Anda di halaman 1dari 20

Laporan Praktikum

Teknologi Pengolahan Hasil Ternak

PRAKTIKUM I
PEMBUATAN BAKSO

Oleh
Nama : Trisnawati Empra

Nim : I111 15 354

Kel / Gel : VIII/I

Waktu : Senin, 27 Februari 2017

Asisten : Haikal

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging adalah bagian hewan yang disembelih (sapi, kerbau, kambing,

domba) yang dapat dimakan dan berasal dari otot rangka atau yang terdapat di

lidah, diafragma, jantung dan oesophagus dengan atau tidak mengandung lemak.

Daging merupakan otot hewan yang tersusun dari serat-serat yang sangat kecil

yang masing-masing serat berupa sel memanjang. Sel serat otot mengandung dua

macam protein yang tidak larut, yaitu kolagen dan elastin yang terdapat pada

jaringan ikat.

Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi

kebutuhan gizi. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang

selalu mendapat perhatian untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Selain

sebagai sumber gizi, juga perlu diperhatikan keamanan pangan serta aman,

bermutu dan bergizi baik disamping itu produk pangan dapat berpengaruh

kepada peningkatan derajat kesehatan.

Bakso merupakan produk olahan daging dimana daging tersebut telah

dihaluskan terlebih dahulu dan dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung dan

kemudian dibentuk seperti boal-bola kecil, lalu di rebus dalam air panas. Produk

olahan daging seperti bakso telah banyak dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat.

Secara teknis pengolahan bakso cukup mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja.

Bila ditinjau dari upaya kecukupan gizi, bakso dapat dijadikan sebagai sarana

yang tepat dan produk ini bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua lapisan

masyarakat. Sekarang ini bakso tidak hanya disajikan seperti mie bakso atau mie
ayam. Tetapi bakso juga dapat disajikan sebagai bahan campuran dalam beragam

masakan lainnya, misalnya dalam nasi goring, mie goring, capcay dan aneka sup.

Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya praktikum mengenai pembuatan

bakso.

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan praktikum Pembuatan Bakso yaitu untuk dapat membuat bakso

dengan cara yang benar dan higienis, mengetahui komposisi bahan yang tepat

dalam pembuatan bakso dan menilai karakteristik bakso yang baik.

Kegunaan praktikum Pembuatan Bakso yaitu agar dapat membuat bakso

dengan cara yang benar dan higienis, mengetahui komposisi bahan yang tepat

dalam pembuatan bakso dan menilai karakteristik bakso yang baik.


TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Daging Sapi

Daging yang digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan bakso

diambil dari otot iliopsoas sapi Bali bagian has dalam (fillet) (M.Hatta dan E.

Murpiningrum, 2012). daging yang digunakan harus daging segar dari ternak yang

baru dipotong. Dan sebaiknya jangan menggunakan daging yang telah dilayukan,

yaitu daging yang telah mengalami proses aging atau penuaan, karena bila

menggunakan daging yang telah layu, tekstur bakso yang dihasilkan menjadi

kurang kenyal. Daging yang digunakan harus yang bebas lemak dan jaringan ikat.

Sebaiknya berasal dari bagian paha belakang, paha depan, daging penutup,

tanjung, pendasar, gandik atau bagian-bagian lain yang berserat halus. Jenis

daging sapi yang baik untuk pembuatan bakso adalah : daging (beef) bagian bahu

atas maupun bahu bawah atau yang disebut : Sampil (blade) yang merupakan

daging yang tebal dan empuk yang komposisinya 5,5 % dari bobot karkas sapi

(Hasrati dan Rini, 2011).

Daging merupakan semua jaringan hewan beserta produk hasil

pengolahannya yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan

bagi yang memakannya. Otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan

karena fungsi fisiologisnya telah berhenti. Otot merupakan komponen utama

penyusun daging. Daging juga tersusun dari jaringan ikat, epitel, jaringan-jaringan

saraf, pembuluh darah dan lemak. Hewan yang telah dipotong (postmortem),

fungsi otot tidak langsung berhenti dan otot menjadi daging, tetapi masih terjadi

perubahan-perubahan fisik dan kimia untuk beberapa jam bahkan beberapa hari.
Proses ini merupakan proses konversi otot (muscle) menjadi daging (meat).

