Abstrak
Hubungan antara dokter dan pasien dilandasi rasa kepercayaan sehingga pasien
bersedia menceritakan segala hal tentang penyakitnya. Informasi yang diketahui oleh dokter
pada saat melakukan pemeriksaan maupun segala sesuatu yang diceritakan oleh pasien
tersebut dikenal sebagai rahasia kedokteran dan wajib disimpan.
Abstract
The relationship between a doctor and patient based on a sense of trust so that the
patient is willing to tell everything which is related to illness. All information that known by
the doctor at the time of examination as well as those information that described by the
patient are known as medical secrets. They must be kept as secret.
Pendahuluan
Dokter merupakan pihak yang telah mempunyai keahlian di bidang kedokteran,
sedangkan pasien adalah orang sakit yang membutuhkan bantuan dokter untuk
menyembuhkan penyakit yang dideritanya.1
Pasien dapat menggugat tanggung jawab hukum kedokteran (medical liability), dalam hal
dokter berbuat kesalahan/kelalaian. Sebagian dokter tahu dan sebagian tidak tahu, bahwa
memberikan informasi kepada keluarga pasien tanpa persetujuan pasien adalah perbuatan
melanggar hukum, yaitu telah membuka rahasia kedokteran kepada orang yang tidak berhak
mengetahuinya. Keterangan yang didapat oleh para professional dalam melakukan profesi,
dikenal dengan nama Rahasia Jabatan. Apabila seorang dokter dimana ia sebagai orang yang
memiliki keahlian khusus dalam bidang kedokteran, diminta yang berwenang untuk
memberikan keterangan mengenai sesuatu hal yang menyangkut
rahasia/jabatan/pekerjaannya sebagai dokter, dokter biasanya mengalami pertentangan jiwa.
1
Sebab ia disatu pihak oleh undang-undang diwajibkan memberikan keterangan yang benar
apabila diminta yang berwenang, sedangkan dipihak sebagai dokter ia juga mempunyai
kewajiban moral untuk merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sewaktu menjalankan
jabatan/pekerjaannya.2
Pembahasan
Hubungan Dokter-Pasien
Pada prinsipnya dalam hubungan antara dokter dan pasien ada dua hal penting yang
harus diperhatikan yaitu bagaimana dokter menempatkan otonomi pasien sebagai individu
khususnya dalam pengambilan keputusan medis dan bagaimana dokter membangun
keharmonisan tersebut melalui komunikasi yang efektif. Selama ini dokter menempatkan
dirinya dalam keputusan medis sebagai guardian dan yang paling serba tahu, sehingga
otonomi pasien kurang mendapat tempat. Pola hubungan dokter dan pasien seperti ini dapat
diibaratkan sebagai hubungan antara ayah dan anak atau hubungan yang bersifat paternalistik.
Sifat paternalistik ini menimbulkan ketidakseimbangan hubungan dan interaksi antara pasien
dan dokter serta ditopang dengan penuh ketidakpastian. Paternalistik, pada dasarnya didasari
oleh prinsip etik dalam dunia medis yaitu beneficence (berbuat baik pada pasien), yang dalam
konteks etika kedokteran yang dimaksud berbuat baik adalah sebagai kewajiban. Premis
dasarnya adalah bahwa dokter merupakan orang yang baik hati yang mempunyai
pengetahuan dan ketrampilan yang mumpuni dan mempunyai niat baik untuk menolong
pasien. Otonomi pasien di bawah bayang-bayang seorang dokter dan keputusan pasien
diserahkan sepenuhnya ke tangan dokter.3
2
berbuat baik ini dokter dituntut untuk rela berkorban walaupun dia sendiri mengalami
kesulitan; Keadilan, yaitu memberikan perlakuan yang sama kepada setiap orang pada situasi
yang sama tanpa memandang jasa, kekayaan, status sosial dan kemampuan membayar dari
pasiennya; Otonomi, yaitu hak atas perlindungan privacy pasiennya. Dokter sebagai
seseorang yang profesional di bidangnya berkewajiban menyarankan kepada pasien untuk
memilih tindakan medis yang akan dilakukan kepada dirinya, karena keputusan mengenai
tindakan medis yang akan dilakukan terhadap diri pasien adalah hak pasien untuk
menentukan dirinya sendiri. Dalam hal ini dikatakan bahwa dokter memiliki kebebasan
profesional, sedangkan pasien memiliki kebebasan terapeutik. Transaksi terapeutik
merupakan perjanjian antara dokter dengan pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan
hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Jadi menurut hukum, obyek perjanjian dalam
transaksi terapeutik bukan kesembuhan pasien, melainkan mencari upaya yang tepat untuk
kesembuhan pasien.2
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama
hak otonomi pasien. Setiap pembuatan keputasan moral membutuhkan informasi
yang rasional dan keputusan sendiri. Pada prinsip autonomi ini, tidak ada yang
dapat mengatur keputusan hak pribadi pasien. Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan doktrin informed consent.
