Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................. i


Ringkasan........ 3
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 4
1.2 Tujuan Progam................................................................................................. 6
1.2.1 Tujuan Umum... 6
1.2.2 Tujuan Khusus.. 6
1.3 Keutamaan Progam ......................................................................................... 6
1.4 Temuan yang Diharapkan ................................................................................ 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 7
2.1 Peran Serta Masyarakat ................................................................................... 7
2.1.1 Definisi Peran Serta Masyarakat ............................................................. 7
2.2 Bentuk Perilaku Terapi .................................................................................... 7
2.3 Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavior Therapy / CBT)........................ 8
2.3.1 PengertianDasar CBT............................................................................... 8
2.3.2 Indikasi CBT ............................................................................................ 8
2.3.3 Prosedur CBT ........................................................................................... 8
2.4 Instrumen PANSS. 9
2.4.1 Skor PANSS. 9
2.4.2 Total Skor PANS.. 9
2.5 Peta Kegiatan........ 9
2.6 Hasil Yang Diharapkan... 9
2.7 Studi Pendahuluan 10
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................................. 10
3.1 Rancangan Progam .......................................................................................... 10
3.2 Metode Dan Alat Pengumpulan Data............................................................... 10
3.2.1 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 10
3.3 Waktu Dan Lokasi ........................................................................................... 11
3.4 Prosedur Pelaksanaan Progam......................................................................... 11
3.4.1 Tahap Persiapan........ 11
3.4.2 Tahap Pelaksanaan....... 11
3.4.3 Tahap Pelaporan....... 15
BAB 4 BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN 15
DAFTAR PUSTAKA.. 16

RINGKASAN
Program pemberdayaan masyarakat mempunyai singkatan slogan PROGRAM
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT GUYUB RUKUN PEDULI SEHAT SAYANG JIWA
PROPAM GURU LIHAT SAWA. program ini melibatakan semua unsur yang ada di
masyarakat mulai petugas kesehatan, perangkat desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, kader
kesehatan jiwa, organisasi remajayanag ada di desa tersebut.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan peran serta aktif masyarakat untuk peduli
dan berbagi dengan Orang Dengan Gangguan Jiwa. Meningkatakan kepedulian keluarga, kader
kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama serta organisasi remaja dalam peningkatan kesehatan
jiwa di masyarakat. Menciptakan suatu bentuk inovasi tehnologi dan pedoman tentang
perawatan ODGJ terkini yang berbasis masyarakat. Menciptakan suasana lingkungan
masyarakat yang peduli serta mampu berbagi kasih sayang dengan ODGJ.Mencipatakan ODGJ
yang mandiri dan bermakna bagi masyarakat serta meningkatkan kualiatas hidup ODGJ baik
secara duniawi maupun ukhrowi.
Target yang ingin dicapai pada program ini adalah terciptanya suasana masyarakat yang
mampu berbagi dan peduli kepada ODGJ. Semua unsur tatanan masyarakat memahami tanda
gangguan jiwa serta perawatan dasar pada ODGJ. Disamping itu juga target lain adalah
terciptanya metode yang efektif dan efisisen dalam perawatan ODGJ, serta terciptanya aplikasi
teknologi yang mudah digunakan dalam terapi serta perawatan pasien jiwa.
Rencana kegiatan yang akan dilakukan meliputi konsolidasi dan sosialisasi program
kesehatan jiwa, pelatihan tentang kesehatan jiwa dan perawatannya, menyusun metode
perawatan jiwa menggunakan TEKNIK COGSI SOSWA, membuat aplikasi minum obat
jiwa AMOWA, aplikasi spiritual sehat jiwa ASISWA, membentuk komunitas muda mudi
tanggap jiwa (, melibatkan ODGJ dalam kegaiatak keremajaan, kemasyarakatan dan
membentuk jamiah rutin khusus ODGJ, istighosa bersama orang dengan gangguan jiwa
(ISTIMEWA) serta membentuk usaha produkktif yang menghasilkan nilai ekonomis bagi
ODGJ.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan,
dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa bertambah.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) dalam Yosep (2013), ada sekitar 450
juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa. WHO menyatakan setidaknya ada satu dari
empat orang di dunia mengalami masalah mental, dan masalah gangguan kesehatan jiwa yang
ada di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius. Berdasarkan hasil penelitian
dari Rudi Maslim dalam Mubarta dkk (2011), prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia
sebesar 6,55%. Angka tersebut tergolong sedang dibandingkan dengan negara lainnya.
