Anda di halaman 1dari 22

B.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka)


1. Profil dan Sejarah Puasat kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka)
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslit Koka), merupakan salah
satu daya tarik wisata agro yang terletak di Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji,
sekitar 12 km ke arah selatan Kota Jember. Puslit Koka merupakan satu-satunya
lembaga penelitian kopi dan kakao di Indonesia. Dengan lahan seluas 160 hektar
yang dikelilingi oleh areal perkebunan kopi dan kakao (coklat) yang asri,
pengunjung dapat menyaksikan sekaligus mempelajari pembibitan dan
pembenihan, proses pengolahan, sekaligus menikmati secara langsung hasil
produksi kopi dan kakao berupa minuman panas/dingin, coklat, permen, hingga
ice cream. Hasil produksi ini dapat dijadikan bahan oleh-oleh khas Jember.
Tersedia pula fasilitas perpustakaan, aula, guest house, lapangan tenis, masjid,
serta gazebo.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) didirikan pada 1
Januari 1911 dengan nama waktu itu Besoekisch Proefstation. Setelah mengalami
beberapa kali perubahan baik nama maupun pengelola, saat ini secara
fungsional Puslitkoka berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Departemen Pertanian Republik Indonesia, sedangkan secara struktural
dikelola oleh Lembaga Riset Perkebunan Indonesia Asosiasi Penelitian
Perkebunan Indonesia (LRPI APPI).
Puslitkoka adalah lembaga non profit yang memperoleh mandat untuk
melakukan penelitian dan pengembangan komoditas kopi dan kakao secara
nasional, sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.
786/Kpts/Org/9/1981 tanggal 20 Oktober 1981. Juga sebagai penyedia data dan
informasi yang berhubngan dengan kopi dan kakao.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia berkantor di Jl. PB. Sudirman
No. 90 Jember. Namun mulai 1987 seluruh kegiatan/operasional dipindahkan ke
kantor baru berlokasi di Desa Nogosari, Kecamatan Rambipuji, Jember berjarak +
20 km arah Barat Daya dari Kota Jember. Pada tahun 2008 terakreditasi oleh
Lembaga Sertfikasi KNAPPP dengan Nomor Sertifikat: 006/Kp/KA-
KNAPPP/I/2008;
2. Struktur Organisasi Puasat kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka)
2.1. Tugas Pokok dan Fungsi
Melakukan penelitian guna mendapatkan inovasi teknologi di bidang
budidaya dan pengolahan hasil kopi dan kakao
Melakukan kegiatan pelayanan kepada petani/pekebun kopi dan kakao di
seluruh wilayah Indonesia guna memecahkan masalah dan mempercepat
alih teknologi
Membina kemampuan di bidang sumberdaya manusia, sarana dan prasarana
guna mendukung kegiatan penelitian dan pelayanan.
2.2. Visi dan Misi
Menjadi salah satu lembaga penelitian yang handal dan produktif dalam
menciptakan dan mengembangkan teknologi yang tekait dengan perkebunan
kopi dan kakao
Menjadi pelopor kemajuan industri kopi dan kakao
Menjadi mitra pelaku usaha dengan pemerintah dalam mengembangkan
inovasi teknologi baru.
Menjadi pusat informasi dan pengembangan sumber daya manusia dalam
meningkatkan daya saing.
2.3. Rencana Strategis
Menentukan arah penelitian yang difokuskan pada isu strategis dengan
memperhatikan peluang, kendala dan sumberdana yang tersedia yang lebih
lanjut dijabarkan dalam Rencana Operasional Penelitian (ROP)
Menyatukan persepsi antara pengambil kebijakan, perencana, peneliti dan
pengguna teknologi dalam menentukan arah dan prioritas penelitian.
Menyatukan arah penelitian dalam rangka mendorong munculnya efek
sinergik dalam kegiatan ristek pada lingkup Puslitkoka, lingkup Badan
Litbang Pertanian serta lingkup Nasional dan Internasional
2.4. Sarana Penelitian
Kebun Percobaan dan Areal Kantor seluas 380 ha, terdiri atas kebun
percobaan kopi arabika (KP. Andungsari ketinggian 100-1.200 m dpl.), kopi
robusta dan kakao (KP. Kaliwining dan KP. Sumberasin ketinggian 45-550
m dpl.). Laboratorium yang dipunyai seluas 2.365 m2 dengan peralatan
sejumlah 850 unit. Terdiri dari Laboratorium Pemuliaan Tanaman,
Laboratorium Fisika Tanah, Kimia Tanah dan Biologi Tanah, Laboratorium
Kultur Jaringan, Laboratorium Mekanisasi Pertanian, Laboratorium
Pengolahan Hasil, Laboratorium Pengawasan Mutu, Pusat Informasi dan
Pelatihan. Koleksi buku dan majalah di perpustakaan sebanyak 38.706 judul
dan 38.983 eksemplar, terdiri atas 7.622 judul artikel tentang kopi, 5.024
judul artikel kakao, dan lebih dari 15.677 judul artikel tentang karet,
tembakau, dan tanaman lainnya.
3. Tanaman Kakao (Theobroma cacao, L)
Jenis tanaman kakao yang dibudidayakan tergantung dari perdagangannya,
ada yang menghendaki biji coklat warna ungu dan ada yang menghendaki biji
putih. Saat ini di Indonesia yang dikembangkan oleh para petani untuk tanaman
kakao 90 % yaitu lindak (biji coklat warna ungu) sedangkan kakao yang berbiji
putih dikembangkan oleh BTPN contohnya yang mengembangkan biji kakao
putih yaitu BTPN 12, biji kakao putih umumnya memiliki harga mahal dibanding
dengan biji kakao lainnya. Para petani Indonesia tidak mengembangkan biji kakao
putih karena produktivitasnya rendah dan tanamannya disukai hama penyakit.