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan keadilan dalam bersikap
maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice). Secar fakta,
yang digunakan dalam komunitas dalam menegakkan keadilan distributive ialah
dengan beberapa variabel :
3
- Setiap orang menurut kontribusinya
Sedangkan rules derivatnya adalah veracity ( berbicara benar, jujur dan terbuka),
privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) dan
fidelity (loyality dan promise keeping).
Seperti yang telah diketahui,bahwa dalam transaksi terapeutik terdapat hak dan
kewajiban kepada masing-masing pihak secara timbal balik. Adapun salah satu kewajiban
dokter adalah berkewajiban menyimpan rahasia kedokteran yang dimiliki pasiennya. Di
bidang Etik Kedokteran, sepanjang dapat ditelusuri masalah rahasia kedoteran mulai diatur
dalam Sumpah Hipocrates pada abad 469-399 SM yang berbunyi,Apa yang saya melihat
atau mendengar sewaktu menjalankan praktek atau tidak, tentang kehidupan seseorang yang
seharusnya tidak diungkapkan, akan saya perlakukan sebagai rahasia.5
1. Declaration of Geneva
Declaration of Geneva ini adalah versi Sumpah Hipocrates yang di modernisasi yang
diintroduksikan oleh World Medical Association. Khusus yang mengenai rahasia
kedokteran berbunyi: I will respect the secrets which are confided in me, even after
the patient has died.
2. International Code of Medical Ethics
Pada tahun 1968 di Sydney diadakan perubahan pada declaration of Geneva yang
kemudian menjadi pedoman dasar untuk terbitnya International Code of Medical
Ethics ini. Khusus yang mengenai rahasia kedokteran berbunyi:A doctor shall
preserve absolutte secrecy on all he knows about his patients becouse the confidence
entrusted in him
3. Declaration of Lisbon 1981
Deklarasi ini menetapkan pula bahwa pasien berhak untuk meminta kepada dokternya
agar mengindahkan sifat rahasia dari segala data medik dan data pribadinya.
4. Peraturan pemerintah Nomor 26 Tahun 1966 yang memuat Lafal Sumpah Dokteran
Indonesia. Dalam Sumpah ini khusunya di dalam Penjelasan Pasal 1 Kode Etik
Kedokeran berbunyi:Saya akan merahasiakan segala sesuatau yang saya ketahui
karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter
5. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Pasal 12 tercantum kalimat sebagai berikut:
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.