Selama 24-36 jam pertama postmortem, proses yang dominan adalah glikolisis

postmortem. Perubahan degradatif termasuk denaturasi protein dan proteolisis

terjadi sebelum pH ultimat atau pH akhir karkas atau daging tercapai. Penurunan

pH karkas postmortem mempunyai hubungan yang erat dengan temperatur

lingkungan (penyimpanan). Pada dasarnya, temperature tinggi meningkatkan laju

penurunan pH, sedangkan temperatur rendah menghambat laju penurunan pH

(Putri, 2009).

Selain kaya protein, daging juga mengandung energy sebesar 250

kkal/100g. jumlah energy dalam daging ditentukan oleh kandungan lemak

intraseluler di dalam serabut-serabut otot. Kadar lemak pada daging berkisar

antara 5-40 %, tergantung pada jenis dan spesies, makanan dan umur terna.

Daging juag mengandung kolesterol, kadar kolesterol daging sekitar 500mg/100g.

Daging juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang baik. Secara umum,

daging merupakan sumber mineral kalsium, fosfor, dan zat besi, serta vitamin B

kompleks (niasin, ribovlafin, dan tiamin), tetapi rendah kadar vitamin C

(Sudarwati, 2007).

Pengawetan daging merupakan kegiatan yang dimaksudkan

memperpanjang daya simpan (awet) daging. Ada beberapa macam cara

pengawetan yang dilakukan pada daging antara lain pendinginan, pembekuan,

curing, pengasapan, pengeringan dan irradiasi. Sedangkan pengolahan adalah

suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk dari bahan baku

menjadi suatu produk olahan. Ada beberapa cara dalam melakukan pengolahan
daging yaitu pencacahan, penggilingan, pencampuran, pemberian bentuk,

pengisian, pengeringan, pengasapan, fermentasi dan pengemasan (Abustam,

2017).

Tinjauan Umum Bakso

Bakso merupakan produk gel dari protein daging, baik daging sapi, ayam,

ikan maupun udang. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan

utama garam dapur, tepung tapioka, dan bumbu, berbentuk bulat seperti kelereng

dengan berat 25-30 gram/butir. Setelah dimasak bakso memiliki tekstur yang

kenyal sebagai ciri spesifiknya (Sudarwati, 2007).

Salah satu produk olahan daging yang sudah lama dikenal dan sangat

digemari masyarakat Indonesia adalah bakso. Pendistribusian bakso di wilayah

Indonesia sudah sangat luas sehingga produk ini memegang peranan penting

dalam penyebarluasan protein hewani bagi konsumsi zat gizi masyarakat

Indonesia. Ciri khas dari produk bakso ini adalah bentuknya yang bulat

menyerupai bola padat yang sangat menarik. Produk ini mempunyai bahan baku

utama daging dan bahan tambahan lainnya seperti tepung, garam, es, Sodium

Tripolyposphat (STPP) dan bumbu penyedap. Bakso banyak diminati karena

rasanya yang enak, harganya relatif murah dan kaya nilai gizi. Daging yang sering

digunakan adalah daging sapi segar prerigor yang diperoleh setelah pemotongan

hewan tanpa disimpan dahulu. Jumlah protein yang dapat terekstrak dari daging

pada fase prerigor akan lebih besar dibandingkan fase rigormortis (Putri, 2009).
Kualitas Organoleptik

Penilaian dengan organoleptik yang juga disebut dengan penilaian

organoleptik atau penilaian sensoris, merupakan peni laian yang biasa diterapkan

pada komoditi hasil pertanian yang di dalamnya menyangkut hasil-hasil

peternakan, dalam tingkat kesukaan konsumen terhadap hasil olahan daging.

Pembuatan bakso diharapkan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh

konsumen. Kesesuaian dengan apa yang dikehendaki oleh konsumen, meliputi :

bau (aroma), rasa dan tekstur (Hasrati dan Rini, 2011).

Bau (aroma) merupakan sesuatu yang diamati dengan indera penciuman.

Aroma dan rasa bakso daging sapi cenderung berasal dari kandungan lemak

daging dari bahan penyusun bakso tersebut. Rasa, dinilai dengan indera pengecap

yang pada dasarnya dibagi menjadi empat kriteria rasa, meliputi : rasa asin, rasa

pahit, rasa asam dan rasa manis. Penentuan rasa bakso daging sapi merupakan

gabungan dari berbagai rasa bahan penyusun secara terpadu yang menjadi ciri

khas bakso daging sapi (Hasrati dan Rini, 2011). .

