Anda di halaman 1dari 13

25

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Arang Aktif


Arang aktif adalah suatu bahan yang berupa karbon amorf yang
mempunyai luas permukaan yang sangat besar yaitu 300 sampai 2000 m2/gr. Luas
permukaan yang sangat besar disebabkan karena adanya struktur berpori. Pori-
pori tersebut yang menyebabkan arang aktif memiliki kemampuan untuk
menyerap [13]. Pada penelitian ini, bahan baku yang digunakan sebagai arang
aktif adalah sabut kelapa, selain ketersediaannya melimpah, sabut kelapa dapat
diolah menjadi arang aktif karena struktur sabut kelapa tersusun dari selulosa
yang secara alami memberi struktur berpori sehingga dapat digunakan sebagai
media adsorpsi [3].
Proses pembuatan arang aktif dari sabut kelapa serta proses adsorpsi minyak
jelantah mengacu kepada penelitian yang telah dilakukan oleh Rahayu et al (2014).
Pembuatan arang aktif terbagi menjadi tiga proses, yaitu proses dehidrasi,
pengarangan, dan aktifasi. Proses dehidrasi dilakukan dengan tujuan untuk
mengurangi kandungan air yang terkandung di dalam sabut kelapa, yaitu dengan
cara menjemur bahan baku dibawah sinar matahari higga kering. Setelah melalui
proses dehidrasi, sabut kelapa dimasukkan ke dalam cawan porselen dan ditutup
rapat untuk dilakukan proses pengarangan di dalam furnace dengan temperatur
350 oC selama 1 jam. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendekomposisi sabut
kelapa menjadi arang. Arang yang terbentuk kemudian dihaluskan menggunakan
tumbukan batu dan diayak menggunakan ayakan mesh berukuran 40, 60, dan 80
mesh untuk memperoleh ukuran pori-pori yang homogen dan sesuai variasi.
26

(a)
(b)

(c) (d)

(e)
Gambar 16. (a) Limbah buah kelapa (b) Pengeringan sabut kelapa (c) Pencacahan sabut
kelapa (d) Setelah diarangkan (e) Setelah dihaluskan

Aktifasi adalah perubahan secara fisik dimana luas permukaan dari arang
meningkat dengan tajam dikarenakan terjadinya penghilangan senyawa tar dan
senyawa sisa-sisa pengarangan. Proses aktifasi terbagi menjadi dua, yaitu aktifasi
27

fisika dan aktifasi kimia. Pada penelitian ini, proses aktifasi menggunakan aktifasi
kimia karena dengan aktifasi kimia senyawa kontaminan yang berada dalam pori
lebih mudah terlepas, yang menyebabkan luas permukaan yang aktif bertambah
besar dan meningkatkan daya serap arang aktif [16].
Pada penelitian ini proses pengaktifan dilakukan dengan merendam arang
aktif ke dalam H3PO4 1 M selama 24 jam. Aktifator H3PO4 dipilih karena senyawa
ini memiliki stabilitas termal dan karakter kovalen yang tinggi sehingga
diharapkan dapat meningkatkan daya serap dan memaksimalkan potensi arang
aktif.

4.2 Uji Luas Permukaan Arang Aktif (BET)


Untuk mengetahui karakteristik arang aktif yang diperoleh maka dilakukan
karakterisasi fisis yaitu analisa luas permukaan. Analisa luas permukaan
dilakukan dengan adsorpsi gas N2 melalui metode Brunauer-Emmett-Teller
(BET). Luas permukaan merupakan salah satu karakter fisik yang berhubungan
langsung dengan kemampuan adsorpsi arang terhadap zat - zat yang akan diserap.
Bila arang aktif memiliki luas permukaan besar akan memberikan bidang kontak
yang lebih besar antara adsorben dan adsorbatnya sehingga adsorbat dapat
terserap lebih banyak [22].
Berikut merupakan data luas permukaan arang aktif dari sabut kelapa hijau
dan sabut kelapa gading dengan ukuran 40 mesh & 80 mesh, yang diuji di dalam
laboratorium Instrumen Institut Teknologi Bandung.
Tabel 6. Luas Permukaan Arang Aktif dengan Metode BET
Luas Permukaan
Jenis Kelapa Ukuran (mesh)
(m2/g)
Hijau 40 63,737
Hijau 80 129,510
Gading 40 48,169
Gading 80 110,484
28

