Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa dalam berbagai bentuk adalah penyakit yang sering
dijumpai pada semua lapisan masyarakat. Penyakit ini dialami oleh siapa saja,
tidak memandang jenis kelamin, usia, serta status sosial. Gangguan jiwa dapat
mempengaruhi fungsi kehidupan seseorang seperti aktifitas penderita,
kehidupan sosial, ritme pekerjaan, serta hubungan dengan keluarga dapat
menjadi terganggu karena gejala ansietas, depresi dan psikosis.Secara garis
besar penyebab gangguan jiwa dibagi menjadi tiga, yaitu faktor organobiologi,
psikoedukatif dan sosiodemografi.Faktor sosiodemografi meliputi umur, jenis
kelamin, kepadatan penduduk, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan,
ekonomi keluarga dan persepsi peringkat sosial (Maramis, 2007).
Ada berbagai macam jenis gangguan jiwa yang biasa ditemui
diantaranya gangguan jiwa ringan, dengan gejala yaitu: mudah tersinggung,
mudah marah, mempunyai perasan curiga yang berlebihan, angkuh dan sulit
untuk bergaul dengan orang lain (Keliat, 2004). Serta gangguan jiwa berat,
salah satunya yang sering ditemukan adalah skizofrenia.Menurut data WHO,
pada tahun 2013 jumlah penderita skizofrenia mencapai 450 juta jiwa di
seluruh dunia. Prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia sebesar 6,55%.
Angka tersebut tergolong sedang dibanding dengan negara lainnya. Data dari
33 rumah sakit jiwa (RSJ) di seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini
jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang (Maslim,
2012).
Prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat berkisar satu sampai 44
tiga permil penduduk. Misalnya Jawa Tengah dengan penduduk lebih kurang
30 juta, maka akan ada sebanyak 30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10%
dari penderita perlu pelayanan perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang
harus dirawat.Tetapi tidak semua bisa dirawat karena kapasitas pelayanan
perawatan psikiatrik di Jawa Tengah masih dibawah 1.000 tempat tidur.Sisa
yang tidak terawat berada dalam masyarakat dan pasien ini seharusnya perlu
pengawasan yang seksama. Pasien psikotik yang mungkin tenang terkadang
tak terduga akan menjadi agresif tanpa stressor psikososial yang jelas (Keliat,
2004). Skizofrenia biasanya terdiagnosis pada masa remaja akhir dan dewasa
awal, yaitu pada usia 15-25 tahun untuk pria dan 25-35 tahun untuk wanita.
Skizofrenia menggambarkan suatu kondisi psikotik yang terkadang
ditandai dengan keadaan apatis, tidak mempunyai hasrat, asosiasi, serta afek
tumpul (Stuart, 2006).Klien biasanya mengalami gangguan pada pikiran,
persepsi, dan perilaku.Pengalaman subjektif dari pikiran yang terganggu
dimanifestasikan pada gangguan bentuk konsep yang sewaktu-waktu dapat
mengarah pada keadaan salah mengartikan kenyataan, delusi, dan halusinasi.
Dapat juga terjadi perubahan alam perasaan ambivalen, dan hilangnya empati
pada orang lain.
Salah satu tanda dan gejala dari skizofrenia adalah
halusinasi.Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering terjadi dari
gangguan persepsi.Halusinasi merupakan salah satu gangguan persepsi,
dimana terjadi pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik
(Stuart, 2006). Dengan kata lain, klien berespon terhadap rangsangan yang
tidak nyata dan hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.
Dampak dari halusinasi ini adalah pasien sulit bersepon terhadap emosi,
perilaku pasien menjadi tidak terkendali dan akhirnya pasien mengalami
isolasi social Karen atidak mampu bersosialisasi dengan orang lain.
Seorang dengan gangguan jiwa yang dirawat di suatu rumah sakit
jiwa membutuhkan perawatan yang baik agar gangguan yang terjadi dapat
diatasi.Seorang perawat dituntut mampu melaksanakan asuhan keperawatan
yang sesuai dengan permasalahn yang dialami pasien. Di rumah sakit jiwa,
setiap pasien harus memiliki jadwal aktivitas kegiatan harian yang telah
diatur, jadwal tersebut diantaranya adalah jadwal mandi, makan, istirahat,
kegiatan keagamaan, jadwal minum obat serta adapula jadwal-jadwal terapi
generalis, salah satu diantaranya adalah terapi aktivitas kelompok.
Klien dengan kondisi mengalami gangguan halusinasi harus
diarahkan pada respon perilaku dan cara mengontrol datangnya gangguan
halusinasi tersebut melalui asuhan keperawatan yang komprehensif dan terus
menerus disertai dengan terapi-terapi modalitas seperti pemberian aktifitas
kelompok. Terapi aktivitas kelompok merupakan suatu bentuk treatment yang
melibatkan sekelompok orang yang bertemu pada waktu yang telah
direncanakan dengan seorang terapis yang professional (Yosep, 2009).Terapi
aktifitas kelompok ini diharapkan dapat memberi suatu interaksi antara pasien
yang satu dengan pasien yang lain yang saling mengungkapkan dan mengenal
halusinasi yang dirasakannya serta teknik yang dapat digunakan untuk
menghardik halusinasi. TAK juga dilakukan untuk meningkatkan kematangan
emosional dan psikologis pada klien yang mengalami gangguan jiwa pada
jangka waktu yang lama.
Berdasarkan hasil observasi selama bertugas di ruang Larasati
masalah keperawatan yang paling banyak yaitu halusinasi.Dari fenomena
tersebut kelompok tertarik untuk melakukan terapi aktivitas kelompok dengan
topik halusinasi.

B. TUJUAN
1. UMUM
Klien yang mengalami gangguan persepsi halusinasi dapat mengenal
halusinasi dan cara mengontrol halusinasi

2. KHUSUS
a. Klien mampu mengenal isi, waktu, frekuensi dan respon pasien saat
mengalami halusinasi
b. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan menghardik.
c. Klien dapat mengenal jenis obat, manfaat obat, efek samping obat,
kerugian tidak minum obat dan 5 benar minum obat.
d. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
e. Klien dapat menyusun jadwal kegiatan.
C. MANFAAT
1. Pasien
a. Menyediakan tempat mencoba dan menemukan hubungan interpersonal
yang baik.
b. Mengembangkan perilaku yang adaptif.
c. Mampu mengetahui halusinasi.
2. Perawat
Meningkatkan keterampilan yang mandiri dan profesional dalam
berinteraksi dengan pasien gangguan jiwa yang mengalami halusinasi.
3. Rumah Sakit
Dapat memberikan pelayanan yang prima sehingga akan meningkatkan
angka kesembuhan pasien gangguan jiwa yang mengalami halusinasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI
1. Halusinasi
a. Pengertian
Halusinasi merupakan persepsi sensori yang keliru dan
melibatkan panca indera.Halusinasi adalah suatu gangguan atau
perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi.Suatu penerapan panca indera tanpa ada
rangsangan dari luar.Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indera tanpa stimulus eksternal atau persepsi palsu
(Maramis, 2005).

b. Etiologi
1) Faktor Predisposisi
a) Faktor Biologis
(1) Gangguan perkembangan otak frontal dan temporal
(2) Lesi pada korteks frontal dan temporal
(3) Gangguan tumbuh kembang pada pre natal, perinatal,
neonatal, dan kanak-kanak.
b) Faktor Psikologis
(1) Pola asuh yang over protektif
(2) Hubungan dengan ayah/ibu tidak adekuat (perhatian
berlebihan atau kurang)
(3) Konflik perkawinan
(4) Koping dalam menghadapi stress tidak efektif
c) Faktor Sosial Budaya
(1) Kemiskinan
(2) Ketidakharmonisan sosial budaya
(3) Hidup terisolasi
(4) Stress yang berkepanjangan
2) Faktor Presipitasi
a) Internal : berupa kelemahan fisik, keputusasaan, dan
ketidakberdayaan
b) Eksternal : lingkungan yang rebut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan (Keliat, 2007).

c. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala halusinasi dapat dilihat berdasarkan 4 fase
halusinasi, yaitu :
1) Fase I (Comforting)
Penderita tidak merasa terganggu dengan adanya halusinasi dan
biasanya muncul saat sedang sendiri/ melamun/ menyendiri.
Tanda-tanda :
a) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
b) Menggerakkan bibir tanpa menimbulkan suara
c) Gerakan mata yang cepat
d) Bicara yang lamban
e) Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang menjijikan
2) Fase II (Condemning)
Penderita mulai merasa terganggu dan kehilangan kendali
serta mungkin berusaha menghilangkan halusinasinya.Misalnya
mendengar suara-suara yang mengejek. Tanda-tanda :
a) Nadi meningkat, pernapasan meningkat, tekanan darah
meningkat, dan konsentrasi bekurang
b) Individu merasa malu dan menarik diri dari orang lain
3) Fase III (Controling)
Penderita meyakini, mengikuti dan melakukan isi dari
halusinasi.Misalnya, mendengar suara yang menyuruh
membanting piring, maka penderita mengikutinya dengan
benar-benar membanting piring. Tanda-tanda :
a) Mengikuti petunjuk dari halusinasi daripada menolaknya
b) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
c) Rentang perhatian hanya dalam beberapa menit bahkan
detik
d) Gejala fisik kecemasan berat, seperti keringat banyak,
tremor, ketidakmampuan mengikuti petunjuk.
4) Fase IV (Concuering)
Penderita menjadi panik, cemas berat, takut jika tidak
mengikuti halusinasi. Dapat terjadi beberapa jam atau hari jika
tidak ditangani dengan baik. Tanda-tanda :
a) Perilaku menyerang, tremor, panic
b) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau melukai orang
lain
c) Amuk, agresi, menarik diri
d) Komunikasi menurun (Maramis, 2005).

d. Jenis-jenis halusinasi
Menurut Stuart (2006), jenis-jenis halusinasi adalah sebagai
berikut :
1) Pendengaran
Mendengar suara-suara/kebisingan, paling sering suara
orang.Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai
kata-kata yang jelas berbicara tentang klien bahkan sampai ke
percakapan lengkap antara 2 orang atau lebih tentang orang
yang mengalami halusinasi.Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan
sesuatu yang kadang-kadang membahayakan.
2) Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks,
bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.
3) Penghirup
Membaui bau-bau tertentu seperti bau darah, urin, feses,
umumnya bau-bau yang tidak menyenangkan.Halusinasi
penghirup sering akibat stroke, tumor, kejang atau demensia.
4) Pengecapan
Merasa mengecap seperti rasa darah, urin, atau feses
5) Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda
mati, atau orang lain
6) Chenestatic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau
arteri, pencernaan makanan, atau pembentukkan urin.
7) Kinestetik
Merasakan pergerakkan sementara sedang berdiri tanpa
bergerak.
e. Proses Terjadinya Masalah