Tekstur merupakan sensasi tekanan yang diamati dengan gigi pada saat

menggigit, mengunyah dan menekan dengan menggunakan perasaan jari tangan.

Kempukan secara keseluruhan, meliputi tekstur dan melibatkan tiga aspek

penilaian. Pertama, kemudahan awal penetrasi gigi ke dalam daging; Kedua,

mudahnya daging dikunyah menjadi fragmen / potonganpotongan yang lebih kecil

dan; Ketiga, jumlah residu yang tertinggal setengah pengunyahan (Hasrati dan

Rini, 2011).
Warna merupakan refleksi cahaya pada permukaan bahan yang ditangkap

oleh indra penglihatan dan ditranmisi dalam sistem syaraf. Perubahan warna dapat

ditentukan oleh pembuatan bahan kimia dan perombakan enzim menjadi

pigmen.Warna mempengaruhi penerimaan suatu bahan pangan, karena umumnya

penerimaan bahan yang pertama kali dilihat adalah warna. Warna yang menarik

akan meeningkatkan penerimaan produk. Pada saat pemasakan warna bahan atau

produk pangan dapat berubah. Hal ini dapat disebabkan oleh hilangnya sebagian

pigmen akibat pelepasan cairan sel pada saat pemasakan atau pengolahan,

intensitas warna semakin menurun). Warna produk bakso dipengaruhi oleh

kualitas warna bahan baku (daging) (Putri, 2009).

Bahan Pengikat dan Pengisi

Bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan bakso adalah tepung

tapioka, telur, bawang putih (Allium cepa ), garam dapur (NaCl), merica bubuk,

Mono Sodium Glutamat (MSG) dan es batu (Hasrati dan Rini, 2011). .

Dalam pembuatan bakso, tepung tapioka ini berfungsi untuk memperbaiki

dan menstabilkan emulsi, meningkatkan daya ikat air, memperkecil penyusutan,

menambah volume dan memperbaiki tekstur bakso. Dan karena harganya yang

relatif murah, bila digunakan sebagai bahan pengisi bakso, dapat menekan biaya

produksi. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang dan gandum, komposisi

zat gizi tepung tapioka cukup baik (Hasrati dan Rini, 2011).

Bawang putih atau garlic (Allium cepa) merupakan salah satu bumbu yang

diperlukan untuk pengolahan bahan pangan, karena bawang putih ini akan

memberikan rasa, bau spesifik atau perangsang untuk dapat menimbulkan selera
makan. Di antara beberapa komponen bioaktif yang terdapat pada bawang putih,

senyawa sulfida adalah senyawa yang terbanyak jumlahnya. Senyawa-senyawa

tersebut antara lain adalah dialil sulfida atau dalam bentuk teroksidasi disebut

dengan alisin (Hasrati dan Rini, 2011).

Garam dapur (NaCl) ditambahkan pada bahan olahan dapat berperan untuk

menghasilkan rasa asin, aroma dan sekaligus sebagai bahan pengawet (Putri,

2009). Garam yang ditambahkan pada daging yang digiling akan meningkatkan

protein myofibril yang terekstraksi. Protein ini memiliki peranan penting sebagai

pengemulsi. Fungsi garam adalah menambah atau meningkatkan rasa dan

memperpanjang masa simpan (shelf-life) produk (Hasrati dan Rini, 2011).

Merica, merupakan salah satu bahan bumbu untuk memberikan kesan rasa

pedas pada produk pangan serta dapat memperbaiki rasa dan aroma. Manfaat lain

adalah untuk meningkatkan nafsu makan, karena efek stimulasi dalam saluran

usus, sehingga memberikan reaksi rasa pedas dari pengaruh non volatil ether

extract yang terkandung dalam merica (Hasrati dan Rini, 2011). .

Es batu disini menggantikan fungsi air sebagai fase pendispersi dalam

olahan bakso secara manual. Penggunaan es batu ini sangat penting dalam

pembentukan tekstur bakso. Dengan adanya es batu ini, suhu selama proses

penggilingan dapat dipertahankan tetap rendah, sehingga protein daging tidak

terdenaturasi dan ekstraksi proteinnya akan berjalan dengan baik. Selain itu es

batu juga berfungsi untuk meningkatkan kandungan air dan rendemen adonan

bakso, sehingga tidak menjadi kering selama proses penggilingan maupun selama

perebusan (Hasrati dan Rini, 2011).


METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat

Praktikum mengenai Pembuatan Bakso dilaksanakan pada hari Senin, 27

Februari 2017 pukul 14.00 WITA sampai selesai bertempat di Laboratorium

Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Materi Praktikum

Alat yang digunakan pada pembuatan bakso yaitu food processor, sendok,

panci, kompor, wadah/baskom dan timbangan.

Bahan yang digunakan adalah daging sapi segar 200 gram, tepung

kanji/tapioka 80 gram, es, garam 8 gram, merica bubuk 2 gram, bawang putih 5

gram, bawang goreng 15 gram dan air.

Prosedur Kerja

Pertama-tama menyiapkan bahan dan peralatan dalam keadaan bersih.

Menimbnag bahan sesuai yang dibutuhkan kemudian memotong daging bentuk

dadu kecil dan memasukkannya dalam food processor beserta garam dan es

secukupnya. Giling selama 1-2 menit lalu menambahkan tepung kanji, merica,

bawang putih, bawang goreng kedalam food processor dan menggilingnya selama

2-3 menit hingga adonan menjadi legit. Selanjutnya memanaskan air. Selama air

di panaskan cetak adonan membentuk butiran bakso. Setelah mencetak bakso

kemudian masukkan bakso kedalam air yang telah dipanaskan hingga matang

(mengapung).
Uji Organoleptik

Uji organoleptik atau uji indera atau uji sensori merupakan cara pengujian

dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya

penerimaan terhadap produk. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting

dalam penerapan mutu.

Warna
Hitam Coklat Muda

1 2 3 4 5 6

Ket: 1. Hitam
2. Hitam kecoklatan
3. Coklat tua
4. Sedikit coklat
5. Cokla
6. Coklat muda

Tekstur
Kasar Halus

1 2 3 4 5 6

Ket: 1. Kasar
2. Agak kasar
3. Sedikit kasar
4. Agak halus
5. Sedikit halus
6. Halus

Keempukan
Tidak Empuk Sangat Empuk

1 2 3 4 5 6

Ket: 1. Tidak empuk


2. Sedikit empuk
3. Agak empuk
4. Lumayan empuk
5. Empuk
6. Sangat empuk
Kesukaan
Tidak Suka Sangat Suka

1 2 3 4 5 6

Ket: 1. Tidak suka


2. Sedikit suka
3. Agak suka
4. Lumayan suka
5. Suka
6. Sangat suka
Diagram Alir

Menyiapkan
Memotong daging Menyiapkan bahan
bentuk dadu peralatan
yang bersih

Memasukkan daging, garam dan


es kedalam food processor

Menggiling selama 1-2 menit


Memanaskan
air
Menambahkan tepung kanji, merica,
bawang putih dan bawang goreng

Menggiling selama 2-3 menit

Mencetak bakso membentuk


bulatan

Memasak bulatan bakso hingga Melakukan uji


matang (mengapung) organoleptik
Gambar 1. Diagram alir pembuatan bakso
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Organoleptik Pembuatan Bakso

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan di Laboratorium

Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, diperoleh

hasil sebagai berikut

Tabel 1. Hasil Organoleptik Pembuatan Bakso


No Indikator Skala
1 Warna 3,95
2 Tekstur 4,81
3 Keempukan 4,61
4 Kesukaan 3,45
Sumber: Data Hasil Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, 2017

Warna

Warna dari bakso yang di buat berada pada skala 3,95 (cokelat), hal ini

menunjukkan bahwa warna bakso yang dibuat pada saat praktikum berada pada

kualitas warna yang sedang. Warna yang di hasilkan oleh bakso dipengaruhi oleh

bahan campuran ataupun jenis daging yang digunakan. Namun perubahan warna

pada bakso juga dapat di pengaruhi oleh proses pada saat pemasakan bakso. Hal

ini sesuai dengan pendapat Putri (2009) bahwa Pada saat pemasakan warna bahan

atau produk pangan dapat berubah. Hal ini dapat disebabkan oleh hilangnya

sebagian pigmen akibat pelepasan cairan sel pada saat pemasakan atau

pengolahan, intensitas warna semakin menurun. Warna produk bakso dipengaruhi

oleh kualitas warna bahan baku (daging).


Tekstur

Tekstur berada pada skala 4,81 (agak halus), hal yang mempengaruhi

perubahan tekstur pada bakso adalah kandungan air yang terdapat dalam bakso.

Bakso dikatakan memiliki tekstur yabg baik jika bakso tersebut mudah di gigit

dan di kunyah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasrati dan Rini (2011) bahwa

Tekstur merupakan sensasi tekanan yang diamati dengan gigi pada saat menggigit,

mengunyah dan menekan dengan menggunakan perasaan jari tangan. Kempukan

secara keseluruhan, meliputi tekstur dan melibatkan tiga aspek penilaian. Pertama,

kemudahan awal penetrasi gigi ke dalam daging; Kedua, mudahnya daging

dikunyah menjadi fragmen / potonganpotongan yang lebih kecil dan; Ketiga,

jumlah residu yang tertinggal setengah pengunyahan.

Keempukan

Keempukan bakso berada pada skala 4,61 (agak halus). Keempukan pada

setiap bakso berbeda-beda tergantung daging yang digunakan serta jumlah tepung

tapioka yang di gunakan, karena tepung tapioka pada pembuatan bakso berfungsi

untuk memperbaiki tekstur bakso. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasrati dan

Rini (2011) bahwa dalam pembuatan bakso, tepung tapioka ini berfungsi untuk

memperbaiki dan menstabilkan emulsi, meningkatkan daya ikat air, memperkecil

penyusutan, menambah volume dan memperbaiki tekstur bakso.

Kesukaan

Kesukaan pada bakso berada pada skala 3,45 (Lumayan suka) hal ini dapat

terjadi karena memang bakso merupakan makanan yang banyak di gemari oleh
masyarakat di Indonesia karena rasanya yang enak. Hal ini sesuai dengan

pendapat Putri (2009) bahwa bakso banyak diminati karena rasanya yang enak,

harganya relatif murah dan kaya nilai gizi.


PENUTUP

Kesimpulan

Dari hasil praktikum pembuatan bakso diperoleh hasil yaitu bakso yang di

buat berwarna cokelat pada skala 3,95, dengan tekstur yang agak halus yaitu skala

4,81 dan teksturnya sedikit empuk dengan skala 4,61 serta tingkat kesukaan

lumayan suka pada skala 3,45. Setiap pembuatan bakso memiliki indikator yang

berbeda skalanya karena adanya pengaruh dari daging yang digunakan serta

pencampuran adonan dan bumbu.

Saran

Dalam pembuatan bakso, gunakan daging yang berkualitas, dan

pencampuran adonan serta bumbunya harus seimbang sehingga di peroleh kualitas

bakso yang baik.


DAFTAR PUSTAKA

Abustam, E. 2017. Bahan Ajar Mata Kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Ternak.
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar

Hasrati E dan Rini R. 2011. Kajian Penggunaan Daging Ikan Mas (Cyprinus
carpio linn) terhadap Tekstur dan Cita Rasa Bakso Daging Sapi. Jurnal
Agromedia Vol. 29 No. 1 Maret 2011.

Hatta, M dan E, Murpiningrum. 2012. Kualitas Bakso Daging Sapi dengan


Penambahan Garam (NaCl) dan Fosfat (Sodium Tripolifosfat/stpp)
pada Level dan Waktu yang Berbeda. Jurnal JITP Vol. 2 No.1 Januari
2012.

Sudarwati. 2007. Pembuatan Bakso Daging Sapi dengan Penambahan Kitosan.


Skripsi Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.

Putri, A F E. 2009. Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso Daging Sapi pada Lama
Postmortem yang Berbeda dengan Penambahan Karagenan. Skripsi
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN

Data Perhitungan

Warna
1 (0)+2(1)+3(8)+4(7)+5(3)+6(3) 0+2+24+28+15+18
=
22 22

87
= 22

= 3,95

Tekstur
1 (0)+2(2)+3(1)+4(2)+5(13)+6(4) 0+4+3+8+45+24
=
22 22

104
=
22

= 4,81

Keempukan
1 (0)+2(0)+3(2)+4(4)+5(15)+6(1) 0+0+6+16+75+6
22
= 22

103
= 22

= 4,61

Kesukaan
1 (2)+2(1)+3(6)+4(10)+5(3)+6(0) 2+2+18+40+15+6
=
22 22

77
= 22

= 4,68
Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai