dan sifat-sifat kimia.
Sampel tanah tidak utuh biasanya dilakukan pengkompositan (pencampuran) dengan sampel
hancuran lainnya.
Sampel tanah yang diambil pada lahan praktikum MK. TPT adalah sampel utuh dan
hancuran yang dikompositkan. Teknis pengambilan sampel tanah adalah,
1. Sampel Tanah Utuh
Pengambilan sampel tanah dengan Ring Sampel
bertujuan untuk mendapatkan kondisi tanah yang sesuai
di lapangan. Selanjutnya, sampel tanah ini dianalisis nilai
berat isi tanah. Tinggi rendahnya nilai berat isi tanah hasil
pengukuran dapat dijadikan nilai kepadatan tanah pada
lahan praktikum. Pada pengukuran berat isi tanah, data
yang diperlukan adalah:
Diameter Ring
Tinggi Ring
Berat Kering Tanah
Data berat kering tanah didapat dari massa tanah yang terdapat di dalam Ring Sampel setelah
dikeringovenkan selama 24 jam pada suhu 106 C.

Perhitungan Berat Isi Tanah :



=

Keterangan : BI = Berat isi (g cm-3)
Mp = Massa tanah kering oven (g)
Vring = Volume Ring Sampel (cm3)

Pengambilan sampel tanah dengan ring sampel dilakukan pada setiap petak lahan, dengan
satu petak lahan dilakukan pengambilan tiga kali. Ulangan tersebut bertujuan untuk
mengetahui sebaran berat isi tanah pada petak lahan tersebut.

2. Sampel Tanah Hancuran


Pengambilan sampel tanah hancuran dilakukan pada setiap petak lahan pada beberapa titik
yang selanjutnya dikompositkan (dicampur) sampai 500 gram. Sampel tanah komposit ini
selanjutnya dianalisis sifat kimia yang digunakan untuk penilaian kesuburan tanah dan dapat
dijadikan dasar rekomnedasi pemupukan. Selain analisis kimia, sampel komposit juga dapat
dianalisis sifat fisika seperti tekstur tanahnya. Parameter kimia tanah yang dianalisis meliputi,
pH, KB, KTK, Corganik, N, P, K dan EC (pada lahan sawah). Sketsa pengambilan sampel tanah
hancuran dan utuh yang kemudian dikompositkan pada masing-masing petak lahan adalah,

Keterangan :
= Titik Pengambilan Sampel Tanah Hancuran
= Titik Pengambilan Sampel Tanah Utuh (Ring Sampel)
MODUL II
IRIGASI

Tujuan :
1. Mahasiswa mampu menghitung kebutuhan air tanaman
2. Mahasiswa mampu menentukan jumlah air yang ditambahkan atau di kurangi dari lahan
3. Mahasiswa mengetahui macam-macam irigasi yang dapat diaplikasikan
4. Mahasiswa mampu menentukan teknis irigasi di lahan masing-masing

Materi
I. KONSEP IRIGASI
Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk
menunjang pertanian, meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi
pompa dan irigasi tambak. Fungsi pengaplikasian irigasi adalah mendukung produktifitas usaha
tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan
kesejahteraan masyarakat khususnya petani yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem
irigasi yang dilakukan dengan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi serta ditentukan
oleh keandalan air irigasi, keandalan prasarana irigasi dan peningkatan pendapatan masyarakat
petani dari usaha tani. Gambar 1 menyajikan siklus keseimbangan air pada lahan.

Gambar 1. Keseimbangan air yang masuk dan keluar di lahan


Sehingga kunci dari pencapaian keseimbangan air pada lahan adalah :

II. KEBUTUHAN AIR TANAMAN


Kebutuhan air tanaman adalah : sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti air yang
hilang akibat penguapan.
Penguapan bisa terjadi melalui permukaan air (evaporasi) maupun daun-daun tanaman
(transpirasi).
Bila kedua proses penguapan tersebut terjadi bersama-sama terjadilah
EVAPOTRANSPIRASI.
Dengan demikian besar kebutuhan air tanaman adalah sebesar jumlah air yang hilang
akibat proses EVAPOTRANSPIRASI.

Evapotranspirasi
(ET) transpirasi
evaporasi
Terjadi pada saat
yang sama

Rumus Kebutuhan Air Tanaman


adalah : ET = k . ETo
k = koefisien tanaman,
besarnya tergantung dari jenis,
varitas dan umur tanaman.
Eto = Evapotranspirasi
potensial, besarnya dapat
dihitung melalui berbagai
rumus.
III. MACAM-MACAM TEKNIS IRIGASI

Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi


dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu (1) jaringan irigasi sederhana, (2) jaringan
irigasi semi teknis dan (3) jaringan irigasi teknis. Karakteristik masing-masing jaringan tersaji
pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi Jaringan Irigasi

Ada 4 jenis irigasi yang banyak ditemui saat ini yaitu:


1. Irigasi permukaan (surface irrigation)
2. Irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation)
3. Irigasi pancaran (sprinkle irrigation)
4. Irigasi tetes (drip irrigation)