Semakin kecil ukuran partikel, maka luas permukaan arang aktif akan
semakin besar. Pada Tabel 7 terdapat data luas permukaan yang membuktikan
bahwa semakin kecil ukuran partikel, luas permukaan akan semakin besar. Kelapa
hijau memiliki luas permukaan yang sedikit lebih besar dari kelapa gading karena
zat pengotor di dalam permukaan arang aktif lebih sedikit dibandingkan dengan
kelapa gading. Kandungan lignin menutupi selulosa, sehingga pori-pori akan
tertutup. Pada saat dikarbonisasi lignin tersebut akan menghasilkan senyawa tar
yang dapat mengotori pori-pori. Hal tersebut menyebabkan luas permukaan arang
aktif yang kecil.
Menurut Geankoplis, luas permukaan arang aktif berkisar antara 300
1200 m2/g, tetapi pada data di Tabel 6 tidak ada data yang memenuhi kisaran luas
permukaan arang aktif [23]. Pada luas permukaan antara 48,169 m2/g sampai
129,510 m2/g pun sudah bisa menyerap atau mengadsorpsi asam lemak bebas
dengan cukup baik. Untuk memperoleh luas permukaan lebih dari 300 m2/g, perlu
dilakukan perbaikan treatment pada arang, seperti menambah besar ukuran mesh
agar ukuran partikel arang aktif semakin besar, mengaktifasi arang aktif dengan
konsentrasi aktifator yang lebih besar dan menghilangkan kandungan lignin yang
terkandung di dalam sabut kelapa sehingga pori-pori arang aktif lebih terbuka.

4.3 Tahap Uji Arang Aktif


4.3.1 Uji Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu sifat kimia arang aktif yang turut
mempengaruhi kualitas arang aktif. Penetapan kadar air arang aktif bertujuan
untuk mengetahui sifat higroskopis dari arang aktif. Penentuan kadar air
dilakukan dengan pemanasan sampel arang aktif didalam oven pada temperatur
105 oC selama 1 jam. Hal ini bertujuan untuk melakukan dehidrasi pada arang
aktif secara maksimal.
29

5.00%

4.00%

KADAR AIR
3.00% Kelapa Hijau

Kelapa Gading
2.00%

1.00%
40 60 80
MESH

Gambar 17. Grafik Kadar Air pada Arang Aktif

Pada syarat mutu arang aktif SII 0258-88 (Tabel 2) menyatakan bahwa
maksimal kadar air pada arang aktif sebesar 4,5%. Berdasarkan Gambar 17
terlihat besar persen kadar air pada arang aktif yang diteliti. Baik kelapa hijau
maupun kelapa gading, keduanya mengalami penurunan kadar air dengan
bertambah besarnya ukuran mesh. Hal ini membuktikan bahwa semakin kecil
ukuran partikel maka kadar air pada arang aktif akan semakin rendah.
Rendahnya kadar air yang terkandung pada arang aktif sabut kelapa
menunjukkan bahwa kandungan air bebas dan air terikat pada arang aktif telah
menguap selama proses pengarangan dan proses pengeringan setelah aktifasi.
Dari semua ukuran mesh yang diuji, kelapa hijau dan kelapa gading
memiliki kadar air dibawah batas maksimal syarat mutu kadar air pada arang
aktif. Kelapa gading memiliki kadar air lebih kecil dibandingkan dengan kelapa
hijau pada semua ukuran mesh. Hal ini disebabkan karena kandungan air pada
kelapa gading lebih sedikit dibandingkan dengan kelapa hijau, yang
menyebabkan kandungan air pada sabutnya pun menjadi lebih sedikit [11].

4.3.2 Uji Kadar Zat Menguap


Penetapan kadar zat mudah menguap bertujuan untuk mengetahui jumlah
zat atau senyawa yang belum menguap pada proses karbonisasi dan aktifasi
tetapi menguap pada suhu 950 oC. Komponen yang terdapat dalam arang aktif
adalah air, abu, karbon terikat, nitrogen, dan sulfur [24]. Besarnya kadar zat
30

mudah menguap mengarah kepada kemampuan daya serap karbon aktif. Kadar
zat mudah menguap yang tinggi akan mengurangi daya ser ap arang aktif.