Resiko mencederai diri,


orang lain dan lingkungan

Perubahan
persepsi sensori
Halusinasi

Isolasi sosial : menarik


diri

Perasaan tidak dihargai oleh


keluarga dan orang lain

f. Rentang Respon

g. Penanganan
1) Farmakologi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/
skizofrenia biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti
psikotik antara lain:
a) Golongan butirofenon: Haloperidol, Haldol, Serenace,
Lodomer. Pada kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk
injeksi 3 x 5 mg, im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3 x 24
jam. Setelahnya pasien biasanya diberikan obat per oral 3x 1,5
mg atau 3 x 5 mg.
b) Golongan fenotiazine:Chlorpromazine/Largactile/Promactile.
Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan
3 x 100 mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat
dikurangi 1 x 100mg pada malam hari saja.
2) Nonfarmakologi
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a) Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan
ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan
pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar
terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di
pegang.Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional.Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati
pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di
beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang
dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk
berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar
atau hiasan dinding, majalah dan permainan
b) Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan
sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di
terimanya.Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi
instruktif.Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan
betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
c) Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi
masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif,
perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan
penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui
keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat
dengan pasien.
d) Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan
gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau
melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal
kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
e) Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses
perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu
tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan
kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia
sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada
orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang
ada.Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga
pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien
sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
2. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
a. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok (TAK) adalah terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama. Bentuk terapi yang digunakan berupa
aktivitas yang dilakukan oleh kelompok. Aktivitas kelompok yang
dilakukan disesuaikan dengan karakteristik masalah yang dialami
kelompok. Di dalam kelompok, terjadi dinamika interaksi yang saling
bergantung, saling membutuhkan dan menjadi tempat klien berlatih
perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang
maladaptif (Muslim, 2012).

b. Manfaat TAK
Terapi aktivitas kelompok diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui komunikasi
dan umpan balik dengan atau dari orang lain, membentuk sosialisasi,
meningkatkan fungsi psikologis (meningkatkan kesadaran tentang
hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensif
dan adaptasi), membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi
psikologis seperti kognitif dan afektif, menyalurkan emosi secara
konstruktif, eningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk
diterapkan sehari-hari, bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan
ekspresi diri, keterampilan sosial, kepercayaan diri, kemampuan
empati, dan meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah
kehidupan dan pemecahannya (Yosep, 2009).

c. Tahapan dalam TAK


Terdapat empat tahapan dalam kegiatan TAK dimana dalam
proses tersebut kelompok akan berkembang, yaitu: Fase pra-kelompok;
fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok.
1) Fase Prakelompok
Fase pra kelompok merupakan fase persiapan atau
perencanaan pelaksanaan TAK.Kegiatan yang dilakukan pada fase
ini diantaranya membuat tujuan, menentukan leader, jumlah
anggota, kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang
digunakan. Jumlah anggota kelompok yang idea dengan cara
verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan
maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk
mengikuti TAK adalah telah memiliki diagnosa yang jelas, tidak
terlalu gelisah, tidak agresif, dan waham tidak terlalu berat.
2) Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok
baru dan peran baru.Yalom dalam Stuart (2006) membagi fase ini
menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif.Sementara
Tukman dalam Stuart (2006) juga membaginya dalam tiga fase,
yaitu forming, storming, dan norming.
a) Tahap orientasi
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial
masing-masing, leader menunjukkan rencana terapi dan
menyepakati kontrak dengan anggota.
b) Tahap konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin
perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun
negatif dan membantu kelompok mengenali penyebab
konflik.Serta mencegah perilaku perilaku yang tidak produktif
(Purwaningsih & Karlina, 2010).
c) Tahap kohesif
Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang
informasi dan lebih intim satu sama lain (Keliat, 2004).
3) Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok
menjadi stabil dan realistis (Keliat, 2004).Pada akhir fase ini,
anggota kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan yang
bertambah disertai percaya diri dan kemandirian (Yosep, 2007).
4) Fase Terminasi
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan
pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada
kehidupan sehari-hari. Terminasi dapat bersifat sementara
(temporal) atau akhir (Keliat, 2004).