3.1. Morfologi Tanaman Kakao (Theobroma cacao, L)


Tanaman Kakao yang memiliki nama ilmiah Theobroma cacao L. ini
merupakan satu-satunya diantara 22 jenis marga Theobroma, suku sterculiaceae
yang diusahakan secara komersil. Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman
perkebunan yang dikembangluaskan dalam rangka peningkatan sumber devisa
negara dari sektor nonmigas.
a. Akar
Sistim perakaran kakao sangat berbeda tergantung dari keadaan tanah
tempat tanaman tumbuh. Pada tanah-tanah yang permukaan air tanahnya
dalam terutama pada lereng lereng gunung, akar tunggang tumbuh
panjang dan akar-akar lateral menembus sangat jauh ke dalam tanah.
Sebaliknya pada tanah yang permukaan air tanahnya tinggi, akar tunggang
tumbuh tidak begitu dalam dan akar lateral berkembang dekat permukaan
tanah.
b. Batang
Tinggi tanaman kakao jika dibudidayakan di kebun maka tinggi tanaman
kakao umur 3 tahun mencapai 1,8 3 meter dan pada umur 12 tahun dapat
mencapai 4,5 7 meter. Tinggi tanaman tersebut beragam , dipengaruhi
oleh intensitas naungan dan faktor-faktor tumbuh yang tersedia. Tanaman
kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif.
Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau
tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah
pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau
fan).
c. Daun
Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga bersifat dimorfisme.
Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5-10 cm sedangkan
pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm.
Tangkai daun bentuknya silinder dan bersisik halus, bergantung pada
tipenya. Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu adanya dua persendian
(articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daunyang membuat
daun mapu membuat gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya
sinar matahari.
d. Bunga
Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang
dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga
tersebut semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut
dengan bantalan bunga (cushioll).
e. Buah dan Biji
Buah kakao berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit buah
mempunyai sepuluh alur dan tebalnya 1 2 cm, Warna buah kakao sangat
beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah yang
ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah masak akan
berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah,
setelah masak berwarna jingga (oranye).
3.2. Masa Panen Tanaman Kakao
Masa panen besar tanaman kakao terjadi 2 kali dalam setahun yaitu pada
bulan Mei, Juni, dan Juli serta pada bulan November, Desember, dan Januari.
Tetapi pada umumnya sepanjang tahun tanaman kakao berbuah. Untuk di wilayah
Jawa Timur masa panen besarnya 2 kali dalam setahun, tetapi untuk wilayah
seperti Sumatera yang ada di bagian utara garis Khatulistiwa berbuah sepanjang
tahun karena di wilayah tersebut curah hujannya sepanjang tahun. Jadi beda
tempat, beda iklim, juga beda masa panennya.

3.3. Peran Naungan pada Tanaman Kakao


Tanaman kakao ini tumbuh dibawah tanaman-tanaman besar atau naungan.
Dimana naungan dibagi menjadi 2 yaitu naungan tetap dan naungan sementara,
naungan tetap meliputi tanaman lamtoro (Laucaena glauca), tanaman kelapa
(Cocos nucifera), untuk mahoni (Swietenia mahagoni) ditanam di pinggir
berfungsi sebagai penahan angin, sedangkan untuk naungan sementara meliputi
tanaman kacang-kacangan (Mogania makrofila), tanaman pisang, tanaman jagung
dan juga tanaman tebu. Tanaman kakao membutuhkan pencahayaan sebesar 30%
maka untuk memilih naungan misalnya seperti tanaman lamtoro hendaknya
memilih tanaman lamtoro yang tidak berbiji karena apabila memilih tanaman
lamtoro yang berbiji akan tumbuh gulma. Sehingga untuk yang 70% pencahayaan
disaring dengan naungan.
3.4. Penyakit atau Hama yang Menyerang Tanaman Kakao
Hampir seluruh bagian tubuh tanaman kakao ini seperti daun, buah, batang,
akar, dan lainnya diserang oleh penyakit. Daun merupakan bagian dari tanaman
kakao yang mudah diserang oleh penyakit seperti misalnya diserang oleh ulat
kilan yaitu daun yang masih muda, selain ulat penyakit lainnya seperti VSD
(Vascular Streak Dieback), jamur, dan holotutricum. Sedangkan untuk penyakit
yang menyerang buah yaitu helopeltis yaitu kepik penghisap buah kakao, apabila
buah yang masih kecil dihisap maka akan kering terus mati, namun apabila yang
dihisap buah yang besar maka akan muncul bentol-bentol atau burik pada buah
sehingga buah terlihat tidak menarik dampak dari adanya penyakit atau hama
yang menyerang buah maka akan mengurangi produksi. Penyakit yang menyerang
batang yaitu ulat pengebor atau siluburus, ulat penggerek dan kanker batang
(Phytopthora) selain menyerang batang juga dapat menyerang buah yang
menjadikan buah busuk sedang akarnya diserang penyakit jamur akar putih, jamur
akar coklat, untuk hama kutu putih tidak membahayakan tanaman kakao akan
tetapi pada saat musim kemarau kutu putih dapat menyerang bunga yang
menjadikan bunga kering.
Cara penanganan penyakit atau hama pada tanaman kakao yaitu dapat
menggunakan pestisida, daun mahoni, atau daun sirsak yang diekstrak, selain itu
dengan kultur teknis dengan cara mengurangi kelembapan kebun dan tanaman
dipangkas, apabila tanahnya basa dibuat saluran krenase. Buah kakao yang
berwarna hijau dengan nama klon Jaz 60 tidak tahan dengan penyakit VSD yang
menyerang daun sehingga menyebabkan daun rontok dan jamur menjalar ke
batang sehingga menyebabkan batang mati, jamur yang menjalar ke batang
tanaman kakao melewati pembuluh angkut xilem sehingga tanaman disambung
dengan buah kakao merah dengan nama klon Sulawesi 1 jadi digunakan untuk
menggantikan kanopi daunnya. Ciri-ciri buah kakao masak yaitu terdapat seleret
kuning atau warna kekuningan.
Untuk melakukan penyambungan maka perlu memilih jenis tanaman yang
tahan terhadap penyakit seperti buah kakao merah tahan resisten, dengan
melakukan penyambungan maka telah melakukan pengendalian teknik kultur
yang dapat menghemat biaya pestisida, selain kakao merah yang tahan terhadap
penyakit yang digunakan untuk penyambungan yaitu Sulawesi 1, ECA 6 yang
digunakan untuk mengganti daun bagian atas atau kanopi, jadi yang digantikan
merupakan klon yang memiliki produktivitas tinggi seperti Jaz 60 yang memiliki
produktivitas tinggi namun tidak tahan penyakit. Mengenai rasa dari buah kakao
ini sendiri tergantung dari selara masyarakat namun sebenarnya bauah kakao biji
putih yang memiliki rasa lebih enak. Namun permintaan pasar lebih banyak pada
kakao biji coklat warna ungu. Alasan pemilihan kakao lindak sebagai penilitian
karena petani Indonesia 95% lebih banyak menanam kakao lindak dan sehingga
dilakukan penilitian untuk memperbaiki pertanian rakyat.
3.5. Pengelolaan Biji Kakao