Irigasi permukaan merupakan jenis irigasi paling kuno dan pertama di dunia. Irigasi ini
dilakukan dengan cara mengambil air langsung dari sumber air terdekat kemudian disalurkan ke
area permukaan lahan pertanian mengggunakan pipa/saluran/pompa sehingga air akan meresap
sendiri ke pori-pori tanah. Sistem irigasi ini masih banyak dijumpai di sebagian besar masyarakat
Indonesia karena tekniknya yang praktis.
Irigasi Permukaan

Irigasi bawah permukaan adalah irigasi yang dilakukan dengan cara meresapkan air ke dalam
tanah dibawah zona perakaran tanaman melalui sistem saluran terbuka maupun dengan pipa bawah
tanah.

Irigasi Bawah Tanah

Irigasi pancaran adalah adalah irigasi modern yang menyalurkan air dengan tekanan sehingga
menimbulkan tetesan air seperti hujan ke permukaan lahan pertanian. Pancaran air tersebut diatur
melalui mesin pengatur baik manual maupun otomatis. Sistem ini banyak digunakan di negara-
negara maju seperti Amerika Serikat, New Zealand dan Australia. Selain untuk pengairan, sistem
ini juga dapat digunakan untuk proses pemupukan.
Irigasi Pancaran

Irigasi tetes adalah sistem irigasi dengan menggunakan pipa atau selang berlubang dengan
menggunakan tekanan tertentu yang nantinya air akan keluar dalam bentuk tetesan langsung pada
zona perkaran tanaman.

Irigasi Tetes
IV. PERHITUNGAN IRIGASI DENGAN CROPWAT

Perhitungan kebutuhan air irigasi dapat menggunakan suatu software CROPWAT yang
membutuhkan beberapa data untuk input. Untuk mengoperasikan CROPWAT dibutuhkan 3 data
input, yaitu:
1. Data Meteorologi
Data iklim untuk kebun percobaan Ngijo berdasarkan data iklim dari Stasiun Karangploso.

2. Data Tanaman
Faktor tanaman ditentukan oleh jenis tanaman yang dibudidayakan di lahan, namun pada
beberapa jenis tanaman sudah tersedia di dalam CROPWAT (database FAO) sehingga untuk
jenis tanaman yang belum tersedia harus memasukkan secara manual. Data tanaman yang
dibutuhkan sebagai input parameter meliputi :
Jenis Tanaman
Tanggal penanaman dan pemanenan
Fase Tanaman (awal, pertumbuhan, pertengahan dan akhir)
Kedalam Perakaran
Koefisien tanaman (Kc)
Cropheight
3. Data Tanah
Input data tanah secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu :
a) Total ketersediaan air tanah
Kandungan air pada kondisi kapasitas lapang (pF 2,54) dan titik layu permanen (pF
4,2)
Ketersediaan lengas tanah awal (initial available soil moisture)
b) Nilai maksimum infiltrasi hujan (kapasitas infiltrasi)
Output
Hasil pengolahan data pada software CROPWAT berupa:
1. Meteorologi table and Eto

2. Crop water requirement table


3. Irrigation schedule table

4. Water balance at root zone graph


MODUL III
PEMUPUKAN

Tujuan :
1. Mahasiswa memahami Soil Nutrient Cycle
2. Mahasiswa mampu menentukan dosis pemupukan yang tepat untuk diaplikasikan di lahan

Materi
I. SIKLUS UNSUR HARA

Siklus unsur hara di dalam tanah terilustrasi pada Gambar di atas. Secara keseluruhan,
unsur hara yang berada di dalam tanah berasal dari berbagai sumber diantaranya: bahan
organik (seresah dan kotoran hewan), pupuk dan presipitasi. Sumber-sumber unsur hara
tersebut mengalami proses yang menyebabkan kehilangan atau justru menjadi tersedia bagi
tanaman. Berbagai proses tersebut menyebabkan kandungan unsur hara di dalam tanah
sangat bervariatif, sehingga terdapat kemungkinan unsur hara didalam tanah
ketersediaanya tidak mencukupi kebutuhan tanaman. Upaya yang dapat dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan hara bagi tanaman adalah dengan menambahkan unsur hara melalui
pemupukan dan praktek pengelolaan yang lain.
II. PERHITUNGAN DOSIS PUPUK
A. Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/ bagian
hewan dan/ limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair,
dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan
kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah
(PERMENTAN no.70/Permentan/SR.140/10/2011). Jumlah dan sifat dari bahan organik sangat
menentukan sifat biokimia, fisika, kesuburan tanah dan membantu dalam proses pembentukan
tanah. Bahan menentukan komposisi dan mobilitas kation yang terjerap, warna tanah,
keseimbangan panas, konsistensi, berat isi dan berat jenis tanah, kemantapan agregat, kadar air
dan aktivitas organisme tanah (Mukhlis, 2007). Salah satu peranan bahan organik adalah
kemampuannya bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks. Dengan
demikian ion logam yang meracuni tanaman serta merugikan penyediaan hara pada tanah seperti
Al, Fe, dan Mn dapat diperkecil dengan adanya bahan organik. Dosis anjuran pemupukan pupuk
organik di lahan adalah 10 ton/ha. Namun demikian, beberapa fakta di lapangan menunjukkan
bahwa tanah memiliki kandungan banhan organik yang bermacam-macam dan umumnya hanya
berkisar 1 hingga 2 % di lahan-lahan pertanian (kondisi ideal pertumbuhan tanaman adalah 5 %).
Sehingga perlu ada perhitungan pupuk organik yang bisa mengakomodasi perbedaan kandungan
bahan organik di dalam tanah.

