GANGGUAN PSIKIATRIK ANAK Dan Remaja
GANGGUAN PSIKIATRIK ANAK Dan Remaja
Gangguan jiwa pada anak-anak merupakan hal yang banyak terjadi, yang umumnya tidak
terdiagnosis dan pengobatannya kurang adekuat. Masalah kesehatan jiwa terjadi pada 15%
sampai 22% anak-anak dan remaja, namun yang mendapatkan pengobatan jumlahnya kurang
dari 20% (Keys, 1998). Gangguan hiperaktivitas-defisit perhatian (ADHD/ Attention Deficit-
Hyperactivity Disorder) adalah gangguan kesehatan jiwa yang paling banyak terjadi pada anak-
anak, dimana insidensinya diperkirakan antara 6% sampai 9%.
Diagnosis gangguan jiwa pada anak-anak dan remaja adalah perilaku yang tidak sesuai dengan
tingkat usianya, menyimpang bila dibandingkan dengan norma budaya, yang mengakibatkan
kurangnya atau terganggunya fungsi adaptasi (Townsend, 1999). Dasar untuk memahami
gangguan yang terjadi pada bayi, anak-anak, dan remaja adalah dengan menggunakan teori
perkembangan. Penyimpangan dari norma-norma perkembangan merupakan tanda bahaya
penting adanya suatu masalah.
Gangguan spesifik dengan awitan pada masa kanak-kanak meliputi retardasi mental, gangguan
perkembangan, gangguan perkembangan, gangguan eliminasi, gangguan perilaku disruptif, dan
gangguan ansietas. Gangguan yang terjadi pada anak-anak dan juga terjadi pada masa dewasa
adalah gangguan mood dan gangguan psikotik. Gejala-gejala gangguan jiwa pada anak-anak atau
remaja berbeda dengan orang dewasa yang mengalami gangguan serupa.
a. Retardasi mental.
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan substandar dalam berfungsi,
yang dimanifestasikan dengan fungsi intelektual secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis.,
IQ dibawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih
(mis., komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari, keterampilan sosial, fungsi dalam
masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan bekerja.
b. Autisme
Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan
minat yang terbatas (Johnson, 1997). Gejala-gejalanya meliputi kurangnya responsivitas
terhadap orang lain, menarik diri dari hubungan sosial, kerusakan yang menonjol dalam
komunikasi, dan respon yang aneh terhadap lingkungan (mis., tergantung pada benda mati dan
gerakan tubuh yang berulang-ulang seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan
memukul-mukulkan kepala)
Dicirikan dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada kerusakan fungsional pada
bidang-bidang, seperti membaca, aritmetika, bahasa, dan artikulasi verbal.
2. Defisit perhatian dan gangguan perilaku disruptif
a. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Dicirikan dengan tingkat gangguan perhatian, impulsivitas, dan hiperaktivitas yang tidak sesuai
dengan tahap perkembangan. Menurut DSM IV, ADHD pasti terjadi di sedikitnya dua tempat
(mis., di sekolah dan di rumah) dan terjadi sebelum usia 7 tahun (DSM IV, 1994).
b. Gangguan perilaku
Dicirikan dengan perilaku berulang, disruptif, dan kesengajaan untuk tidak patuh, termasuk
melanggar norma dan peraturan sosial. Sebagian besar nak-anak dengan gangguan ini mengalami
penyalahgunaan zat atau gangguan kepribadian antisosial setelah berusia 18 tahun. Contoh
perilaku pada anak-anak dengan gangguan ini meliputi mencuri, berbohong, menggertak,
melarikan diri, membolos, menyalahgunakan zat, melakukan pembakaran, bentuk vandalisme
yang lain, jahat terhadap binatang, dan serangan fisik terhadap orang lain.
Gangguan ini merupakan bentuk gangguan perilaku yang lebih ringan, meliputi perilaku yang
kurang ekstrim. Perilaku dalam gangguan ini tidak melanggar hak-hak orang lain sampai tingkat
yang terlihat dalam gangguan perilaku. Perilaku dalam gangguan ini menunjukkan sikap
menentang, seperti berargumentasi, kasar, marah, toleransi yang rendah terhadap frustasi, dan
menggunakan minuman keras, zat terlarang, atau keduanya).
3. Gangguan ansietas sering terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja dan berlanjut ke
masa dewasa.
a. Gangguan obsesif kompulsif, gangguan ansietas umum, dan fobia banyak terjadi pada anak-
anak dan remaja, dengan gejala yang sama dengan yang terlihat pada orang dewasa.
b. Gangguan ansietas akibat perpisahan adalah gangguan masa kanak-kanak yang ditandai
dengan rasa takut berpisah dari orang yang paling dekat dengannya. Gejala-gejalanya meliputi
menolak pergi ke sekolah, keluhan somatik, ansietas berat terhadap perpisahan dan khawatir
tentang adanya bahaya pada orang-orang yang mengasuhnya.
4. Skizofrenia
a. Skizofrenia anak-anak jarang terjadi dan sulit didiagnosis. Gejala-gejalanya dapat menyerupai
gangguan pervasif, seperti autisme. Walaupun penelitian tentang skizofrenia anak-anak sangat
sedikit, namun telah dijumpai perilaku yang khas (Antai-Otong, 1995b), seperti beberapa
gangguan kognitif dan perilaku, menarik diri secara sosial, dan komunikasi.
b. Skizofrenia pada remaja merupakan hal yang umum dan insidensinya selama masa remaja
akhir sangat tinggi. Gejala-gejalanya mirip dengan skizofrenia dewasa. Gejala awalnya meliputi
perubahan ekstrim dalam perilaku sehari-hari, isolasi sosial, sikap yang aneh, penurunan nilai-
nilai akademik, dan mengekspresikan perilaku yang tidak disadarinya.
5. Gangguan mood
a. Gangguan ini jarang terjadi pada masa anak-anak dan remaja dibanding pada orang dewasa
(Keltner,1999). Prevalensi pada anak-anak dan remaja berkisar antara 1% sampai 5% untuk
gangguan depresi. Eksistensi gangguan bipolar (jenis manik) pada anak-anak masih
kontroversial. Prevalensi penyakit bipolar pada remaja diperkirakan 1%. Gejala depresi pada
anak-anak sama dengan yang diobservasi pada orang dewasa.
b. Bunuh diri. Adanya gangguan mood merupakan faktor resiko yang serius untuk bunuh diri.
Bunuh diri adalah penyebab kematian utama ketiga pada individu berusia 15 sampai 24 tahun.
Tanda-tanda bahaya untuk bunuh diri pada remaja meliputi menarik diri secara tiba-tiba,
berperilaku keras atau sangat memberontak, menyalahgunakan obat atau alkohol, secara tidak
biasanya mengabaikan penampilan diri, kualitas tugas-tugas sekolah menurun, membolos,
melarikan diri, keletihan berlebihan dan keluhan somatik, respon yang buruk terhadap pujian,
ancaman bunuh diri yang terang-terangan secara verbal, dan membuang benda-benda yang
didapat sebagai hadiah (Newman, 1999).
b. Komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lainnya merupakan hal yag banyak terjadi, termasuk
gangguan mood, gangguan ansietas, dan gangguan perilaku disruptif.
c. Tanda bahaya penyalahgunaan zat pada remaja, diantaranya adalah penurunan fungsi sosial
dan akademik, perubahan dari fungsi sebelumnya, seperti perilaku menjadi agresif atau menarik
diri dari interaksi keluarga, perubahan kepribadian dan toleransi yang rendah terhadap frustasi,
berhubungan dengan remaja lain yang juga menggunakan zat, menyembunyikan atau berbohong
tentang penggunaan zat.
b. Abnormalitas struktur otak. Penelitian menemukan adanya abnormalitas struktur otak dan
perubahan neurotransmitter pada pasien yang menderita autisme, skizofrenia kanak-kanak, dan
ADHD.
c. Pengaruh pranatal, seperti infeksi maternal, kurangnya perawata pranatal, dan ibu yang
menyalahgunakan zat, semuanya dapat menyebabkan abnormalitas perkembangan saraf yang
berkaitan dengan gangguan jiwa. Trauma kelahiran yang berhubungan dengan berkurangnya
suplai oksigen pada janin sangat signifikan dalam terjadinya retardasi mental dan gangguan
perkembangan saraf lainnya.
d. Penyakit kronis atau kecacatan dapat menyebabkan kesulitan koping bagi anak.
2. Dinamika keluarga
a. Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa kanak-kanak awal,
perkembangan otaknya kurang adekuat (terutama otak kiri). Penganiayaan dan efeknya pada
perkembangan otak berkaitan dengan berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah
memori, kesulitan belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan (Glod, 1998).
b. Disfungsi sistem keluarga (mis., kurangnya sifat pengasuhan, komunikasi yang buruk,
kurangnya batasan antar generasi, dan perasaan terjebak) disertai dengan keterampilan koping
yang tidak adekuat antaranggota keluarga dan model peran yang buruk dari orang tua.
