Anda di halaman 1dari 10

BAB III

PENENTUAN CAKUPAN AREA BERDASARKAN MODEL REDAMAN


PROPAGASI DAN PETA YANG DIGUNAKAN

3.1 Model Propagasi COST 231-Hata


European Co-operative for Scientific and Technical Research (EURO-COST)
membentuk komite kerja COST-231 untuk membuat model Hata yang
disempurnakan atau diperluas. COST-231 mengajukan suatu persamaan untuk
menyempurnakan model Hata agar bisa dipakai pada frekuensi 2 GHz. Persamaan
dari model COST 231-Hata dapat dilihat pada sub bab 1.5.
Pada software yang digunakan untuk menghitung cakupan area dalam tugas
akhir ini, model propagasi COST-231 telah di modifikasi oleh software tersebut. Hal
ini dilakukan karena kondisi setiap lingkungan berbeda sehingga model propagasi
yang digunakan harus bisa mendekati keadaan lingkungan yang sebenarnya.
Persamaannya menjadi:

LP = k1 + k2(log(d)) + k3(Hms) + k4 log(Hms) + k5 log(Heff)


+ k6 log(Heff) + k7 + Closs (2)

dimana:
LP : path loss
Hms : tinggi antena telepon selular
d : jarak datar dari BTS ke telepon selular
Heff : tinggi antena BTS
k1/k2 : attenuation intercept dan slope
k3 : faktor koreksi tinggi antena
k4 : faktor pengali koreksi tinggi antena
k5 : faktor pengali tinggi antena BTS
k6 : faktor pengali Hata

19
k7 : diffraction loss (model kebergantungan)
Closs : nilai redaman clutter

Gambar 3.1. Path loss parameter

Gambar 3.2. Nilai redaman clutter

Untuk mendapatkan nilai parameter pathloss dan redaman clutter kita


membutuhkan data hasil pengukuran di lapangan. Karena dalam tugas akhir ini tidak
melakukan hal tersebut maka nila parameter pathloss dan redaman clutter yang
digunakan yaitu nilai dari pengukuran yang pernah dilakukan oleh para ahli pada
daerah yang memiliki kriteria sama dengan daerah studi. Dengan harapan nilai

20
tersebut dapat mendekati keadaan sebenarnya (Widodo, 07). Data tersebut didapatkan
dari PT. Damai Insan Citra.

3.2 Data yang diperlukan untuk penentuan cakupan area


Data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
1. Citra Land Cover dan DTM
Citra yang digunakan adalah citra kawasan cikarang dengan resolusi:
o 20m (citra landsat 7+ dengan 8 band dan dimodifikasi dengan peta
bakosurtanal dan data DTM diperoleh dari Bakosurtanal)
o 25m (citra landat 7+ dengan 8 band dan data DTM diperoleh dari
Bakosurtanal)
o 50m (citra landsat 7+ dan data DTM diperoleh dari Bakosurtanal)
2. Data BTS
BTS yang digunakan mempunyai 6 sektor antena (00, 600, 1200, 1800,
2400, 3000)

Gambar 3.3. Data BTS


3.2.1 Resampling Peta
Data peta yang digunakan pada tugas akhir ini mempunyai resolusi 20m, 25m,
dan 50m. Berdasarkan tujuan dari tugas akhir ini, untuk membandingkan resolusi

21
spasial dan land cover maka dilakukan beberapa eksperimen terhadap data yang ada.
Dari data resolusi 20m di resampling menjadi resolusi 21m, 22m, 23m, dan 24m.
Sedangkan dari resolusi 25m di resampling menjadi resolusi 30m, 35m, 40m, dan
45m. Klasifikasi dari data 20m adalah 21 kelas sedangkan untuk data 25m dan 50m
mempunyai 15 kelas. Untuk membandingkan hasil cakupan area maka dilakukan juga
kasifikasi data menjadi 3 kelas yaitu menjadi:
1. Suburban (industrial area, residential, open in urban, mean urban, building
blocks)
2. Rural (Agriculture, open area, plantation, parks)
3. Land Water (Land water)
Penggabungan kelas tersebut didasari oleh kesamaan kriteria dari masing-masing
kelas. Karena digabung maka nilai redaman clutter tiap kelas di jumlah kemudian di
rata-rata. Berikut ini adalah peta dasar yang digunakan:
1. Resolusi 20m dengan 21 kelas