3.5.1 Pengolahan Produk Primer Biji Kakao

a. Panen tepat matang


Buah kakao matang ditandai oleh perubahan warna kulit buah kakao yang
semula hijau menjadi kuning.
b. Sortasi buah serat
Buah sehat adalah buah matang yang tidak terkena serangan hama dan
penyakit, ditandai oleh tampilan kulit buah yang mulus dan segar
c. Pembelahan buah
Buah dibelah dengan alat mekanis untuk memisahkan biji kakao dengan
kulit buah dan plasenta. Mesin pembelah mempunyai kapasitas 5.000
buah/jam. Biji kakao diolah lanjut sebagai bahan makanan, sedangkan
kulit buah merupakan limbah yang dapat digunakan sebagai bahan baku
kompos, pakan ternak dan biogas.
d. Pemerasan pulpa (lendir) biji kakao
Biji kakao dilapisi oleh pulpa berwarna putih. Lapisan pulpa dikurangi
secara mekanik antara 30 40 % dari berat pulpa awal agar fermentasi
berjalan lebih sempurna dan mencegah timbulnya cacat rasa asam. Mesin
pemeras mempunyai kapasitas 1.000 ton biji/jam. Pulpa hasil perasan
adalah limbah yang dapat diolah menjadi nata de kakao dan jus kakao.
e. Fermentasi biji kakao
Fermentasi ditujukan untuk menumbuhkan senyawa pembentuk citarasa
dan aroma khas cokelat dengan bantuan mikroba alami. Satu peti
mempunyai kapasitas 750 kg biji kakao. Biji kakao dimasukkan ke dalam
peti kayu tingkat atas selama 2 hari dan kemudian dipindahkan ke peti
tingkat bawah. Fermentasi dilanjutkan lagi di peti bawah selama 2 hari
berikutnya.
f. Pengeringan mekanis
Biji kakao hasil fermentasi dikeringkan secara mekanis pada suhu 50-55
oC. Kadar air biji kakao yang semula 55 % turun menjadi 7 % selama 40
jam. Sumber energi pengeringan adalah kolektor surya dan kayu yang
diperoleh dari hasil pangkasan pohon pelindung tanaman kakao. Kipas
udara pengering digerakkan oleh motor listrik atau motor disel dengan
bahan bakar bio-disel.
g. Sortasi biji kakao kering
Biji kakao hasil pengeringan disortasi secara mekanik untuk memisahkan
biji ukuran besar [jumlah biji 85 90/100 gr sample], ukuran medium
[jumlah biji 95 110/100 gr sampel] dan ukuran kecil [jumlah biji >
110/100 gr sampel]. Biji pecah dan kotoran terpisah di rak paling bawah.
Mesin sortasi mempunyai kapasitas 1.000 kg/jam.
h. Pengemasan dan penggudangan
Biji kakao atas dasar ukurannya dikemas dalam karung goni [@ 60 kg]
berlabel produksi dan disimpan dalam gudang yang bersih dan berventilasi
cukup. Tumpukan karung-karung [6 lapis] disangga di atas palet kayu dan
tidak menempel di dinding gudang.
3.5.2. Pengolahan Produk Antara [ Pasta , Lemak, dan bungkil Kakao]
a. Biji Kakao
Biji kakao fermentasi yang memenuhi syarat mutu fisik, kimiawi dan
kebersihan sesuai SNI 2323-2008 digunakan sebagai bahan baku
pengolahan cokelat.
b. Penyaringan
Penyangraian merupakan tahap awal proses produksi makanan dan
minuman cokelat dan bertujuan untuk membentuk aroma dan citarasa khas
cokelat dari biji kakao. Penyangraian dilakukan pada suhu 115 120 oC
selama 20 sampai 30 menit.
c. Pemisahan Kulit Biji
Biji sangrai dikupas untuk memperoleh daging biji [nib] yang digunakan
sebagai bahan baku cokelat. Kulit biji [shell] diolah menjadi pakan ternak
dan kompos.
d. Pemastaan
Proses penggilingan menyebabkan dinding-dinding sel daging biji pecah
dan cairan lemak keluar dari dalam biji sehingga daging biji yang semula
padat menjadi cairan kental yang disebut pasta kakao.
e. Pengempaan
Pasta kakao merupakan campuran lemak kakao yang berbentuk cair dan
partikel non-lemak yang mempunyai bentuk padat. Keduanya dapat
dipisahkan dengan alat kempa [hidrolik] di dalam silinder yang dilengkapi
dengan saringan.
f. Lemak Kakao
Lemak kakao cair akan menerobos saringan dan keluar dari dinding
silinder. Lemak kakao memiliki sifat khas yakni bersifat plastis, warna
putih-kekuningan dan mempunyai aroma khas cokelat.
g. Bungkil Kakao
Sisa hasil kempaan adalah bungkil yang tertinggal di dalam silinder.
Bungkil dihaluskan menjadi bubuk halus yang merupakan bahan baku
utama minuman cokelat, es krim dan kue cokelat kering.
3.5.3. Pengolahan Produk Permen Coklat
a. Bahan Baku
Bahan baku permen cokelat adalah pasta dan lemak kakao, gula dan susu
