Anda di halaman 1dari 14

Etika dan Hukum Praktik Kedokteran Indonesia

Mariska Nada Debora


Kelompok: D1
NIM: 102014139
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061
E-mail : mariskand80@gmail.com

Abstrak
Hubungan antara dokter dan pasien dilandasi rasa kepercayaan sehingga pasien
bersedia menceritakan segala hal tentang penyakitnya. Informasi yang diketahui oleh dokter
pada saat melakukan pemeriksaan maupun segala sesuatu yang diceritakan oleh pasien
tersebut dikenal sebagai rahasia kedokteran dan wajib disimpan.

Kata Kunci: wajib simpan, rahasia kedokteran, dokter, pasien

Abstract
The relationship between a doctor and patient based on a sense of trust so that the
patient is willing to tell everything which is related to illness. All information that known by
the doctor at the time of examination as well as those information that described by the
patient are known as medical secrets. They must be kept as secret.

Keywords: compulsory savings, secrets of medicine, doctors, patients

Pendahuluan
Dokter merupakan pihak yang telah mempunyai keahlian di bidang kedokteran,
sedangkan pasien adalah orang sakit yang membutuhkan bantuan dokter untuk
menyembuhkan penyakit yang dideritanya.1

Pasien dapat menggugat tanggung jawab hukum kedokteran (medical liability), dalam hal
dokter berbuat kesalahan/kelalaian. Sebagian dokter tahu dan sebagian tidak tahu, bahwa
memberikan informasi kepada keluarga pasien tanpa persetujuan pasien adalah perbuatan
melanggar hukum, yaitu telah membuka rahasia kedokteran kepada orang yang tidak berhak
mengetahuinya. Keterangan yang didapat oleh para professional dalam melakukan profesi,
dikenal dengan nama Rahasia Jabatan. Apabila seorang dokter dimana ia sebagai orang yang
memiliki keahlian khusus dalam bidang kedokteran, diminta yang berwenang untuk
memberikan keterangan mengenai sesuatu hal yang menyangkut
rahasia/jabatan/pekerjaannya sebagai dokter, dokter biasanya mengalami pertentangan jiwa.

1
Sebab ia disatu pihak oleh undang-undang diwajibkan memberikan keterangan yang benar
apabila diminta yang berwenang, sedangkan dipihak sebagai dokter ia juga mempunyai
kewajiban moral untuk merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sewaktu menjalankan
jabatan/pekerjaannya.2

Skenario : Seorang perempuan umur 40 tahun datang ke RS UKRIDA membawa asisten


rumah tangganya untuk berobat. Setelah dokter melakukan pemeriksaan, ia bertanya pada
dokter, asisten rumah tangganya sakit apa? Asisten rumah tangganya : seorang perempuan
usia 24 tahun, didiagnosis TB Paru oleh dokter. Apa yang akan dijawab oleh dokter tersebut?

Pembahasan
Hubungan Dokter-Pasien

Pada prinsipnya dalam hubungan antara dokter dan pasien ada dua hal penting yang
harus diperhatikan yaitu bagaimana dokter menempatkan otonomi pasien sebagai individu
khususnya dalam pengambilan keputusan medis dan bagaimana dokter membangun
keharmonisan tersebut melalui komunikasi yang efektif. Selama ini dokter menempatkan
dirinya dalam keputusan medis sebagai guardian dan yang paling serba tahu, sehingga
otonomi pasien kurang mendapat tempat. Pola hubungan dokter dan pasien seperti ini dapat
diibaratkan sebagai hubungan antara ayah dan anak atau hubungan yang bersifat paternalistik.
Sifat paternalistik ini menimbulkan ketidakseimbangan hubungan dan interaksi antara pasien
dan dokter serta ditopang dengan penuh ketidakpastian. Paternalistik, pada dasarnya didasari
oleh prinsip etik dalam dunia medis yaitu beneficence (berbuat baik pada pasien), yang dalam
konteks etika kedokteran yang dimaksud berbuat baik adalah sebagai kewajiban. Premis
dasarnya adalah bahwa dokter merupakan orang yang baik hati yang mempunyai
pengetahuan dan ketrampilan yang mumpuni dan mempunyai niat baik untuk menolong
pasien. Otonomi pasien di bawah bayang-bayang seorang dokter dan keputusan pasien
diserahkan sepenuhnya ke tangan dokter.3

Sesuai dengan dinamika kehidupan sosial di masyarakat, pola hubungan paternalistik


antara dokter dan pasien telah bergeser pada pola hubungan yang bersifat partnership atau
patient-centered care. Pada prinsipnya pola hubungan partnership merupakan model
perawatan kesehatan yang berorientasi pada pemenuhan keinginan dan kebutuhan pasien.
Pasien memiliki otonomi penuh atas dirinya. Pasien dalam kontek ini sangat menentukan
keputusan-keputusan medis yang diterimanya. Pada prinsipnya pasien bebas menerima atau
menolak tindakan medis yang ditawarkan oleh dokternya. Dalam hal ini dokter mempunyai
kewajiban untuk memberi informasi pada pasiennya selengkap-lengkapnya mengenai
diagnosis, terapi, proses penyakit, pilihan terapi dan risiko-risikonya serta prognosis penyakit.
Melalui pola partnership antara dokter dan pasien dalam pelayanan medis, akan melahirkan
sinergi hubungan dokter pasien.4

Hubungan antara dokter-pasien, terutama ditandai prinsip-prinsip etis yang utama,


antara lain berbuat baik, yaitu tidak melakukan sesuatu yang merugikan (non-nocere). Dalam

2
berbuat baik ini dokter dituntut untuk rela berkorban walaupun dia sendiri mengalami
kesulitan; Keadilan, yaitu memberikan perlakuan yang sama kepada setiap orang pada situasi
yang sama tanpa memandang jasa, kekayaan, status sosial dan kemampuan membayar dari
pasiennya; Otonomi, yaitu hak atas perlindungan privacy pasiennya. Dokter sebagai
seseorang yang profesional di bidangnya berkewajiban menyarankan kepada pasien untuk
memilih tindakan medis yang akan dilakukan kepada dirinya, karena keputusan mengenai
tindakan medis yang akan dilakukan terhadap diri pasien adalah hak pasien untuk
menentukan dirinya sendiri. Dalam hal ini dikatakan bahwa dokter memiliki kebebasan
profesional, sedangkan pasien memiliki kebebasan terapeutik. Transaksi terapeutik
merupakan perjanjian antara dokter dengan pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan
hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Jadi menurut hukum, obyek perjanjian dalam
transaksi terapeutik bukan kesembuhan pasien, melainkan mencari upaya yang tepat untuk
kesembuhan pasien.2

Beauchamp dan Childress menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan


etik diperlukan 4 kaidah dasar moral dan beberapa rules dibawahnya. Ke-4 kaidah dasar
moral tersebut adalah :5

1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama
hak otonomi pasien. Setiap pembuatan keputasan moral membutuhkan informasi
yang rasional dan keputusan sendiri. Pada prinsip autonomi ini, tidak ada yang
dapat mengatur keputusan hak pribadi pasien. Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan doktrin informed consent.

2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang


ditujukan kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk
kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya lebih besar daripada sisi
buruknya. Tugas ini dianggap merupakan kompetensi pribadi dan diterima sebagai
tujuan umum dari kedokteran. Tujuan ini diaplikasikan baik pada pasien dalam
bentuk individu ataupun kebaikan pada komunitas.

3. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang


memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere
atau above all do no harm. Untuk menciptakan standar yang meminimalisasi
resiko merugikan pasien, maka diperlukan dukungan tidak hanya dari moral semata
tetapi dari standar hukum yang berlaku pada masyarakat.

4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan keadilan dalam bersikap
maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice). Secar fakta,
yang digunakan dalam komunitas dalam menegakkan keadilan distributive ialah
dengan beberapa variabel :

- Setiap orang dengan kedudukan yang sama

- Setiap orang menurut keperluannya

- Setiap orang menurut usahanya

3
- Setiap orang menurut kontribusinya

Sedangkan rules derivatnya adalah veracity ( berbicara benar, jujur dan terbuka),
privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) dan
fidelity (loyality dan promise keeping).

