Anda di halaman 1dari 16

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang banyak
membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola
hidup maupun tatanan social termasuk dalam bidang kesehatan yang sering
dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya
yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.

Pengaruh social budaya dalam masyarakat memberikan peran penting dalam


mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan social budaya
dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah
tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan social
dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negative.

Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya sebagai


salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara
pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat
membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala
masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga
kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka
mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan
keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.Apakah pengertian dari kdayaan itu?
2. Bagaimanakah pengaruh social budaya terhadap pelayanan kesehatan?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Untuk mengetahui apa saja hubungan antara kesehatan dan masalah social budaya
yang ada di masyarakat Indonesia.

1
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KEBUDAYAAN

Kebudayaan adalah sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang
dipelajari secara turun temurun, tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah
mengundang resiko bagi timbulnya suatu penyakit. Kebudayaan tidak dibatasi oleh
suatu batasan tertentu yang sempit, tetapi mempunyai struktur-struktur yang luas
sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu sendiri.
Kebudayaan yaitu sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,sehingga
dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan bersifat abstrak.
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia.

2.2 HUBUNGAN ANTARA KEBUDAYAAN DAN KESEHATAN SEBELUM


IBU MELAHIRKAN ( MASA KEHAMILAN)

Di dalam masyarakat sederhana kebiasaan hidup dan adat istiadat dibentuk


untuk mempertahankan hidup diri sendiri dan kelangsungan hidup suku
mereka.Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian
makanan bayi yang bertujuan supaya reproduksi berhasil ibu dan bayi selamat.

Dari sudut pandang modern tidak semua kebiasaan itu baik.Ada beberapa yang
kenyataannya malah merugikan.Contoh pada kebiasaan menyusukan bayi yang lama
pada beberapa masyarakat merupakan contoh yang baik kebiasaan yang bertujuan
melindungi bayi. Tetapi bila air susu ibu sedikit atau pada ibu-ibu lanjut usia, tradisi
budaya ini dapat menimbulkan masalah tersendiri. Dia berusaha menyusukan bayinya
dan gagal.Bila mereka tidak mengetahui nutrisi mana yang dibutuhkan bayi (biasanya
demikian) bayi dapat mengalami malnutrisi dan mudah terserang infeksi.

2
Permasalahan yang sebenarnya cukup besar pengaruhnya yaitu pada kehamilan
tepatnya pada masalah gizi.Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-
kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara,
kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-
pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh
wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin.
Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di
daerah pedesaan.Dikatakan pula bahwa penyebab utama dari tingginya angka anemia
pada wanita hamil disebabkan karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk
pembentukan darah.

Beberapa kepercayaan yang ada misalnya di Jawa Tengah, ada kepercayaan


bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan
pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak.

Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya


memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang
dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.

Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan
kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin.

Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan
piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit
persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan
juga rendah.Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si
bayi.Selain itu, larangan untuk memakan buah-buahan seperti pisang, nenas, ketimun
dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat
terutama masyarakat di daerah pedesaan.(Wibowo, 1993).

3
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak
untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah.Data Survei Kesehatan
Rumah Tangga tahun 1992 rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun
beranak.Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih
terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu.

Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang


membawa resiko infeksi seperti ngolesi (membasahi vagina dengan rninyak kelapa
untuk memperlancar persalinan), kodok (memasukkan tangan ke dalam vagina dan
uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau nyanda (setelah persalinan, ibu duduk
dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat
menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).

Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya


disebabkan karena beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah,
mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran
anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari.

Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan


yang ada.Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-
praktek tradisional tertentu rnasih dilakukan.lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu
hamil dengan kemampuan penolong persalinan sangat menentukan hasil persalinan
yaitu kematian atau bertahan hidup.

Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah


perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut
bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam
proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena penanganan
yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan
keputusan dalam keluarga. Umumnya, terutama di daerah pedesaan, keputusan
terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat

4
yang lebih tua; atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik
melihat keadaan krisis yang terjadi. Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala
tertentu saat persalinan dapat menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan
dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau
tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil.
Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak
rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya
transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan bahwa
membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal. Selain dari faktor
keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala ekonomi,
keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu keyakinan dan
sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir
yang tak dapat dihindarkan.