Gambar 3.4. Peta resolusi 20m dengan 21 kelas

22
2. Resolusi 25m dengan 15 kelas

Gambar 3.5. Peta resolusi 25m dengan 15 kelas

3. Resolusi 50m dengan 15 kelas

Gambar 3.6. Peta resolusi 50m dengan 15 kelas

23
Data DTM
1. Resolusi 20m

Gambar 3.7. Data DTM resolusi 20m

2. Resolusi 25m

Gambar 3.8. Data DTM resolusi 25m

24
3. Resolusi 50m

Gambar 3.9. Data DTM resolusi 50m

Berikut ini tahapan-tahapan yang dilakukan pada resampling data:

Gambar 3.10. Tahapan Resampling

25
Data format OUT tidak dapat langsung di resampling di ER Mapper. Agar
dapat di baca pada software ER Mapper maka format OUT tersebut harus di convert
terlebih dahulu ke dalam bentuk tif. Data awal format OUT di buka menggunakan
adobe photoshop dengan tipe data photoshop raw (*.raw).
Untuk data clutter di buka dengan byte order macintosh dan data height di
buka dengan byte order IBM, keduanya di buka dalam 16bit. Setelah itu file di
simpan dalam format tif dengan byte order yang sama dengan sebelumnya. Sebelum
dilakukan resampling, data format tif di buka menggunakan ER Mapper dan di
georeference.
Data hasil resampling kemudian di buka kembali menggunakan adobe
photoshop dan di simpan dalam format photoshop raw (*.raw) dengan byte order
yang sama dengan sebelumnya. Untuk mengubah kembali ke format OUT, data dari
format raw di rename menjadi OUT. Setelah di rename maka dilakukan cek binary
antara format OUT hasil resampling dengan format OUT awal.

Gambar 3.11. Perbandingan Binary

Cek binary dilakukan untuk mengetahui apakah proses resampling yang


dilakukan sudah benar karena apabila format OUT hasil resampling jauh berbeda

26
binarynya maka format OUT hasil resampling tersebut tidak dapat dibaca pada
software Nokia Netact Planner 4.2 yang digunakan untuk menghitung cakupan area.
Apabila format OUT hasil resampling berbeda jauh dengan format OUT awal
maka kita harus melakukan resampling kembali sampai diperoleh format OUT hasil
resampling yang nilai binarynya tidak berbeda jauh dengan format OUT awal.
Setelah diperoleh format OUT hasil resampling yang nilai binarynya tidak berbeda
jauh dengan format OUT awal maka dapat dilakukan penghitungan cakupan area.
Berikut ini adalah contoh perbandingan format OUT hasil resampling dengan format
OUT awal.

3.3 Perhitungan Cakupan Area


Perhitungan cakupan area dilakukan untuk mendapatkan luas cakupan suatu
BTS yang dihitung dengan mempertimbangkan faktor-faktor spesifikasi BTS, model
propagasi, dan peta daerah studi.
Secara sederhana proses perhitungan cakupan area dapat dilihat sebagai
berikut:

PM = PAnt + GAnt - LP

dimana:
PM = coverage
PAnt = power antena
GAnt = gain antena
Lp = pathloss

27
Gambar 3.12. Penghitungan Cakupan Area

Setelah semua faktor yang mempengaruhi dalam menentukan cakupan area


dimasukkan maka software akan menghitungnya pixel by pixel secara otomatis. Dari
hasil perhitungan ini akan diperoleh luasan cakupan area.

Gambar 3.13. Cakupan Area

28

Anda mungkin juga menyukai