Seperti yang telah diketahui,bahwa dalam transaksi terapeutik terdapat hak dan
kewajiban kepada masing-masing pihak secara timbal balik. Adapun salah satu kewajiban
dokter adalah berkewajiban menyimpan rahasia kedokteran yang dimiliki pasiennya. Di
bidang Etik Kedokteran, sepanjang dapat ditelusuri masalah rahasia kedoteran mulai diatur
dalam Sumpah Hipocrates pada abad 469-399 SM yang berbunyi,Apa yang saya melihat
atau mendengar sewaktu menjalankan praktek atau tidak, tentang kehidupan seseorang yang
seharusnya tidak diungkapkan, akan saya perlakukan sebagai rahasia.5

Selain di dalam Sumpah Hipocrates, kewajiban menyimpan rahasia kedokteran juga


terdapat pada:

1. Declaration of Geneva
Declaration of Geneva ini adalah versi Sumpah Hipocrates yang di modernisasi yang
diintroduksikan oleh World Medical Association. Khusus yang mengenai rahasia
kedokteran berbunyi: I will respect the secrets which are confided in me, even after
the patient has died.
2. International Code of Medical Ethics
Pada tahun 1968 di Sydney diadakan perubahan pada declaration of Geneva yang
kemudian menjadi pedoman dasar untuk terbitnya International Code of Medical
Ethics ini. Khusus yang mengenai rahasia kedokteran berbunyi:A doctor shall
preserve absolutte secrecy on all he knows about his patients becouse the confidence
entrusted in him
3. Declaration of Lisbon 1981
Deklarasi ini menetapkan pula bahwa pasien berhak untuk meminta kepada dokternya
agar mengindahkan sifat rahasia dari segala data medik dan data pribadinya.
4. Peraturan pemerintah Nomor 26 Tahun 1966 yang memuat Lafal Sumpah Dokteran
Indonesia. Dalam Sumpah ini khusunya di dalam Penjelasan Pasal 1 Kode Etik
Kedokeran berbunyi:Saya akan merahasiakan segala sesuatau yang saya ketahui
karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter
5. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Pasal 12 tercantum kalimat sebagai berikut:
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.
Sumpah dalam hubungan dengan rahasia kedokteran ini jika ditinjau secara
yuridis tidak mempunyai arti. Sumpah hanyalah merupakan suatu ikrar, suatu
pernyataan kehendak secara sepihak yang pelaksaannya tergantung kepada hati
nurani si pelaku itu sendiri. Oleh karena itu suatu sumpah tidak dapat dipergunakan
sebagai dasar hukum untuk penuntutan. Demikian pula Kode Etik Kedokteran
Indonesia (KODEKI) yang termasuk bidang etik yang sifatnya self imposed

4
regulations. Suatu kode etik ini bersifat intern dimana sanksi hanya dapat dijatuhkan
dalam kaitan organisasi dan oleh organisasi itu sendiri. Suatu KODEKI juga tidak
mempunyai nilai yuridis, sehingga tidak mempunyai akibat hukum dan adapun dasar
yuridis untuk menuntut yang menyangkut rahasia kedokteran, akan dijelaskan
dibagian selanjutnya.6

Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi

Undang-undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 50 dan 51, Hak
dan Kewajiban Dokter.

Pasal 50 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :7

a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan


standar profesi dan standar prosedur operasional
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
d. menerima imbalan jasa.

Pasal 51 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban : 7

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.

Hak dan Kewajiban Pasien

Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 52 dan 53, Hak dan
Kewajiban Pasien

Pasal 52 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak: 7

a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3)
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis

5
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.

Pasal 53 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai


kewajiban : 7

a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya


b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

Kode Etik Kedokteran, yang selanjutnya disebut Kodeki adalah etika profesi
kedokteran yang diterbitkan oleh Ikatan Dokter Indonesia yang wajib ditaati dan
dilaksanakan oleh Dokter dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.8

Kewajiban Dokter terhadap Pasien


Pasal 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada
dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Penjelasan : Dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut adalah dokter yang
mempunyai kompetensi keahlian di bidang tertentu menurut dokter yang waktu itu sedang
menangani pasien.

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah
lainnya.