2.3 HUBUNGAN ANTARA KEBUDAYAAN DAN KESEHATAN KETIKA IBU


PERSALINAN (MELAHIRKAN)
Tradisi Masyarakat Jawa Ibu melahirkan
Babaran, mbabar dapat diartikan: sudah selesai, sudah menghasilkan dalam wujud
yang sempurna. Babaran juga menggambarkan selesaianya proses karya batik
tradisional. Istilah babaran juga dipakai untuk seorang ibu yang melahirkan
anaknya. Ubarampe yang dibutuhkan untuk selamatan kelahiran adalah Brokohan.
Ada macam macam ubarampe Brokohan. Pada jaman ini Brokohan basanya terdiri
dari :beras, telur, mie instan kering, gula, teh dan sebagainya. Namun jika
dikembalikan kepada makna yang terkandung dalam selamatan bayi lahir,
brokohan cukup dengan empat macam ubarampe saja yaitu:
1) Kelapa, dapat utuh atau cuwilan
2) Gula merah atau gula Jawa
3) Dawet
4) Telor bebek

5
Makna dari keempat macam ubarampe tersebut adalah:
Kelapa: daging kelapa yang berwarna putih adalah manifestasi dari sukra (bahasa
Jawa kuna) yaitu sperma, benihnya laki-laki, bapak
Gula Jawa: berwarna merah adalah manifestasi dari swanita (bahasa Jawa kuna) yaitu
sel telur, benihnya wanita, ibu.
Dawet : dawet terdiri dari tiga bahan yaitu:
1. Santan kelapa, berwarna putih wujud dari sperma, benihnya Bapak.
2. Juruh dari gula Jawa yang berwarna merah wujud dari sel telur, benihnya Ibu.
3. Cendol dari tepung beras manifestasi dari jentik-jentik kehidupan.

Telor bebek.Ada dua alasan mengapa memakai telor bebek, tidak memakai telor
ayam.
Alasan yang pertama: telor bebek kulitnya berwarna biru, untuk menggambarkan
langit biru, alam awang-uwung, kuasa dari atas.
Alasan kedua: biasanya telur bebek dihasilkan dari pembuahan bebek jantan
tidak dari endog lemu atau bertelur karena faktor makanan. Dengan demikian telor
bebek kalau diengrami dapat menetas, artinya bahwa ada roh kehidupan di dalam
telor bebek.
Melalui keempat macam ubarampe untuk selamatan bayi lahir tersebut, para
leluhur dahulu ingin menyatakan perasaannya yang dipenuhi rasa sukur karena telah
mbabar seorang bayi dalam proses babaran.
Keempat ubarampe yang dikemas dalam selamatan Brokohan tersebut mampu
menjelaskan bahwa Tuhan telah berkenan mengajak kerjasama kepada Bapak dan Ibu
untuk melahirkan ciptaan baru, mbabar putra.
Melalui proses bersatunya benih bapak (kelapa) dan benihnya Ibu (gula Jawa)
yang kemudian membentuk jentik-jentik kehidupan, (dawet) Tuhan telah meniupkan
roh kehidupan (telor bebek) dan terjadilah kelahiran ciptaan baru (brokohan)
Jika pun dalam perkembangannya selamatan Brokohan untuk mengiring kelahiran
bayi menjadi banyak macam, terutama bahan-bahan mentah, hal tersebut dapat