Sumpah dalam hubungan dengan rahasia kedokteran ini jika ditinjau secara
yuridis tidak mempunyai arti. Sumpah hanyalah merupakan suatu ikrar, suatu
pernyataan kehendak secara sepihak yang pelaksaannya tergantung kepada hati
nurani si pelaku itu sendiri. Oleh karena itu suatu sumpah tidak dapat dipergunakan
sebagai dasar hukum untuk penuntutan. Demikian pula Kode Etik Kedokteran
Indonesia (KODEKI) yang termasuk bidang etik yang sifatnya self imposed
4
regulations. Suatu kode etik ini bersifat intern dimana sanksi hanya dapat dijatuhkan
dalam kaitan organisasi dan oleh organisasi itu sendiri. Suatu KODEKI juga tidak
mempunyai nilai yuridis, sehingga tidak mempunyai akibat hukum dan adapun dasar
yuridis untuk menuntut yang menyangkut rahasia kedokteran, akan dijelaskan
dibagian selanjutnya.6
Undang-undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 50 dan 51, Hak
dan Kewajiban Dokter.
Pasal 50 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :7
Pasal 51 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban : 7
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 52 dan 53, Hak dan
Kewajiban Pasien
Pasal 52 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak: 7
5
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.
Kode Etik Kedokteran, yang selanjutnya disebut Kodeki adalah etika profesi
kedokteran yang diterbitkan oleh Ikatan Dokter Indonesia yang wajib ditaati dan
dilaksanakan oleh Dokter dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.8
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada
dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Penjelasan : Dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut adalah dokter yang
mempunyai kompetensi keahlian di bidang tertentu menurut dokter yang waktu itu sedang
menangani pasien.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah
lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Penjelasan : Kewajiban ini sering disebut sebagai kewajiban memegang teguh rahasia jabatan
yang mempunyai aspek hukum dan tidak bersifat mutlak.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya
6
Penjelasan : kewajiban ini tidak dilaksanakan apabila dokter tersebut terancam jiwanya.
7
Kewajiban Dokter untuk Menyimpan Rahasia Kedokteran
Kewajiban para dokter untuk merahasiakan hal-hal yang diketahui karena jabatannya
atau pekerjaannya adalah berpijak pada norma-norma kesusilaan, yang pada hakekatnya
merupakan suatu kewajiban moral, dan norma hukum.
Norma-norma kesusilaan dan norma hukum tadi dicantumkan dalam berbagai peraturan dan
undang-undang yang merupakan pedoman seorang dokter dalam menjalankan tugas dan
profesinya.10,12
Dokter harus sadar bahwa masyarakat kita sekarang ini sudah kritis dan dapat merespon
terhadap segala sesuatu yang dirasa tidak sesuai dan merugikan mereka. Sering timbul
masalah yang menyangkut hubungan dokter - pasien --> pembocoran rahasia. Harus disadari
bahwa tanggung jawab dari profesi kedokteran ini sangatlah besar dan harus sesuai dengan
hukum yang berlaku termasuk kode etik kedokteran dan kondisi masyarakat.12
Rahasia pekerjaan
Segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yang
diucapkan pada waktu menerima gelar seorang dokter.
Rahasia jabatan
Segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yg
diucapkan pada waktu diangkat sebagai pegawai negeri.
8
Peraturan yang mengatur tentang wajib simpan rahasia kedokteran :
1. PP No. 26 tahun 1960 tentang lafal sumpah dokter
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya
ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter.
2. Pasal 12 dalam KODEKI
Seorang dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien
karena kepercayaan yang diberikan kepadanya, bahkan juga setelah pasien meninggal
dunia .
Yang Berkewajiban Simpan Rahasia Medis
Berdasarkan penjelasan pada pasal 2 PP no. 10 tahun 1966 yang wajib menyimpan
rahasia medis yaitu :
Berdasarkan pasal ini orang (selain daripada tenaga kesehatan) yang dalam
pekerjaanya berurusan dengan orang sakit atau mengetahui keadaan si sakit, (baik)
yang tidak maupun yang belum mengucapkan sumpah jabatan, berkewajiban
menjunjung tinggi rahasia mengenai keadaan si sakit. Dengan demikian para
mahasiswa kedokteran, kedokteran gigi, ahli farmasi, ahli laboratorium, ahli sinar,
bidan, para pegawai, murid para medis dan sebagainya termasuk dalam golongan
yang diwajibkan menyimpan rahasia. Menteri Kesehatan dapat menetapkan, baik
secara umum, maupun secara insedentil, orang-orang lain yang wajib menyimpan
rahasia kedokteran, misalnya pegawai tata-usaha pada rumah sakit dan laboratorium-
laboratorium.
- Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
- Rahasia kedokteran dapat di buka hanya untuk kepentingan kesehatan
pasien,memenuhi aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,
permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan
- Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan
Menteri.
Seorang dokter boleh membuka rahasia medis atau rahasia kedokteran tanpa perlu di
jatuhi hukuman, apabila dokter membuka rahasia tersebut berdasarkan ketentuan perundang-
undangan seperti berikut:
KUHP pasal 49
Tidak dipidana, barang siapa yang melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk
diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri
9
maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat
pada saat itu yang melawan hukum .
KUHP Pasal 50
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang
tidak di pidana.
KUHP Pasal 51
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang di
berikan oleh penguasa yang berwenang, tidak di pidana. 6,9,13
10
1. Adanya kerelaan atau izin pasien
2. Pembukaan rahasia kedokteran atas dasar KUHP pasal 48, 50, dan 51.
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Fred Amelin yang mengatakan bahwa ada 6 hal
yang memungkinkan seorang dokter untuk membuka rahasia kedokteran, yaitu :
Dari beberapa pendapat diatas dapat dapat disimpulkan hal-hal apa saja yang dapat
menggugurkan seorang dokter dalam menjaga kerahasiannya yaitu antara lain :
Dalam hal ini rahasia kedokteran adalah milik atau hak dari pasien, sehingga hanya
pasien lah yang satu-satunya dapat memutuskan apakah rahasia tentang kondisi medisnya
dapat diberitahukan kepada orang lain atau tidak. Izin dari pasien ini juga yang melegalkan
seorang dokter untuk mengungkapkan rahasia kedokteran serorang pasien tanpa ancaman
sanksi hukum. Izin ini dapat berupa izin yang tertulis ataupun lisan. Contoh kasus: Seorang
pasien yang tidak masuk kerja karena sakit lalu minta surat keterangan sakit untuk
dilaporkan pada tempatnya bekerja.
Hal ini sesuai dengan pasal 48 KUHP Siapapun tak terpidana jika melakukan suatu
perbuatan karena terdorong oleh keadaan yang terpaksa. Terpaksa dalam hal ini bersifat
relatif yaitu dimana terjadi karena adanya tekanan atau kondisi darurat yang mana apabila
kondisi itu tidak ada maka keadaan terpaksa itu tidak ada. Contoh kasus: Seorang sopir
menderita epilepsi. Dokter terpaksa membuka rahasia penyakit itu pada sang majikan
sopir tersebut.
11
3. Adanya peraturan perundang-undangan
Sebagai pembenar lain seorang dokter dapat tidak menjaga rahasia kedokteran diatur
pada pasal 51 KUHP. Pasal ini mengatur seorang dokter yang mempunyai jabatan rangkap
seperti dokter militer atau dokter penguji kesehatan yang mana hasil medis dari pasien dapat
diberitahukan kepada institusi yang meminta tanpa perlu izin dari pasien terlebih dahulu.
Contoh kasus untuk menjelaskan kondisi ini adalah seorang dokter penguji kesehatan
yang diharuskan melaporkan hasil kesehatan pasien yang diperiksanya kepada institusi
yang meminta dan hal ini tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada pasien t ersebut.
Alasan ini muncul karena dalam praktek keseharian manusia dalam hal ini seorang
pasien merupakan public figure atau tokoh masyarakat yang dianggap penting bagi
masyarakat.6,9,10
Pembahasan skenario : Apakah rahasia kedokteran pada skenario ini boleh dibuka?
