Serikat, Jepang, Australia, dan negara- Namun, kandungan GSL pada Brassica-
negara di Eropa, gencar melakukan pene- ceae ternyata paling tinggi dibandingkan
litian untuk mencari alternatif pengganti pada tanaman lainnya (Rosa dan Rodriguez
metil bromida. Salah satu sumber penghasil 1999).
senyawa fumigan yang banyak diteliti
adalah biofumigan. Tulisan ini membahas
senyawa biofumigan, khususnya biosin- BIOSINTESIS SENYAWA
tesis dan hidrolisis senyawa biofumigan GLUKOSINOLAT
dan turunannya, tanaman penghasil bio-
fumigan, pengaruh biofumigan terhadap Glukosinolat (GSL) merupakan senyawa
patogen tular tanah dan mikroorganisme yang mengandung nitrogen dan belerang
lainnya, serta prospek dan kendala peman- hasil metabolit sekunder tanaman (Har-
faatan biofumigan di Indonesia. borne et al. 1999). Kandungan belerang
dan nitrogen tersebut berasal dari asam
amino yang mengandung sulfat dan moiti
BIOFUMIGAN tioglukosa (Halkier dan Du 1997).
Menurut Fahey et al. (2001), ada tiga
Biofumigan adalah senyawa yang mudah tahap biosintesis GSL. Pertama, asam-asam
menguap (volatil) yang berasal dari alam amino suatu protein mengalami peman-
dan bersifat biosida terhadap serangga jangan dengan bantuan enzim gliosilat
dan patogen tanaman (Kirkegaard dan amino-transferase membentuk asam 2-oxo-
Sarwar 1998). Mathiessen (2001) menyebut sesuai dengan sumber asam aminonya
biofumigan sebagai gentle fumigant karena (Bones dan Rossiter 1996). Tahap kedua,
efeknya yang selektif hanya pada patogen glukon terinsersi sehingga rantai samping
tertentu. Sebetulnya banyak ragam jenis termodifikasi. Rantai alifatik, misalnya alkil,
senyawa biofumigan. Satu di antaranya alkenil, hidroksialkenil, dan w-metiltioalkil
adalah minyak atsiri (essential oils) yang berasal dari metionin, rantai heterosiklik
dapat diekstraksi dari daun, bunga, biji, seperti indolil berasal dari fenilalanin, dan
atau kulit berbagai jenis tanaman di daerah rantai aromatik misalnya bensil berasal dari
tropis maupun subtropis. Sayangnya, triptofan (Bones dan Rossiter 1996).
potensi minyak atsiri masih belum banyak Sampai saat ini, lebih dari 120 macam
digali untuk digunakan sebagai bio- GSL, baik dari kelompok alifatik aromatik,
fumigan. maupun indolil, telah berhasil diisolasi dan
Senyawa biofumigan lain yang telah diidentifikasi (Fahey et al. 2001), namun
banyak diteliti dan dimanfaatkan sebagai hanya 30-40 jenis GSL dari kelompok
biofumigan adalah glukosinolat (GSL) yang Brassicaceae. GSL terdapat pada seluruh
berasal dari famili kubis-kubisan (Brassica- bagian tanaman, mulai dari akar, batang,
ceae). Ada sekitar 350 genera dan 2.500 daun, bunga sampai biji. Satu tanaman
spesies famili Brassicaceae yang diketahui biasanya mengandung lebih dari satu ma-
mengandung senyawa GSL (Rosa et al. cam GSL. Kandungan GSL dalam tanaman
1997). Kelompok tanaman lainnya yang bergantung pada jenis jaringan, umur,
juga mengandung senyawa GSL adalah kesehatan, dan tingkat nutrisi tanaman.
