27 - Ladiyani Retno W. - Peluang Formulasi Pupuk Berteknologi Nano PDF
27 - Ladiyani Retno W. - Peluang Formulasi Pupuk Berteknologi Nano PDF
LATAR BELAKANG
307
Ladiyani Retno Widowati et al.
308
Peluang Formulasi Pupuk Berteknologi Nano
METODOLOGI
Pada penelitian ini telah dilakukan identifikasi bahan baku yang mempunyai
peluang untuk dipergunakan sebagai sumber pupuk makro sumber P seperti P-alam dan
guano. Selain itu diantara tiga jenis pupuk makro N, P, dan K, hanya P yang
memungkinkan dibuat ukuran nano dengan metode top-down. Inventarisasi sumber pupuk
P dilakukan dengan cara mengambil contoh-contoh sumber tersebut dari tempat
penambangan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Selanjutnya contoh tersebut dianalisa di
Laboratorium Penelitian Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Kegiatan formulasi pupuk ditujukan untuk membuat calon pupuk untuk tanaman
pangan. Beberapa hal yang diperhatikan dalam formulasi adalah kebutuhan tanaman dan
nilai efisiensi pupuk selama ini.
Beberapa sumber pupuk P seperti guano Wonogiri, P-alam Ciamis, P-alam Maroko
dianalisa kadar haranya kemudian dilakukan seleksi terhadap peluang penggunaannya.
Kemudian ditetapkan P-alam Maroko yang dipergunakan untuk dibuat ukuran nano dan
submikron dengan menggunakan ballmill pada beberapa ukuran (6.458 nm; 4.669 nm; 1
nm). P-alam Maroko dipergunakan karena mempunyai kadar P 2O5 yang cukup tinggi dan
variasi mutunya tidak terlalu besar. Untuk memastikan ukuran nano setelah dihaluskan,
contoh pupuk diukur dengan menggunakan PSA.
Untuk mempermudah aplikasi P-alam yang telah dihaluskan pada percobaan
rumah kaca, maka P-alam tersebut dicampur dengan zeolit yang telah diayak dengan
ukuran 100 mesh. Perbandingan P-alam (ukuran nano dan submikron) dengan zeolit
adalah 1:1 dicampur kemudian diberi air untuk lebih memperkuat zeolit dalam memegang
P-alam, selanjutnya diukur/diamati P-alam dan zeolit tersebut dengan SEM (Gambar 1).
Selain itu juga dilakukan pengukuran kapasitas tukar kation yang terukur sebesar 70,15
me.100g-1 dengan metoda NH4OAc 1 N pH 7,0. Untuk KTK dengan ukuran tersebut,
termasuk cukup memadai sebagai media atau wadah bagi fosfat.
309
Ladiyani Retno Widowati et al.
Pengujian kelarutan
Pupuk P-alam berbagai ukuran submikron (6.458 nm dan 4.669 nm) dan ukuran
nano (100 nm) diuji kelarutannya pada dua jenis tanah (Inceptisols Cibinong-Ciomas dan
Andisols Cipanas-Cisarua) yang dibandingkan dengan kontrol dan SP-36. Satu kilogram
tanah kering angin yang telah digiling dimasukkan dalam pot plastik. Tanah Inceptisols
Cibinong dan Andisols Cipanas diberi air hingga mencapai kapasitas lapang. Pupuk hasil
formulasi yang telah ditimbang (setara 500 kg.ha-1) diaplikasikan ke tanah dengan cara
dicampur merata. Contoh tanah diambil sebanyak + 10 g pada minggu ke 1, 2, 3, dan 4
setelah aplikasi kemudian dianalisa kelarutannya dengan metoda P-Bray 1.
Contoh tanah sebanyak dua kilogram kering angin ditimbang dan dimasukkan
dalam pot plastik. Contoh tanah Inceptisols Cibinong diberi air sampai kondisi kapasitas
lapang kemudian ditanami jagung (var. Pioneer-21), sedangkan contoh tanah Ultisols
Leuwiliang diberi air dan dilumpurkan satu hari sebelum tanam padi varietas Ciherang.
Pupuk P-alam berukuran nano dan submikron yang telah dicampur dengan zeolit
(rasio 1:3) ditimbang setara dengan 500 kg.ha-1. Pupuk dasar N dan K diberikan sesuai
dengan status hara tanah untuk tanaman padi dan jagung. Perlakuan yang diujikan adalah
310
Peluang Formulasi Pupuk Berteknologi Nano
kontrol, rekomendasi P standar (200 kg SP-36=72 kg P2O5), P-alam nano (500 kg P-alam
ukuran 100nm+zeolit=18,75 kg P2O5), P-alam submikron 1 (500 kg P-alam 4.669nm
+zeolit=18,75 kg P2O5), dan P-alam submikron 1 (500 kg P-alam 6.458 nm +zeolit=18,75
kg P2O5). Rancangan yang dipergunakan adalah rancangan acak lengkap dengan ulangan
4 kali. Variabel yang diamati meliputi produksi gabah (padi) dan brangkasan (jagung).
Pengolahan data
Kegiatan pertama yang dilakukan untuk penelitian formulasi pupuk berteknologi nano
adalah inventarisasi bahan yang dapat dibuat ukuran nano secara fisik (top-down). Dasar
pertimbangan dari penggunaan sumber yang ada di Indonesia ataupun didatangkan ke
Indonesia adalah untuk menyederhanakan proses produksi, sehingga proses penggunaan
bahan kimia dapat diminimalkan. Adapun bahan yang bisa dan biasa dipergunakan untuk
bidang pertanian dari sumber P adalah guano, fosfat alam (Ciamis dan Maroko), dan
zeolit. Hasil sampling pada tahun 2010 diperoleh sumber P-alam dalam jumlah yang agak
banyak sekitar 10 jenis, namun yang mempunyai kadar P yang cukup tinggi adalah guano
Wonosari, P-alam Ciamis, dan P-alam Maroko (Tabel 1). Akan tetapi P-alam Ciamis
mempunyai ketidakonsistensian kadar P sehingga perlu dipertimbangkan kembali jika
akan digunakan sebagai sumber bahan baku. Hasil eksplorasi tahun 1990 ditemukan fosfat
endapan laut dengan kadar P2O5 sekitar 20-38% dalam jumlah sekitar 2-4 juta ton pada
formasi batu gamping Kalipucung di Ciamis. Zeolit adalah sumber alami yang tersedia di
Indonesia merupakan bahan pembenah tanah dan dipergunakan sebagai media
penampungan fosfat yang telah dihaluskan.
Di antara ketiga sumber fosfat, P-alam Maroko memiliki kadar P total dan P sitrat
tertinggi, kemudian diikuti oleh guano Wonosari dan P-alam Ciamis. Ditinjau dari potensi
sebagai bahan baku lokal, P-alam Ciamis memiliki sumber yang cukup besar dibanding
guano Wonosari.
311
Ladiyani Retno Widowati et al.
Tabel 1. Komposisi kadar hara berbagai sumber P-alam dan guano yang dipergunakan
dalam penelitian
PA Maroko
Guano PA (Ukuran)
Parameter Zeolit
Wonosari Ciamis 100 mesh Sub-mikron Nano
(0,1-1 m) (10 cm)
-9
Pengujian formula pupuk berteknologi nano diujikan pada tiga jenis tanah dari
Bogor yakni Andisols Cipanas-Cisarua, Inceptisol Cibinong-Ciomas, dan Ultisols
Leuwiliang-Bogor. Pemilihan ketiga jenis tanah ini terutama karena perbedaan tekstur
(Tabel 2). Tekstur dan kadar liat merupakan salah satu indikator berkaitan dengan sifat
kimia, fisik, dan biologi tanah. Tentu saja kadar liat juga berperan besar dalam sifat
tersebut.
Tanah Inceptisols Cibinong-Ciomas bereaksi masam, bertekstur lempung liat
berpasir, berkadar Corganik rendah, P tersedia sangat tinggi, berkejenuhan basa sedang, dan
KTK rendah. Sifat tanah ini mengelompokkannya termasuk berkesuburan rendah. Tanah
yang didominasi fraksi pasir ini memerlukan pengelolaan hara yang baik agar tidak terjadi
penurunan tingkat kesuburan.
Tanah Ultisols dari Leuwiliang-Bogor dengan reaksi tanah masam. Bertekstur liat,
berkadar Corganik, dan P tersedia sedang, demikian juga KTK tanah termasuk sedang, tetapi
berkejenuhan basa tinggi. Berdasarkan karakteristiknya, tanah tersebut termasuk
berkesuburan sedang, dengan kendala utama kadar Al-dd.
312
Peluang Formulasi Pupuk Berteknologi Nano
Andisols Ultisols
Inceptisols
Parameter Cipanas- Leuwiliang-
Cibinong-Ciomas
Cisarua Bogor
pH H2O (1:5) 5,35 4,77 4,97
pH KCl (1:5) 4,42 3,92 4,00
Tekstur Pasir (%) 25 46 13
Debu (%) 40 20 36
Liat (%) 35 34 51
Corganik (%) 2,80 1,37 2,07
N-organik (%) 0,29 0,12 0,21
C/N 10 11 10
Asam humat+fulvat 0,77 0,41 0,66
Asam humat 0,29 0,22 0,11
Asam fulvat 0,48 0,19 0,55
P tersedia (Bray II) (mg.kg-1) 62 71 8
P potensial (HCl 25%) (mg.kg-1) 1719 1116 980
K2O HCl 25% (mg.kg-1) 452 115 209
K-dd (cmolc(+).kg-1) 1,04 0,32 0,47
Ca-dd (cmolc(+).kg-1) 6,71 4,25 7,58
Mg-dd (cmolc(+).kg-1) 1,57 0,92 3,27
Na-dd (cmolc(+).kg-1) 0,11 0,10 0,13
KTK (cmolc(+).kg-1) 20,20 12,27 16,97
KB (%) 47 45 67
Al-dd (KCl 1M) (cmolc(+).kg-1) 0,38 1,68 3,46
H-dd (KCl 1M) 0,13 0,24 0,31
Fe-DPTA (mg.kg-1) 32 41 34
Mn-DTPA (mg.kg-1) 37 20 65
Cu-DTPA (mg.kg-1) 1,30 1,61 1,33
Zn-DTPA (mg.kg-1) 21 20 19
313
Ladiyani Retno Widowati et al.
1
. Berdasarkan pola kelarutan tersebut, sumber P-alam melepaskan P secara bertahap,
sedangkan SP-36 lepas dalam waktu yang cepat di awal minggu pengamatan kemudian
menurun. Fosfat yang sudah larut kemudian diikat oleh mineral liat amorf mengingat
unsur tersebut tidak diserap oleh tanaman. Kelarutan P-alam ukuran 100 nm mendekati
kelarutan SP-36.
140
130
120
P tersedia (mg/kg)
Kontrol
6.45 um (6458 nm)
110
4.68 um (4669 nm)
0.1 um (100 nm)
100
SP-36
90
80
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
Gambar 2. Kelarutan P-alam berbagai ukuran dengan waktu pada tanah Andisols
Cipanas-Cisarua
Kelarutan P-alam pada tanah Inceptisols memiliki pola yang berbeda dengan tanah
Andisols (Gambar 3). Tanah ini bertekstur lebih kasar yang termasuk tekstur lempung liat
berpasir (46% pasir). P tersedia pada perlakuan kontrol terukur 72 mg.kg-1 lebih rendah
dari tanah Andisols Cipanas-Cisarua. Ukuran partikel berpengaruh terhadap kelarutan P-
alam, dimana semakin kecil ukuran partikel, kelarutan P-alam semakin meningkat.
Efektivitas penggunaan P-alam sangat ditentukan oleh reaktivitas kimia, ukuran butir,
sifat-sifat tanah, waktu dan cara aplikasi, takaran P-alam, jenis tanaman, dan pola tanam
(Lehr and McClellan, 1972; Chien, 1995; Rajan et al. 1996).
Kelarutan P-alam berbagai ukuran menunjukkan pola yang hampir sama, dimana
pada minggu II pengamatan terjadi peningkatan kelarutan kemudian relatif tetap pada
kadar tersebut hingga minggu ke-IV pengamatan. Hal ini terjadi karena jenis tanah ini
diduga memiliki kadar liat yang tidak seaktif mineral liat amorf pada tanah Andisols. Di
antara ukuran 6,45 m dan 4,68 m mempunyai pola kelarutan yang hampir sama pada
tanah ini. Kelarutan SP-36 pada tanah ini jauh lebih rendah dari perlakuan P-alam baik
pada tanah Inceptisols dan Andisols.
314
Peluang Formulasi Pupuk Berteknologi Nano
120
60
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
Gambar 3. Kelarutan P-alam berbagai ukuran dengan waktu pada tanah Inceptisols
Cibinong-Ciomas
Produksi tanaman dari percobaan pengujian pupuk berukuran nano dan submikron
di rumah kaca disajikan pada Tabel 3. Pada Tabel 4 terlihat bahwa produksi padi dan
brangkasan jagung yang diberi SP-36 tidak berbeda nyata dengan sumber P-alam nano
dan submikron. Perubahan ukuran P-alam dapat mensuplai kebutuhan P bahkan lebih
sedikit dari SP-36, dimana produksi padi dan brangkasan tidak berbeda nyata antar SP-36
dan P-alam. Hasil ini sejalan dengan hasil pengukuran kelarutan bahwa semakin kecil
ukuran pertikel P-alam dapat mensuplai P2O2 lebih besar. Besarnya jumlah kelarutan
dapat terjadi karena ikatan P2O5 dengan Ca dan Mg semakin lemah ataupun kontak P 2O5
dengan air lebih besar.
Tabel 3. Produksi gabah dan brangkasan jagung terhadap tiga jenis sumber P
Padi Jagung (Brangkasan)
Ultisols Leuwiliang-Bogor Inceptisols Cibinong-Ciomas
Perlakuan Gabah kering Berat 1.000
Berat basah Berat kering
bersih butir
... g.pot-1 ... ... g ... -1
... g.pot ...
Kontrol 12,76 a 12,64 a 34,25 a 5,62 a
P (SP-36) 18,23 b 18,05 b 48,98 b 8,04 b
P-alam Nano 20,10 b 19,67 b 59,60 c 9,10 b
P-alam Submikron 1 18,17 b 18,13 b 60,10 c 8,51 b
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf 5% dengan ANOVA.
315
Ladiyani Retno Widowati et al.
KESIMPULAN
Hasil inventarisasi sumber pupuk P yang dapat dibuat menjadi pupuk berteknologi nano
dengan sistem top-down adalah P-alam dan guano. Zeolit dapat dipergunakan sebagai
media penampungan P sementara. Semakin halus ukuran P-alam semakin meningkat
kemampuan melepaskan P2O5. Pola pelepasan P berbeda antar jenis tanah. Ketika diujikan
ke respon tanaman, P-alam nano dan P-alam submikron mampu mensuplai P dalam
jumlah yang lebih sedikit dari SP-36 yang ditunjukkan oleh produksi gabah dan
brangkasan jagung.
DAFTAR PUSTAKA
316