6
dipahami sebagai ungkapan rasa syukur yang ingin dibagikan dari keluarga kepada
para kerabat dan tetangga.. Namun keempat ubarampe yang terdiri dari kelapa, gula
Jawa, dawet dan telor bebek, masih perlu untuk disertakan dan direnungkan, agar
kelahiran manjadi lebih bermakna.empat.
Dalam budaya Jawa, kelahiran seorang anak manusia ke dunia, selain
merupakan anugerah yang sangat besar, juga mempunyai makna tertentu.Oleh karena
itu, pada masa mengandung bayi hingga bayi lahir, masyarakat Jawa mempunyai
beberapa uapacara adat untuk menyambut kelahiran bayi tersebut. Upacara-upacara
tersebut antara lain adalah mitoni, upacara mendhem ari-ari, brokohan, upacara
puputan, sepasaran dan selapanan.
Selapanan dilakukan 35 hari setelah kelahiran bayi. Pada hari ke 35 ini, hari
lahir si bayi akan terulang lagi. Misalnya bayi yang lahir hari Rabu Pon (hari weton-
nya), maka selapanannya akan jatuh di Hari Rabu Pon lagi. Pada penanggalan Jawa,
yang berjumlah 5 (Wage, Pahing, Pon, Kliwon, Legi) akan bertemu pada hari 35
dengan hari di penanggalan masehi yang berjumlah 7 hari. Logikanya, hari ke 35,
maka akan bertemu angka dari kelipatan 5 dan 7. Di luar logika itu, selapanan
mempunyai makna yang sangat kuat bagi kehidupan si bayi.Berulangnya hari weton
bayi, pantas untuk dirayakan seperti ulang tahun.Namun selapanan utamanya
dilakukan sebagai wujud syukur atas kelahiran dan kesehatan bayi.
Yang pertama dilakukan dalam rangkaian selapanan, adalah potong rambut atau
parasan.Pemotongan rambut pertama-tama dilakukan oleh ayah dan ibu bayi,
kemudian dilanjutkan oleh sesepuh bayi.Di bagian ini aturannya, rambut bayi
dipotong habis.Potong rambut ini dilakukan untuk mendapatkan rambut bayi yang
benar-benar bersih, diyakini rambut bayi asli adalah bawaan dari lahir, yang masih
terkena air ketuban.Alasan lainnya adalah supaya rambut bayi bisa tumbuh bagus,
oleh karena itu rambut bayi paling tidak digunduli sebanyak 3 kali.Namun pada
tradisi potong rambut ini, beberapa orang ada yang takut untuk menggunduli bayinya,
maka pemotongan rambut hanya dilakukan seperlunya, tidak digundul, hanya untuk
simbolisasi.

7
Setelah potong rambut, dilakukan pemotongan kuku bayi.Dalam rangkaian ini,
dilakukan pembacaan doa-doa untuk keselamatan dan kebaikan bayi dan
keluarganya. Upacara pemotongan rambut bayi ini dilakukan setelah waktu salat
Maghrib, dan dihadiri oleh keluarga, kerabat, dan tetangga terdekat, serta pemimpin
doa.
Acara selapanan dilakukan dalam suasana yang sesederhana mungkin.Sore
harinya, sebelum pemotongan rambut, masyarakat merayakan selapanan biasanya
membuat bancaan yang dibagikan ke kerabat dan anak-anak kecil di seputaran tempat
tinggalnya.Bancaan mengandung makna agar si bayi bisa membagi kebahagiaan bagi
orang di sekitarnya.
Adapun makanan wajib yang ada dalam paket bancaan, yaitu nasi putih dan
gudangan, yang dibagikan di pincuk dari daun pisang. Menurut Mardzuki, seorang
ustadz yang kerap mendoakan acara selapanan, sayuran yang digunakan untuk
membuat gudangan, sebaiknya jumlahnya ganjil, karena dalam menurut keyakinan,
angka ganjil merupakan angka keberuntungan. Gudangan juga dilengkapi dengan
potongan telur rebus atau telur pindang, telur ini melambangkan asal mulanya
kehidupan.Selain itu juga beberapa sayuran dianggap mengandung suatu makna
tertentu, seperti kacang panjang, agar bayi panjang umur, serta bayem, supaya bayi
hidupanya bisa tentram.
2. Tradisi Masyarakat Kalimantan Ibu melahirkan
Menjelang persalinan membutuhkan beberapa perlengkapan khusus, demikian
pula bagi Suku Dayak ada beberapa perlengkapan suku dayak menjelang
persalinan atau proses melahirkan yang harus dipersiapkan sedemikian rupa untuk
menggelar beberapa ritual atau upacara adat suku Dayak dalam menjelang dan
menyambut kelahiran seorang bayi.
Kultur budaya suku Dayak Kalimantan Tengah menempatkan kaum wanita
pada derajat yang tinggi. Tak heran, kedudukan wanita dalam masyarakat dayak
memang spesial, kaum perempuan selalu mendapatkan perhatian penuh, terlebih
saat proses menjelang persalinan.