Sedangkan pada tahun 2013 jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 1,7 juta (Balitbangkes
Kemenkes RI, 2013).
Data dari Dinas Kesehatan Jawa Timur pada tahun 2008 menyatakan jumlah
Skizofrenia di Indonesia terutama di Jawa Timur mencapai 2% dari populasi (Dinkes Jatim,
2008). Menurut data dari Dinkes Kab. Madiun pada tahun 2010 jumlah Orang dengan gangguan
jiwa (ODGJ) sebanyak 1695 penderita dan dari jumlah tersebut ada 697 yang lepas aktif.
Sedangkan penderita pasif di Kab. Madiun rangking I Puskesmas Mejayan (86 orang), II
Puskesmas Kebonsari (69 orang), III Puskesmas Jiwan (66 orang), IV Puskesmas Dimong (65
orang), V Puskesmas Kaibon (64 orang), VI Puskesmas Geger (63 orang).
Banyak pasien dengan ODGJ (lebih dari 80%) akan kambuh dan menunjukkan suatu
perjalanan kronik dengan ciri episode yang sering dari eksaserbasi gejala dan secara relatif
terjadi perburukan fungsi interepisode, yang khas adalah mendapatkan pengobatan jangka
panjang dengan obat antipsikotik (Lauriello, 2001 dalam Ambarwati, 2009). Pasien skizofrenia
dengan episode ulangan akan mengalami deteriorasi progresif pada fungsi-fungsi setelah
kekambuhan yang berturut-turut.
Kemahiran penerapan farmakologik, psikoterapeutik, rehabilitatif, psikososial dan
intervensi keluarga serta dukungan masyarakat dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas
penyakit, memperbaiki hasil pengobatan pasien dan meningkatkan kualitas hidup (Fenton,
2000). Meskipun medikasi antipsikotik merupakan inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian
telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis. Sebagian
besar pasien skizofrenia mendapatkan manfaat dari pemakaian kombinasi pengobatan
antipsikotik dan psikososial (Sadock et al, 2009). Terapi psikososial dimaksudkan agar pasien
skizofrenia mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu
merawat diri, mandiri, serta tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat (Barrowclough
et al, 2001).
Rehabilitasi psikososial untuk ODGJ mengarah pada program dan intervensi terapi
yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan, mengajarkan ketrampilan dan perilaku. Hal ini
termasuk keterampilan pekerjaan dan sosial, pendidikan tentang penyakit, medikasi,
penanganan gejala-gejala, dan pencegahan kekambuhan. Beberapa model juga memberikan
psikoterapi yang berfokus pada bagaimana mengatasi trauma pada penyakit mental. Walaupun
rehabilitasi secara umum mengarah pada living skill, beberapa program dari tipe ini juga
berusaha untuk menargetkan beberapa kemunduran kognitif yang nyata serta berhubungan
dengan fungsi umum. Rehabilitasi kognitif terdiri dari terapi yang mengarah pada defisit
spesifik dalam fungsi neuropsikologis, seperti perhatian dan pengolahan informasi. Sebaliknya,
terapi kognitif perilaku berdasar pada prinsip-prinsip pembelajaran untuk mempengaruhi
perubahan pada respon perilaku (Heydebrand, 2002 dalam Ambarwati, 2009).
Berbagai macam penyuluhan dan sosialisasi perlu dilakukan mengingat bahwa penyakit
ini memang masih kurang populer di kalangan masyarakat awam dan sampai saat ini masih
belum juga ditemukan terapi yang manjur untuk menyembuhkannya (Irmansyah, 2006).
Pengobatan yang begitu modern sekarang ini ternyata memberikan prognosis yang baik pada
pasien Skizofrenia. Pemulangan pasien Skizofrenia pada keluarga tergantung pada keparahan
penyakit dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan (Kaplan dan Sadock, 1997). Keadaan
pasien yang membaik dilanjutkan dengan rawat jalan. Ironisnya, pemulangan pasien Skizofrenia
pada keluarga menimbulkan permasalahan yang baru, adanya stigma dimasyarakat,
ketidakpatuhan minum obat dan minimnya dukungan keluarga dalam pengobatan dan
perawatan. Biarpun pasien tidak sempurna sembuh, penanganan dengan metode yang tepat
membuat gangguan jiwa ini menjadi controllable dan manageable meskipun dikatakan non-
curable (Hawari, 2007). Terapi yang dapat diberikan pada pasien Skizofrenia beragam
bentuknya. Terapi psikososial dimaksudkan agar pasien mampu kembali beradaptasi dengan
lingkungan sosial sekitarnya, mampu merawat diri dan tidak bergantung pada orang lain
(Hawari, 2007).
Hal ini perlu adanya dukungan dari keluarga,dan komponen masyarakat dalam proses
penyembuhan. Peran dan keterlibatan keluarga serta masyarakat dalam proses penyembuhan
dan perawatan pasien gangguan jiwa sangat penting, karena peran keluarga sangat mendukung
dalam proses pemulihan penderita gangguan jiwa. (Nasir & Muhith, 2011).
Beberapa upaya yang bisa dilakukan adalah dengan pemberdayaan kader kesehatan,
tokoh agama, tokoh masayarakat, organisasi remaja. Cognitive Behaviour Therapy (CBT)
merupakan salah satu bentuk terapi psikososial selain terapi keluarga, keterampilan sosial,
konseling supportif, dan rehabilitasi vokasional (Kaplan & Sadddock, 2003 dalam Ambarwati,
2009). Terapi spiritual juga punya peranan yang sangat besar dalam meningkatkan kesehatan
jiwa masyarakat.
Berdasarkan data tersebut perlu adanya program peningkatan kesehatan jiwa yang
bersifat komprehensif, melibatkan semua unsur dalam masyarakat guna meningkatkan
kemampuan, kemandirian serta kesejahteran ODGJ.
1.2 Tujuan Program
1.2.1 Tujuan Umum
Mewujudkan peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan
jiwa masyarakat
1.2.2 Tujuan Khusus
1) Meningkatakan kepedulian keluarga, kader kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh
agama serta organisasi remaja dalam peningkatan kesehatan jiwa di masyarakat
2) Menciptakan suatu bentuk inovasi tehnologi dan pedoman tentang perawatan ODGJ
terkini yang berbasis masyarakat.
3) Menciptakan suasana lingkungan masyarakat yang peduli serta mampu berbagi kasih
sayang dengan ODGJ
4) Mecipatakan ODGJ yang mandiri dan bermakna bagi masyarakat
5) Meningkatkan kualiatas hidup ODGJ baik secara duniawi maupun ukhrowi.
1.3 Keutamaan Program
Program ini disusun berdasarkan realita ODGJ yang terjadi serta beroroentasi dengan
peningkatan ilmu pengetahauan keperawatan jiwa yang mempunyai keutamaan sebagai berikut :
1) Hemat biaya, kaya makna
2) Melibatkan semua unsur yang berada dalam masyarakat
3) Keluarga terlibat langsung dalam pelaksanaan program perawatan ODGJ
4) Mempunyai nilai spiritual dalam pelaksanaan program
5) Terdapat inovasi terbaru yang akan tercipta, yang disesuaikan dengan kondisi ODGJ
serta kondisi masyrakat setempat
6) Diteumakannya metode efektif perawatan jiwa
7) Menciptakan bentuk usaha yang mempunyai nilai ekonomis bagi ODGJ dan warga
1.4 Temuan yang diharapkan
1) Terciptanya Inovasi tentang Model terapi yang berisi kombinasi teknik CBT,
Spiritual, dan Sosial dalam program terapi ODGJ.
2) Terbentuknya panduan yang sistematik yang berisi peranan dan fungsi masing-
masing unsur yang ada dalam masyarakat
3) Terciptanya suatu model aplikasi android yang berisi tentang jadwal minum obat,
waktu perawatan diri, dan jadwal kegiatan harian ODGJ.
4) Terciptnya aplikasi android tentang terapi spiritual yang berisi ayat-ayat suci
AlQuran yang dapat secara otomatis menyala 1 jam sebelum waktu sholat
5) Terciptanya model kegiatan sosial kemasyarakatan yang tepat diaplikasikan pada
ODGJ
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel penelitian.
Penjelasan meliputi kemandirian, gangguan jiwa, terapi modalitas gangguan jiwa dan aktifitas
sehari-hari.
2.1 Peran Serta Masyarakat
2.1.1 Definisi Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam
memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat di bidang
kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan setiap
permasalahan. Di dalam hal ini masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan,
melaksanakan, melaksanakan dan mengevaluasikan program-program kesehatan
masyarakatnya. Lembaga atas wadah yang ada di masyarakat hanya dapat memotivasi,
mendukung dan membimbingnya (Notoatmodjo, 2007).
2.2 Bentuk Terapi Perilaku
Bentuk terapi perilaku yang dapat dikembangkan kepada orang dengan gangguan jiwa
adalah:

2.2.1 Sistematis desensitisasi adalah jenis terapi perilaku untuk membantu individu secara
efektif menghadapi dan mengatasi fobia spesifik dan gangguan cemas lainnya.
2.2.2 Exposure and Response Prevention (ERP) digunakan untuk berbagai gangguan
kecemasan, terutama obsessive compulsive.
2.2.3 Flooding adalah teknik psikoterapi yang digunakan untuk mengobati fobia..
2.2.4 Latihan relaksasi dapat menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan
kecemasan yaitu denyut jantung menjadi lambat, peningkatan aliran darah perifer, dan
stabilitas neuromuscular.
2.2.5 Observational learning. Ada 4 proses utama observasi pembelajaran, yaitu: a) adanya
model yang dibservasi; b) observer harus mengingat kebiasaan model; c) observer
harus mampu menirukan aksi model dan termotivasi melakukan apa yang telah
diobservasi dan diingat dan harus berkesempatan melakukannya; d) Pemberian
penghargaan terhadap keberhasilan tindakan yang dilakukan.
2.2.6 Latihan Asertif, yang membantu klien yang tidak mampu mengungkapkan emosi
baik rasa marah atau perasaan tersinggung dengan menunjukkan kesopanan
2.2.7 Terapi aversi, bertujuan meredakan gangguan perilaku yang spesifik, melibatkan
pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan
sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat/hilang.
2.2.8 Modifikasi perilaku adalah menggunakan teknik perubahan perilaku yang empiris untuk
memperbaiki perilaku melalui penguatan positif untuk meningkatkan perilaku adaptif
dan dan penguatan negatif untuk menurunkan perilaku maladaptif (dengan penekanan
pada sebab).
2.2.9 Pengondisian operan. Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang beroperasi dalam
kehidupan sehari-hari untuk menghasilkan akibat-akibat yang mencakup membaca,
berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain, dsb..
2.3 Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavior Therapy / CBT)
2.3.1 Pengertian Dasar CBT
CBT adalah bentuk psikoterapi yang menekankan pentingnya peran pikiran dalam
bagaimana kita merasa dan apa yang akan kita lakukan. CBT ada bukan sebagai teknik
terapeutik yang jelas. Istilah Cognitive-Behavioral Therapy merupakan istilah yang sangat
luas untuk kelompok terapi yang sejenis. Ada beberapa pendekatan terhadap CBT, meliputi
Rational Emotive Behavioral Therapy, Rational Living Therapy, Cognitive Therapy, dan
Dialectic Behavior Therapy (NACBT, 2008).
2.3.2 Indikasi CBT
CBT telah berhasil digunakan untuk menolong orang dengan masalah non-klinis sampai
klinis, menggunakan berbagai macam modalitas. Indikasi CBT meliputi (Froggatt, 2006):
1) Depresi
2) Gangguan cemas meliputi, gangguan obsesif kompulsif, agorafobia, fobia spesifik,
gangguan cemas menyeluruh, gangguan stres pasca trauma, dll.
3) Skizofrenia
4) Gangguan makan
5) Kecanduan
6) Hipokondriasis
7) Disfungsi seksual
8) Pengendalian kemarahan
9) Gangguan pengendalian impuls
10) Perilaku antisosial
11) Gangguan kepribadian
12) Terapi tambahan pada masalah kesehatan kronis, cacat fisik.