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Penjelasan : Kewajiban ini sering disebut sebagai kewajiban memegang teguh rahasia jabatan
yang mempunyai aspek hukum dan tidak bersifat mutlak.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya

6
Penjelasan : kewajiban ini tidak dilaksanakan apabila dokter tersebut terancam jiwanya.

Hak Pasien Terhadap Rahasia Kedokteran


Setiap pasien yang meminta pertolongan kepada dokter harus merasa aman dan bebas.
Pasien harus dapat menceritakan dengan hati terbuka segala keluhan yang mengganggu
keadaan jasmani dan rohaninya, dengan keyakinan bahwa hak itu berguna untuk
menyembuhkan dirinya. Pasien tidak boleh merasa khawatir bahwa segala sesuatu mengenai
keadaan dirinya akan disampaikan kepada orang lain, baik oleh dokter atau tenaga kesehatan
lainnya. Hal tersebut merupakan syarat utama terjadinya hubungan baik antara dokter atau
tenaga kesehatan lainnya dengan pasien. Oleh karena itu dalam hukum kesehatan seorang
pasien diberi hak-hak tertentu. Salah satu dari beberapa hak pasien yang dimaksud adalah hak
atas rahasia kedokteran.9

Adapun yang dimaksud dengan rahasia kedokteran menurut ketentuan Pasal 1 PP


nomor 10 Tahun 1966 tentang wajib simpan Rahasia kedokteran adalah Segala sesuatu yang
diketahui oleh orang-orang tersebut dalam Pasal 3 pada waktu atau selama melakukan
pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.
Di dalam penjelasan Pasal 1 tentang kata-kata segala sesuatu yang diketahui maksudnya
adalah segala fakta yang didapat dalam pemeriksaan pasien, intepretasinya untuk
menegakkan diagnosa dan melakukan pengobatan: dari anamnesa, pemeriksaan jasmaniah,
pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran dan sebagainya. Juga termasuk fakta yang
dikumpulkan oleh pembantu-pembantunya. Seorang ahli obat dan mereka yang bekerja
dalam apotik harus pula merahasiakan obat dan khasiatnya yang diberikan dokter kepada
pasiennya.
Selanjutnya rahasia kedokteran menurut J. Guwandi diartikan sebagai rahasia di bidang
kedokteran.
Rumusan lain tentang rahasia kedokteran seperti yang tercantum dalam beberapa literatur,
ialah segala rahasia yang oleh pasien secara disadari atau tidak disadari disampaikan kepada
dokter dan segala sesuatu yang oleh dokter telah diketahuinya sewaktu mengobati dan
merawat pasien.
Berdasarkan rumusan-rumusan tentang rahasia kedokteran tersebut di atas, maka yang
dimaksud dengan hak atas rahasia kedokteran adalah suatu hak yang dimiliki oleh pasien
tentang semua fakta/keadaan pasien yang telah disampaikan dan diketahui dokter atau tenaga
kesehatan lainnya termasuk para pembantunya atas dasar kepercayaan. Rahasia kedokteran
tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah berkas yang disebut dengan Rekam
Medik/Kesehatan. Dengan demikian pemilik rahasia kedokteran dan isi rekam
medik/kesehatan adalah pasien, sedangkan dokter mempunyai kewajiban untuk merahasiakan
isi rekam medis tersebut terhadap pihak-pihak lain selain pasien.
Hak atas rahasia kedokteran ini bertujuan untuk melindungi hubungan baik antara
dokter dengan pasiennya, sebab rahasia merupakan hak dasar manusia.9-11

7
Kewajiban Dokter untuk Menyimpan Rahasia Kedokteran

Salah satu di antara beberapa kewajiban dokter adalah menyimpan rahasia


kedokteran. Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran tersebut adalah merupakan rahasia
jabatan yang harus dipegang teguh oleh dokter dan merupakan syarat yang senantiasa harus
dipenuhi untuk menciptakan suasana saling mempercayai yang mutlak dibutuhkan dalam
hubungan dokter dengan pasien. Rahasia jabatan dokter dimaksudkan untuk rnelindungi
rahasia penyakit pasien sehingga tetap terpelihara kepercayaan pasien terhadap dokternya.

Kewajiban para dokter untuk merahasiakan hal-hal yang diketahui karena jabatannya
atau pekerjaannya adalah berpijak pada norma-norma kesusilaan, yang pada hakekatnya
merupakan suatu kewajiban moral, dan norma hukum.

Norma-norma kesusilaan tersebut tidak mencukupi karena banyak tergantung sifat


dan kelakuan perseorangan yang tentunya berbeda-beda dan tidak selalu baik. Selain daripada
itu apabila terjadi pelanggaran norma kesusilaan sanksinya tidak tegas yaitu sanksi sosial dari
masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu norma hukum, sehingga dapat lebih melindungi
kepentingan manusia dan sanksinya lebih tegas jika terjadi pelanggaran.

Norma-norma kesusilaan dan norma hukum tadi dicantumkan dalam berbagai peraturan dan
undang-undang yang merupakan pedoman seorang dokter dalam menjalankan tugas dan
profesinya.10,12

Hukum Kedokteran Mengenai Wajib Simpan Rahasia Kedokteran

Definisi Rahasia Medis

Dokter harus sadar bahwa masyarakat kita sekarang ini sudah kritis dan dapat merespon
terhadap segala sesuatu yang dirasa tidak sesuai dan merugikan mereka. Sering timbul
masalah yang menyangkut hubungan dokter - pasien --> pembocoran rahasia. Harus disadari
bahwa tanggung jawab dari profesi kedokteran ini sangatlah besar dan harus sesuai dengan
hukum yang berlaku termasuk kode etik kedokteran dan kondisi masyarakat.12

Arti Rahasia Kedokteran (PP No.10 tahun 1966)


Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan mengenai apa yang
diketahui dan didapatkan selama menjalani praktek lapangan kedokteran, baik yang
menyangkut masa sekarang maupun yang sudah lampau, baik pasien yang masih hidup
maupun yang sudah meninggal.

Rahasia pekerjaan
Segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yang
diucapkan pada waktu menerima gelar seorang dokter.
Rahasia jabatan
Segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yg
diucapkan pada waktu diangkat sebagai pegawai negeri.

8
Peraturan yang mengatur tentang wajib simpan rahasia kedokteran :
1. PP No. 26 tahun 1960 tentang lafal sumpah dokter
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya
ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter.
2. Pasal 12 dalam KODEKI
Seorang dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien
karena kepercayaan yang diberikan kepadanya, bahkan juga setelah pasien meninggal
dunia .
Yang Berkewajiban Simpan Rahasia Medis
Berdasarkan penjelasan pada pasal 2 PP no. 10 tahun 1966 yang wajib menyimpan
rahasia medis yaitu :
Berdasarkan pasal ini orang (selain daripada tenaga kesehatan) yang dalam
pekerjaanya berurusan dengan orang sakit atau mengetahui keadaan si sakit, (baik)
yang tidak maupun yang belum mengucapkan sumpah jabatan, berkewajiban
menjunjung tinggi rahasia mengenai keadaan si sakit. Dengan demikian para
mahasiswa kedokteran, kedokteran gigi, ahli farmasi, ahli laboratorium, ahli sinar,
bidan, para pegawai, murid para medis dan sebagainya termasuk dalam golongan
yang diwajibkan menyimpan rahasia. Menteri Kesehatan dapat menetapkan, baik
secara umum, maupun secara insedentil, orang-orang lain yang wajib menyimpan
rahasia kedokteran, misalnya pegawai tata-usaha pada rumah sakit dan laboratorium-
laboratorium.

Kapan Rahasia Medis Dapat Dibuka


Rahasia medis dapat dibuka, ketika : Ijin / otorisasi pasien

Berdasarkan Undang-undang Praktik Kedokteran pasal 48 tentang Rahasia


Kedokteran,

- Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
- Rahasia kedokteran dapat di buka hanya untuk kepentingan kesehatan
pasien,memenuhi aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,
permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan
- Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan
Menteri.

Seorang dokter boleh membuka rahasia medis atau rahasia kedokteran tanpa perlu di
jatuhi hukuman, apabila dokter membuka rahasia tersebut berdasarkan ketentuan perundang-
undangan seperti berikut:

KUHP pasal 49
Tidak dipidana, barang siapa yang melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk
diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri

9
maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat
pada saat itu yang melawan hukum .

KUHP Pasal 50
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang
tidak di pidana.


KUHP Pasal 51
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang di
berikan oleh penguasa yang berwenang, tidak di pidana. 6,9,13

Sanksi Hukum Yang Berhubungan Dengan Rahasia Medis


Menurut pasal 322 KUHP yang berbunyi:
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang ia wajib menyimpannya
oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dulu, dihukum
dengan penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya
sembilan ribu rupiah
(2) Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seseorang yang tertentu, ia hanya dituntut atas
pengaduan orang tersebut
Berdasarkan ayat pertama, bukan hanya dokter melainkan juga seseorang yang
berprofesi selain dokter berlaku terhadap sanksi ini, serta sanksi ini akan tetap terus berlaku
meskipun seorang dokter tersebut telah tidak berpraktik, sudah pensiun, ataupun pindah
pekerjaan. Berdasarkan ayat kedua, apabila dokter membuka rahasia pasiennya, tidak akan
langsung dituntut oleh pengadilan, melainkan hanya sesudah ada pengaduan atau tuntutan
dari pasiennya. Menurut pasal 1365 KUHP Perdata yang berbunyi:
Barang siapa yang berbuat salah sehingga seorang lain menderita kerugian, berwajib
mengganti kerugian tersebut. Berdasarkan pasal tersebut, dapat dimengerti bahawa apabila
seorang dokter membuka rahasia medis pasiennya, dan pasien tersebut menderita kerugian
akibat hal itu, maka dokter tersebut wajib mengganti kerugian pasien tersebut.6,9,13

Hal-Hal yang dapat menggugurkan kewajiban dokter dalam menjaga rahasia


kedokteran

Pada dasarnya kewajiban menyimpan rahasia kedokteran sesungguhnya berlaku bagi


setiap dokter yang menjalankan tugas dan profesinya. Seorang dokter yang melanggar
kewajiban menyimpan rahasia kedokteran tanpa alasan-alasan yang dapat dibenarkan dapat
dituntut baik secara perdata maupun pidana dan tak ketinggalan pula akan mendapat sanksi
administrasi. Namun terhadap kewajibannya ini sifatnya tidak mutlak. Artinya dalam situasi-
situasi tertentu seorang dokter dapat memberitahukan atau membeberkan tentang rahasia
kedokteran yang diketahuinya. Menurut Herkutanto ada beberapa keadaan dimana dokter
dapat membuka rahasia kedokteran tersebut tanpa sanksi hukum. Keadaan tersebut dapat
dibagi dalam 2 golongan, yaitu :

10
1. Adanya kerelaan atau izin pasien
2. Pembukaan rahasia kedokteran atas dasar KUHP pasal 48, 50, dan 51.

Sementara itu, Eck mengemukakan 4 justifikasi untuk pengecualian pengungkapan


rahasia kedokteran yaitu :

1. Ijin dari pasien


2. Keadaan yang mendesak atau terpaksa
3. Peraturan perundang-undangan
4. Perintah jabatan yang sah

Pendapat lainnya dikemukakan oleh Fred Amelin yang mengatakan bahwa ada 6 hal
yang memungkinkan seorang dokter untuk membuka rahasia kedokteran, yaitu :

1. Diatur oleh undang-undang


2. Pasien membahayakan umum atau membahayakan orang lain.
3. Pasien dapat memperoleh hak khusus
4. Pasien secara sadar dan jelas memberikan izin.
5. Pasien menginginkan untuk ditemani seorang pendamping saat memasuki ruang
periksa dokter.11

Dari beberapa pendapat diatas dapat dapat disimpulkan hal-hal apa saja yang dapat
menggugurkan seorang dokter dalam menjaga kerahasiannya yaitu antara lain :

1. Adanya izin dari pasien

Dalam hal ini rahasia kedokteran adalah milik atau hak dari pasien, sehingga hanya
pasien lah yang satu-satunya dapat memutuskan apakah rahasia tentang kondisi medisnya
dapat diberitahukan kepada orang lain atau tidak. Izin dari pasien ini juga yang melegalkan
seorang dokter untuk mengungkapkan rahasia kedokteran serorang pasien tanpa ancaman
sanksi hukum. Izin ini dapat berupa izin yang tertulis ataupun lisan. Contoh kasus: Seorang
pasien yang tidak masuk kerja karena sakit lalu minta surat keterangan sakit untuk
dilaporkan pada tempatnya bekerja.

2. Adanya keadaan yang mendesak

Hal ini sesuai dengan pasal 48 KUHP Siapapun tak terpidana jika melakukan suatu
perbuatan karena terdorong oleh keadaan yang terpaksa. Terpaksa dalam hal ini bersifat
relatif yaitu dimana terjadi karena adanya tekanan atau kondisi darurat yang mana apabila
kondisi itu tidak ada maka keadaan terpaksa itu tidak ada. Contoh kasus: Seorang sopir
menderita epilepsi. Dokter terpaksa membuka rahasia penyakit itu pada sang majikan
sopir tersebut.

11
3. Adanya peraturan perundang-undangan

Pasal 50 KUHP mengatakan barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan


ketentuan undang-undang tidak dipidana. Dalam hal ini dapat dianggap bahwa secara
materil oleh undang-undang sudah dipertimbangkan bahwa terdapat kepentingan yang lebih
besar dan secara formil justifikasinya terletak pada adanya perundang-undangan. Contoh
kasus: Seorang dokter yang diminta membuat Visum et Repertum.

4. Adanya perintah jabatan

Sebagai pembenar lain seorang dokter dapat tidak menjaga rahasia kedokteran diatur
pada pasal 51 KUHP. Pasal ini mengatur seorang dokter yang mempunyai jabatan rangkap
seperti dokter militer atau dokter penguji kesehatan yang mana hasil medis dari pasien dapat
diberitahukan kepada institusi yang meminta tanpa perlu izin dari pasien terlebih dahulu.
Contoh kasus untuk menjelaskan kondisi ini adalah seorang dokter penguji kesehatan
yang diharuskan melaporkan hasil kesehatan pasien yang diperiksanya kepada institusi
yang meminta dan hal ini tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada pasien t ersebut.

5. Demi kepentingan umum

Alasan ini muncul karena dalam praktek keseharian manusia dalam hal ini seorang
pasien merupakan public figure atau tokoh masyarakat yang dianggap penting bagi
masyarakat.6,9,10

Pembahasan skenario : Apakah rahasia kedokteran pada skenario ini boleh dibuka?

Alexandra Indriyanti menyebutkan beberapa hal yang merupakan pengecualian


wajib simpan rahasia kedokteran, yaitu: Syarat keterbatasan para pihak yang relevan saja,
misalnya kepada suami atau istri, mantan suami atau istri, pengadilan, pihak yang
mungkin akan tertular atau terpapar penyakit tersebut; dan keterbatasan informasi, yakni
hanya dibuka sejauh yang diperlukan; serta keterbatasan persyaratan, yakni informasi
hanya dibuka apabila memang secara medis, informasi tersebut layak dibuka. Seorang
dokter mempunyai pasien (asisten rumah tangga) penderita TB Paru, dan majikannya
ingin mengetahui asisten rumah tangganya sakit apa. Jelas sekali bahwa dalam kasus ini
dokter berada pada posisi yang sulit dan dilematis. Penyakit Tb Paru berbahaya dan dapat
menular. TBC menyerang lebih dari 75% penduduk usia produktif, 20-30% pendapatan
keluarga hilang pertahun akibat TBC. Selain itu, penderita aktif TBC akan menularkan
kepada 10-15 orang disekitarnya pertahun dan tanpa pengobatan yang efektif, 50-60%
penderita akan meninggal dunia. 14
Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosis TB Paru diharuskan didahului dengan penjelasan
yang benar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan. Sebelum dan sesudahnya harus
diberikan konseling yang memadai dan hasil pemeriksaan wajib untuk dirahasiakan.
Menyikapi kasus skenario, terlebih dahulu kita meminta ijin kepada pasien apakah
bersedia untuk memberitahu penyakit tersebut kepada majiakannya. Tetapi jika pasien
tidak berkenan, kita harus hormati keputusan pasien tersebut, maka pilihan mana yang

