Anda di halaman 1dari 2

KISAH IBU KANDUNG DARI PEREANTAU

(Wawancara 09 November 2013)

Nama : Koleta Dia

Umur : 67 Tahun

Alamat : Munggis-Desa Tengku Lese, Kec. Rahong Utara

Nama Anak : Robertus Bate (Robert)

Umur : 33 tahun

Pendidikan Anak : Tidak Tamata SD

Anak saya pergi merantau ke Malaysia sejak tahun 1998. Saat itu umur anak saya masih muda
( 18 tahun). Dia pergi merantau hanya karena diajak oleh orang-orang dari kampung Cumbi,
Kecamatan Ruteng (Kebetulan saya berasal dari Cumbi). Ketika anak saya (Robert) menyampaikan
keinginannya untuk merantau, saya sangat menolak, karena dia masih sangat muda, apalagi dia pergi
dengan orang lain. Saat itu, saya sangat takut dengan keselamtan anak saya jka merantau ke sana.
Selain itu, saya juga takut dia tidak akan kembali lagi ke kampung seperti kakanya yang bernama
Dorus Bajar yang lebih dahulu merantau ke Malaysia. Saya memberi pertimbangan kepada anak saya
untuk mengurus kebun yang ada di kampung, karena dia satu-satunya anak laki-laki saya yang tinggal
dengan saya, sedangkan kakak sulungnya yang bernama Vinsen Pape sudah menikah.

Tetapi karena keinginan yang kuat dari anak saya terpaksa saya sebagai ibunya merelakan dia
untuk pergi merantau. Untuk membiayai perjalanannya ke Malaysia, terpaksa kami harus meminjam
uang ke tetangga kami yang bernama Niko Hadu sejumlah Rp 800.000,-. Bunga uang pinjaman
tersebut adalah 5 %. Sebelum keberangkatannya ke Malaysia, anak saya (Robert) tidak pernah pergi
ke Kantor Desa tau pergi Kantor Lainnya untuk mengurus dokumen. Yang dia bawa saat itu, hanya
KTP dan Ijazah SD yanag dimilikinya. Anak saya berangkat ke Malaysia pada bulan Februari tahun
1998.

Semenjak kepergiannya ke Malaysia, saya sering menangis mengingat anak saya. Sebenarnya
saya takut anak saya hilang, atau ditipu, dan lain sebagainya. Perasaan saya waktu itu campur aduk.
Sebelum anak saya berangkat, dia berpesan kepada kami bahwa kalau dia tidak bisa kirim uang, maka
kami harus menjual tanah yang menjadi bagiannya untuk membayar utang pinjaman. Setelah 4 bulan
merantau, anak saya mengirimkan kami uang sejumlah Rp 400.000,-. Karena uang kirimannya tidak
mencukupi untuk membayar utang, maka saya menjual babi peliharaan kami seharga Rp 750.000,-
agar bisa membayar utang pinjaman dari bapak Niko. Setelah kiriman pertama itu, anak saya tidak
pernah lagi mengirimkan kami uang. Saya juga tidak pernah tahu kabar dari anak saya. Saya semakin
cemas dan takut dengan keselamatan anak saya. Apalagi saat itu, saya mendengar isu bahwa banyak
orang yang merantau ke Malaysia ditangkap oleh polisi Malaysia dan dipenjara. Saya pun semakin
takut anak saya tidak akan pernah kembali lagi ke kampung. Saya pun berusaha untuk mencari kabar
tentang anak saya, Robert dengan meminta bantuan dari orang sekampung saya yang sering pergi ke
Ruteng. Saya agak lega, setelah mereka menyampaikan bahwa mereka sudah menelfon anak saya
yang di Kalimantan yang bernama Dorus, dan anak saya Dorus mengetahui kabar dari adiknya yang
di Malaysia.
Setelah setahun berlalu, saya mendapat kiriman uang dari anak saya yang di Malaysia sejumlah
RP 1.500.000,-. Uang itu saya gunakan untuk membeli 1 ekor babi dan juga untuk membeli sink
rumah sejumlah 30 lembar. Sisanya, saya simpan untuk keperluan saya di kampung. Setelah kirman
uang tersebut, anak saya tidak pernah lagi mengirimkan saya uang apalagi memberikan kabar.
Menurut informasi yang saya terima dari orang sekampung bahwa anak saya sudah pindah kerja. Saya
menjadi takut, jangan-jangan anak saya sudah dipenjara. Hampir 4 tahun anak saya tidak pernah
memberikan kabar lagi. Babi yang saya pelihara sudah saya jual untuk memenuhi kebutuhan saya di
rumah. Baru pada tahun yang ke 5, saya mendengar kabar bahwa anak saya akan kembali dari
Malaysia. Saat mendegar kabar itu, saya merasa sangat lega dan senang. Sehingga, pada bulan
Oktober tahun 2003 anak saya tiba di kampung.

Setelah setahun tinggal bersama saya di kampung, anak saya kembali memutuskan untuk pergi
merantau. Tetapi, dia tidak ingin lagi merantau ke Malaysia dan ingin merantau ke Kalimantan.
Sampai sekarang anak saya merantau di Kalimantan.

Anda mungkin juga menyukai