d. Jenis-jenis TAK
Terapi Aktifitas Kelompok berdasarkan masalah keperawatan jiwa
yang paling banyak ditemukan dikelompok sebagai berikut :
1) TAK sosialisasi (untuk klien dengan menarik diri yang sudah
sampai pada tahap mampu berinteraksi dalam kelompok kecil dan
sehat secara fisik).
2) TAK stimulasi sensori (untuk klien yang mengalami gangguan
sensori).
3) TAK orientasi realita (untuk klien halusinasi yang telah mengontrol
halusinasinya, klien waham yang telah dapat berorientasi kepada
realita dan sehat secara fisik).
4) TAK stimulasi persepsi : halusinasi (untuk klien dengan halusinasi)
5) TAK peningkatan harga diri (untuk klien dengan HDR)
6) TAK penyaluran energi (untuk klien perilaku kekerasan yang telah
dapat mengekspresikan marahnya secara konstruktif, klien menarik
diri yang dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap dan
sehat secara fisik).
e. Peran Perawat dalam Pelaksanaan Terapi TAK
1) Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok
Sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat
harus terlebih dahulu, membuat proposal. Proposal tersebut akan
dijadikan panduan dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok,
komponen yang dapat disusun meliputi : deskripsi, karakteristik
klien, masalah keperawatan, tujuan dan landasan teori, persiapan
alat, jumlah perawat, waktu pelaksanaan, kondisi ruangan serta
uraian tugas terapis.
2) Tugas sebagai leader dan co-leader
Meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi pola-pola
komunikasi yang terjadi dalam kelompok, membantu anggota
kelompok untuk menyadari dinamisnya kelompok, menjadi
motivator, membantu kelompok menetapkan tujuan dan membuat
peraturan serta mengarahkan dan memimpin jalannya terapi
aktivitas kelompok.
3) Tugas sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan
kelompok sebagai anggota kelompok dengan tujuan memberi
stimulus pada anggota kelompok lain agar dapat mengikuti
jalannya kegiatan.
4) Tugas sebagai observer
Tugas seorang observer meliputi : mencatat serta mengamati
respon penderita, mengamati jalannya proses terapi aktivitas dan
menangani peserta/anggota kelompok yang drop out.
5) Tugas dalam mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan
terapi
Masalah yang mungkin timbul adalah kemungkinan timbulnya
sub kelompok, kurangnya keterbukaan, resistensi baik individu
atau kelompok dan adanya anggota kelompok yang drop out. Cara
mengatasi masalah tersebut tergantung pada jenis kelompok
terapis, kontrak dan kerangka teori yang mendasari terapi aktivitas
tersebut.
6) Program antisipasi masalah
Merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi keadaan yang bersifat darurat (emergensi dalam
terapi) yang dapat mempengaruhi proses pelaksanaan terapi
aktivitas kelompok.

f. TAK Stimulasi Persepsi


TAK stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas
sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004). Fokus terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi adalah membantu pasien yang mengalami
kemunduran orientasi dengan karakteristik: pasien dengan gangguan
persepsi; halusinasi, menarik diri dengan realitas, kurang inisiatif atau
ide, kooperatif, sehat fisik, dan dapat berkomunikasi verbal (Yosep,
2007).
Aktivitas dibagi dalam lima sesi yang tidak dapat dipisahkan,
yaitu mengenal karakteristik halusinasi, mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik halusinasi tersebut, mengontrol halusinasi dengan
cara bercakap-cakap dengan orang lain, mengontrol halusinasi dengan
cara melakkan kegiatan aktivitas fisik, dan mengontrol halusinasi
dengan cara minum obat secara teratur.
B. KERANGKA TEORI

HALUSINASI

PENANGANAN
FAKTOR FAKTOR
PREDISPOSISI: PRESIPITASI:

Biologis Internal FARMAKOLOGI: NON-


Psikologis eksternal FARMAKOLOGI:
Golongan
Soisal budaya
butirofenon Menciptakan
Golongan lingkungan
fenotiazine: yang
terapeutik
Melaksanakan
program terapi
dokter
Menggali
permasalahan
pasien dan
;
membantu
mengatasi
masalah yang
ada
Memberi
aktivitas pada
pasien(TAK)
Melibatkan
keluarga dan
petugas lain
dalam proses
perawatan
18

Anda mungkin juga menyukai