3. Faktor lingkungan
a. Kemiskinan.
Perawatan pranatal yang tidak adekuat, nutrisi yang buruk, dan kurang terpenuhinya kebutuhan
akibat pendapatan yang tidak mencukupi dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan dan
perkembangan normal anak.
b. Tunawisma.
c. Budaya keluarga.
Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar dapat mengakibatkan
kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya dan masalah psikologik.
c. Dukungan terapeutik bagi anak-anak diberikan melalui psikoterapi individu, terapi bermain,
dan program pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak mampu berpartisipasi dalam sistem
sekolah yang normal. Metode pengobatan perilaku pada umumnya digunakan untuk membantu
anak dalam mengembangkan metode koping yang lebih adaptif.
d. Terapi keluarga dan penyuluhan keluarga penting untuk membantu keluarga mendapatkan
keterampilan dan bantuan yang diperlukan guna membuat perubahan yang dapat meningkatkan
fungsi semua anggota keluarga.
b. Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program sekolah di tempat (on-site)
yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak yang menderita penyakit jiwa.
c. Seklusi dan restrein untuk mengendalikan perilaku disruptif masi menjadi kontroversi.
Penelitian menunjukkan bahwa metode ini dapat bersifat traumatik pada anak-anak dan tidak
efektif untuk pembelajaran respon adaptif. Tindakan yang kurang restriktif meliputi istirahat
(time-out), penahanan terapeutik, menghindari adu kekuatan, dan intervensi dini untuk mencegah
memburuknya perilaku.
3. Farmakoterapi
Medikasi digunakan sebagai satu metode pengobatan. Medikasi psikotropik digunakan dengan
hati-hati pada klien anak-anak dan remaja karena memiliki efek samping yang beragam.
a. Perbedaan fisiologi anak-anak dan remaja memengaruhi jumlah dosis, respon klinis, dan efek
samping dari medikasi psikotropik.
2. Diagnosis keperawatan
a. Analisis
b. Tetapkan diagnosis keperawatan bagi klien dan keluarga
4. Implementasi
a. Implementasi umum
Bentuk rasa saling percaya
Dengarkan secara aktif, tunjukkan perhatian dan dukungan
Tingkatkan komunikasi yang jelas, jujur, dan langsung
Tempatkan diri sebagai pihak yang netral, jangan memihak orang tua atau anak
Dukung kelebihan klien dan keluarga
Gunakan model kognitif untuk menjelaskan hubungan antara pikiran, perasaan, dan perilaku
Berpartisipasi dalam rencana pengobatan di unit rawat inap
Perkuat secara positif perilaku yang dapat diterima
Berpartisipasi dalam terapi bermain, biarkan anak mengekspresikan dirinya melalui permainan
imajinatif
Bekerjasama dengan keluarga klien, sekolah, dan tim kesehatan jiwa
Anjurkan digunakannya kelompok pendukung masyarakat bagi klien dan keluarga
Anjurkan pada keluarga tentang cara menjaga kesehatan emosi anak melalui penyuluhan klien
dan keluarga
Penyuluhan keluarga dengan anak atau remaja yang menderita gangguan mental dapat dilakukan
dengan memberikan informasi umum tentang gangguan tersebut, ajarkan pada orangtua tentang
cara menjaga kesejahteraan emosi anak, dan beritahu orangtua tentang kelompok pendukung
komunitas yang tersedia untuk masalah spesifik yang dialami anak atau keluarga.
d. Untuk anak atau remaja dengan gangguan perilaku atau gangguan penyimpangan
oposisi
Buat batasan-batasan yang tegas, jelas, dan konsisten tentang konsekuensi atas perilaku yang
tidak dapat diterima
Bantu orangtua menentukan dan mempertahankan batasan yang telah ditetapkan
Berikan umpan balik positif atas perilaku yang baik
Dorong klien mengekspresikan kemarahannya dengan sikap verbal yang tepat
Gunakan latihan fisik dan aktivitas untuk membantu anak menyalurkan kelebihan energi yang
muncul karena peningkatan ansietas atau kemarahan
Catat tanda-tanda perburukan perilaku dan dan lakukan intervensi segera
5. Evaluasi hasil
Perawat menggunakan kriteria hasil berikut ini untuk menentukan efektivitas intervensi
keperawatan yang dilakukan.
a. Klien dan keluarganya menunjukkan perbaikan keterampilan koping
b. Klien mengendalikan perilaku impulsifnya
c. Klien menunjukkan stabilitas mood yang normal
d. Klien berpartisipasi dalam program penyuluhan sesuai kemampuan
e. Klien dan keluarganya berpartisipasi dalam program pengobatan dan menerima rujukan
komunitas
f. klien berinteraksi secara sosial dengan kelompok teman sebaya
Meskipun kemajuan luar biasa dalam penelitian medis dan perawatan selama abad 20, penyakit
menular tetap menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia karena tiga alasan: (1) munculnya
penyakit infeksi baru (emerging disease); (2) munculnya kembali penyakit menular lama (re-emerging
disease), dan (3) intractable infectious disease.
Emerging disease termasuk wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya atau penyakit
menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade terakhir. Re-emerging disease
atau yang biasa disebut resurging disease adalah wabah penyakit menular yang muncul kembali setelah
penurunan yang signifikan dalam insiden dimasa lampau. Ada beberapa faktor yang menyebabkan dua
permasalahan ini selalu muncul hampir disetiap tahunnya,yaitu :
Evolusi dari microbial agent seperti variasi genetik, rekombinasi, mutasi dan adaptasi
Perpindahan secara massal yang membawa serta wabah penyakit tertentu (travel diseases)
Sudah banyak microbial agent( virus, bakteri, jamur) yang telah terindikasi menyebabkan wabah
penyakit bagi manunsia dan juga memiliki karakteristik untuk mengubah pola penyakit tersebut
sehingga menyebabkan wabah penyakit yang baru. Seperti yang dirilis dalam National Institute of
Allergy and Infectious Disease (NIAID) yang membagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu :
Peningkatan dan penguatan di bidang pemantauan kesehatan masyarakat (public health surveillance)
sangat penting dalam deteksi dini dan penatalaksaan emerging dan re-emerging disease ini.
Pemantauan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan fungsi laboratorium klinis dan pathologis,
pendekatan secara epidemiologi dan kesehatan masyarakat juga diperlukan dalam deteksi cepat
terhadapat emerging dan re-emerging disease ini.
WHO telah merekomendasikan kepada setiap negara dengan sebuah sistem peringatan dini (early
warning system) untuk wabah penyakit menular dan sistem surveillance untuk emerging dan re-
emerging disease khususnya untuk wabah penyakit pandemik. Sistem surveillance merujuk kepada
pengumpulan, analisis dan intrepretasi dari hasil data secara sistemik yang akan digunakan sebagai
rencana penatalaksaan (pandemic preparedness) dan evaluasi dalam praktek kesehatan masyakarat
dalam rangka menurunkan angka morbiditas dan meningkatkan kualitas kesehatan(Center for Disease
Control and Prevention/CDC). Contoh sistem surveillance ini seperti dalam kasus severe acute
respiratory syndrome (SARS), di mana salah satu aktivitas di bawah ini direkomendasikan untuk harus
dilaksanakan yaitu:
Komprehensif atau surveillance berbasis hospital (sentinel) untuk setiap individual dengan gejala acute
respiratory ilness ketika masuk dalam rumah sakit.
Surveillance terhadap kematian yang tidak dapat dijelaskan karena acute respiratory ilness di dalam
komunitas.
Surveillance terhadap kematian yang tidak dapat dijelaskan karena acute respiratory ilness di lingkup
rumah sakit.
dan obat lain yang biasa digunakan untuk menangani kasus acute respiratory ilness
(1) Menyediakan informasi seperti pemantauan secara efektif terhadap distribusi dan angka prevalensi,
deteksi kejadian luar biasa, pemantauan terhadap intervensi, dan memprediksi bahaya baru.
(2) Melakukan tindakan dan intervensi.
Sehingga diharapkan munculnya kejadian luar biasa yang bersifat endemik, epidemik dan pandemik
dapat dihindari dan mengurangi dampak merugikan akibat wabah penyakit tersebut.
Tindak lanjut dari hasil surveillance ini adalah pembuatan perencanaan atau yang lebih dikenal dengan
pandemic preparedness. WHO merekomendasikan prinsip-prinsip penatalaksaan pandemic
preparedness seperti yang tertera di bawah ini:
Perencanaan dan koordinasi antara sektor kesehatan, sektor nonkesehatan, dan komunitas
Mengurangi penyebaran wabah penyakit baik dalam lingkup individu, komunitas dan internasional
Kesinambungan penyediaan upaya kesehatan melalui sistem kesehatan yang dirancang khusus untuk
kejadian pandemik.