bubuk, dalam proporsi tertentu sesuai jenis produk yang akan dibuat.
b. Pencampuran dan Pra-Penghalusan
Pasta cokelat, lemak, gula dan susu dicampur dalam pencampur bola
sampai membentuk adonan. Untuk mendapatkan penampilan mengkilap
dan homogen, adonan cokelat tersebut perlu ditambah sedikit lesitin. Alat
ini juga berfungsi sebagai menghalus awal untuk mengecilkan ukuran
partikel adonan yang semula 300 mikron menjadi 100 mikron.
c. Penghalusan Lnajut [Refining]
Adonan yang sudah homogen kemudian dihaluskan lanjut dengan alat
penghalus tipe silinder mendatar dengan penghalus bola untuk
menghasilkan kehalusan adonan dengan ukuran partikel mendekati 20
mikron.
d. Pengoncingan
Proses koncing ini dilakukan untuk menguapkan sisa air dan senyawa
penyebab cacat citarasa [off-flavor] seperti citarasa asam dari dalam
adonan cokelat. Suhu koncing diatur antara 60 70 oC selama 18 sampai
24 jam secara terus-menerus tergantung pada jenis makanan yang akan
dihasilkan.
e. Pencetakan [Molding]
Adonan cokelat siap cetak melewati proses kondisioning agar diperoleh
hasil cetakan yang sempurna. Pada tahap awal, adonan melewati pemanas
dari suhu 33 oC menjadi 48 oC selama lebih kurang 10 12 menit. Pada
tahap ini seluruh kristal lemak di dalam adonan diharapkan mencair.
Setelah itu adonan cair masuk ke pendingin sehingga suhu adonan turun
secara perlahan menjadi 33 oC untuk pembentukan kristal lemak yang
teratur. Sambil dituang ke dalam cetakan, suhu adonan akan terus turun
sampai 26 oC. Di dalam cetakan suhu adonan akan meningkat kembali
mendekati suhu kamar.
f. Pelepasan dari Cetakan [Demolding]
Adonan cokelat dalam cetakan dimasukkan dalam lemari pendingin
bersuhu 20 oC selama 30 menit agar adonan menjadi beku. Adonan padat
atau permen cokelat dilepaskan dari cetakan dengan cara membalik
cetakannya dan permen cokelat akan terlepas.
g. Permen Cokelat Batangan [Bar Chocolate]
Permen cokelat dibungkus dengan lembaran aluminium tipis [foil] dan
dikemas dengan kertas label [merk]. Permen cokelat yang telah dikemas
sebaiknya disimpan selama 30 hari sebelum dipasarkan agar pembentukan
kristal lemak stabil, keras dan mantap.
3.5.4 Pengolahan Produk Bubuk Cokelat
a. Bunga Kakao
Bungkil hasil pengempaan umumnya mempunyai tiga [3] tingkatan, yaitu
kadar lemak rendah [10-12 %], medium [13-15 %] dan lemak tinggi [ > 15
% sampai 22 %].
b. Pra-Penghalusan
Bungkil kakao hasil pengempaan merupakan gumpalan padat yang keras
untuk itu perlu ditumbuk menjadi pecahan-pecahan bungkil kecil
[diameter 3 sampai 5 mm] sebelum dihaluskan lebih lanjut.
c. Penghalusan
Pecahan-pecahan bungkil kecil kemudian digiling menjadi bubuk halus.
d. Pangayakan
Bubuk kakao halus diayak dengan saringan ukuran 120 Mesh untuk
menghasilkan ukuran partikel yang relatif seragam antara 95 110
mikron. Bubuk kakao halus murni merupakan bahan baku utama minuman
cokelat, es krim dan kue cokelat kering.
e. Pencampuran
Bubuk kakao halus juga bisa dicampur dengan gula dan susu bubuk atau
krimer untuk memperoleh campuran bubuk kakao 3 in 1 [mixed]. Produk
ini termasuk jenis siap saji dan bisa diseduh dengan air hangat [matang]
atau air panas [mendidih].
f. Pengemasan
Bubuk kakao murni atau bubuk 3 in 1 dikemas dengan kantong aluminium
[foil] @ 200 gr atau kemasan saset @ 25 gr [sebagai pengemas primer]
dan kemudian dimasukkan ke dalam kemasan kertas berlabel [sebagai
pengemas sekunder].
4. Tanaman Kopi (Coffea sp.)
Kopi merupakan komoditi penting dalam konstelasi perkebunan, disamping
itu permintaan konsumsi kopi dunia semakin hari semakin meningkat. Saat ini,
produksi kopi Indonesia telah mencapai 600 ribu ton pertahun dan lebih dari 80
persen berasal dari perkebunan rakyat (iccri.net 2011). Jumlah ini diperkirakan
akan meningkat pada periode berikutnya mengingat pangsa pasar ekspor dan
kebutuhan konsumsi yang tinggi terhadap kopi. Kegiatan konsumsi akan
mempunyai dampak ekologis (ecological footprint) yang tinggi sebagai akibat
gaya hidup manusia yang pada ujungnya bertumpu pada kemampuan sumber daya