13) Penatalaksanaan nyeri
14) Penatalaksanaan stres umum
2.3.3 Prosedur CBT
Langkah pertama yang paling penting dalam teknik CBT adalah menanyakan
permasalahan pasien (apa, kapan, mengapa dan bagaimana). Langkah kedua, mengeksplorasi
masalah untuk dirumuskan (bersama pasien) untuk disepakati sebagai fokus yang menjadi target
terapi. Langkah ketiga untuk memeriksa dan merumuskan konsekuensi perilaku atau reaksi
somatik (mungkin yang menjadi masalah utama pasien) sehingga pasien memerlukan bantuan
atau pengobatan (C). Langkah keempat adalah memeriksa atau mengeksplorasi kejadian-
kejadian yang mungkin sebagai pencetus atau penyebab permasalahan pasien (A). Langkah
kelima adalah mengenali status kognitif pasien yang negatif (B) berupa sistem keyakinan
irasional. Keyakinan irasional tersebut dapat diperoleh dari pasien melalui anamnesis atau
observasi, mungkin berupa keluhan yang jelas dan nyata, tetapi ada kalanya merupakan
informasi sambil lalu yang samar-samar dan tidak jelas. Tugas terapis di sini adalah untuk
memperjelas sistem keyakinan irasional tersebut (Sudiyanto, 2007)
2.4 Instrumen PANSS
2.4.1 Skor PANSS
Masing-masing item dinilai sebagai berikut:
1 = tidak ada
2 = minimal
3 = ringan
4 = sedang
5 = agak berat
6 = berat
7 = sangat berat
2.4.2 Total Skor PANSS
Semua skor masing-masing item dijumlah dengan hasil sebagai berikut:
1) Sakit ringan = 61
2) Sakit sedang = 78
3) Terlihat nyata sakit = 96
4) Sakit berat = 118
5) Sakit sangat berat = 147
2.5 Peta Kegiatan
Program kegiatan ini akan dilaksanakan di desa pilangkencneg kabupaten Madiun
2.6 Hasil yang diharapkan
Hasil yang diaharapkan terkait pelaksanaan program ini adalah :
1) Adanya peran serta aktif masyarakat terhadap ODGJ
2) Menurunnya stigma masyarakat terhadap ODGJ
3) Timbulnya rasa peduli dan berbagi kasih sayang dengan ODGJ
4) Terciptanya strategi perawatan ODGJ berbasis masyarakat
5) Adanya industri kreatif yang dapat diciptakan oleh ODGJ
2.7 Studi pendahuluan :
Data yang kami peroleh dari penelitian sebelumnya di Puskesmas Krebet di Desa
Pilangkenceng Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun bulan Juni tahun 2016 terdapat 30
penderita jiwa yang rata-rata tidak patuh minum obat yang dilihat dari data pasien atau keluarga
pasien yang tidak mengambil obat antipsikotik setiap 2 minggu sekali. 22 mengalami defist
perawatan diri mandi. Terdapat sebanyak 12 kader jiwa, belum pernah dilakukan program
terpadu tentang perawatan jiwa yang melibatkan beberapa unsur masyarakat.

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Program


Pendekatan pelaksanaan program ini dilakukan berdasarkan penelitian yang dilakukan
sebelumnya,. Hal ini bertujuan untuk menemukan metode yang tepat untuk melaksanakan
program tersebut. Pendekatan penelitin menggunakan action research tentang optimalisasi
tingkat kemandirian orang dengan gangguan jiwa melalui pendekatan perilaku. Action research
atau penelitian tindakan merupakan penelitian pada upaya penyelesaian masalah atau perbaikan
yang dirancang menggunakan metode penelitian tindakan yang bersifat reflektif dan kolaboratif.
Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan berupa suatu siklus atau daur ulang bentuk spiral yang
setiap langkahnya terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi
(Kemmis dan Taggart dalam Wiriaatmadja, 2006).

3.2 Metode dan Alat Pengumpulan Data


3.2.1 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi.
1) Wawancara
Wawancara mendalam dalam penelitian ini untuk mengeksplorasi secara
mendalam makna subyektif yang dipahami informan tentang perawatan pasien. Bentuk
pertanyaan adalah pertanyaan terbuka (open ended question) dan semi terstruktur. Bentuk
pertanyaan terbuka ini dipilih berdasarkan fenomena di lapangan dan studi literatur. Bentuk
ini dapat menggali informasi secara mendalam dan bebas sesuai dengan sudut pandang
informan. Semi terstruktur dipilih untuk mengantisipasi terjadinya informasi yang melebar
dari fokus penelitian oleh informan.