Capparaceae, Moringaceae, Resedaceae, Produksi GSL pada suatu tanaman
dan Tovariaceae (Fenwick et al. 1983). dipengaruhi oleh teknik budi daya, iklim,
156 Titiek Yulianti
tanah tempat tumbuh (Fenwick et al. 1983), Pada tanaman penghasil GSL, enzim
dan umur tanaman. Pupuk yang mengan- mirosinase dihasilkan oleh sel-sel mirosin
dung belerang akan meningkatkan kan- yang letaknya terpisah dari vakuola yang
dungan GSL, tetapi pupuk nitrat akan mengandung GSL (Bones dan Iversen
menurunkannya (Josefsson 1970). Hasil 1985). Hidrolisis GSL akan dimulai apabila
penelitian Kirkegaard et al. (1996) menun- terjadi kontak antara GSL dengan miro-
jukkan bahwa jaringan tanaman yang sinase, biasanya melalui pelukaan jaringan
diberikan pada saat masih berbunga, daya tanaman (Bones dan Rossiter 1996). Hasil
hambatnya terhadap pertumbuhan cen- hidrolisis senyawa GSL adalah senyawa-
dawan Gaeumannomyces graminis var. senyawa yang bersifat volatil maupun
tritici, Rhizoctonia solani, Fusarium tidak, misalnya isotiosianat (ITS), ion
graminearum, Pythium irregulare, dan tiosianat (SCN+), nitril, epitionitril (Rosa et
Bipolaris sorokiniana lebih tinggi diban- al. 1997), indolil alkohol, amin, sianid
dingkan dengan jaringan yang berasal dari organik, dan oksazo-lidinetion. Menurut
tanaman yang sudah tua. Rask et al. (2000), hanya kelompok alifatik
GSL bukanlah senyawa yang toksik dan aromatik yang menghasilkan ITS,
terhadap mikroorganisme. Namun setelah sedangkan kelompok indolil tidak. Se-
melalui proses hidrolisis, GSL akan mem- nyawa-senyawa yang dihasilkan bergan-
bentuk senyawa-senyawa yang berperan tung suhu, pH, dan kadar air tanah.
dalam berbagai fungsi fisiologis, misalnya Hidrolisis GSL pada tanah masam (pH
rasa yang menyengat pada mustard, bau rendah) cenderung menghasilkan nitril
spesifik sayuran golongan kubis/sawi, (Rosa et al. 1997). Smolinska et al. (1997)
atau sebagai sistem pertahanan tanaman melaporkan bahwa bungkil canola yang
terhadap serangan hama dan patogen diperlakukan berbeda akan menghasilkan
(Bones dan Rossiter 1996). senyawa hidrolisis yang berbeda pula.
Hidrolisis GSL dari bungkil yang dipanas-
kan dengan otoklaf menghasilkan nitril,
PROSES HIDROLISIS SENYAWA sementara yang tidak diotoklaf menghasil-
BIOFUMIGAN kan lebih banyak ITS. Di antara semua
senyawa yang dihasilkan, ITS merupakan
Proses hidrolisis GSL terjadi jika senyawa senyawa yang paling toksik sehingga
tersebut kontak dengan enzim mirosinase berperan sebagai biofumigan. Dilaporkan
dan air tersedia (Rosa et al. 1997). Enzim bahwa ITS sangat beracun bagi patogen
mirosinase (-tioglukoside glukohidro- tular tanah, seperti jamur Gaeumanomyces
lase) tidak hanya dihasilkan oleh tanaman graminis var. tritici, Fusarium/Bipolaris
yang menghasilkan GSL, tetapi juga oleh (Sarwar et al.1998), R. solani (Sarwar et
jamur Aspergillus niger, A. sydowi dan A. al.1998; Charron dan Sams 1999; Manici
niger, bakteri Enterobacter cloacae dan et al. 2000), dan Pythium (Sarwar et al.
Paracolobactrum aerogenoides) (Fen- 1998; Charron dan Sams, 1999), serta
wick et al. 1983), serangga (Brevicoryne terhadap bakteri Ralstonia solanacearum
brassicae dan Lipaphis erisimi) (Mac- (Arthy et at. 2005; Kirkeegard 2007) dan
Gibbon dan Allison 1971), bahkan nematoda Pratylenchus (Mazzola et al.
kelompok hewan besar seperti mamalia 2007) dan Meloidogyne (Kirkeegard 2007).
(Goodman et al. 1959). Derivat ITS tidak hanya berfungsi
Biofumigan untuk pengendalian patogen tular tanah ... 157
sebagai biofumigan, tetapi juga berkhasiat et al. (2000) juga melaporkan bahwa senya-
sebagai obat. ITS dari tanaman kubis- wa ITS yang terbentuk cenderung lebih
kubisan seperti brokoli dan selada me- stabil pada air yang berada pada permu-
ngandung senyawa antikarsinogen yang kaan tanah agak dalam.
cukup ampuh (Zhang dan Talalay 1994; Suhu tanah dan penutupan juga ber-
Verhoeen et al. 1997), alil ITS untuk pengaruh terhadap stabilitas senyawa ITS.
