Anda di halaman 1dari 9

KAJIAN INTENSIF

AYAT AL-QURAN

Pertemuan : Pertama Hari/Tanggal : / 2005


Disusun oleh : M. Fachri Simatupang Tempat :
Pemilik naskah : Jurusan/Angkatan : /

MEMAHAMI KANDUNGAN
QS. AL-FATIHAH (1) : 1-7


( 4)( 3)( 2)( 1)
)
( 6) ( 5)
(7
Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaithan yang terkutuk.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (1) Segala puji bagi
Allah Tuhan Semesta alam. (2) Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (3) Yang menguasai hari
pembalasan. (4) Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan. (5) Tunjukkan kami ke jalan yang lurus. (6) Jalan orang-orang yang telah Engkau
anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan
mereka yang sesat. (7)

Membaca taawudz merupakan perintah Allah SWT sebagai langkah awal untuk membaca
Al-Quran. Allah SWT berfirman :

Apabila kamu membaca Al-Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari
syaithan yang terkutuk. (QS. An-Nahl (16) : 98)
Adapun hikmah keharusan beristiadzah sebelum membaca Al-Quran ialah untuk
membersihkan lisan kita dari kenajisan akibat dari kedustaan, menggunjing atau memfitnah.
Jumhur ulama mengatakan bahwa taawudz bersifat anjuran (sunnah) sehingga tidak berdosa
bila meninggalkannya. Ibnu Sirrin berkata, Apabila seseorang bertaawudz sekali seumur hidup,
maka hal itu memadai untuk menggugurkan kewajiban.
berarti aku berlindung dan aku mencari penjagaan. Menurut Ibnu Qayyim, asal kata
dari adalah , lalu dlammah dipindahkan ke huruf ain dan sukun ke huruf wawu.
Sementara subyeknya adalah yang asalnya adalah . Apabila dikatakan
berarti
meminta pemeliharaan kepada Allah SWT. Karena orang yang memohon perlindungan lari
kepada Allah SWT untuk memohon pemeliharaan bagi dirinya. Orang yang meminta
perlindungan kepada Allah SWT, menjadikan Allah SWT sebagai tabirnya, dia berpegang dan
berlindung kepada Allah SWT. Hatinya berpegang kepada-Nya dan mengikuti-Nya. Apa yang
dilakukan hati dengan mencari perlindungan dan tunduk di hadapan Allah SWT, membutuhkan-
Nya dan pasrah kepada-Nya, merupakan masalah yang tidak bisa dicangkup oleh ungkapan
kata-kata.
berarti pembangkang yang teramat angkuh dan sombong. Berasal dari kata kerja

yang berarti jauh. Imam Qurthubi berkata bahwa dikatakan syaithan karena jauhnya
dari kebenaran dan karena membangkang terhadap kebenaran. Sebab setiap penyombong yang
membangkang, baik jin, manusia ataupun hewan, disebut syaithan. Perhatikan firman Allah
SWT berikut ini :


Halaman 2 dari 7 halaman
Memahami Kandungan QS. Al-Fatihah : 1-7 --- M. Fachri Simatupang

Dan demikian Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithan (dari jenis) manusia
dan jin ... (QS. Al-Anam [6] : 112)
Perhatikan pula riwayat yang dikemukakan Ash-Shabuni yang diambil dari Mafatahul Ghaib
karya Fakhrur Razi bahwa Umar ra pernah menunggang keledai yang bergaya dalam jalannya.
Umar ra berkata, Turunkan aku dari punggung keledai ini, kalian telah menaikkan aku ke atas
punggung syaithan.
makna asalnya yang artinya yang dirajam. Dalam tata bahasa Arab kedua
bentuk kata itu disebut ismu maful. Menurut Imam Qurthubi, makna asal ar-rajm ialah
melempar dengan batu. Ar-rajm dapat juga bermakna membunuh, mengutuk, mengusir dan
memaki. Syaithan disebut ar-rajim sebab ia terkutuk, terusir dari rahmat Allah AWJ.
Sehingga Ash-Shabuni mengartikan taawudz sebagai, Aku mencari perlindungan dan
naungan kepada Allah serta berpegang teguh kepadanya dari kejahatan syaithan yang amat
angkuh lagi pembangkang yang hendak memperdayakan dan menyesatkan aku. Dan aku berlindung
kepada Tuhan Maha Pencipta Lagi Maha Mendengar dan Maha Mengetahui dari umpatan dan
celaan serta bisikan syaithan, sebab tidak ada sesuatu yang dapat menolak daripadaku kejahatan
dan kemudlaratan syaithan itu kecuali Allah, Tuhan semesta alam.
( dengan nama Allah). terdiri dari dan . Ditulis tanpa huruf alif karena
sudah terbiasa ditulis dengan merangkaikan langsung dengan sehingga tertulis ,
disebabkan oleh karena ia banyak sekali dipergunakan demikian. berasal dari kata
yang berarti ketinggian dan keluhuran. Pendapat ini adalah mazhab ulama Bashrah, sebab
jamaknya adalah dan kata pengecilnya Hal ini bisa dilihat pada firman Allah SWT :


Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai
Nama-nama Yang Paling Baik.... (QS. Al-Hasyr [59] : 24)
Seseorang pembaca yang mengucapkan maka maknanya aku membaca memohon
pertolongan Allah. Seorang yang mau makan bila mengucapkan berarti aku makan
dengan memohon pertolongan Allah. Oleh itu setiap amal hendaklah dimulai dengan
mengucapkan Imam Qurthubi dalam tafsirnya mengemukakan sebuah hadits, Rasulullah
SAW bersabda :
Setiap perbuatan penting bila tidak diawali dengan kata-kata bismillah, maka perbuatannya itu
terputus dari rahmat Allah.
Ibnu Katsir mengatakan bahwa lafadz adalah nama diri Tuhan Yang Maha Suci lagi Maha
Luhur. Lafadz adalah al-ismu al-azham, nama yang paling agung, karena Dia disifati
dengan segala sifat yang terbaik sebagaimana firman Allah SWT :


Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, yang
mengkurniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang
memiliki Segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. Al-Hasyr
[59] : 23)
Maka nama-nama Allah SWT yang lain (selain Allah SWT) dipredikatkan sebagai nama sifat
bagi-Nya. Nama Allah itu tidak pernah dinamakan kepada selain-Nya, Tuhan Maha Suci lagi
Maha Luhur. Dan lafadz Allah bukanlah kata turunan.
( Segala puji bagi Allah) lafadz ini merupakan kalimat berita tetapi maksudnya
adalah perintah yakni katakanlah alhamdulillah. Kata ini dimaksud sebagai ungkapan pujian
kepada Allah SWT berikut pengertian yang terkandung di dalamnya. Imam Qurthubi
mengatakan bahwa menurut bahasa Arab artinya pujian dan sanjungan yang
sempurna. Partikel mempunyai fungsi untuk memberi makna keseluruhan pujian itu, sebab
Allah SWT berhak sepenuhnya akan pujian secara keseluruhan serta sanjungan secara mutlak.

2
Halaman 3 dari 7 halaman
Memahami Kandungan QS. Al-Fatihah : 1-7 --- M. Fachri Simatupang

adalah pujian kepada yang dipuji karena sifat-sifatnya, tanpa didahului oleh adanya
kebaikan yang datang dari yang dipuji. Maka adalah lebih luas dari makna kata syukur.
Dipakainya secara khusus dalam hal ini menunjukkan bahwa segala sanjungan dan pujian
yang khusus itu hanyalah untuk Allah SWT.
( Tuhan semesta alam) dalam bahasa Arab adalah kata dasar yang berarti
tarbiah (mengasuh, mendidik). Allah SWT disebut rabbul alamin berarti pengatur perkara
makhluk-Nya dan Dialah yang mengasuh dan mendidik mereka. Kata tidak boleh dipakai
untuk selain Allah SWT, kecuali dengan penambahan di belakangnya. Rasul SAW bersabda :
Janganlah seseorang dari kamu berkata : Aturlah makan untuk rabb-mu atau nyalakanlah
lampu untuk rabb-mu dan janganlah pula berkata rabb-ku akan tetapi hendaklah ia mengatakan
saja sayyidi atau maulaya (tuanku). (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra)

adalah jamak dari yang mana kata ini lebih banyak dipakai untuk ciptaan Allah
SWT atau segala sesuatu selain Allah SWT. Kata adalah kata jamak yang tidak mempunyai
bentuk tunggal.
( Yang Maha Pemurah) ( Yang Maha Penyayang) merupakan dua kata yang
berasal dari ( rahmat) yang mana berarti Yang mengkaruniakan nikmat-nikmat
yang besar sedangkan kata berarti Pemberi segala nikmat sampai sekecil-kecilnya.
Kata adalah kata hiperbolik dari kata yakni dipakai sebagai ucapan berlebih-
lebihan (tak terhingga rahmatnya) kata itu dibentuk atas dasar paradigma falan.
Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanad dari Al-Azrami bahwa bermaksud Maha
Pemurah kepada seluruh makhluk dan Maha Penyayang kepada kaum mukmin. Para ulama
mengatakan bahwa itu lebih tegas dalam memberikan rahmat sebab mencangkup
pemberian rahmat di dunia dan akhirat.
Al-Khattabi berkata, berarti yang mempunyai rahmat yang menyeluruh yang meliputi
semua makhluk-Nya yang berkenaan dengan rezki dan kepentingan mereka serta mencangkup yang
mukmin dan kafir. Sebaliknya kata , ia khusus bagi orang mukmin saja.
Kata tidak boleh dipakai untuk nama selain nama Allah SWT karena nama itu adalah
khusus untuk-Nya. Sebaliknya boleh digunakan untuk nama makhluk. Adalah
Musailamah, semoga Allah SWT mengutuknya, pernah secara lancang menamakan dirinya
dengan ar-rahman al-yamamah. Maka iapun mendapat hukuman dengan dijuluki sebagai
Musailamah Al-Kadzdzab yang menjadi namanya untuk selama-lamanya.
( Yang mengusai hari pembalasan) Penunjukan Allah SWT sebagai pemilik hari
akhirat, tidak menghilangkan eksistensi-Nya sebagai pemilik hari dunia. Karena ayat
sebelumnya telah mengatakan bahwa Allah SWT adalah Rabbul alamin yang meliputi dunia
dan akhirat. Ibnu Katsir meriwayatkan dari Adh-Dhahak dari Ibnu Abbas ra, katanya , Pada
hari itu tidak ada seorang pun yang mempunyai kepemilikan seperti kepemilikan di dunia yang
memungkinkan seorang untuk mengatakan secara metaforik bahwa ini adalah milikku dan ini
hartaku. Pada hari itu, yaitu hari kiamat tiada kepemilikan dan harta bagi seorang pun.
( Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah
kami memohon pertolongan) merupakan objek yang didahulukan untuk tujuan
pembatasan, supaya tujuan pembicara terfokus pada apa yang hendak diutarakan. Disini
terjadi perubahan wacana dari bentuk ghaib ke mukhathab yang ditandai dengan pemakaian
kaf mukhatab. Penyampaian dengan mempergunakan kata ganti kedua ini merupakan
perkataan halus yang baik untuk mencapai maksud yang dikehendaki. Hal ini selaras karena
tatkala seorang hamba memuji, memuja, mengagungkan, mensucikan dan meminta
pertolongan kepada Allah SWT maka seolah-olah ia berada dekat dengan Allah SWT. Sebagian
ulama salaf mengatakan bahwa Al-Fatihah merupakan rahasia Al-Quran dan rahasia Al-Fatihah
ialah ayat ini. Penggalalan merupakan penyucian dari kemusyrikan dan

3
Halaman 4 dari 7 halaman
Memahami Kandungan QS. Al-Fatihah : 1-7 --- M. Fachri Simatupang

merupakan penyucian dari upaya, usaha dan kekuatan lalu menyerahkan segalanya kepada
Allah SWT.
Ibnu Katsir mengambil pendapat Ibnu Abbas bahwa berarti hanya kepada
Engkaulah kami mengesakan, takut dan berharap bukan kepada selain Engkau.
berfungsi untuk menaati-Mu dan melakukan seluruh persoalan kami. didahulukan atas
karena ibadah merupakan tujuan, sedangkan permintaan tolong merupakan
sarana untuk mencapai ibadah. Az-Zamakhsyari mengatakan bahwa ibadah adalah ketundukan
dan kerendahan diri yang semaksimalnya. Karena itu ibadah tidak boleh dipakai selain untuk
pengabdian dan ketundukan kepada Allah SWT sebab Dialah Pengarunia nikmat yang Maha
Besar. Oleh sebab itu Dialah yang benar-benar berhak untuk memperoleh persembahan
ketundukan secara mutlak.
Menurut Ash-Shabuni, penggunaan bentuk jamak pada dan mengandung
pengertian pengakuan seorang hamba tentang kekurangannya untuk berdiri sendiri dan
memohon pertolongan serta hidayah seorang diri tanpa yang lain. Sehingga lewat bentuk
jamak ini, hamba itu berkata, Tidaklah pantas bagiku dengan seorang diri saja bermunajat
kepadamu. Oleh sebab itu aku bergabung dalam barisan orang-orang yang bertauhid dan aku
berdoa bersama mereka. Maka kabulkanlah doaku dan doa mereka, sebab kami semua
menyembah-Mu dan memohon pertolongan-Mu.
( Tunjukilah kami ke jalan yang lurus) Kata adalah kata doa.
Menurut Ash-Shabuni, kata ( yaitu kata dasar dan kata kerja imperatif ) menurut
bahasa adakalanya bermakna petunjuk atau adakalanya bermakna tuntunan dan pemantapan
iman dalam kalbu. Sehingga Rasulullah SAW dalam hal ini adalah ( pemberi petunjuk ke
jalan Allah SWT) Menurut Ash-Shabuni bahwa Al-Jauhari mengatakan - -

adalah semakna yaitu jalan. Dalam ayat ini berarti agama Islam.
Menurut Ibnu Qayyim, Lafadz disebutkan dengan bilangan tunggal dan
berbentuk marifat dengan dua jenis : marifat dengan alif lam dan marifat dengan idhafah. Hal
ini menunjukkan kejelasan dan spesifikasinya bahwa jalan itu adalah satu. Maka dari itu dapat
dikatakan bahwa jalan itu adalah jalan yang Allah SWt ridlai.
Ayat merupakan permohonan yang paling sempurna. Ayat ini
mengandung dalil yang menganjurkan bertawassul dengan sifat-sifat yang tinggi dan amal
shaleh. Si hamba sudah memuji Allah SWT, menyanjung-Nya lewat ayat terdahulu. Lalu dia
menghaturkan permohonan untuk ditunjuki jalan yang lurus yakni dinul Islam yang bersih. Ibnu
Qayyim berkata, Suratul Fatihah telah mengkombinasikan dua macam tawassul, yaitu tawassul
dengan pujian dan pengagungan-Nya serta tawassul kepada-Nya dengan ubudiyah dan
mengesakan-Nya. Kemudian disusul permohonan yang paling penting dan hasrat yang paling
mendatangkan keberuntungan, yakni hidayah, setelah dua tawassul itu. Maka orang yang
memanjatkan doa dengannya layak dikabulkan.
( Jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada
mereka) ini merupakan tafsir dari . Menurut Ibnu Abbas, orang-orang yang telah
dianugerahi nikmat adalah para nabi, shiddiqin, para syuhada dan orang-orang yang shalih. Hal
ini sesuai dengan firman Allah SWT :





Dan siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-
orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin.
Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. Nisaa [4] : 69)
( Bukan jalan mereka yang dimurkai) orang yang dimurkai adalah orang

yang rusak kehendaknya, mereka mengetahui kebenaran tapi berpaling dari kebenaran.

4
Halaman 5 dari 7 halaman
Memahami Kandungan QS. Al-Fatihah : 1-7 --- M. Fachri Simatupang

Mereka adalah orang Yahudi. Penyebutan terhadap orang Yahudi sebagai


dapat
dilihat dalam firman Allah SWT :


... yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, diantara mereka (ada) yang
dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thagut ... (QS. Al-Maidah [5] : 60)

( dan bukan pula mereka yang sesat) orang yang sesat
adalah orang yang tidak
memiliki pengetahuan dan menggandrungi kesesatan. Mereka adalah orang Nashrani.
Ibnu Katsir memaparkan riwayat Hamad bin Salamah dari Adi bin Hatim ra, berkata ,Aku
bertanya kepada Rasulullah SAW ihwal bukan jalan orang-orang yang dimurkai beliau bersabda :
Yaitu kaum Yahudi. Dan ihwal bukan pula jalan orang-orang yang sesat Beliau bersabda : Kaum
Nashrani adalah orang-orang yang sesat. Demikian pula hadits dari Sufyan bin Uyainah dengan
sanad dari Adi Hatim ra. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Abu Dzar ra, berkata, Aku
bertanya kepada Rasulullah SAW tentang orang-orang yang dimurkai, beliau bersabda : Kaum
Yahudi. Aku bertanya tentang orang-orang yang sesat, beliau bersabda : Kaum Nashrani.
Setelah selesai membaca Al-Fatihah disunatkan membaca Kata ini secara ijma tidak
termasuk dalam Al-Quran, hal ini terbukti dengan tidak adanya kata ini ditulis dalam Mushaf
yang disepakati. adalah doa, yang berarti terimalah doa kami wahai Tuhanku. Al-Alusi
berkata, Disunatkan membaca amiin pada setiap kali seorang membaca Al-Fatihah sampai akhir
kata, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Maisarah :
Bahwasanya Jibril membacakan kepada Nabi SAW surat Al-Fatihah, setelah Nabi membaca

, Jibril berkata kepada Beliau, Katakanlah aamiin. Maka, maka Nabi mengatakan
aamiin.
Ibnu Al-Anbari berkata, Adapun kata aamiin adalah kata doa dan tidak termasuk dalam Al-
Quran. Dalam tata bahasa Arab termasuk katagori ismu filin, yaitu kata benda (abstrak) yang
berfungsi sebagai kata kerja. Terdapat dua macam pengucapan (1) amiin dan (2) aamiin. Adapun
maknanya : Ya Allah, kabulkanlah kami !
Demikianlah tafsir singkat dari surah yang mulia suratul Fatihah. Berikut ini beberapa
hikmah tambahan yang dapat diambil dari QS. Al-Fatihah : 1-7 selain dari apa yang telah
penulis bahas seperti di atas :
1. Keistimewaan Al-Fatihah
Suratul Fatihah merupakan surah yang mulia yang dikatakan oleh Imam Suyuthi sebagai
surah yang diturunkan dua kali yakni pertama diturunkan di Makkah kemudian diturunkan
kembali di Madinah. Al-Fatihah mempunyai banyak nama. Imam Qurthubi menyebutkan
bahwa surah ini mempunyai 12 nama sedangkan Al-Alusi mengatakan bahwa sebagian para
ulama telah meneruskan bilangan nama-nama itu mencapai lebih dari 20 nama. Nama yang
terkenal diantaranya ialah Al-Fatihah, Ummul Kitab dan Assabul Matsani.
Kemuliaan suratul Fatihah dapat dilihat dari beberapa riwayat berikut :
Dari Abu Said Ibnul Mula ra berkata, Aku pernah shalat di masjid. Lalu Rasulullah SAW
memanggilku. Aku tidak menjawab panggilannya sampai aku selesai shalat. Kemudian aku
mendatangi beliau. Beliau berkata : Apa yang mencegahmu datang ? Aku berkata : Ya
Rasulallah aku ketika itu sedang shalat. Rasulullah bersabda : Tidakkah Allah berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul, apabila Rasul
menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu. Kemudian beliau
bersabda : Sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu suatu surat, yaitu surat yang
teragung dari segala surat-surat Al-Quran sebelum kamu meninggalkan masjid ini. Kemudian
beliau memegang tanganku. Ketika beliau hendak keluar masjid, aku berkata kepadanya : Ya
Rasulallah tidakkah anda berkata : Sesungguhnya aku akan mengajarkan kepdamu suatu surat
yang mulia dalam Al-Quran ? Beliau lalu bersabda : Alhamdulillahi rabbil alamin. Inilah
tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al-Quran agung yang diberikan kepadaku. (HR.
Bukhari, Abu Daud dan Nasai)
Dari Ubai bin Kaab bahwa Rasulullah SAW bersabda, Demi Allah, yang jiwa ragaku berada
di tangan-Nya, tidak diturunkan dalam Taurat, Injil, Zabur maupun dalam Al-Furqan, sesuatu
yang seperti ini, ialah tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan inilah Al-Furqan yang luhur

5
Halaman 6 dari 7 halaman
Memahami Kandungan QS. Al-Fatihah : 1-7 --- M. Fachri Simatupang

yang diberikan kepadaku. (HR. Ahmad dan Tirmidzi yang dikatakannya hadits hasan dan
shahih)
Dari Ibnu Abbas berkata, Ketika Jibril as sedang duduk di hadapan Nabi SAW ia mendengar
suara dari atasnya. Ia lalu mengangkat kepalanya dan berkata : Salah satu pintu langit dibuka
pada hari ini yaitu pintu yang tidak pernah sama sekali dibuka kecuali hari ini. Maka turunlah
malaikat dari pintu itu. Lalu jibril berkata : Inilah malaikat turun ke bumi, malaikat yang
tidak pernah sama sekali turun kecuali hari ini. Malaikat itu memberi salam dan berkata :
Gembiralah dengan dua cahaya yang telah diberikan kepada anda dan yang tidak pernah
diberikan kepada seorang nabi pun sebelum anda. Pembukaan Al-Kitab dan ayat-ayat terakhir
surah Al-Baqarah. Tidak satu huruf dari keduanya itu anda baca melainkan anda akan
diberikan yang anda minta. (HR. Muslim dan Nasai)
Dari Sufyan bin Uyainah dari Al-ala bin Abdur Rahman dari Abu Hurairah ra bahwa
Rasulullah SAW bersabda : Allah SWT berfirman : Aku membagi shalat antara Aku dan
hamba-Ku menjadi dua bagian, separonya untuk-Ku dan separonya untuk hamba-Ku dan bagi
hamba-Ku apa yang ia minta. Apabila seorang hamba mengucapkan Allah
berfirman : Hamba-Ku telah memuji-Ku. Dan apabila ia mengucapkan Allah
berfirman : Hamba-Ku telah menyanjung-Ku. Dan apabila ia mengucapkan Allah
berfirman : Hamba-Ku telah memuliakanku-Ku. Dan apabila ia mengucapkan
Allah berfirman : Ini adalah antara Aku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.
Maka apabila ia mengucapkan
( 6)

Allah berfirman : Ini adalah untuk hamba-Ku dan baginya apa yang ia minta. (HR. Muslim)
2. Posisi Basmalah
Ada beberapa pendapat mengenai posisi basmalah :
Mazhab Syafii : basmalah termasuk ayat dari suratul Fatihah dan bagian dari
setiap surat. Dalilnya :
a. Hadits dari Abdul Hamid bin Jafar dari Nuh bin Abi Bilal dari Said Al-Magbari dari Abu
Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda :
Apabila kamu membaca Alhamdulillahi rabbil alamin, bacalah juga bismillahir
rahmanir rahim. Al-Fatihah adalah ummul Quran, ummul Kitab sedang bismillahir
rahmanir rahim salah satu dari ayat-ayatnya. (HR. Ad-Darutquthni)
b. Hadits dari Anas ra, berkata :
Qiraat Rasulullah ialah memanjangkan huruf-huruf akhir. Lalu Anas membaca,
Bismillahir rahmanir rahiim, Alhamdu lillahi rabbil aalamiin, ... (HR. Bukhari)
c. Hadits Anas ra yang menceritakan tentang turunnya wahyu, Nabi SAW bersabda :
Telah turun padaku baru saja suatu surat. Lalu beliau membaca, Bismillahir
rahmanir rahim. Inna athainakal kautsar ... (HR. Muslim, Nasai, Tirmidzi dan Ibnu
Majah)
d. Adanya basmalah di dalam mushaf Imam dan mushaf-mushaf yang dikirim ke berbagai
negeri tanpa adanya perselisihan. Dan ini terjadi terus-menerus.
Mazhab Malik : basmalah bukan ayat yang berdiri sendiri, baik sebagai bagian
dari Al-Fatihah maupun dari surah lainnya, akan tetapi hanya sekedar dibaca untuk
mendapat keberkatan. Dalilnya :
a. Hadits dari Aisyah ra, berkata :
Rasulullah SAW membuka salatnya dengan takbir dan pembacaan Alhamdulillahi rabbil
alamin. (HR. Muslim)
b. Hadits dari Anas ra, berkata :
Aku telah shalat dibelakang Rasulullah SAW dan dibelakang Abu Bakar, Umar dan
Usman. Mereka semuanya membuka shalat dengan Alhamdulillahi rabbil alamin. Di
dalam riwayat Muslim ditambahkan, Mereka tidak mengucapkan bismillahir rahmanir
rahim baik pada awal maupun pada akhir bacaan. (HR. Bukhari dan Muslim)
c. Hadits dari Sufyan bin Uyainah dari Al-ala bin Abdur Rahman dari Abu Hurairah ra
bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Allah SWT berfirman : Aku membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua
bagian, separonya untuk-Ku dan separonya untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang

6
Halaman 7 dari 7 halaman
Memahami Kandungan QS. Al-Fatihah : 1-7 --- M. Fachri Simatupang

ia minta. Apabila seorang hamba mengucapkan Allah berfirman : Hamba-


Ku telah memuji-Ku ... (HR. Muslim)
d. Sekiranya basmalah itu termasuk ayat dalam Al-Fatihah maka hal ini berarti telah
terjadi pengulangan kata. Yang demikian ini merusak susunan puitis yang mulia.
Imam Hanafi : basmalah adalah ayat yang lengkap, diturunkan sebagai pemisah
antara surah. Ia bukan bagian dari Al-Fatihah.
3. Hukum Membaca Basmalah dalam Shalat
Ada empat macam pendapat dalam masalah ini yang muncul akibar dari perbedaan
pandangan mengenai posisi basmalah dalam Al-Quran :
Mazhab Hanafi dan Ats-Tsauri bahwasanya membaca basmalah
dengan perlahan bersama Al-Fatihah pada setiap rakaat dan kalau dibaca juga pada
pembukaan setiap surat, maka hukumnya baik.
Mazhab Maliki bahwasanya membaca basmalah dilarang dalam
shalat fardlu baik dengan jahar atau siir, baik pada pembukaan Al-Fatihah atau surat
yang lain. Tapi diperbolehkan membacanya dalam shalat sunah.
Mazhab Syafii bahwasanya wajib membaca basmalah, jika pada
rakaat yang bacaannya dikeraskan maka membaca basmalah dikeraskan dan sebaliknya.
Menjaharkan basmalah disunatkan merupakan pendapat yang diambil dari riwayat
Muawiyah ra, Athi dan Thawus.
Mazhab Hambali bahwasanya membaca basmalah dengan suara
rendah dan tidak disunatkan membacanya dengan mengeraskan suara. Ini merupakan
pendapat Abu Bakar ra, Umar ra, Utsman ra, Ali ra dan Ibnu Masud ra.
4. Hukum Membaca Al-Fatihah dalam Shalat
Berikut dua pendapat besar mengenai masalah ini :
Mazhab Ats-Tsauri dan Abu Hanifah membolehkan shalat tanpa
membaca Al-Fatihah, namun merupakan perbuatan yang kurang baik, dan shalatnya sah.
Yang wajib mutlak dibaca ialah sekurang-kurangnya 3 ayat Al-Quran yang pendek atau
satu ayat yang panjang. Dalilnya adalah seperti dinukil Ash-Shabuni dari Al-Jashshash
dalam Tafsir Ahkamul Quran yang mengatakan bahwa firman Allah SWT :

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri kurang dari dua pertiga
malam... sampai dengan, Maka bacalah yang mudah bagimu dari Al-Quran. (QS. Al-
Muzaammil [73] : 20)
Menunjukkan bahwa yang wajib ialah membaca apa saja yang mudah dari Al-Quran,
sebab ayat itu dibawakan oleh Al-Quran sehubungan bacaan dalam shalat. Dan ayat itu
berhubungan dengan shalat malam dan shalat lainnya, baik yang sunnah maupun yang
fardlu karena lafadznya bersifat umum.
Dalil sunnah adalah hadits dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW bersabda :
Apabila engkau hendak melakukan shalat, maka sempurnakanlah wudlumu. Kemudian
menghadaplah ke arah kiblat, lalu bertakbirlah. Kemudian bacalah apa yang mudah bagimu
dari Al-Quran. Kemudian rukuklah sampai kamu bertumakninah ... (HR. As-Sabah)1
Mazhab Maliki, Syafii dan Hambali, menetapkan bahwa pembacaan
Al-Fatihah merupakan syarat sahnya shalat. Siapa yang meninggalkan Al-Fatihah, sedang
ia dapat membacanya, maka shalatnya tidak sah. Dalilnya adalah hadits :
Tidak sah shalat seorang yang tidak membaca ummul Quran. (HR. Muttafaqun alaih dari
Ubadah bin Shamit)2
Siapa yang shalat dengan tidak membaca Al-Fatihah dalam shalatnya, maka itu kurang,
kurang, kurang, tidak sempurna. (HR. Malik, Tirmidzi dan Nasai dari Abu Hurairah ra)

1
Yang dimaksud As-Sabah adalah tujuh perawi yakni Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah.
2
Yang dimaksud Muttafaqun alaih adalah hadits yang disepakati atasnya, yakni hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari
sumber shahabat yang sama.

7
Halaman 8 dari 7 halaman
Memahami Kandungan QS. Al-Fatihah : 1-7 --- M. Fachri Simatupang

Rasulullah SAW menyuruh kami membaca Al-Fatihah dan apa yang mudah dari Al-Quran.
(HR. Abu Daud dari Abu Said Al-Khudri dengan sanad shahih)
5. Membaca Al-Fatihah bagi Mamum
Mengenai masalah ini ada beberapa pendapat :
Mazhab Maliki dan qaul qadim Syafii mengharuskan membaca
Al-Fatihah pada saat imam membaca Al-Fatihah dengan siir dan tidak membaca Al-
Fatihah jika imam membaca dengan jahar. Dalilnya adalah hadits Ubadah bi Shamit
untuk imam yang membaca dengan siir dan untuk imam yang membaca dengan jahar
dalilnya adalah firman Allah SWT dan hadits Rasulullah SAW :


Apabila dibacakan Al-Quran (kepadamu), maka dengarkanlah baik-baik & perhatikanlah
dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (Al-Araf [7] : 204)
Sesungguhnya imam itu dijadikan panutan. Apabila imam takbir, maka bertakbirlah kamu
dan apabila imam membaca, maka simaklah olehmu. (HR. Muslim dari Abu Musa Al-Asyari)
Mazhab Abu Hanifah berpendapat bahwa mamum tidak
membaca Al-Fatihah baik dalam shalat siir maupun jahar. Dalilnya adalah QS. Al-Araf :
204 di atas dan hadits :
Siapa yang shalat di belakang imam, maka bacaan imam itu adalah bacaannya juga. (HR.
Ibnu Abi Syaibah dari Abu Hurairah ra. Menurut Ash-Shanani hadits ini mursal)
Sesungguhnya imam itu diadakan untuk diikuti. Maka bila ia bertakbir, bertakbirlah kamu
dan kalau ia membaca, dengarkanlah baik-baik. (Abu bin Hamid dari Jabir ra)
Mazhab Syafii dan Hambali mengharuskan membaca Al-Fatihah
baik dalam shalat siir maupun jahar. Dalilnya adalah keumuman dari hadits :
Tidak sah shalat seorang yang tidak membaca ummul Quran. (HR. Muttafaqun alaih dari
Ubadah bin Shamit)
Pendapat Syafii dan Hambali ini dikuatkan dengan hadits dari Ubadah yang membaca
Al-Fatihah sedang ia shalat menjadi makmum kepada Abu Nuaim yang membaca dengan
jahar. Orang-orang yang mendengar bacaan Ubadah pun bertanya. Lalu Ubadah berkata,
Rasulullah SAW pernah Shalat bersama kami pada sebagian shalat, lalu beliau duduk
menghadap kami seraya bertanya :
Adakah kamu semua membaca ayat jika aku membaca dengan keras ? Sebagian kami
menjawab, Ya. Kami membacanya. Lalu beliau bersabda, Jangan membaca sesuatu bila
aku membaca dengan keras kecuali Al-Fatihah. (HR. Abu Daud)
6. Hukum Mengucapkan Amiin
Kata amiin setelah membaca Al-Fatihah di dalam shalat, selain sebagai doa juga
termasuk diantara dzikir dalam shalat. Menurut ulama-ulama Syafiiyyah, imam diharuskan
mengucapkan amiin setelah selesai membaca suratul Fatihah :
Biasanya Rasulullah SAW itu apabila sudah selesai membaca Al-Fatihah (maka)
mengeraskan suaranya dan mengucapkan aamiin. (HR. Ad-Daruquthni dan Al-Hakim dari
Abu Hurairah ra dimana menurut Ad-Daruqutni hadits ini hasan sementara menurut Al-Hakim
hadits shahih)
Saya mendengar Rasulullah SAW bila telah selesai membaca

beliau mengucapkan amiin. Beliau memanjangkan suaranya. (HR. Ad-Daruquthni dikatakan
hadits shahih)
Ulama-ulama Hanafiyyah mengatakan imam cukup mengucapkannya dengan pelan
walaupun Al-Fatihah dibaca keras. Malik mempunyai dua pendapat dalam masalah ini yakni
sama dengan ulama Hanfiyyah dan imam tidak perlu mengucapkannya.
Sedangkan pengucapan amiin untuk makmum adalah berdasarkan dalil :
Apabila imam mengucapkan amiin, maka ucapkanlah amiin, sungguh siapa yang bersamaan
ucapan amiin-nya dengan ucapan malaikat, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. (HR.
Bukhari dari Abu Hurairah ra)

8
Halaman 9 dari 7 halaman
Memahami Kandungan QS. Al-Fatihah : 1-7 --- M. Fachri Simatupang

Apabila imam sudah selesai membaca


maka ucapkanlah amiin. (HR. Bukhari dari
Abu Hurairah ra)
Apabila seorang diantaramu mengucapkan amiin dan malaikat di langit mengucapkan
amiin. Lalu bersamaan ucapan amiin-nya dengan malaikat itu maka Allah mengampuni
dosanya yang telah lalu. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah ra)
Dari hadits-hadits di atas maka jumhur ulama menetapkan hukumnya sunah untuk
mengucapkan aamiin. Namun ulama Zhahiri mengatakan wajib.

Alhamdulillahi rabbil alamin


Demikianlah kandungan QS. Al-Fatihah (1) : 1-7 yang dapat diuraikan. Semoga Allah SWT
memberikan rahmat-Nya dan limpahan kasih-Nya kepada kita. Dan semoga Allah SWT mengampuni atas
kesalahan dan kekhilafan yang mungkin ada dalam tulisan ini. Saran dan masukan dari akhi/ukhti
ditunggu dengan tangan terbuka. Insya Allah.
(Muhammad Fachri Simatupang)


Daftar Pustaka
1. Al-Quran dan terjemahannya
2. Bidayatul Mujtahid 2, Ibnu Rusyd
3. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir jilid 1, Muhammad Nasib Ar-Rifai
4. Subulus Salam 1, Imam Muhammad bin Ismail Al-Kahlani Ash-Shanani
5. Tafsir fi Zhilalil Quran 1, Sayyid Quthb
6. Tafsir Jalalain 1, Imam Jalaluddin As-Suyuthi dan Imam Jalaluddin Al-Mahali
7. Tafsir Ibnu Qayyim, Syaikh Muhammad Uwais An-Nadwy

Anda mungkin juga menyukai