Wawancara dilaksanakan sekitar 20-30 menit untuk masing-masing informan. Pada
wawancara pertama masing-masing partisipan diberikan pertanyaan terbuka agar partisipan
menjelaskan secara bebas tentang perawatan pasien. Wawancara kedua dilakukan tanpa
direkam, bertujuan memvalidasi dan mengkonfirmasi tema-tema sementara yang telah
dibuat dalam deskripsi tekstual untuk lebih menambah keakuratan data.
2) Observasi Lapangan dan Catatan Lapangan
Observasi ini digunakan untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan oleh kader dan
keluarga dan masyrakat selama proses tindakan berlangsung dalam bentuk siklus-siklus,
selama proses terapi. Alat pengumpulan datanya berupa pedoman observasi dan ceklist:
a. Aktivitas kader dan keluarga dan masyarakat
b. Protokol sesi CBT
c. Protokol sesi spiritual
d. Jadwal aktifitas pasien
e. Lembar observasi perkembangan umum pasien(kemapuan sosialisasi, ketrampilan,
kemnadirian, kepatuhan)
3.3 Waktu dan Lokasi
Program ini dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai Pebruri 2017 di Desa
Pilangkenceng Kecamatan Krebet Kabupaten Madiun.
3.4 Prosedur Pelaksanaan Program
Prosedur pelaksanaan Program ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap persiapan,
tahap pelaksanaan dan tahap pelaporan dengan rincian kegiatan sebagai berikut:
3.4.1 Tahap Persiapan
Penetapan jenis program diawali dengan melaksanakan studi pendahuluan. Studi
pendahuluan diawali dengan mengumpulkan berbagai informasi dengan cara
berdialog/wawancara dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun. Informasi yang dihimpun
meliputi jumlah orang dengan gangguan jiwa, lokasi yang banyak terjadi dan tindakan
masyarakat pada orang dengan gangguan jiwa.
3.4.2 Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan dimulai dari permohonan ijin secara formal kepada Badan Kesatuan
Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Madiun dan Dinas Kesehatan
Kabupaten Madiun. Ijin informal telah dilakukan ketika peneliti mengumpulkan data studi
pendahuluan untuk menggali latar belakang penelitian. Pelaksanaan sesuai dengan siklus
aktivitas dalam action research yang diawali dengan perencanaan tindakan, penerapan tindakan,
mengobservasi dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan, dan melakukan refleksi, dan
seterusnya sampai perbaikan atau peningkatan diharapkan tercapai (Situmorang, 2011). Berikut
ini adalah alur siklus action research:
Gambar 3.1 Alur Siklus Action Research (Situmorang, 2011)
Penelitian action research direncanakan terdiri dari 3 siklus, setiap siklus terdiri dari 4
tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi. Adapun langkah-langkah dari setiap
siklus adalah:
1) Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan dilakukan persiapan pembelajaran seperti berikut:
a) Melakukan pengkajian tentang kondisi pasien menggunakan teknik wawancara dan
pemeriksaan fisik.
b) Melakukan pengkajian terhadap peran serta masyarakat dan keluarga terhadap ODGJ.
c) Mengidentifikasi masalah yang dihadapi pasein skizofrenia dan keluarganya termasuk
didalamnya terapi dan perawatan yang telah dilakukan.
d) Melakukan penilaian tanda dan gejala positif, negatif dan psikopatologi umum pasien
dengan menggunakan PANSS.
e) Menyiapkan rencana tindakan keperawatan termasuk media pendukungnya.
f) Menyiapkan instrumen evaluasi dan rubrik penilaian.
g) Menyiapkan instrumen observasi peran masyarakat, keluarga dan pasien.
2) Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dibagi menjadi:
1. Melakukan sosialisasi dan konsolidasi dengan semua unsur masyarakat dan Nakes
setempat
a. Output : adanya persamaan persepsi tentang jenis program, metode, serta tupoksi
masing-masing unsur dalam keterlibatan upaya peningkatan kesehatan jiwa. Adanya
saran terkait teknis pelaksanaan program
b. Indikator Capaian : adanya nota kesepahaman yang ditandatangani bersama setiap pihak
terkait, yang berisi tentang kesanggupan melaksanan program secara bersama.
2. Pelatihan kader dan keluarga:
Memberikan informasi umum tentang tanda dan gejala gangguan jiwa serta
perawatannya kemudian memberikan pelatihan tentang terapi CBT serta teknik
perubahan prilaku lainnya pada kader dan keluarga.
a. Output : kader dan keluarga memahami tentang tanda dan gejala gangguan jiwa
serta perawatannya, kader mampu melaksanakan teknik CBT dan mosifikasi prilaku
lainnya
b. Indikator capaian :
Dalam waktu 3 hari diharapkan kader mampu mempraktekan cara terapi CBT
atau metode perubahan prilaku yang tepat bagi ODGJ
Dalam waktu 3 hari diharapakan keluarga mampu memahami tentang tanda dan
gejala serta perawatannya yang ditunjukan dalam lembar evaluasi.
Dalam waktu 3 hari diharapakan keluarga mampu mendemonstrasikan tentang
cara perawatan diri pada ODGJ.
Terciptanya aplikasi untuk pengawasan minum obat bagi ODGJ (bersama tim
akademisi) dengan nama AMOWA (aplikasi minum obat jiwa)
3. Pelatihan bagi tokoh agama
c. Output : Tokoh agama memahami peran sertanya dalam meningkatkan kesehatan
jiwa di masyarakat
d. Indikator capaian : tersusunnya buku pedoman spiritual bagi ODGJ dalam waktu 3
hari, terciptanya bentuk aplikasi android tentang metode spiritual dengan nama
ASISWA (aplikasi spiritual sehat jiwa).
4. Pelatihan bagi Remaja
a. Output : Remaja memahami peran sertanya dalam meningkatkan kesehatan jiwa di
masyarakat
b. Indikator capaian : tersusunnya buku panduan pelaksaan kegiatan keremajaan yang
melibatkan ODGJ dan masyarakat, terbentuknya komunitas remaja peduli jiwa
5. Pelatihan bagi Tokoh Masyarakat
a. Output : Tokoh Masyarakat memahami peran sertanya dalam meningkatkan
kesehatan jiwa di masyarakat
b. Indikator capaian : tersusunnya program rencana jangka pendek dan jangka panjang
tentang upaya pemberdayaan ODGJ di desa setempat
6. Pelaksanaan tindakan keperawatan langsung ke pasien ODGJ.
a. Bersama kader dan keluarga
Direncanakan berlangsung selama 30 menit. Tindakan ini ditujukan pada pasien dan
keluarganya. Pada tahap ini peneliti bersama kader dan keluarga membagi tugas
sebagai perawat dan sebagai observer. Perawat bertugas melaksanakan tindakan
keperawatan, sedangkan observer melakukan pengamatan. Langkah tindakan
keperawatan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a) Peneliti memberitahukan tujuan tindakan keperawatan (penerapan kombinasi
CBT, spiritual dan sosial)
b) Peneliti melaksanakan tindakan perawatan dengan mengajarkan dan melatih
pasien melakukan aktifitas sehari-hari.
c) Peneliti mengajak pasien melakukan perilaku yang telah diajarkan.
d) Peneliti memberikan motivasi atas perilaku yang telah dilakukan pasien.
e) Peneliti melakukan evaluasi tindakan kepada pasien dan keluarganya.
b. Bersama Tokoh agama
Direncanakan berlangsung selama 30 menit. Melaksanakan metode spiritual dalam
perawatan ODGJ.
a) Menjalankan proses tindakan berdasarkan buku panduan yang telah disusun
b) Melibatkan ODGJ dalam kegaiatan keagamaan
c) Menerapkan aplikasi ayat suci Al Quran yang telah dibuat
d) Membentuk jamiah istighosah dengan ODGJ (ISTIMEWA)
e) Peneliti melakukan evaluasi tindakan
c. Bersama Organisasi Remaja dan keluarga
Direncanakan berlangsung selama 30 menit. Melaksanakan cara perawatan diri pada
ODGJ.
a) Melatih remaja dalam melakukan perawatan diri ODGJ
b) Remaja melibatkan ODGJ dalam kegiatan keremajaan
c) Peneliti melakukan evaluasi tindakan
d. Bersama tokoh masyarakat : Membentuk usaha kecil yang memberdayakan ODGJ ,
melibatkan ODGJ dalam kegiatan kemasyrakatan
3) Tahap Observasi/Pengamatan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan pengamatan dan wawancara.
a) Observasi
Observasi/pengamatan dilaksanakan pada saat berlangsungnya tindakan keperawatan.
Observer harus mengobservasi dengan secermat-cermatnya terhadap pelaksanaan
tindakan baik terhadap kader maupun pasien dan keluarganya. Bagaimana kader dan
keluarga serta masyarakat melaksanakan tindakan, keaktifan kader dan keluarga selama
tindakan dan respon dari tindakan keperawatan adalah aspek yang perlu diobservasi.
Selama observasi, observer menggunakan lembar observasi. Peneliti perlu menggunakan
teknik triangulasi observer yang dapat merekam apa yang terjadi dari berbagai
sisi/wawancara

b) Wawancara
Wawancara dilaksanakan setelah tindakan dilaksanakan menggunakan pedoman
wawancara. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui respon pasien dan keluarga
terhadap tindakan perawatan yang telah dilakukan.
4) Tahap Refleksi
Refleksi adalah proses berpikir ke belakang untuk memaknai pengalaman demi perencanaan
di masa mendatang yang lebih baik (Al Wasilah, 2011). Refleksi merupakan langkah
kolaboratif tim peneliti mendiskusikan secara mendalam dan kritis tentang hasil pengamatan
dan evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan. Apabila tindakan sudah memberikan hasil
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan atau sudah menjawab permasalahan yang dirumuskan
maka penelitian dihentikan. Sehingga penelitian hanya dilaksanakan dalam satu siklus atau
mono-cycle. Apabila hasil tindakan belum mencapai tujuan, maka perlu dikaji lebih cermat
untuk mencari penyebab kegagalan ini. Dengan demikian penelitian harus dimulai lagi
dengan siklus awal dengan tindakan dan strategi yang lebih baik dan efektif dengan dengan
mengantisipasi faktor-faktor penghambatnya. Hal ini berarti penelitian dilakukan lebih dari
satu siklus atau multi cycle.
Diakhir tahapan siklus diharapkan ditemukan metode serta pola yang tepat terkait teknik
CBT,spiritual dan sosial yang tepat sasaran, teknologi terbaru yang mudah diaplikasikan serta
efektif dalam menunjang kesehatan jiwa.
TEKNIK COGSI SOSWA, AMOWA,ASISWA,,, DESA SEHAT JIWA

3.4.3 Tahap Pelaporan


Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap analisis data dan penulisan laporan yang
dialokasikan sampai pada akhir Oktober 2016. Kegiatan-kegiatan lain dalam tahap ke-3 ini
meliputi presentasi hasil penelitian dan dan pengumpulan laporan penelitian.
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
Rencana anggaran biaya untuk kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat dijabarkan
kedalam berbagai komponen-komponen pembiayaan yang sangat menunjang
keberhasilan kegiatan.
1. Upah/honorarium (30%) Rp 3.000.000,-
2. Peralatan dan bahan penerapan IPTEKS (45%) Rp 4.500.000,-
3. Perjalanan dan lain-lain (20%) Rp 2.000.000,-
4. Pemantauan internal (5%) Rp 500.000,-
+
Rp 10.000.000,-
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Wahyu Nur. (2009). Keefektifan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) sebagai
Terapi Tambahan Pasien Skizofrenia Kronis di Panti Rehabilitasi Budi Makarti
Boyolali. Tesis Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Barrowclough, Christine et al. (2001). Randomized Controlled Trial of Motivational
Interviewing, Cognitive Behavior Therapy and Family Intervention for Patients With
Comorbid Schizophrenia and Substance Use Disorders.
http://ajp.psychiatryonline.org/doi/full/10.1176/appi.ajp.158.10.1706 Diakses Oktober
2017
Fenton, Wayne S. (2000). Schizophrenia: Individual Psychotherapy. In Kaplan & Sadocks
Comprehensive Textbook of Psychiatry 7th ed. New York: Lippincott Williams &
Wilkins
Froggatt, Wayne. (2009). A Brief Introduction to Cognitive-Behaviour Therapy.
http://www.rational.org.nz/prof-docs/Intro-CBT.pdf. Diakses Oktober 2017
Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: FKUI

Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta

Streubert, Helen J. & Carpenter, Dona R. (1999). Qualitative Research in Nursing, Advancing
the Humanistic Imperative. New York: Lippincott Williams & Wilkins
Wiriaatmadja, Rochiati. (2009). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja
Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai