Anda di halaman 1dari 5

KULIAH TAUHID

A. P E N D A H U L U A N

Ismail Raji Al Faruqi dalam bukunya TAWHID Its Implications For Though And Life
mengatakan The word ummah of Islam is undeniably the most unhappy ummah in the word in
modern time. Selanjutnya dia mengatakan bahwa it is the largest in number, the richest in the
land and resources, the greatest in legacy and the only one possessing the most viable ideology,
the ummah is a very weak counstituent of word older. Selanjutnya ia mengatakan bahwa
padahal umat islam memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan pada Tuhan (Allah) Yang Satu,
mutlak dan transenden, plus syariah sebagai penga tur kehidupan social. Ummat hanya kenal
satu-satunya ideology, yang menjadikannya sebagai me- sin penggerak untuk mencapai
kemajuan dan kesejahteraan di dunia dan diakhirat . The divine dictum Allah will not change
the condition of a people unless and until they change themselves (Quran, 13 ;12).

Ummah Islam tidak akan bisa bangkit kembali dan menempatkan kedudukannya semula
sebagai ummatan wasathan, kecuali ia berpijak pada Islam yang memberikan kepadanya
kebangkitan lima belas abad silam dan watak serta kejayaannya selama berabad-abad. Konsep
Muslim tentang dirinya sebagai khalifah (wakil) Allah di bumi, itulah yang menjadikan pusat
putaran sejarah manusia. Hanya sebagai khalifah Allah-lah, yang berkomitmen dengan wawasan
Islam manusia dapat bertindak secara bertang gung jawab dalam totalitas ruang dan waktu.
(Only as Gods khalifah, and hence only in proper com- mitment to the vision of Islam, may
men act responsibly in the totality of space-time). Dengan demikian manusia harus berikhtiyar
dalam proses kausal ruang-waktu (dalam aspek material, psikis, soaial dan spiritual). Dengan
demikian maka Muslim tidak mengingkari usaha atau melarikan diri dari usaha terse-but seperti
yang diajarkan faham Jabariyah yangdiajarkan oleh spiritualias Hindu Budha. Dalam rangka
usaha ini Muslim tidaklah mengejar kehendak kreatifnya sendiri tetapi kehendak Allah. Usaha
setiap Muslim bukanlah upaya menaklukkan alam yang pasti berhasil melaikan tidak kepasrahan
kepada kehendak Allah secara sadar dan bertanggung jawab. Dengan cara ini Muslim terhindar
dari tiga bahaya : dari ambisinya sendirinuntuk menguasai alam, dari kesombongan jika dia
berhasil dan berkuasa, dan dari tragedy keputus asaan dan kelemahan jika gagal. Intisari Islam
adalah tauhid, maka dengan tauhid manusia selamat dari kesesatan dan dapat mencapai
keselamatan hakiki,kebahagiaan di dunia dan akhirat.

B. PENTINGNYA MEMPELAJARI TAUHID

Sebagian umat Islam jika ditanya kepada meraka apa itu Tauhid, bagaimana tauhid yang
benar, barang kali tidak semua menjawab dengan benar. Di sisi lain seseorang yang mengaku
yang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal (amrifah) Allah yang disembuhnya.
Ia idak tahu sifat-sifat Allah, Asma-Asma Allah , apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhi.
Akibatnya ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam perbuatan syirik.
Oleh karena itu setiap muslim dan muslimat sangat orgen mempelajari tauhid yanag benar
bahkan inilah paling utama dipelajari, sebelum ilmu-ilmu lainnya.

Sebagaimana diketahui bahwa Tauhid adalah intisari ajaran Islam yang merupakan
simpulan akidah dn kepercayaan umat Islam , maka bagi mereka yang mempelajarinya dengan
benar akan mendapatkan :

1. Meneguhkan Pendidirian Istiqamah menghadapi tantangan


2. Menyelamatkan kehidupan di dunia dan akhirat
3. Membawa kemajuan dan kesejahteraan
4. Mepererat persatuan dan persaudaraan
5. Mendatangkan ketenangan hidup

C. HUKUM MEM PEAJARI ILMU TAUHID

Asas untuk memahami akidah Islam ada tiga macam hukum yaitu , hukum syara,
hukum akal dan huk um adat.

Kukum syara ialah khitab Allah (kalamullah) yang berhubungan dengan perbuatan
mukallaf yaitu jin dan manusia yang mencapai usia balig , berakal, sempurna indera dan sampai
dakwah kepadanya, dalam bentuk tuntutan (thalab) atau menunjukkan kebolehan (ibahah) atau
wadi. Yang masuk kedalam tuntutan ada lima macam :

1. Ijabah (wajib) ialah tuntutan keras melakukannya seperti beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya, dan melaksanakan rukun Islam yang lima. Berpahala bila dilaksanakan
dan berdosa apabila ditinggalkan.
2. Nadab ( Sunah) ialah tuntutan yang tidak keras untuk melakukannya seperti
sembahyang sunat dan sebagainya. Diberi balasan pahala apabila dikerjakan dan tidak
berdosa apabila ditinggalkan.
3. Tahrim (haram) Tuntutan keras untuk tidak melakukannya , seperti mensyerikantkan
Allah dan berbuat zzina. Berdosa apabila dikerjakan dan Dibalas dengan pahala
apabila mening- galkannya
4. Karahah (makruh) ialah tuntutan yang kurang keras untuk tidak melakukannnya dan
seperti membaca ayat-ayat Al Quran disaat sujud dan ruku. Berpahala apabila
ditinggalkan dan tidak berdosa apabila mengejakannya.
5. Ibahah (harus) diperbolehkan untuk memilih antara memperbuat dan tidak
memperbuat diberi pahala apabila dikerjakan dan berdosa apabila ditinggalkan jika
berakibatkan memodaratkan dirinya.

Adapun yang dimaksud denga hukum wad,i untuk keduanya yaitu tuntutan (thalab) dan
ibahah adalah suatu ketentuan yang ditetapkan oleh syara sebagai SEBAB,SYARAT DAN
MANI.
Adapun hukum akal terbagi kepada tiga macam, yaitu : Wajib , Mustahil dan Jaiz.

1. Wajib ialah yang tidak tergambar (tidak dapat menerima) pada akal tentang tiadanya.
2. Mustahil ialah yang tidk tergambar (tidak menerima )pada akal tentang adanya.
3. Jaiz ialah yang dapat tergambar (dapat menerima) pada akal tentang adanya dan
tiadanya.

Hukum ialah ketetapan terhadap sesuatu atau penolakan terhadap sesuatu.

Hakim ialah pembuat hukum, baik hukum syara , hukum akal maupun hukum adat.

Adapun hukum yang dimaksud dengan adat hakekatnya ialah menetapkan hubungan
artara satu perkara dengan perkara yang lain dari sisi ada atau tiada, dengan cara berulang kali
danya hubungan antara keduanya menurut yang ditemui indera. Umpanya ketentuan yang
berlaku pada api bahwa api dapat menyala.Ketentuan ini dinamakan menurut adat. Karena nyala
itu terjadi bertepatan bersentuhan api dengan beberapa macam benda karena disaksikan oleh
indera berulang kali. Dapat dikiaskan pada semua hukum adat , seperti makan dapat
engenyangkan, air enghilangkan haus, matahari mengeluar kan cahaya . Pengetahuan akan
(dapat) menemukan penyebabnya ketika kita mempergunakan dalil akal dan dalil nakal. Akal
dan syara menetapkan bahwa yang menciptakan semua makhluk ini adalah Allah dan selainnya
tidak member bekas.

Adapun yang dimaksud dengan hukum akal ialah apa yang ditemui oleh akal baik
ditetapkan atau ditolak tanpa bergantung dengan berulang kali dan tanpa menetapkan tercapainya
sebab, syarat atau tidak terdapat mani, yang berlaku pada hukum syara.

Sebab ialah apa yang menjadi kelaziman tiadanya, seperti ; Tiada gelincir mata hari tiada
diwajibkan shalat Zuhur.

Yang dimaksud dengan syarat ialah yang melazimi tiadanya akan tiadanya, dan tidak
lazim tiadanya ada dan tidak lazim melihat tiada adanya pada zatnya. Contoh haul menjadi
syarat wajib mengeluarkan zakat harta dan ternak.

Yang dimaksud dengan mani ialah apa yang lazim adanya maka tiada dan tidaklah lazim
(patut) tiadanya ada dan bukan tiada pada zatnya. Contohnya haid , maka maka apabila terjadi
(ada) tiadalah wajib mendirikan salat.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa :

Sebab ; sesuatu mempengaruhi dari sisi adanya dan tiadanya. (adanya sebab maka ada
kewajiban, sebaliknaya tiadanya sebab tiada ada keajiban).

Syarat : sesuatu yang mempengaruhi dari sisi tiadanya pada tiadanya hukum (syara).

Mani ; sesuatu yang mempengaruhi dari sisi adanya saja maka tiadanya hukum.
D. KEDUDUKAN HUKUM AKAL DALAM AKIDAH

Sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa Wajib menurut hukum AKAL ialah sesuatu
yang tidak tergambar tentang tiadanya. Dalam hal ini terbagi dua bagian .

1. Dharuri : Yaitu sesuatu yang tiada tergambar di akal semenjak semula tanpa
menmerlukan lebih dahulu adanya penelitian. Seperti setiap jirim (benda) wajib
menempati ruang sekedar volume itu.
2. Nazari : Yaitu sesuatu yang didahului dengan penelitian untuk penelitian. Seperti
Qadim zat Allah. Akal menemui bahwa wajib bagi Allah bersifat Qadim setelah
dipikirkan dengan baik.

Mustahil ialah tadak tergambar di akal tentang adanya , apakah sejak semula atau setelah
mela- lui pemikiran.

Contoh pertama, bahwa benda tidak bergerak dan tidak diam, yakni tidak mempunyai
salah satu dari keduanya. Yang seperti tiu adalah Mustahil bagi benda.

Contoh kedua, Mustahil pada zat Allah terdiri dari benda. Mahasuci Allah dari sifat
yang sepeti itu. Arti mustahil seperti ini baru ditemukan oleh akal setelah berfikir. Karena itu
wajib bagi Allah bersifat Qadim dan Baqa agar tidak terjadi daur dan tasalsul, karena kalau
bersifat baru (daur-tasalsul) berarti dari jirim (materi).

Jaiz ialah yang boleh pada akal adanya (terjadi) dan tiadanya (tidak terjadi). Hal ini
mungkin dharuri dan munkin pula nazari.

Contoh pertama, bahwa jirim mempunyai sifat khusus seperti gerak dan diam, maka akal
sangat mudah menemuinya pada pada satu jirim dan tidak menemuinya pada jirim yang lain.

Contoh kedua, orang yang taat yang tidak melakukan kemaksiatan mungkis asja disiksa.
Akal menerima setelah meneliti dalil-dalil yang menunjukkan ke Esaan Allah . Dari dalil ini
diketahui semua perbuatan adalah ciptaan Allah swt. Tidak ada perbuatan selain perbuatan Allah
swt. Maka lazimlah seimbang antara iman dan kekafiran, ketaatan dan kemaksiatan menuru dan
ukuran akal. Dalam hukum syara Allah menerangkan bahwa melalui kemurahannya dan
sesuai dengan pilihannya bagi yang beriman dan taat akan mendapatkan salah satu dari dua hal
yang jaiz ba oleh Allah bagi Allah ialah pahala dan nikmat yang tetap dan abadi seperti yang
dipilih sesuai dengan adil-Nya, bagi orang kafir yang jaiz bagi Allah ialah akan menadapatkan
azab yang pedih di neraka.

E. KEWAJIBAN MEMPELAJARI ILMU TAUHID

Syara mewajibkan kepada setiap mukallaf mengenal sifat-sifat yang wajib , mustahil
bagi Allah dan rasul-Nya . Mukallaf yang diwajibkan syara ialah orang yang balig lagi berakal.
Mengenal apa yang disebutkan di atas agar benar-benar menjadi orang mukmin dan imannya
diperkokoh dengan dalil yang kuat. Dalam uraian ini digunakan kata mengenal tidak
digunakan kata percaya yang menunjukkan bahwa yang dituntuk dalam akidah mengenal
Allah ialah kepercayaan yang dikuatkan dengan dalil, kare- na itu dalam akidak tidak memadai
hanya dengan taklid yaitu kepercayaan yang sesuai dengan yang di- ajarkan agama namun tidak
dikuatkan dan tidak diperoleh melalui dalil. Karena wajib daam akidah ada- lah mengenal
(mariafah) sedang kalau hanya melaui taklid belum dapat melepaskan diri dari dosa.

Anda mungkin juga menyukai