50.0%
50.0%
MENGUAP
ZAT MENGUAP
45.0%
45.0%
40.0%
40.0%
35.0%
35.0%
30.0%
30.0% Kelapa Hijau
KADAR ZAT

25.0%
25.0%
20.0%
20.0% Kelapa Gading
KADAR

15.0%
15.0%
10.0%
10.0%
40 60 80
MESH

Gambar 18. Grafik Kadar Zat Menguap pada Arang Aktif

Berdasarkan Gambar 18 kadar zat mudah menguap cenderung mengalami


penurunan. Arang aktif dengan ukuran 80 mesh memiliki kadar zat menguap
yang paling rendah. Hal ini membuktikan bahwa semakin kecil ukuran partikel
maka kadar bahan yang mudah menguap yang terkandung dalam arang aktif
akan semakin rendah.
Menurut SII 0258-88, maksimal bagian yang menghilang atau menguap
pada pemanasan 950 oC adalah 15%, tapi pada arang aktif yang diuji, hanya
arang aktif dari kelapa hijau dengan ukuran 80 mesh yang memenuhi syarat
maksimal persen kadar zat menguap pada arang aktif. Hal ini disebabkan karena
masih banyaknya kandungan seperti karbon terikat, nitrogen dan sulfur yang
masih terikat akibat proses karbonisasi.

4.3.3 Uji Kadar Abu


Parameter lain yang juga mempengaruhi kualitas arang aktif adalah kadar
abu. Kadar abu merupakan persentase berat oksida-oksida mineral dalam arang
seperti silikon, sulfur, kalsium, dan komponen lain dalam jumlah kecil.
Penentuan kadar abu bertujuan untuk menentukan kandungan oksida logam
yang masih terdapat dalam arang aktif sabut kelapa setelah melalui proses
aktifasi. Kadar abu akan mempengaruhi kualitas arang aktif sebagai adsorben.
Pengujian kadar abu dilakukan dengan memanaskan arang aktif tempurung
31

kelapa dalam furnace pada suhu 800 oC selama 2 jam. Hasil yang diperoleh
adalah abu berupa oksida-oksida logam yang terdiri dari mineral yang tidak
dapat menguap pada proses pengabuan.

3.00%
2.50%
KADAR ABU

2.00%
Kelapa Hijau
1.50%
Kelapa Gading
1.00%
0.50%
40 60 80
MESH

Gambar 19. Grafik Kadar Abu pada Arang Aktif

Pada Gambar 19 dapat dilihat penurunan kadar abu yang cukup signifikan
untuk kedua jenis sabut kelapa. Dari tiga variasi ukuran mesh, ketiganya telah
memenuhi syarat mutu arang aktif, yaitu maksimal 2,5%. Kadar abu terendah
terdapat pada arang aktif dengan ukuran 80 mesh, kelapa hijau sebesar 0,98%
sedangkan kelapa gading 1,24%. Kelapa gading memiliki kadar abu yang lebih
besar karena struktur serat sabut kelapa gading yang lebih halus dan tipis,
sehingga pada saat menjadi arang dan dipanaskan pada suhu 800 oC akan lebih
mudah menjadi abu.

4.4 Tahap Adsorpsi


Adsorpsi adalah proses terjadinya perpindahan masa adsorbat dari fase
gerak (fluida pembawa adsorbat) ke permukaan adsorben. Pemisahan terjadi
karena perbedaan bobot molekul atau porositas, menyebabkan sebagian molekul
terikat lebih kuat pada permukaan dari pada molekul lainnya [8]. Faktor-faktor
yang mempengaruhi adsorpsi adalah jenis adsorbat, karakteristik adsorben,
tekanan, temperatur, dan interaksi potensial [9]. Pada penelitian ini, menggunakan
perbedaan ukuran partikel arang aktif (adsorben) dan temperatur adsorpsi sebagai
variasi penelitian tahap adsorpsi.
32

Proses adsorpsi dilakukan dengan mencampurkan arang aktif dengan


sampel (adsorbat) yang akan diadsorpsi dan diaduk dengan magnetik stirrer pada
kecepatan putaran dan waktu tertentu. Pada penelitian ini digunakan adsorbat
minyak jelantah yang diperoleh dari pedagang warung makan di kantin takol FT.
Untirta, serta dengan kecepatan putaran sebesar 500 rpm dengan waktu adsorpsi
selama 1 jam dengan massa arang aktif sebesar 10 gram dan massa minyak
jelantah 200 ml.