P = ((Q-R)/100) x B
P = dosis pupuk organik (ton/ha)
Q = persentase kandungan bahan organik yang diharapkan (%)
R = persentase kandungan bahan organik saat ini (%)
B = berat tanah per ha (HLO) ton

Contoh Perhitungan Pupuk

Kebutuhan
C ORGANIK BO
KABUPATEN KECAMATAN DESA BO
(%) (%)
(ton/ha)
PELEMAHAN PAYARAN 0,08 0,14 48,36
KEDIRI
GROGOL GAMBYOK 1,04 1,79 ...
Diketahui bahwa Desa Payaran, Kecamatan Pelemahan, Kabupaten Kediri mempunyai
kandungan C organik 0,08 %, berat isi tanah 1,3 g.cm-3, kedalaman lapisan olah 20
cm.
Jika dikonversikan ke bahan organik (C organik x 1,724) maka tanah di lokasi ini memiliki
kandungan bahan organik sebesar 0,14 Ha. Kandungan ideal bahan organik untuk
tanaman adalah 5 % sedangkan yang tersedia di tanah hanya 0,14 % sehingga perlu ada
pemupukan bahan organik di lahan
Untuk meningkatkan dari 0,14 % ke 5 % tentu akan memberatkan petani dari segi bahan
dan harga, maka untuk kasus ini diasumsikan petani sementara bisa meningkatkan
kandungan bahan organik dari 0,14% ke 2%.
Sehingga bisa dihitung P = ((Q-R)/100) x B P = ((2-0,14)/100) x (10.000 m2 x 20 cm x 1,3
g.cm-3) sehingga diketahui kebutuhan bahan organiknya adalah 48,36 ton.

B. Pupuk Anorganik
Perhitungan dosis pupuk yang diaplikasikan dilahan didasarkan pada dua metode yaitu luasan dan
berat tanah. Perhitungan berdasarkan luasan jika sistem penanaman yang dilakukan berupa
bedengan atau petak lahan, sedangkan berdasarkan berat tanah jika penanaman berada di polybag
atau pot. Rekomendasi pemupukan yang biasanya tercantum pada label dagang diperuntukan
untuk luasan per ha sehingga harus dilakukan pengkonversian sesuai dengan luasan bedengan
atau berat tanah pada polybag.

Contoh :
1. Perhitungan pupuk pada petak lahan
Anda akan melakukan percobaan pemupukan N (urea) tanaman jagung di lapangan pada petak
ukuran 5 m x 4 m.
Dosis pupuk N yang dianjurkan = 100 kg N/ha
Berapa dosis pupuk Urea yang harus anda berikan pada petak ukuran 5 x 4 m tsb?
Hitungan:
1 ha = 10.000 m2; sedang luas petak = 20 m2
Urea mengandung 46% N 100 kg urea mengandung 46 kg N; maka dosis 100 kg
N/ha setara dengan: (100/46) x 100 kg = 217, 39 kg Urea/ha
Jadi; dosis Urea untuk tiap petak (20m2) = (20/10.000) x 217,39 kg=0,43478 kg
Urea/petak, atau 434,78 g Urea /petak

2. Perhitungan pupuk pada polybag


Percobaan contoh 1 akan anda lakukan di rumah kaca dengan menggunakan 10 kg tanah
lapisan olah (kedalaman 20 cm); anjuran pupuk N adalah 100 kg N/ha.
Berapa dosis pupuk Urea yang harus anda berikan per polybag?
Hitungan:
Hitung BERAT tanah 1 hektar: Berat = Volume x Berat Isi
Volume tanah 1 ha dengan kedalaman 20 cm = 100.000.000 cm2 x 20 cm =
2.000.000.000 cm3
Jika diasumsikan Berat Isi tanah adalah 1,2 g/cm3, maka:
Berat Tanah 1 ha = 2.000.000.000 cm3 x 1,2 g/cm3 = 2.400.000.000 g, atau 2.400.000
kg diperlukan dosis anjuran 100 kg N/ha
Dosis pupuk N / 10 kg tanah = (10 / 2.400.000) x 100 kg =0,00041667 kg, atau
0,41667 g atau 416,67 mg N/pot
Dikonversikan ke Urea = (100/46) x 416,67 = 905,80 mg Urea/polybag

Anda mungkin juga menyukai