alam untuk menyediakan kecukupan pemenuhan bahan baku tersebut.
4.1. Morfologi Tanaman Kopi (Coffea sp.)
a. Akara
Tanaman kopi memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah.
Meskipun kopi merupakan tanaman tahunan, tetapi umumnya mempunyai
perakaran yang dangkal dimana kedalamanya hanya mencapai 0-30 cm.
Oleh karena itu tanaman ini mudah mengalami kekeringan pada kemarau
panjang biladi daerah perakarannya tidak di beri mulsa.
b. Batang
Kopi (Coffea sp.) adalah species tanaman berbentuk pohon yang termasuk
dalam famili Rubiaceae dan genus coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak,
bercabang, dan bila dibiarkan tumbuh dapan mencapai tinggi 12 m dan
cabang susunannya agak rumit pada batang-batang itu sering tumbuh
cabang yang tegak lurus, yang disebut cabang (orthotrop). Tunas yang
tumbuh pada batang itu bisa disebut tunas air atau cabang air dan cabang
yang tumbuh kesamping disebut plagiotrop.
c. Daun
Kopi mempunyai daun bulat telur ujungnya agak meruncing sampai bulat
tumbuh pada batang, cabang dan ranting-ranting tersusun berdampingan
pada ketiak. Daun lebar, memanjang lebar, 20-30 cm panjangnya, 10-16 cm
lebarnya,urat daun tenggelam, sehingga permukaan daun jelas berlekuk-
lekuk.
d. Bunga
Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga setelah berumur kira-kira 2
tahun. Mula- mula bunga ini keluar dari ketiak daun yang terletak pada
batang utama atau cabang reproduksi. Tetapi bunga yang keluar dari kedua
tempat tersebut biasanya tidak berkembang menjadi buah, jumlahnya
terbatas, dan hanya dihasilkan oleh tanaman-tanaman yang masih sangat
muda. Bunga yang jumlahnya banyak akan keluar dari ketiak daun yang
terletak pada cabang primer.
e. Buah
Buah kopi yang masih muda berwarna hijau, sedangkan buah yang masak
berwarna merah. Pada umumnya kopi mengandung 2 butir biji. Buah terdiri
dari daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas 3 (tiga) bagian lapisan
kulit luar (eksokarp), lapisan daging (mesokarp), dan lapisan kulit tanduk
(endokarp) yang tipis tetapi keras.
4.2. Masa Panen Tumbuhan Kopi
Tanaman kopi sudah mulai berbuah pada umur 2,5-3 tahun untuk robusta
dan 3-4 tahun untuk arabika. Namun buah kopi pertama biasanya hanya sedikit.
Produktivitasnya mulai naik maksimal setelah berumur 5 tahun ke atas. Jenis
arabika dan robusta berbuah secara musiman. Robusta memerlukan waktu 8-11
bulan dari mulai kuncup hingga matang. Sedangkan arabika memerlukan waktu 6-
8 bulan. Jenis kopi lain seperti liberika bisa berbuah sepanjang tahun. Tingkat
kematangan buah kopi tidak terjadi secara serentak. Sehingga proses pemanenan
memerlukan waktu yang lama. Musim panen kopi di Indonesia biasanya dimulai
pada bulan Mei/Juni dan berakhir sekitar Agustus/September. Periode panen raya
berlangsung 4-5 bulan dengan frekuensi pemetikan buah kopi bisa setiap 10-14
hari sekali.
4.3. Peran Naungan pada Tanaman Kopi
Pada umumnya tanaman kopi memerlukan naungan terlebih jika daerah
pertanaman kurang lembab maka perlu diberika naungan. Naungan pada dasarnya
hanya diperlukan bagi tanaman kopi yang ditanam di daerah daerah yang kurang
subur karena kopi sendiri sebenarnya dapat ditanam tanpa naungan. Yang
dimaksud dengan daerah daerah yang kurang subur adalah pada daerah yang
kering apabila kita menanamnya di perkebunan. Akan tetapi bila tanaman kopi
ditanam tanpa naungan pada tanah yang subur, pada permulaannya
memperlihatkan pertumbuhan yang baik, dan mulai berbuah juga lebih cepat.
Selama 5 8 tahun kebun mampu memberikan hasil yang baik. Namun pada
tahun tahun berikutnya hasil akan mengalami penurunan, penrunan hasil ini
disebabkan penyinaran matahari yang tidak teratur, sehingga pertumbuhan
generatifnya juga tidak teratur, termasuk pembungaan dan perbuahannya. Selain
penyinaran yang tidak teratur juga karena sangat kekurangan bahan organik
sehingga lapisan humusnya cepat habis. Maka dairi itu perlu dilakukanya
pemangkasan naungan.
Samping itu pohon pelindung atau naungan mempunyai fungsi lain yang berguna
bagi tanaman kopi, diantaranya:

Dapat mencegah erosi


Menambah bahan organik
Sebagai sumber nitrogen
Menahan tumbuhnya gulma
Mencegah embun lepas pada daerah daerah tinggi
Memberikan persediaan zatzat makanan pada permukaan tanah yang
berasal dari sisasisa daun yang gugur.
4.4. Penyakit atau Hama yang Menyerang Tanaman Kopi
Kopi sangat rentan terhadap segala jenis hama serta penyakit. Apalagi jika
kita kurang dalam melakukan perawatan dan ilmu pengendalian yang kita miliki
terbatas, jadinya tanaman kopi akan rusak yang tentunya mampu menurunkan
produktifitas dari pada kopi tersebut. Berikut ini beberapa jenis penyakit serta
hama yang kera menyerang pada tanaman kopi serta cara mengatasi secara
cepat,akurat tepat..salah satunya adalah.
a. Penggerek buah kopi (PBKo)
Kumbang betina menggerek ke dalam biji kopi dan bertelur sekitar 30-50
butir. Telur menetas menjadi larva yang menggerek biji kopi. Larva menjadi
kepompong di dalam biji. Dewasa (kumbang) keluar dari kepompong.
Jantan dan betina kawin di dalam buah kopi, kemudian sebagian betina
terbang ke buah lain untuk masuk, lalu bertelur lagi. Jantan tidak bisa
terbang sehingga tetap di dalam buah tempat lahirnya sepanjang hidup.
PBKo sangat merugikan, karena mampu merusak biji kopi dan sering
mencapai populasi yang tinggi. Pada umumnya, hanya kumbang betina yang
sudah kawin yang akan menggerek buah kopi; biasanya masuk buah dengan
buat lubang kecil dari ujungnya. Kumbang betina menyerang buah kopi
yang sedang terbentuk, dari 8 minggu setelah berbunga sampai waktu
panen. Buah yang sudah tua paling disukai.
Cara-cara yang disarankan untuk mengendalikan penggerek buah kopi
yaitu dengan pengendalian secara hayati memakai jamur Beauveria
bassiana. Petik merah (buah yang masak pertama) buah yang terserang
PBKo, dikumpulkan dan diperlakukan dengan Bb, kemudian ditutup dengan
plastik jernih. Biarkan satu malam. Dewasa akan keluar dari buah dan
terinfeksi oleh Bb; dewasa ini kelihatan di bawah plastik. Dewasa tersebut
dilepas sehingga dapat menularkan Bb kepada pasangannya di kebun.
b. Penggerek cabang kopi
Serangga betina membuat lubang masuk ke ranting, lalu menggali lubang
tersebut selama kira-kira 15 jam, kemudian berhenti untuk menunggu
perkembangan jamur Ambrosia yang ia bawa masuk ke lubang itu. Sesudah
dinding dalam lubang diselubungi jamur tersebut, ia kawin sama jantannya.
Jumlah telur sekitar 30-50 butir, diletakkan dalam kelompok kecil terdiri
dari 8-15 butir. Sesudah lima hari, telurnya menetas. Sesudah 10 hari
sebagai larva, ia jadi pupa. Stadia pupanya 7 hari, kemudian ia keluar
sebagai dewasa.
Larva hama penggerek cabang Xylosandrus menggerek cabang kopi.
Tampaknya bahwa kumbang kecil ini lebih senang menyerang cabang atau
ranting yang tua atau sakit. Ia juga menyerang ranting muda yang masih
lunak. Kumbang kecil ini termasuk kedalam golongan serangga yang
mengembangbiakkan makanan untuk anak-anaknya, yaitu jamur Ambrosia.
Kumbang ini membikin lubang masuk kedalam ranting pohon kopi sehingga
ranting atau cabang itu tidak berbuah.
Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan menggunakan musuh
alami, yaitu dari sejenis tawon parasitoid yang menyerang larva
Xylosandrus, namanya Tetrastichus, yang dapat mengurangi jumlah hama
ini.
4.5. Pengelolaan Tanaman Kopi

4.5.1 Pengelolaan Produk Primer Kopi


a. Panen Tepat Matang
Buah buah kopi matang ditandai oleh perubahan warna kulit buah kopi yang
semula hijau menjadi merah.
b. Sortasi buah Sehat
Buah sehat adalah buah matang yang bernas, tidak terkena serangan hama
dan penyakit dan ditandai oleh tampilan kulit buah yang mulus dan segar.
Buah kopi merah segera diolah lanjut tanpa penundaan.
c. Pengupasan kulit Buah
Buah dikupas secara mekanis untuk memisahkan biji berkulit tanduk [biji
kopi HS] dan kulit buah. Biji kopi HS diolah lanjut sebagai bahan minuman,
sedangkan kulit buah merupakan limbah yang dapat digunakan sebagai
bahan baku kompos, pakan ternak dan biogas.
d. Pencucian Biji Kopi
Biji kopi yang telah fermentasi dicuci secara mekanis dan dibilas dengan air
sampai permukaan kulit tanduk menjadi licin
e. Pengeringan Mekanis
Biji kopi HS dikeringkan secara mekanis pada suhu 50-55 oC. Kadar air biji
kopi yang semula 55 % turun menjadi 12 % selama 40 jam. Bahan bakar
pengering adalah kayu yang diperoleh dari hasil pangkasan pohon pelindung
tanaman. Kipas udara pengering digerakkan oleh motor listrik atau motor
disel dengan bahan bakar bio-disel.
f. Pengupasan Biji Kopi HS Kering
Kulit tanduk [HS] dikupas secara mekanis sampai dihasilkan biji kopi beras.
Kulit tanduk merupakan limbah dan dapat digunakan sebagai bahan baku
kompos dan pakan ternak.
g. Sortasi Biji Kopi Kering
Biji kopi beras disortasi secara mekanik untuk memisahkan biji ukuran
besar [ukuran > 6,5 mm], ukuran medium [5,5 mm<d<6,5mm] dan ukuran
kecil [< 5,5 mm]. Biji pecah dan biji kecil terpisah di rak paling bawah.
h. Pengemasan dan Penggudangan
Biji kopi beras atas dasar ukurannya dikemas dalam karung goni [@ 60 90
kg] berlabel produksi dan disimpan dalam gudang yang bersih dan
berventilasi cukup. Tumpukan karung-karung disangga di atas palet kayu
dan tidak menempel di dinding gudang.