mengobati kanker prostat (Xiao et al. 2003), Gamliel dan Stapleton (1993) melaporkan
dan penetil ITS untuk menghambat per- bahwa tanah yang dicampur dengan
tumbuhan kanker indung telur (Satyan et sisa-sisa tanaman kubis 2:100 (2%) ke-
al. 2006). Senyawa-senyawa turunan ITS mudian dipanaskan akan menghasilkan
juga bersifat antibakteri, seperti benzil ITS senyawa-senyawa turunan ITS yang lebih
untuk mengobati gangguan infeksi bakteri efektif dibandingkan dengan tanah dan
pada saluran kencing dan sistem per- campuran sisa-sisa kubis yang tidak dipa-
nafasan (Mennicke et al. 1988), dan alil ITS naskan. Penurunan propagul Pythium
untuk mencegah kontaminasi Escherichia ultimum dan S. rolfsii masing-masing
coli dan bakteri aerob mesofilik pada da- mencapai 75% dan 93% dengan pemanas-
ging cincang sehingga lebih tahan lama an, tetapi tanpa pemanasan penurunan-
(Chacon et al. 2006). Tepung mustard (10- nya hanya 15% dan 12%. Di samping itu,
20%) juga pernah digunakan untuk me- viabilitas cendawan R. solani, Verticilium
ngendalikan kontaminan makanan (E. coli, dahliae, dan Fusarium oxysporum f.sp.
Listeria monocytogenes, dan Salmonella asparagi menurun secara drastis pada ta-
enterica Serovar Typhimurium) (Rhee et nah yang diberi sisa tanaman brokoli segar
al. 2003). 3,4-4,0 kg/m2 kemudian ditutup dengan
terpal plastik.
Hidrolisis GSL yang menghasilkan ITS ter- Sampai saat ini, tanaman penghasil GSL
jadi pada saat pembenaman sisa-sisa ta- yang paling banyak digunakan adalah dari
naman Brassicaceae. Namun, kandungan famili Brassicaceae. Di Amerika Serikat,
GSL yang tinggi dalam jaringan tanaman Eropa, dan Australia, para pemulia tanaman
belum menjamin tingginya kadar ITS yang sengaja menciptakan varietas baru yang
dihasilkan selama proses hidrolisis dalam mengandung GSL tinggi dan dikomersial-
tanah. Ada faktor-faktor lain yang berperan kan sebagai tanaman penutup tanah atau
cukup penting agar proses hidrolisis GSL pupuk hijau. BQ mulch merupakan
berlangsung optimum, seperti keterse- campuran dari spesies Brassica napus dan
diaan air (Matthiessen 2002) dan kece- B. rapa produksi Australia, Caliente 61 dan
patan rusaknya jaringan tanaman (Kirke- Caliente 99 (B. nigra) produksi Italia,
gaard et al. 2001). Brown dan Morra (2005) Humus (Rapeseed), Ida Gold (Sinapsis
menyatakan bahwa tingkat kelarutan ITS alba) dan Pacific Gold (B. juncea) produksi
dalam air berpengaruh terhadap tingkat Amerika Serikat.
toksisitasnya meskipun tidak mutlak. Tsao
158 Titiek Yulianti
Jenis ITS yang dihasilkan bergantung pa- yang cukup tinggi. Selain itu, jenis tanaman
da jenis GSL yang terhidrolisis. Setiap jenis yang dicobakan sebaiknya disesuaikan
ITS memiliki tingkat toksisitas yang ber- dengan patogen yang akan dikendalikan
beda terhadap mikroorganisme yang ber- karena masing-masing patogen mempu-
beda. Contoh efektivitas ITS dari tanaman nyai tingkat sensitivitas yang berbeda
Brassicacea untuk mengendalikan patogen (Tabel 3 dan 4).
penyebab penyakit tanaman disajikan pada
Tabel 3 dan 4.
Smith dan Kirkegaard (2002) menguji Aktivitas Mikroorganisme Lain
ketahanan beberapa mikroorganisme
terhadap 2-fenil etil ITS dan menyim- Konsentrasi ITS di dalam tanah harus ting-
pulkan bahwa kelompok bakteri lebih gi agar bersifat biosida. Pada konsentrasi
toleran dibandingkan kelompok eukariotik. rendah, ITS mungkin hanya bersifat fungi-
Di antara kelompok eukariotik, Tricho- statis atau bakteriostatis atau melemahkan
derma paling toleran terhadap senyawa kondisi patogen. Pada saat konsentrasi
ITS dibandingkan Phytophthora, Sclero- ITS di dalam tanah sangat rendah atau
tium, Pythium, R. solani, Aphanomyces, tidak bisa dideteksi lagi, sisa-sisa tanaman
Geumanomyces, dan Thielaviopsis. menyediakan nutrisi bagi mikroorganisme
Bakteri gram positif juga lebih sensitif dekomposer yang juga bisa berperan seba-
terhadap ITS dibandingkan bakteri gram gai antagonis (Yulianti 2004). Smolinska
negatif (Brown dan Morra 2005). (2000) melaporkan bahwa populasi bakteri
dan jamur dalam tanah meningkat setelah
diberi sisa tanaman kubis dan mampu me-
FAKTOR YANG MEMENGARUHI nurunkan jumlah inokulum Sclerotium
CARA KERJA BIOFUMIGAN DALAM cepivorum dan F. oxysporum.