1 2 3

(a) (b)
Gambar 20. (a) Proses Adsorpsi Minyak Jelantah (b.1) Setelah Adsorpsi (b.2) Sebelum
Adsorpsi (b.3) Setelah Adsorpsi

4.4.1 Uji Kadar Asam Lemak Bebas


Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang diperlukan
untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau
lemak. Prinsip penentuan angka asam adalah melarutkan minyak atau lemak
dalam pelarut organik tertentu, dalam penelitian ini digunakan pelarut etanol
90%, kemudian dititrasi dengan penitran basa (KOH). Asam lemak bebas ini
dapat terjadi karena kerusakan minyak akibat hidrolisis trigliserida (lemak).
Nilai awal asam lemak bebas dari minyak jelantah yang diuji adalah 3,614 mg
KOH/g, dimana syarat mutu minyak goreng SNI 3741:2013 menyatakan bahwa
maksimal bilangan asam lemak bebas pada minyak goreng adalah 0,6 mg
KOH/g.
33

1 1
ASAM LEMAK BEBAS

ASAM LEMAK BEBAS


0.9 0.9
Kelapa Kelapa
0.8 0.8
Hijau Hijau
0.7 0.7
Kelapa Kelapa
0.6 Gading 0.6
Gading
0.5 0.5
40 60 80 40 60 80
MESH MESH

(a) (b)
Gambar 21. Grafik Penentuan Asam Lemak Bebas. (a) Temperatur Adsorpsi
30 oC (b) Temperatur Adsorpsi 75 oC
Pada Gambar 21 terdapat dua gambar (a) dan (b). Dari kedua gambar
diatas, semua grafik menunjukkan penurunan asam lemak bebas pada tiap
kenaikan ukuran mesh, baik dari kelapa hijau ataupun kelapa gading dan pada
suhu adsorpsi 30 oC maupun 75 oC. Tetapi, terdapat perbedaan besarnya nilai
asam lemak bebas antara suhu adsorpsi 30 oC dan 75 oC, dimana pada suhu
adsorpsi 30 oC, nilai asam lemak bebas lebih kecil dari suhu adsorpsi 75 oC. Hal
ini disebabkan karena temperatur mempengaruhi adsorpsi, dimana pada saat
molekul-molekul adsorbat melekat pada permukaan adsorben akan terjadi
pembebasan sejumlah energi yang dinamakan eksotermik. Berkurangnya
temperatur akan menambah jumlah adsorbat yang teradsorpsi, demikian juga
untuk peristiwa sebaliknya [9].
Pada temperatur 75 oC viskositas minyak mengalami penurunan, sehingga
minyak menjadi lebih encer, yang menyebabkan kerja magnetic stirrer pada
kecepatan putaran yang sama akan menjadi lebih rendah, hal ini akan membuat
putaran magnetik stirrer akan sedikit lebih cepat.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu et al (2014), kadar asam lemak
bebas yang terkandung dalam minyak jelantah yang diteliti sebesar 1,03%,
setelah diadsoprsi dengan arang aktif sabut kelapa dengan ukuran 80 mesh
selama 1 jam dengan kecepatan putaran 500 rpm menjadi 0,36%, artinya arang
aktif dari sabut kelapa mampu mengadsorpsi asam lemak bebas sebesar 65,05%
[3].
34

Sama halnya dengan temperatur, ukuran partikel atau ukuran mesh juga
mempengaruhi nilai adsorpsi asam lemak bebas. Semakin besar ukuran mesh
maka ukuran partikel akan semakin besar, yang menyebabkan luas permukaan
kontak akan semakin besar, sehingga asam lemak bebas yang diserap akan lebih
banyak [13].
Perbedaan daya serap antara arang aktif dari sabut kelapa hijau dan sabut
kelapa gading adalah komponen pengotor seperti zat menguap dan kadar abu
pada arang aktif, dimana zat pengotor pada arang aktif dari sabut kelapa gading
lebih besar dibandingkan dengan zat pengotor arang aktif dari sabut kelapa
hijau, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 18 dan Gambar 19. Zat pengotor
tersebut dapat menurunkan kualitas arang aktif.

Gambar 22. Minyak goreng setelah titrasi

4.4.2 Uji Kadar Air pada Minyak


Salah satu indikasi baik atau buruknya minyak goreng adalah dengan
menghitung kadar air didalam minyak goreng. Kadar air dinyatakan dalam
persen (%) dari massa kadar air per massa minyak goreng (b/b). Jika kadar air
pada minyak lebih dari 0,15% akan mengakibatkan hidrolisa minyak, dimana
hidrolisa minyak sawit ini akan menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas
yang menyebabkan rasa dan bau tengik pada minyak [19].
35

KADAR AIR %(B/B)

KADAR AIR %(B/B)


0.04 Kelapa 0.04 Kelapa
Hijau Hijau
0.02 Kelapa 0.02
Kelapa
Gading Gading
0 0
40 60 80 40 60 80
MESH MESH
(a) (b)
Gambar 23. Kadar Air Pada Minyak Jelantah Pada Proses Adsorpsi. (a) Temperatur 30
o
C (b) Temperatur 75 oC

Pada Gambar 23 dapat dilihat bahwa kadar air baik pada temperatur
adsorpsi 30 oC maupun 75 oC mengalami penurunan yang signifikan, dimana
kadar air awal minyak jelantah adalah 1,98% (b/b). Arang aktif sabut kelapa
gading memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan arang aktif
dari sabut kelapa hijau, sehingga arang aktif dari sabut kelapa gading lebih baik
dalam mengadsorpsi air yang terkandung di dalam minyak jelantah.
Gambar 23 menunjukkan bahwa kadar air pada temperatur 75 oC lebih
o
rendah dibandingkan dengan kadar air pada temperatur 30 C, hal ini
disebabkan karena pada temperatur 75 oC ada air yang menguap pada saat
proses adsorpsi.

4.5 Mencari Nilai Konstanta Kesetimbangan Isoterm Langmuir


Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben
antara fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat
kesetimbangan pada temperatur tertentu. Isoterm Langmuir berdasarkan asumsi
bahwa :
1. Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat
mengadsorpi satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya.
2. Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama.
3. Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum
Pada penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data-data untuk mencari
nilai konstanta adsorpsi (K). Dari buku Geankoplis, terdapat persamaan isotherm
Langmuir sebagai berikut [23] :
36

(1)

Dimana :
q = kg adsorbat/kg adsorben
qo= kg adsorbat/kg solid
c = kg adsorbat/m3 fluida
K = Konstanta Adsorpsi Langmui

Dari persamaan tersebut dibuat grafik 1/q vs 1/c dengan K/qo sebagai slope dan
1/qo sebagai intercept. Diperoleh grafik sebagai berikut:

3.5 3.7
3.45 3.65
3.4 3.6
1/q

1/q

3.35 3.55
3.3 3.5
3.25 3.45
3.2
3.4
0.00062 0.00064 0.00066 0.00068 0.0007
0.00068 0.00073
1/c 1/c
(a) (b)

3.7 3.8

3.6 3.7
1/q

1/q

3.5 3.6

3.4 3.5

3.3 3.4
0.00065 0.00067 0.00069 0.00071 0.00073 0.00068 0.0007 0.00072 0.00074
1/c 1/c
(c) (d)

Gambar 24. Grafik Hubungan 1/q dengan 1/c untuk Menentukan Nilai K. (a) Kelapa
Hijau 30 oC (b) Kelapa Hijau 75 oC (c) Kelapa Gading 30 oC (d) Kelapa Gading 75 oC
37

Dari Gambar 24 diperoleh nilai K sebagai berikut:


Tabel 7. Nilai Konstanta Adsorpsi Isoterm Langmuir
Suhu Adsorbat
Jenis Kelapa Nilai K
(oC)
Hijau 30 0,1213
Hijau 75 0,1209
Gading 30 0,1212
Gading 75 0,1204

Konstanta adsorpsi adalah nilai tetapan yang bergantung pada jenis


adsorben dan suhu adsorpsi, dimana semakin besar nilai K maka proses adsorpsi
akan semakin baik [25]. Dari Tabel 8 dapat dilihat nilai K isoterm Langmuir,
dimana nilai K terbesar terjadi pada adsorpsi asam lemak bebas pada suhu 30oC
dengan arang aktif dari kelapa hijau yaitu 0,1213. Hal tersebut membutikan
bahwa temperatur adsorbat mempengaruhi adsorpsi. Dimana pada saat molekul-
molekul adsorbat melekat pada permukaan adsorben akan terjadi pembebasan
sejumlah energi yang dinamakan eksotermik. Berkurangnya temperatur akan
menambah jumlah adsorbat yang teradsorpsi, demikian juga untuk peristiwa
sebaliknya [9].

Anda mungkin juga menyukai