12
harus diambil. Apakah kita harus mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM) dari si
penderita TB Paru tersebut yaitu dengan mengorbankan kesehatan masyarakat yang
seharusnya juga dilindungi, dan bagaimana dengan keluarga majikan yang tinggal
dirumah tempat asisten rumah tangga tersebut bekerja, istri atau suami dan anak-anak
penderita jika mereka tertular. Dalam hal ini memang terdapat benturan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat. Tentunya yang harus
dijadikan pertimbangan adalah kepentingan mana yang lebih utama. Selain itu juga harus
dipahami bahwa HAM tidaklah bersifat absolut karena dalam kehidupan bermasyarakat
hak asasi seseorang juga merupakan hak asasi orang lain di dalam masyarakat tersebut.
Jalan terbaik adalah dokter secara persuasif berupaya agar pasien bersedia untuk dibuka
rahasia tentang penyakitnya dengan memberikan penjelasan bahwa hal tersebut demi
kepentingan umum sehingga pasien tersebut harus mengalah. Jika pasien tersebut tetap
bertahan bahwa rahasia akan penyakitnya tidak boleh disebarluaskan, maka hal itu bisa
berdampak meningkatnya jumlah penderita TB Paru.
Kesimpulan
Dalam hal memberikan informasi kepada keluarga pasien/orang lain tentang penyakit
yang diderita oleh pasien, pihak dokter harus meminta persetujuan pasien terlebih dahulu
karena wajib hukumnya seorang untuk menjaga kerahasiaan penyakit yang diderita pasien
tersebut. Dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang dokter, dokter pun harus menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan kewajibannya sebagai seorang dokter, dan jika ia
melanggarnya ia pun harus siap di berikan sanksi pidana yang berlaku. Kewajiban dokter
untuk menyimpan rahasia kedokteran dapat gugur dan dokter tidak dikenai sanksi hukum bila
ada ijin dari pasien, dokter dalam keadaan terpaksa, dokter menjalankan peraturan
perundang-undangan, dokter melakukan perintah jabatan, demi kepentingan umum. Seorang
dokter juga mendapatkan perlindungan hukum.
13
Daftar Pustaka
1. Sugiswati B, Purwandi A, Krisharyanto E, dkk. Kajian masalah hukum dan
pembangunan perspektif. Surabaya : Pusat pengkajian hukum dan pembangunan
(PPHP); 2013.28(3):h.136-7
2. Pandi MV.Sanksi pidana atas pelanggaran rahasia kedokteran oleh dokter. Jakarta :
Lex et Societatis;2013.1(2):h.135
3. Bertens. Etika bio medis. Yogyakarta : Kanisius;2011:h.67
4. Suharjo B. Cahyono. Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik
kedokteran. Yogyakarta : Kanisius; 2008:h.302
5. Budi S, Zulhasmar S, Tjeptjep DS. Bioetika dan hukum kedokteran. Edisi ke-II
Jakarta: Pustaka. 2007
6. Hanafiah, J., Amri amir. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan (4th ed). Jakarta:
EGC. 2009.
7. Majelis kehormatan etik kedokteran Indonesia. Hak dan kewajiban dokter-pasien. Edisi
2004. Diunduh dari https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU29-2004PraktikKedokteran.pdf
UUD RI NO.29 ,23 September 2017
8. Majelis kehormatan etik kedokteran indonesia. Kode etik kedokteran Indonesia dan
pedoman pelaksanaan kode etik kedokteran Indonesia. Edisi 2006. Diunduh dari
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sehat/Kode-Etik-Kedokteran.pdf ,23 September 2017
9. Veronica komalawati. Hukum dan etika dalam praktek dokter. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan. 2003
10. Amelyn, F.Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Jakarta : Grafika Tama Jaya. 2004
11. Guswandi, J. Trilogi Rahasia Kedokteran. Jakarta : FKUI. 2005
12. Ko tjay sing. Rahasia pekerjaan Dokter dan advokat. Jakarta : Gramedia. 2003.
13. Husein Kerbal. Segi-segi Etis dan Yuridis Informed Consent. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan. 2001
14. Labam YY. TBC : penyakit dan cara pencegahannya. Yogyakarta: Kanisius; 2008
14