MENEKAN PATOGEN Selain itu, ada jenis mikroorganisme
tertentu yang hidup di perakaran yang
Banyak bukti menunjukkan bahwa ITS menghasilkan enzim mirosinase sehingga
merupakan senyawa yang mempunyai efek membantu meningkatkan produksi ITS.
bakteriostatik-bakterisidal maupun fungi- Ishimoto et al. (2004) melaporkan bahwa
statik-fungisidal (Tabel 3 dan 4). Namun produksi benzil ITS pada tanaman Le-
faktor lain juga ikut berperan dalam pe- pidium sativum yang banyak mengandung
ngendalian patogen penyebab penyakit GSL (glukotropaeolin) meningkat karena
tanaman di lapang. adanya strain Fusarium Ls-F-in-4-1 yang
hidup pada daerah perakaran. Aktivitas
tersebut membantu meningkatkan keta-
Tingkat Konsentrasi hanan kecambah L. sativum terhadap
dan Jenis ITS infeksi P. ultimum. Strain Fusarium ini
non-patogenik dan selain mampu meng-
Untuk mencapai tahap bakterisidal atau- induksi mirosinase tanaman juga meng-
pun fungisidal, diperlukan konsentrasi ITS hasilkan enzim mirosinase.
Biofumigan untuk pengendalian patogen tular tanah ... 161
Metil ITS
Etil ITS
Aspergillus niger 122 14 x 10 -4 Pertumbuhan terhambat 100% sampai 4 hr
Colletotrichum circinans 40 46 x 10 -5 Tidak ada efek
Penicillium cyclopium >261 >30 x 10-4 Pertumbuhan terhambat 100% 14 hr
Rhizopus oryzae 261 30 x 10 -4 Pertumbuhan terhambat 100% > 14 hr
Alil ITS
Aspergillus alianceus 5 51 x 10 -4 Pertumbuhan terhambat 100%
Aspergillus niger 65 66 x 10 -5 Pertumbuhan terhambat 100% sampai 4 hr
Botrytis allii 40 40 x 10 -5 Pertumbuhan terhambat 100%
5-Methylthiopentyl ITS
Penicilium glaucum 31 18 x 10 -5 Dosis minimum untuk menghambat
pertumbuhan
Aspergillus niger 66 38 x 10 -5 Pertumbuhan terhambat 100% > 14 hr
Penicillium cyclopium 66 38 x 10 -5 Pertumbuhan terhambat 100% > 14 hr
162 Titiek Yulianti
Tabel 3 (lanjutan)
4-metilsulfinil-3-butenil ITS
Botrytis cinerea 230 13 x 10-4 Dosis minimum untuk menghambat
perkecambahan
Monilia laxa 20 11 x 10-5 Dosis minimum untuk menghambat
perkecambahan
Monilia piriformis 460 26 x 10-4 Dosis minimum untuk menghambat
perkecambahan
Penicillium expansum 930 53 x 10-4 Dosis minimum untuk menghambat
perkecambahan
Rhyzopus stolonifer 290 17 x 10-4 Dosis minimum untuk menghambat
perkecambahan
Benzil TS
Aspergillus niger 57 38 x 10-5 Pertumbuhan terhambat 100% > 14 hr
Cytospora sp. <75 <50 x 10-5 Pertumbuhan terhambat 100%
Fusarium sp. <1,5 <10 x 10-6 Pertumbuhan terhambat 100%
Monilia sitophila <1,5 <10 x 10-6 Pertumbuhan terhambat 100%
Penicillium cyclopium 57 38 x 10-5 Pertumbuhan terhambat 100% > 14 hr
Penicillium gluacum 2 13 x 10-6 Dosis minimum untuk menghambat
pertumbuhan
Phytophthora palmivora 1.490 10 x 10-3 Lethal
Rhyzopus oryzae 194 13 x 10-4 Pertumbuhan terhambat 100% sampai 6 hr
Peniletil ITS
Aspergillus alliaceus 20 12 x 10-5 Pertumbuhan terhambat 100%
Aspergillus niger 12 75 x 10-6 Pertumbuhan terhambat 100% >14 hr
Fusarium sp. 20 12 x 10-5 Pertumbuhan terhambat 100%
Penicillium cyclopium 12 76 x 10-6 Pertumbuhan terhambat 100% sampai 6 hr
Penicillium glaucum 5 31 x 10-6 Dosis minimum untuk menghambat
pertumbuhan
Rhyzopus oryzae >122 .75 x 10-5 Pertumbuhan terhambat 50% sampai 6 hr
