Anda di halaman 1dari 4

Nama : Yuliana Cahya M.

Kelas : 12 IPA 2

CONTROVERSIAL EDITORIAL

1. Kebijakan Diskriminatif Trump Sudah Keterlaluan

VIVA.co.id Presiden Amerika Serikat Donald Trump langsung membuktikan janjinya saat
kampanye. Melalui perintah eksekutif, ia membuktikan ucapan yang pernah ia sampaikan
sejak masa kampanyenya. Namun, sejumlah kebijakan baru yang dikeluarkan Trump sejak
beberapa hari jadi presiden tidak saja mengagetkan, juga membuat susah banyak orang.
Tak heran bila Trump akhirnya mulai mendapat perlawanan dari rakyat sendiri melalui aksi-
aksi demonstrasi sejak pekan lalu.

Trump tak main-main dengan ucapannya saat kampanye. Baru delapan hari resmi menjabat
sebagai Presiden AS, ia langsung mengeluarkan perintah eksekutif yang menggemparkan.
Mulai dari memecat diplomat pilihan Obama, membekukan Obamacare, memastikan akan
membangun tembok perbatasan dengan Meksiko, dan yang paling kontroversial adalah
melarang imigran dan pengungsi dari tujuh negara Muslim memasuki Amerika.

Melalui Executive Order for Border Security and Immigration Enforcement


Improvement, Trump memastikan pengetatan terhadap pengungsi dan imigran. Salah satu
isi pokok perintah eksekutif tersebut adalah pengetatan rejim keimigrasian melalui langkah
penangkapan dan penderportasian imigran gelap di Amerika Serikat, yang salah satunya
adalah melarang pengungsi dari tujuh negara mayoritas Muslim untuk memasuki Amerika
Serikat.

Perintah eksekutif tersebut ditandatangani oleh Trump pada Sabtu, 28 Januari 2017 di
Pentagon, usai upacara pengambilan sumpah Jenderal James Mattis atau Mad Dog, sebagai
Menteri Pertahanan.

"Saya memastikan langkah-langkah pemeriksaan baru untuk memastikan teroris Islam


radikal dibersihkan dari Amerika Serikat. Kami hanya memberikan izin masuk ke Amerika
pada mereka yang siap mendukung negara ini dan mencintai warga negara ini," ujar Trump
saat menyampaikan pidato dalam upacara pelantikan tersebut seperti dikutip dari BBC, 28
Januari 2017.

Keputusan tersebut ditetapkan sebagai Program Penerimaan Pengungsi AS selama 120 hari.
Beberapa hal yang disepakati adalah melarang pengungsi dari Suriah hingga ada perubahan
signifikan, serta selama 90 hari menghentikan kedatangan pengungsi dari Irak, Suriah, dan
beberapa area "yang menjadi perhatian," seperti Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman.
Pelarangan diberlakukan hingga ada pengumuman lebih lanjut. Trump berdalih, pelarangan
itu dilakukan untuk melindungi warga AS dari serangan Islam radikal.

Hanya hitungan jam setelah Trump menandatangani perintah eksekutif itu, kegaduhan
terjadi. Sejumlah imigran yang sudah terlanjur berada di beberapa bandara di AS langsung
merasakan dampaknya. Diberitakan oleh Independent, Sabtu, 28 Januari 2017, sejumlah
orang ditahan di bandara JFK, New York. Bandara internasional lain di beberapa negara AS
juga melakukan hal yang sama.

Mereka yang berasal dari tujuh negara itu tertahan, dan dilarang memasuki AS. Bahkan,
ratusan orang yang sudah berada di bandara di deportasi. Para pemegang green card yang
berasal dari tujuh negara itu dan kebetulan sedang keluar dari AS juga terkena imbas
aturan baru Trump. Mereka tak bisa kembali ke AS.

Warga AS yang tak sepakat dengan aturan Trump turun ke jalan. Mereka melakukan
demonstrasi dan menentang pelarangan seperti yang disampaikan Presiden AS melalui
perintah eksekutifnya. Di kota New York, Washington, dan Boston, dua gelombang unjuk
rasa terjadi secara spontan dan melumpuhkan bandara pada Minggu, 30 Januari 2017.

Salah satu aksi protes yang paling besar terjadi di Battery Park di Lower Manhattan, tepat
dibawah sinar patung Liberty di pelabuhan New York, yang selama ini menjadi simbol
kedatangan di dataran AS.

Senator dari Partai Demokrat, Charles Schumer, menilai apa yang dilakukan oleh Trump itu
bukanlah ciri Amerika dan berlari jauh dari nilai dasar negara tersebut. "Apa yang kita
bicarakan saat ini adalah tentang hidup dan mati dari banyak orang," ujarnya seperti dikutip
dari Reuters, 30 Januari 2017. "Saya tak akan beristirahat hingga perintah mengerikan ini
dicabut kembali," ujarnya menegaskan.