4.5.2 Pengelolaan Produk sekunder [ Biji Kopi Sangrai dan Kopi Bubuk]
a. Biji
Biji kopi merupakan bahan baku minuman sehingga aspek mutu [fisik,
kimiawi, kontaminasi dan kebersihan] harus diawasi sangat ketat karena
menyangkut citarasa, kesehatan konsumen, daya hasil [rendemen] dan
efisiensi produksi. Dari aspek citarasa dan aroma, seduhan kopi akan sangat
baik jika biji kopi yang digunakan telah diolah secara baik.
b. Penyaringan
Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses
sangrai diawali dengan penguapan air dan diikuti dengan reaksi pirolisis.
Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah
banyak dari ruang sangrai. Sedang secara fisik, pirolisis ditandai dengan
perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan.
Kisaran suhu sangrai yang umum adalah antara 195 sampai 205oC.
c. tingkat Sangrai
Waktu penyangraian bervariasi mulai dari 7 sampai 30 menit tergantung
pada suhu dan tingkat sangrai yang diinginkan. Kisaran suhu sangrai
adalah sebagai berikut,Suhu 190 195 oC untuk tingkat sangrai ringan
[warna coklat muda], Suhu 200 205 oC untuk tingkat sangrai medium
[warna coklat agak gelap] Suhu di atas 205 oC untuk tingkat sangrai gelap
[warna coklat tua cenderung agak hitam].
d. Pencampuran
Untuk mendapatkan citarasa dan aroma yang khas, kopi bubuk bisa
diperoleh dari campuran berbagai jenis kopi atas dasar jenisnya [Arabika,
Robusta, Exelsa dll], jenis proses yang digunakan [proses kering, semi-
basah, basah], dan asal bahan baku [ketinggian, tanah dan agroklimat].
Pencampuran dilakukan dengan alat pencampur putar tipe hexagonal.
e. penghalusan Biji kopi sangrai
Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus [grinder] sampai
diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu. Butiran kopi
bubuk mempunyai luas permukaan yang sangat besar sehingga senyawa
pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut saat diseduh ke
dalam air panas.
f. Pengemasan
Biji kopi sangrai atau kopi bubuk dikemas dalam kemasan aluminium foil
dan dipress panas. Kesegaran, aroma dan citarasa kopi bubuk atau kopi
sangrai akan terjaga dengan baik pada kemasan vakum supaya kandungan
oksigen di dalam kemasan minimal. Untuk mempermudah pemasaran dan
distribusi ke konsumen, kemasan kopi bubuk atas dasar jenis mutu, ukuran
kemasan dan bentuk kemasan dimasukkan dan dimuat di dalam kardus
[karton]. Kardus diberi nama perusahan, merek dagang dan label produksi
yang jelas. Tumpukan kardus kemudian disimpan di dalam gudang dengan
sanitasi, penerangan dan ventilasi yang cukup.
4.5.3. Pengelolaan Produk Kopi Instan
a. Bubuk Kopi
Bubuk kopi sangrai merupakan bahan baku kopi instant. Bubuk kopi
diperoleh dari proses penghalusan biji kopi sangrai. Ukuran partikel bubuk
diatur pada tingkat medium [hasil ayakan 60 Mesh].
b. Pelarutan
Ekstraksi bubuk kopi dilakukan secara batch dalam kolom dengan sirkulasi
pelarut air perbandingan 1/3,5 pada suhu 80 oC selama 45 menit. Sisa
bubuk hasil pelarutan dikempa secara manual untuk mengekstrak komponen
kopi yang masih tertinggal. Kisaran rendemen ekstraksi antara 30 32 %
[berat]. Sisa bubuk kopi merupakan limbah untuk diolah menjadi biogas.
c. Kristalisasi
Ekstrak kopi dimasukkan ke dalam alat kristalisator dan ditambah gula
dengan proporsi 1/1. Selama 30 menit pertama, larutan ekstrak kopi dan
gula dipanaskan pada 100 oC. Setelah larutan mendekati jenuh, suhunya
diturunkan menjadi 70 oC selama 20 menit berikutnya. Pada 10 menit
terakhir, sumber panas dimatikan. Larutan jenuh kemudian didinginkan
dengan udara lingkungan sampai terbentuk kristal gula- kopi.
d. Penghalusan
Kristal gula-kopi digiling secara mekanik menjadi bubuk halus.
e. Pencampuran
Selain disajikan dalam bentuk murni, bubuk kopi instant juga bisa dicampur
dengan bubuk krimer susu instant pada proporsi tertentu dengan alat
pencampur putar tipe hexagonal.
f. Pengemasan
Bubuk kopi-krimer instant dikemas dalam kemasan saset aluminium foil @
25 gr [sebagai pengemas primer].
g. pelabelan
Untuk mempermudah pemasaran dan distribusi ke konsumen, kemasan saset
dimasukkan ke dalam kemasan kertas berlabel [sebagai kemasan sekunder].

5. Pengelolaan Limbah
Menurut SOP, pada biji kakao yang masih basah, melewati proses
pengeringan, fermentasi yang kemudian dibawa ke pabrik dan semua yang masuk
ke pabrik pengolahan kakao dalam bentuk kering.Kakao unfermented atau tidak
terfermentasi biasanya kakao yang diolah oleh kebanyakan petani di Indonesia.
Saat ini kakao fermentasi dan tidak fermentasi harganya sama, hal ini terjadi
karena masih banyaknya mafia yang menjual cocoa tidak terfermetasi. Cocoa
yang diakui kualitasnya baik sesuai dengan Standard Nasional Indonesia (SNI)
adalah kakao yang sudah terfermentasi. Dari segi rasa, kakao yang terfermentasi
dan tidak terfermentasi berbeda namun lain halnya dengan nutrisi kimia yang ada
di dalamnya yang dengan kata lain dapat dikatakan berbeda. Kakao tidak hanya
untuk bahan makanan namun juga dapat digunakan sebagai bahan kimia, bahan
farmasi, sampai bahan kosmetik. Tetapi kakao yang digunakan untuk bahan
kimia, farmasi, dan kosmetik tersebut, lebih cenderung menggunakan kakao yang
tidak terfermentasi. Setelah proses fermentasi selesai, selanjutnya yaitu berlanjut
pada proses pengeringan. Pada proses pengeringan ini bertujuan mengeringkan
biji kakao yang telah difermentasi sampai kadar airnya hanya 7% dan dianggap
sudah aman untuk disimpan. Dan tahap selanjutnya adalah biji kakao yang sudah
aman untuk disimpan akan disortasi ukuran yang kemudian langusung dibawa ke
pabrik coklat.

Untuk sortasi biji kakao ada beberapa kelas ukuran besar diantaranya moto
AA, A, B, C, dan S. Ukuran S adalah ukuran yang paling kecil. Dalam
prakteknya, biji kakao yang berukuran AA adalah biji kakao yang dempet atau
yang disebut juga dengan cluster dan yang biasanya terserang PBK. Biji kakao
yang tidak terserang PBK merupakan biji kakao yang mempunyai kualitas bagus.
Biji kakao yang terserang PBK, diakibatkan oleh kakao yang kekurangan nutrisi.