8
Fase Melahirkan dalam budaya Suku Dayak mengisyaratkan perlunya sejumlah
persiapan termasuk persiapan perlengkapan suku dayak menjelang persalinan.
Pada proses jelang melahirkan bayi atau Awau, sang calon ibu dibaringkan pada
sebuah dipan kecil dengan posisi miring terbuat dari kayu yang disebut Sangguhan
dengan motif ukiran Dayak di masing-masing sisi.
Kemudian saat melahirkan, disiapkan pula Botol Mau sebagai tempat untuk
menungku perut ibu agar darah kotor cepat keluar. Selain sebagai perlengkapan
suku dayak menjelang persalinan Botol Mau ini juga digunakan untuk menyiman
air panas.
Selanjutnya, keluarga yang melahirkan juga perlu menyiapkan Kain Bahalai
(Jarik dalam bahasa Jawa) dengan lapisan yang berbeda. Tujuh lapis kain bahalai
saat menyambut bayi laki-laki dan lima lapis kain bahalai untuk bayi dengan jenis
kelamin perempuan. Walaupun sebagai peralatan penunjang, keberadaannya
dalam persiapan prosesi persalinan menurut budaya Suku Dayak mutlak
diperlukan.
Pada fase ketika bayi telah lahir, maka tali pusar atau ari-ari bayi dipotong
menggunakan sebuah sembilu. Untuk tahap pertama dan pemotongan terakhir ari-
ari dengan uang ringgit. Kedua perlengkapan suku dayak menjelang persalinan
tersebut disiapkan sejak awal dalam sebuah piring atau Paraten. Sedangkan ari-ari
yang terpotong tadi disimpan di dalam Kusak Tabuni.
Bayi (awau) yang baru lahir dimandikan dalam Kandarah, dan popok bayi yang
digunakan disimpan dalam Saok. Bagi sang ibu setelah melahirkan biasa
menggunakan Stagen (Babat Kuningan) untuk mengikat perut agar
mengembalikan perut ibu ke kondisi semula dengan cepat. Tentunya untuk
menjaga tubuh ibu setelah melahirkan dan juga berfungsi untuk berjaga-jaga
dalam kondisi yang tidak terduga seperti sulitnya bayi keluar, masyarakat Dayak
memiliki cara yang khas dan bernuansa magis, yakni menggunakan buah kelapa
yang bertunas untuk kemudian disentuhkan ke arah selaput bayi. Tujuan

9
perlengkapan suku dayak menjelang persalinan tersebut adalah agar dapat
membuka ruang sehingga bayi dapat keluar dengan mudah.
3. Tradisi Masyarakat NTT Ibu melahirkan
Proses melahirkandengan di urut oleh seseorang yang diangap ahli,Setelah ada
kelahiran bayi diadakan upacara atau ritual selamatan.
Perlakuan masyarakat Nusa Tenggara Timur terhadap ari-ari
1.Tali pusar dipotong menggunakan kulit babmbu.
2. Ditaruh sekitar 3 bulan di atas perapian sampai kering.
3. Selanjutnya di tanam di sertai doa dan alat-tulis.
Adapun berbagai macam-macam aspek sosial budaya pada masa nifas baik di
masyarakat desa maupun masyarakat kota
1. Macam-macam aspek sosial budaya pada masa nifas pada masyarakat kota
Pada masa nifas dilarang makan telur, daging, udang, ikan laut dan lele,
keong, daun lembayung, buah pare, nenas, gula merah, dan makanan yang
berminyak.
Adapun dampak negative akan dilarangnya mengkonsumsi telur, daging,
udang, ikan laut keong, daun lembayung, buah pare, nanas, gula merah dan
makanan yang berminyak adalah dapat merugikan karena pada masa nifas ibu
membutuhkan makanan yang bergizi seimbang agar ibu dan bayi menjadi
sehat dan dampak positif dari larangan ini tidak ada.
Setelah melahirkan atau setelah operasi, ibu hanya boleh makan tahu dan
tempe tanpa garam atau biasa disebut dengan ngayep, dilarang banyak makan
dan minum, dan makanan harus disangan / dibakar sebelum dikonsumsi.
Adapun dampak negative pada ibu apabila setelah melahirkan atau di operasi
hanya dapat mengkonsumsi tahu dan tempe tanpa garam dan makanan harus
dibakar sebelum di konsumsi adalah dapat merugikan karena dapat
menghambat penyembuhan luka karena pada dasarnya makanan yang sehat
akan mempercepat penyembuhan luka dan dampak positif.