Tak hanya warga dan anggota Senat yang menolak aturan tersebut. Bos Starbucks Corp,
Howard Schultz, dengan caranya menolak kebijakan Trump. Ia mengatakan perusahaannya
berencana mempekerjakan 10 ribu pengungsi selama lima tahun ke depan di 75 negara.
Diberitakan oleh Reuters, 30 Januari 2017, Schultz dalam surat resminya mengatakan
kepada karyawan bahwa perusahaan akan membantu para pekerjanya yang terkena
dampak dari kebijakan Trump soal imigrasi tersebut.

Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau bahkan secara terbuka mengatakan Kanada
membuka pintu selebar-lebarnya bagi pengungsi dan imigran yang ditolak AS. Tapi, akibat
ucapannya itu Kanada harus membayarnya dengan harga mahal, yaitu terjadinya
penembakan brutal di sebuah masjid di kota Quebec, Minggu malam, 30 Januari 2017. Enam
orang tewas, dan delapan lainnya luka-luka akibat penembakan yang dilakukan oleh tiga
pria bersenjata. Bergeming, Trudeau malah mengatakan penembakan tersebut adalah teror
pada kelompok Muslim.
Walikota New York Bill de Blassio juga mengecam tindakan Trump. Diberitakan
oleh Independent, 29 Januari 2017, de Blassio mengatakan keputusan Trump seperti
mengirim "pesan yang mengerikan" pada seluruh dunia. Ia menolak perintah Trump.

Pelarangan yang diberlakukan Trump baru memasuki hari kedua dari rencana empat bulan
yang ia tetapkan. Namun penolakan publik terus menguat. Trump acuh, ia tetap merasa tak
ada yang salah dengan keputusannya. Ia bersikukuh kebijakannya bukanlah kebijakan
intoleran. Dikutip dari Reuters, 30 Januari 2017, ia bersikukuh keputusannya adalah demi
rakyat Amerika. "

Agar jelas, ini bukan soal pelarangan Muslim, seperti yang salah diberitakan oleh media,"
ujar Trump. "Ini bukan tentang agama, ini tentang teror, dan membuat negara kita tetap
aman," ujarnya menegaskan.

2. Perlukah Sertifikasi Ulama?

VIVA.co.id Wacana sertifikasi bagi ulama dan mubalig terus bergulir. Pro dan kontra pun
hadir, baik di kalangan ulama maupun di masyarakat. Gagasan standardisasi ulama itu juga
tengah diperbincangkan di Kementerian Agama.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Makassar dan Ikatan Masjid Musala Indonesia Mutthahidah
(IMMIM) menyatakan mendukung wacana tersebut. Sementara organisasi masyarakat FPI
cabang Sulawesi Selatan menolak wacana itu.

Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) IMMIM, Prof Ahmad M Sewang menyatakan
mendukung wacana tersebut. Asalkan, wacana tersebut memang karena niatan yang baik
dan tidak ada unsur politiknya.

"Jadi begini sertifikasi (ulama) itu mungkin saja bertujuan baik, karena itu bertujuan baik
maka kita harus dukung, asal jangan bertujuan politik, itu saja," kata Guru Besar
Antropologi Agama, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar itu saat
dihubungi VIVA.co.id, Kamis, 2 Februari 2017.

Ia berharap, dengan adanya sertifikasi ulama dan mubalig, kualifikasinya akan semakin jelas.
Begitupun dengan pembawaan khotbah Jumat yang muatan materinya jelas dan relevan.

"Karena ini memang sementara yang menjadi problema bagi para jemaah masjid dan
pengurus masjid. Mereka mempertanyakan kenapa mubalig itu yang dikirim kemari, yang
materinya tidak relevan, cara membawakannya, pelafalan Alquran dan hadis tidak fasih dan
seterusnya," kata Prof Ahmad.
Terpisah, Ketua MUI Makassar, AGH Baharuddin juga menyatakan dukungannya terhadap
wacana tersebut. Ia beranggapan, standarisasi bagi ulama dan mubalig menjadi pertanda
baik bagi masyarakat serta penceramah itu sendiri.

"Selain dapat mencerahkan umat dengan dakwahnya, gagasan ini juga bisa membuat
masyarakat lebih dekat dengan penceramahnya. Sudah saatnya ada sertifikasi. Khususnya
bagi khatib, agar tidak lagi menjadikan ceramah Jumat sebagai ajang belajar saja," kata AGH
Baharuddin.

Menurutnya, memang masih banyak khatib yang belum layak, tapi karena sebagai ajang
pembelajaran dan pemberian pengalaman, mubalig tersebut sudah dipersilakan
berkhotbah. Padahal, menurutnya, ceramah Jumat itu tidak boleh dilakukan asal-asalan.
Apalagi jika membawakan isu-isu politik bahkan provokatif yang sampai-sampai
menyudutkan kelompok atau kepercayaan tertentu di dalam masjid.

Anda mungkin juga menyukai