4-hidrobenzil ITC
Botrytis cinerea 450 27 x 10-4 Dosis minimum untuk menghambat
perkecambahan
Monilia laxa 90 55 x 10-5 Dosis minimum untuk menghambat
perkecambahan
Monilia piriformis 220 13 x 10-4 Dosis minimum untuk menghambat
perkecambahan
Penicillium expansium 90 55 x 10-5 Dosis minimum untuk menghambat
perkecambahan
Penicillium glaucum 2.000 12 x 10-3 Dosis minimum untuk menghambat
perkecambahan
Rhyzopus stolonifer 1.800 11 x 10-3 Dosis minimum untuk menghambat
perkecambahan
Metill ITC
Staphilococcus aureus 11 15 x 10 -5 Dosis minimum untuk menghambat
pertumbuhan
Alil ITC
Bacillus subtilis 0,11 11 x 10 -7 Pertumbuhan terhambat 100%
Bacillus cereus 0,09 91 x 10 -8 Pertumbuhan terhambat 100%
Escherichia coli 36 36 x 10 -5 Pertumbuhan terhambat 36 jam
Escherichia coli 0,034 36 x 10 -8 Pertumbuhan terhambat 100%
Pseudomonas aeruginosa 27 27 x 10 -5 Pertumbuhan terhambat 45 jam
Pseudomonas fragi 16 16 x 10 -5 Pertumbuhan terhambat 40 jam
Staphilococcus aureus 0,11 11 x 10 -7 Pertumbuhan terhambat 100%
5-metiltiopentil ITC
Staphilococcus aureus 5 29 x 10 -6 Dosis minimum untuk menghambat
pertumbuhan
Benzil ITC
Eschericia coli 3 21 x 10 -6 Dosis minimum untuk menghambat
pertumbuhan
Staphilococcus aureus 2 13 x 10 -6 Dosis minimum untuk menghambat
pertumbuhan
Peniletil ITC
Staphilococcus aureus 4 25 x 10 -6 Dosis minimum untuk menghambat
pertumbuhan
kaian sekolah lapang yang diadakan oleh OPT tanah seperti M. incognita dan
ACIAR. Pengenalan tersebut meluas mela- Ralstonia solanacearum (Johnson dan
lui jejaring petani, pelatih, dan peneliti di Shafer, 2003). Namun demikian, peng-
Asia Pasifik, juga di Nepal, Cina, dan Tai- gunaan R. sativa tidak boleh terlalu sering
wan bekerja sama dengan FAO (Kirkee- karena tanaman ini juga merupakan inang
gard 2007). dari M. incognita. Dengan demikian, perlu
Di Indonesia, penggunaan biofumigan dicari jenis tanaman Brassicaceae lainnya
masih belum dikenal, namun merupakan yang bukan merupakan tanaman inang dari
salah satu alternatif pengendalian yang OPT.
sangat prospektif. Makin berkurangnya Indonesia merupakan negara tropis
subsidi pemerintah untuk pestisida maka dengan keanekaragaman hayati yang cu-
harga pestisida makin mahal sehingga kup tinggi dan banyak yang belum di-
makin sulit dijangkau petani. Penggunaan eksplorasi. Tidak tertutup kemungkinan
pestisida alam yang murah dan tersedia di mengeksplorasi jenis-jenis Brassicacaeae
sekitar lingkungan pertanian merupakan liar yang mengandung GSL tinggi sebagai
salah satu alternatif yang perlu ditawarkan. tanaman penutup tanah (cover crops) atau
Salah satunya adalah dengan memanfaat- sumber pupuk hijau, sekaligus sebagai
kan tanaman Brassicaceae. biofumigan. Di samping memerhatikan
Kepemilikan lahan yang sempit mem- ragam jenis senyawa biofumigan yang di-
buat usaha tani di Indonesia kebanyakan hasilkan tanaman, perlu juga mempertim-
menerapkan pola tumpang sari atau tum- bangkan adaptasi dari tanaman biofumi-
pang gilir dengan tanaman bernilai eko- gan pada berbagai lahan di Indonesia
nomis. Salah satu peluang untuk meman- yang bermasalah dengan patogen tular
faatkan tanaman Brassicaceae sebagai tanah.