10
Pada masa nifas, ibu dilarang tidur siang
Adapun dampak negative dari dilarangnya seorang ibu tidur siang, ibu
menjadi kurang istirahat sedangkan pada masa nifas seorang ibu harus cukup
istirahat dan mengurangi kerja berat karena tenaga yang tersedia sangat
bermanfaat untuk kesehatan ibu dan bayi dan dampak akan dilarangnya
seorang ibu untuk tidur siang tidak ada.
Pada masa nifas dan saat menyusui, ibu harus puasa, tidak memakan makanan
yang padat setelah waktu maghrib.
Hal ini dibenarkan karena dalam faktanya pada masa nifas setelah maghrib
dapat menyebabkan ibu yang sedang berada pada masa nifas mengalami
penimbunan lemak,disamping itu organ-organ kandungan pada masa nifas
belum pulih kembali namun adapun dampak negative dari di anjurkannya
seorang ibu berpuasa yaitu ibu menjadi kurang nutrisi sehingga produksi ASI
menjadi berkurang dan dampak positif akan anjuran ini tidak ada.
Pada masa nifas, ibu tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari
Hal ini tidak diperlukan karena pada masa nifas, ibu dan bayi yang baru lahir
harus periksa kesehatan sang bayi sekurang-kurangnya 2 kali dalam bulan
pertama yaitu umur 0-7 hari dan 8-30 hari guna pemberian imunisasi bagi si
bayi tersebut dan dampak positif akan pelarangan ini tidak ada.
Setelah melahirkan ibu dan bayinya harus dipijat atau diurut, diberi pilis atau
lerongan dan tapel.
Dampak positif mengenai anjuran pada ibu yang baru saja melahirkan dan
bayi yang baru dilahirkan ini adalah jika pijatannya benar maka peredaran
darah ibu dan bayi menjadi lancar, namun adapun dampak negative akan
anjuran ini bila si ibu dan bayi dipijat atau diurut ialah apabila pijat salah
sangat berbahaya karena dapat merusak kandungan sedangkan apabila diberi
pilis atau lerongan maupun tape, hal ini dapat merusak kulit bagi yang tidak
kuat / menyebabkan alergi pada ibu dan bayi tersebut.

11
Pada masa nifas, ibu harus minum abu dari dapur yang dicampur dengan air,
kemudian disaring, dicampur garam dan asam lalu diminumkan kepada si ibu
supaya ASI banyak.
Abu, garam dan asam merupakan bahan-bahan yang tidak mengandung zat
gizi yang diperlukan oleh ibu menyusui untuk memperbanyak produksi ASI
nya, jadi anjuran ini jelas sangat merugikan dan tidak terdapat dampak
positive mengenai anjuran kepada si ibu untuk mengkonsumsi abu yang
dicampur dengan air dan garam.
Pada masa nifas, ibu tidak diperbolehkan melakukan hubungan intim
Adapun dampak positif akan tidak diperbolehkannya si ibu untuk melakukan
hubungan intim yakni jika ditinjau dari sisi medis, bersanggama atau
melakukan hubungan intim memang dilarang selama 40 hari pertama usai
proses melahirkan. Alasannya, aktivitas tersebut akan menghambat proses
penyembuhan jalan lahir maupun involusi rahim, yakni mengecilnya rahim
kembali ke bentuk dan ukuran semula. Contohnya infeksi atau bahkan
perdarahan. Belum lagi libido yang mungkin memang belum muncul ataupun
pengaruh psikologis, semisal kekhawatiran akan robeknya jahitan maupun
ketakutan bakal hamil lagi dan dampak negative akan larangan ini jelas tidak
ada jika ditinjau dalam hal medis.
2. Adapun macam-macam aspek sosial budaya pada masa nifas pada masyarakat di
berbagai daerah di Republik Indonesia, diantaranya:
Pada masa nifas, ibu yang baru melalui proses kelahiran harus memakai sandal
kemana pun si ibu tersebut berpergian dan hal ini harus berlangsung selama 40
hari setelah proses melahirkan.
Ibu harus memakai stagen atau udet (centing)
Dampak negative akan anjuran ini jelas tidak ada bahkan apabila di rutinkan
akan pemakaian stagen atau centing tersebut akan memulihkan fisik sang ibu
seperti sedia kala sebelum melahirkan.