12
harus diambil. Apakah kita harus mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM) dari si
penderita TB Paru tersebut yaitu dengan mengorbankan kesehatan masyarakat yang
seharusnya juga dilindungi, dan bagaimana dengan keluarga majikan yang tinggal
dirumah tempat asisten rumah tangga tersebut bekerja, istri atau suami dan anak-anak
penderita jika mereka tertular. Dalam hal ini memang terdapat benturan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat. Tentunya yang harus
dijadikan pertimbangan adalah kepentingan mana yang lebih utama. Selain itu juga harus
dipahami bahwa HAM tidaklah bersifat absolut karena dalam kehidupan bermasyarakat
hak asasi seseorang juga merupakan hak asasi orang lain di dalam masyarakat tersebut.
Jalan terbaik adalah dokter secara persuasif berupaya agar pasien bersedia untuk dibuka
rahasia tentang penyakitnya dengan memberikan penjelasan bahwa hal tersebut demi
kepentingan umum sehingga pasien tersebut harus mengalah. Jika pasien tersebut tetap
bertahan bahwa rahasia akan penyakitnya tidak boleh disebarluaskan, maka hal itu bisa
berdampak meningkatnya jumlah penderita TB Paru.

Kesimpulan
Dalam hal memberikan informasi kepada keluarga pasien/orang lain tentang penyakit
yang diderita oleh pasien, pihak dokter harus meminta persetujuan pasien terlebih dahulu
karena wajib hukumnya seorang untuk menjaga kerahasiaan penyakit yang diderita pasien
tersebut. Dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang dokter, dokter pun harus menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan kewajibannya sebagai seorang dokter, dan jika ia
melanggarnya ia pun harus siap di berikan sanksi pidana yang berlaku. Kewajiban dokter
untuk menyimpan rahasia kedokteran dapat gugur dan dokter tidak dikenai sanksi hukum bila
ada ijin dari pasien, dokter dalam keadaan terpaksa, dokter menjalankan peraturan
perundang-undangan, dokter melakukan perintah jabatan, demi kepentingan umum. Seorang
dokter juga mendapatkan perlindungan hukum.

13
Daftar Pustaka
1. Sugiswati B, Purwandi A, Krisharyanto E, dkk. Kajian masalah hukum dan
pembangunan perspektif. Surabaya : Pusat pengkajian hukum dan pembangunan
(PPHP); 2013.28(3):h.136-7
2. Pandi MV.Sanksi pidana atas pelanggaran rahasia kedokteran oleh dokter. Jakarta :
Lex et Societatis;2013.1(2):h.135
3. Bertens. Etika bio medis. Yogyakarta : Kanisius;2011:h.67
4. Suharjo B. Cahyono. Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik
kedokteran. Yogyakarta : Kanisius; 2008:h.302
5. Budi S, Zulhasmar S, Tjeptjep DS. Bioetika dan hukum kedokteran. Edisi ke-II
Jakarta: Pustaka. 2007
6. Hanafiah, J., Amri amir. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan (4th ed). Jakarta:
EGC. 2009.
7. Majelis kehormatan etik kedokteran Indonesia. Hak dan kewajiban dokter-pasien. Edisi
2004. Diunduh dari https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU29-2004PraktikKedokteran.pdf
UUD RI NO.29 ,23 September 2017
8. Majelis kehormatan etik kedokteran indonesia. Kode etik kedokteran Indonesia dan
pedoman pelaksanaan kode etik kedokteran Indonesia. Edisi 2006. Diunduh dari
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sehat/Kode-Etik-Kedokteran.pdf ,23 September 2017
9. Veronica komalawati. Hukum dan etika dalam praktek dokter. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan. 2003
10. Amelyn, F.Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Jakarta : Grafika Tama Jaya. 2004
11. Guswandi, J. Trilogi Rahasia Kedokteran. Jakarta : FKUI. 2005
12. Ko tjay sing. Rahasia pekerjaan Dokter dan advokat. Jakarta : Gramedia. 2003.
13. Husein Kerbal. Segi-segi Etis dan Yuridis Informed Consent. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan. 2001
14. Labam YY. TBC : penyakit dan cara pencegahannya. Yogyakarta: Kanisius; 2008

14

Anda mungkin juga menyukai