sumber biofumigan adalah melalui pola Tanaman Brassicaceae kemungkinan
tanam, baik sebagai tanaman rotasi se- akan beradaptasi secara baik pada kondisi
belum penanaman tanaman utama atau se- iklim di dataran tinggi, padahal masalah
bagai tanaman tumpang sari. Rotasi atau patogen tular tanah di Indonesia tersebar
tumpang sari dengan tanaman yang meng- luas baik pada dataran tinggi maupun
hasilkan biofumigan selain meningkatkan dataran rendah. Untuk pengendalian pa-
nilai tambah usaha tani sekaligus sebagai togen tular tanah di dataran tinggi, ke-
salah satu usaha pengendalian yang mu- mungkinan jenis-jenis Brassicaceae dari
rah dan ramah lingkungan. luar negeri yang sudah diketahui mengan-
Di Hawaii, misalnya, menanam dan dung GSL dan ITS dapat diuji adaptasikan
mengomposkan tanaman Crotalaria pada kondisi iklim di dataran tinggi. Untuk
juncea selama 90 hari sebagai tanaman dataran rendah, perlu diinventarisasi jenis-
penutup tanah dan pencegah erosi, diikuti jenis Brassicaceae lokal yang adaptif di
dengan tanaman jenis Brassicaceae (jenis dataran rendah.
Raphanus sativa) selama 70 hari sebagai Jika dimungkinkan, perlu dilakukan
tanaman penghasil senyawa biofumigan persilangan antara Brassicaceae penghasil
sebelum tanaman utama (jahe), terbukti GSL dan ITS tinggi dan adaptif di dataran
dapat memperbaiki sifat kimia dan fisik tinggi dengan jenis lokal adaptif di dataran
tanah, serta mampu mereduksi serangan rendah. Informasi bahwa jenis-jenis
Biofumigan untuk pengendalian patogen tular tanah ... 165
Brassicaceae juga merupakan sumber proses biosintesis dan hidrolisis dalam ta-
senyawa antikarsinogen dan antibakteri nah berlangsung optimal. Efek fungisidal
(Zhang dan Thalalay 1994; Verhoeen et al. atau bakterisidal biasanya baru terjadi jika
1997; Rhee et al. 2003), perlu dievaluasi konsentrasi ITS di dalam tanah cukup ting-
secara detail sehingga tanaman ini, ka- gi dan mampu bertahan lama di dalam ta-
laupun dijadikan sebagai tanaman rotasi nah. Kemampuan ITS membunuh patogen
atau tumpang sari ternyata juga dapat mem- biasanya lebih rendah di dalam tanah di-
berikan manfaat tambahan bagi petani bandingkan dengan di laboratorium atau
sebagai sumber tanaman obat. di udara (Brown dan Morra 2005). Sampai
saat ini, yang menjadi persoalan dalam
penggunaan biofumigan adalah efisiensi
Kendala dan Upaya Mengatasinya pelepasan GSL dari jaringan tanaman serta
persistensi ITS yang relatif singkat. Yulianti
Walaupun hasil-hasil penelitian di luar ne- (2005) mengukur efisiensi pelepasan alil
geri tentang senyawa biofumigan telah ba- ITS dari jaringan tanaman B. nigra dan 3
nyak diketahui, khususnya senyawa GSL/ butenil, serta 4-metil tiobutil ITS dari
ITS dari tanaman Brassicaceae, penerap- jaringan D. tenuifolia yang dibenamkan
annya di Indonesia masih ada kendala, ke dalam tanah pasir. Hasilnya menunjuk-
terutama karena penggunaan biofumigan kan bahwa efisiensi pelepasan senyawa-
asal tanaman masih belum dikenal dan senyawa tersebut berkisar antara 1,3-1,8%
kondisi abiotik dan biotiknya beragam. untuk alil ITS, 2,7-4,4% untuk butenil ITS,
Beberapa aspek biotik dan abiotik yang dan 0,6-0,8% untuk metil tiobutil ITS de-
akan memengaruhi efektivitas biofumigan ngan konsentrasi maksimum terukur pada
perlu dipelajari secara seksama. hari ke-3 sampai ke-5.
Di samping harus mempertimbangkan Gimsing dan Kirkegaard (2006) me-
masalah efektivitas jenis tanaman biofumi- nyatakan bahwa ITS masih bisa dideteksi
gan, perlu juga dipikirkan masalah ekonomi 8-12 hari setelah perlakuan dengan efisien-
dan sosial petani. Introduksi suatu tanam- si pelepasan 26-56%. Hal ini menunjukkan
an baru pada sistem pertanaman yang su- bahwa GSL yang ada di dalam jaringan
dah ada tidak selamanya akan berjalan lan- tanaman masih belum terhidrolisis, mung-
car karena petani sebagai pemilik lahan juga kin karena jaringan tanaman yang dibe-
harus mempertimbangkan faktor-faktor namkan masih utuh atau kadar air di dalam
lain, seperti keinginan konsumen, peluang tanah kurang optimum untuk proses hidro-
keuntungan, dan ketersediaan teknologi lisis maupun stabilitas ITS di dalam tanah
(bibit dan cara budi daya) dalam menen- (Mathiessen 2002).
tukan jenis tanaman yang akan ditanam. Upaya untuk meningkatkan konsen-
Penanaman tanaman Brassicaceae sebagai trasi senyawa GSL di dalam tanah agar ber-
penghasil senyawa biofumigan masih be- fungsi secara efektif sebagai biofumigan
lum dikenal petani Indonesia. adalah:
Beberapa faktor abiotik berpengaruh 1. Mempercepat kerusakan jaringan de-
terhadap biosintesis maupun hidrolisis ngan mencacah sisa tanaman sebelum
GSL dan ITS di dalam tanah, sehingga dibenamkan agar GSL lebih cepat ter-
kondisi minimal perlu diperhatikan agar lepas dan terhidrolisis.
166 Titiek Yulianti
against Escherichia coli O157:H7 in from Plants. 2nd Edition. Taylor and
refrigerated, nitrogen packed, finely Fransic Ltd., London.
chopped beef. Int. J. Food Microbiol. Harvey, S.G., H.N. Hannahan, and C.E.
107: 231-237. Sams. 2002. Indian mustard and allyl
Charron, C.S. and C.E. Sams. 1999. isothiocyanate inhibit Sclerotium
Inhibition of Pythium ultimum and rolfsii. J. Am. Soc. Hort. Sci. 127: 27-31.
Rhizoctonia solani by shredded Ishimoto, H., Y. Fukushi, and S. Tahara.
leaves of Brassica species. J. Am. Soc. 2004. Non-pathogenic Fusarium
Hort. Sci. 124: 462-467. strains protect the seedlings of Lepi-
Charron, C.S. and C.E. Sams. 2002. Impact dium sativum from Pythium ultimum.
of glucosinolate content in brocolli Soil Biol. Biochem. 36: 409-414.
(Brassica oleraceae) on growth of Johnson, H. and B. Shafer. 2003. Case
Pseudomonas marginalis a causal Study: prevention of soil borne pests
agent of bacterial soft rot. Plant Dis. in organic edible ginger. Sustainable
86: 629-632. Agriculture Research and Education,
Fahey, J.W., A.T. Zalcmann, and P. Talalay. Hawaii. 4 pp.
2001. The chemical diversity and distri- Josefsson, E. 1970. Pattern, Content, and
bution of glucosinolates and isothio- Biosynthesis of Glucosinolates in Some
cyanates among plants. Phytoche- Cultivated Cruciferae. Svalof. Swedish
mistry 56: 5-51. Seed Association, Sweden.
Fenwick, G.R., R.K. Heaney, and W.J. Kirkeegard, J.A. 2007. Evaluating biofu-
Mullin. 1983. Glucosinolates and their migation for soil-borne disease mana-
breakdown products in food and gement in tropical vegetable produc-
plants. Food Sci. Nutr. 18: 123-201. tion. ACIAR Final Report. ACIAR,
Gamliel, A. and J.J. Stapelton. 1993. Canberra. 15 pp.
Characterisation of antifungal volatile Kirkegaard, J.A., P.T. Wong, and J.M.
compounds evoled from solarised soil Desmarchelier. 1996. In vitro supression
amended with cabbage residues. of fungal root pathogens of cereals by
Phytopathology 83: 899-905. Brassica tissues. Plant Pathol. 45: 593-
Gimsing, A.L. and J.A. Kirkegaard. 2006. 603.
Glucosinolate and isothiocyanate con- Kirkegaard J. and M. Sarwar. 1998.
centration in soil following incorpo- Biofumigation potential of brassicas.
ration of Brassica biofumigants. Soil Plant Soil 201: 71-89.
Biol. Biochem. 38: 2255-2264. Kirkegaard, J.A., B.J. Smith, and M.J.
Goodman, I., J.R. Fouts, E. Bresnick, R. Morra. 2001. Biofumigation: Soil-borne
Menegas, and G.H. Hitchings. 1959. A pest and disease suppression by
mamalian thioglucoside. Science 130: Brassica roots. p. 416-417. In Proc. The
450-451. 6th Symposium of the International
Halkier, B.A. and L.C. Du. 1997. The bio- Society of Root Research, Nagoya,
synthesis of glucosinolates. Trends Japan, 11-15 November 2001. Japanese
Plant Sci. 2: 425-431. Society for Root Research, Nagoya,
Harborne, J.B., H. Baxter, and G.P. Moss. Japan.
1999. Pythochemical Dictionary: A MacGibbon, D.B. and R.M. Allison. 1971.
Handbook of Bioactive Compounds An electrophoretic separation of cab-
168 Titiek Yulianti
Sarma, K.M. and G.M. Bankobeza (coord). poration into field soil for Verticillium
2000. Montreal Protocol that Deplete wilt control in cauliflower. Plant Dis. 83:
the Ozon Layer. United Nations En- 124-129.
vironment Programme. UNON Press, Taylor, R. 2005. Mustard cuts the bacterial
Nairobi, Kenya. 47 pp. wilt. Partners in Research for Deve-
Sarwar, M., J.A. Kirkegaard, P.T.W. lopment. http://www.aciar.gov.au/
Wong, and J.M. Desmarchelier. 1998. system/files/node/630/Partners+
Biofumigation potential of brassicas. Dec+05+Mustard+control+for+
III. In vitro toxicity of isothiocyanates bacterial+wilt.pdf.
to soil-borne fungal pathogens. Plant Thorup-Kristensen, K., L.S. Jensen, and J.
Soil 201: 103-112. Magid. 2003. Catch crops and green
Satyan, K.S., N. Swamy, D.S. Dizon, R. manures as biological tools in nitrogen
Singh, C.O. Granai, and L. Brad. 2006. management in temperate zones. Adv.
Phenetyl ITS inhibits growth of ovarian Agron. 79: 227-300.
cancer cells by inducing apoptosis: Tsao, R., Q. Yu, J. Potter, and M. Chiba.
Role of caspase and MAPK cativation. 2000. Factors affecting the dissolution
Gynecol. Oncol. 103: 261-270. and degradation of oriental mustard-
Smith, B. J. and J.A. Kirkegaard. 2002. In deried sinigrin and allyl isothiocyanate
vitro inhibition of soil microorganisms in aqueous media. J. Agric. Food Chem.
by 2-phenylethyl isothiocyanate. Plant 48: 1898-1902.
Pathol. 51: 585-593. Verhoeen, D.T., H. Verhagen, R.A.
Smolinska, U., M.J. Morra, G.R. Knudsen, Goldbohm, and G. Van Poppel. 1997. A
and P.D. Brown. 1997. Toxicity of review of mechanisms underlying anti-
glucosinolate degradation products carcinogenicity by brassica vege-
from Brassica napus seed mealtoward tables. Chem. Biol. Interaction 103: 79-
Aphanomyces eusteiches f. sp. pisi. 126.
Phytopathology 87: 77-82. Xiao, D., S.K. Srivastava, K.L. Lew, Z. Yan,
Smolinska, U. 2000. Survival of Sclerotium P. Hershberger, C.S. Johnson, D.L.
cepivorum sclerotia and Fusarium Trump, and S.V. Singh. 2003. Allyl
oxysporum chlamydospores in soil isothio-cyanate, a constituent of
amended with cruciferous residues. J. cruciferous vegetables, inhibits pro-
Phytopathol. 148: 343-349. liferation of human prostate cancer
Smolinska, U., M.J. Morr, G.R. Knudsen, cells by causing G[2]/M arrest and
and R.L. James. 2003. Isothiocyanates inducing apoptosis. Carcinogenesis
produced by Brassicaceae species as 24: 891-897.
inhibitors of Fusarium oxysporum. Yamane, A., J. Fujikura, H. Ogawa, and J.
Plant Dis. 87: 407-412. Mizutani. 1992. Isothiocyanates as
Stevenson, F.J. 1994. Humus Chemistry: allelopathic compounds from Rorippa
Genesis, composition, reactions. 2nd indica Hiern. (Cruciferae) roots. J.
Edition. John Wiley and Sons, New Chem. Ecol. 18: 1941-1954.
York. 496 pp. Yulianti, T. 2004. The Behaviour of Rhi-
Subbarao, K.V. and J.C. Hubbard, 1999. zoctonia solani AG2-1 (ZG5) in Soil
Evaluation of broccoli residue incor- Amended with Brassicaceae Green
170 Titiek Yulianti
Manures. PhD Thesis, The University AG2-1 (ZG5) in a soil amended with
of Western Australia. 163 pp. Diplotaxis tenuifolia or Brassica nigra
Yulianti, T. 2005. Persistensi isotiosianat, manures and incubated at different
bahan aktif pestisida nabati dari ta- temperatures and soil water content.
naman Brassicaceae dalam tanah. Pro- Plant Soil 294: 277-289.
siding Seminar Nasional Pestisida Na- Zhang, Y., and P. Talalay. 1994. Anti-
bati III. hlm. 204-211. carcinogenic activities of organic iso-
Yulianti, T., K. Sivasithamparam, and D. thiocyanates: chemistry and mecha-
Turner. 2007. Saprophytic and patho- nisms. Cancer Res. 54: 1976-1981.
genic behaviour of Rhizoctonia solani