12
Pada masa nifas, ibu dianjurkan untuk mengkonsumsi jamu
Hal ini jelas berdampak positif karena dapat mempercepat pemulihan rahim ke
kondisi semula dan tidak ada dampak negative meengenai anjuran untuk
mengkonsumsu jamu ini.
Pada masa nifas, si ibu juga dianjurkan untuk memakai lulur pakram kocok di
seluruh badan ibu tersebut
Hal ini mempunyai dampak positive bagi si ibu yaitu dapat menghilangkan rasa
lelah pada badan si ibu tersebut dan mengenai anjuran ini tidak terdapat dampak
negative baik untuk ibu maupun bayi yang baru dilahirkan.
Pada masa nifas, ibu dilarang berbicara dengan nada keras
Larangan ini jelas tidak memiliki dampak negative, larangan ini justru baik
untuk si ibu karena pada dasarnya berbicara dengan nada keras sangat tidak
dianjurkan bagi siapapun.
Setiap pagi, si ibu harus mandi keramas.
Adapun tujuan dari larangan tersebut ialah agar badan si ibu merasakan
kesegaran dan peredaran darah si ibu lancar dan dampak negative akan anjuran
untuk ibu selalu mandi keramas setiap hari ini jelas tidak ada.
Jika sang ibu tidur atau duduk harus meluruskan kakinya

Pada ibu yang baru saja melahirkan atau berada pada masa nifas jelas hal ini
sangat mempunyai dampak yang positive bagi si ibu tersebut, karena jika ibu
duduk atau tidur pada posisi miring atau di tekuk dapat mempengaruhi posisi
tulang ibu tersebut karena tulang ibu pada masa nifas seperti bayi, yang apabila si
ibu melakukan gerakan miring pada saat tidur dan menekuk saat duduk akan
berisiko, larangan ini baik untuk ibu karena pada ibu pada masa nifas mudah
terkena varises dan dampak negative akan larangan ini jelas tidak ada baik bagi si
ibu maupun pada bayi yang baru dilahirkan.

13
Ibu pada masa nifas harus mengkonsumsi makanan yang bergizi terlebih sang ibu
dianjurkan untuk mengkonsumsi sayuran.
Adapun dampak positive akan ajuran ini, ibu menjadi lebih sehat dengan
mengkonsumsu banyak sayur-sayuran dan danpak negative yang disebabkan akan
anjuran ini pun tidak ada baik untuk ibu maupun untuk si bayi.
Pada masa nifas, ibu dianjurkan agar tidak memakai perhiasan
Larangan ini bertujuan agar dengan tidak memakai perhiasan tersebut, ibu tidak
mengganggu aktivitas bayi yang baru dilahirkan dan mengenai anjuran ini jelas
tidak memiliki dampak yang negative.

2.4 KESEHATAN KETIKA IBU MULAI PASCA PERSALINAN

Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga
pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan
dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang
sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan
tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara
tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk
mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang
bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan ramuan-
ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan
darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu
untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).

14
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:

1. Masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa,
alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin
ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari
pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor
resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi.
2. Kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu. Faktor fisik
berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi.
Sedangkan faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu, terutama
kesiapannya dalam melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya
jadi tidak lancar hingga harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap bisa
mengurangi rasa sakit yang terjadi selama persalinan.

3.2 Saran
Saran yang kami berikan untuk para pembaca makalah ini, yaitu: setiap aspek
sosial budaya yang melintas atau menjadi dasar bagi pola kehidupan manusia
sehari-hari hendaknya dapat disaring, karena tidak setiap aspek sosial budaya
yang masuk adalah post

15
DAFTAR PUSTAKA

http://mlamisland.blogspot.com

http://wikipedia.com

http://franxiskusgaguknugraha.blogspot.com/2011/01/budaya-daerah-daerah-tentang-
ibu.htmlhttp://www.google.co.id/search?q=aspek+sosial+budaya+pada+masa+nifas

1. George M. Foster dan Barbara Galatin Anderson. Antropologi Kesehatan. UI


Press. Jakarta 1986
2.Depkes RI, MA 103, Ilmu Sosial Budaya Dasar. Untuk Prog Bidan Pusdiknakes.
Jakarta 1996.

16

Anda mungkin juga menyukai