5.1. Pembuatan sabun


Pembuatan sabun ini memanfaatkan limbah dan produk inferior undergrade
termsuk kopi cluster yang terserang PBK. Adapun pembuatan produk sabun
dihasilkan dari pengolahan dari biji kakao yang mengalami kesalahan proses
dan biasanya ini diambil dari FAA (Free Fat Acid). Berbeda jika FFAnya
memenuhi standart masuk dalam kategori food. Jika tidak memenuhi
standart akan masuk dalam kategori nonfood. Ampas kopi juga bisa
digunakan sebagai produk sabun. Cara pembuatan sabun padat melalui
ampas kopi, bahan yang diperlukan berupa minyak kelapa, minyak kakao,
dan larutan NaOH. Proses yang pertama dilakukan yaitu minyak dipanaskan
sampai suhu 600 C kemudian ditambahkan larutan NaOH dengan suhu 400
C dan dicampur sampai homogen. Setelah bahan mengental, kemudian
dicetak di mesin pencetak (paralonisasi). Setelah dicetak dan membeku
dilakukan tempering selama 7 hari sampai pHnya turun. Ditempering ini
artinya mendiamkan bahan yang ada agar pH semakin naik kemudian turun
yang setelah itu diberi essence dan pewarna dan tak lupa diambahkan EDTA
agar tidak menjamur. Kelebihan pembuatan sabun menggunakan campuran
kopi dan cokelat yaitu mampu mengangkat sel kulit mati sebagai scrub.
Sedangkan ampas kopinya bermanfaat dalam menghilangkan jerawat.
Untuk membuat sabun yang transparan bisa dengan cara menambahkan
alkohol. Dan untuk penambahan larutan garam atau KOH, digunakan dalam
proes pembuatatn sabun cair. Dalam proses secara alami pembuatan sabun
cair menggunakan kulit cacao diproses melalui dibakar. Yang kemudian abu
yang dihasilkan dari pembakaran difiltrasi. Alasan dalam penggunaan KOH
yaitu larutan ini lembut di kulit.
5.2. Pembuatan biogas
Biogas memanfaatkan limbah kulit dan limbah ternak. Biogas merupakan
campuran gas yang dihasilkan oleh peruraian senyawa organik dalam
biomassa oleh bakteri alami metanogenik dalam kondisi anaerobik. Pada
umumnya biogas merupakan campuran 50%-70% gas metana, 30%-40%
gas karbon dioksida, 5%-10% gas hidrogen, dan sisanya berupa gas-gas
lain. Biogas memiliki berat 20% lebih ringan dibandingkan udara dan
mempunyai nilai panas pembakaran antara 4800-6700 kkal/m3. Nilai ini
sedikit lebih rendah dari nilai pembakaran gas metana murni yang mencapai
8900 kkal/m3.
Selain dari kotoran ternak, gas metana juga dapat diproduksi dari campuran
beberapa jenis biomassa yang ada di perkebunan kopi/kakao, sedangkan
kotoran ternak merupakan bahan pencampur yang berfungsi untuk
mempercepat pertumbuhan mikroba. Beberpa sifat biomassa yang memiliki
engaruh nyata terhadap produksi bigas antaralain C/N rasio, pH, kadar air.
Kandungan total padatan dan ukurannya. Sedangkan faktor eksternal yang
berpengaruh terhadap proses adalah suhu,laju pengumpanan,pengadukan
dan konsistensi masukan, serta waktu tinggal di dalam reaktor. Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia telah merekayasa dan menguji coba
reaktor biogas skala rumah pedesaan dengan bahan baku campuran kotoran
ternak dan limbah kebun kopi/kakao. Paket tersebut merupakan salah satu
rangkaian dari suatu proses pengelolaan ternak yang mengedepankan
konsep zero waste.
Tahap awal proses produksi biogas adalah pengeceran dengan cara
mencampur kotoran ternak dengan air pada nisbah padatan dan air. Namun
jika kotoran ternak sudah kering, maka jumlah air harus ditambahkan lebih
banyak, sampai pada batas kekentalan yang diinginkan.
Untuk kapasitas kecil, bahan baku biogas dan air dapat dicampur secara
manual dalam ember plastik. Sedangkan untuk kapasitas besar, proses
pencampuran tersebut dilakukan dengan alat pencampur. Mesin pencampur
memiliki kapasitas maksimum 0,15 m3 per proses dengan waktu
pencampuran antara 5-10 menit tergantung karakteristik limbah yang
digunakan. Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam reaktor
biogas sampai menuup saluran pemasukan dan pengeluaran, dan dibiarkan
sampai gas yang dihasilkan stabil, setelah itu pengisian dilakukan setiap hari
atau 2 hari sekali tergantung pada kondisi lingkungan dan jenis bahan
bakunya. Rancangan reaktor yang digunakan adalah tipe fixed dome baik
untuk skala individu maupun skala kelompok tani di pedesaan.

SOLUSI
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember telah menerapkan metode Green
Factory, dimana di pusat penelitian kopi dan kakao memanfaatkan limbah
industrinya menjadi produk-produk yang bernilai ekonomis dan mampu bersaing
di pasaran. Hal ini jelas akan membantu untuk mengurangi permasalahan
mengenai sampah atau limbah. Semua limbah produksi dimanfaatkan menjadi
produk seperti biogas, sabun, makanan dan minuman, serta untuk pakan ternak.
Semua produk yang dihasilkan dari limbah industry diolah dengan menggunakan
teknik modern dan ada juga yang diolah dengan teknik sederhana. Untuk
menghasilkan produk yang lebih baik sebaiknya produk yang dihasilkan diolah
dengan teknik yang lebih modern sehingga dengan penggunaan teknik yang lebih
modern dapat membantu dan menunjang pemanfaatan limbah industry yang dapat
menghasilkan nilai jual tinggi.

Kesimpulan

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember merupakan suatu pabrik yang
menerapkan Green Factory yaitu dengan memanfaatkan semua bagian kopi
dan kakao menjadi produk yang bermanfaat tanpa adanya limbah yang dibuang
sehingga tidak dapat mencemari lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai