Anda di halaman 1dari 37

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Meningkatnya jumlah penduduk di dunia tentunya banyak mempengaruhi berbagai


sendi kehidupan. Termasuk di dalamnya adalah meningkatnya kebutuhan akan energi.
Kebutuhan terhadap energi terus meningkat drastis terlebih lagi saat ini semua teknologi
maju sangat membutuhkan energi yang sangat besar. Tentunya hal ini menuntut kerja
keras dalam upaya memaksimalkan secara efisien akan kebutuhan sumber-sumber energi
tersebut. Pemanfaatan energi saat ini diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan.
Pemanfaatan ini salah satu caranya dengan memanfaatkan panas, salah satu caranya
dengan menggunakan alat penukar panas yang digunakan untuk perpindahan panas.

Alat penukar panas merupakan suatu peralatan dimana terjadi perpindahan panas dari
suatu fluida yang mempunyai temperatur yang lebih tinggi ke fluida lain yang
temperaturnya lebih rendah atau sebaliknya. Dan salah satu alat penukar panas adalah
furnace. Furnace adalah salah satu peralatan penukar panas dengan pembakaran bahan
bakar (fuel oil dan fuel gas) dalam burner sebagai sumber panas.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui perfomansi dari furnace yang ada di Laboratorium Teknik


Konversi Energi.

2. Untuk menentukan dan mengetahui nilai efisiensi dari pengujian perfomansi furnace
yang ada di Laboratorium Teknik Konversi Energi.

1.1 Rumusan Masalah

1
Pada rumusan masalah ini,. furnace yang digunakan menggunakan listrik, sehingga
arus dan tegangan yang diukur. Dan pada pengujian ini efisiensi dihitung dan juga
bagaimana perfomansi dari pengujian furnace yang ada di Laboratorium Teknik Konversi
Energi.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah yang akan dibahas adalah menghitung efisiensi dari pengujian
perfomansi furnace tersebut dan mengetahui perfomansi dari furnace yang ada di
Laboratorium Teknik Konversi Energi

1.5 Metodologi

1. Studi literatur

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengumpulkan dan membaca referensi
yang relevan dengan obyek.

2. Pengujian alat

Melakukan pengujian alat untuk mengetahui apakah alat tersebut bekerja dengan baik

1.6 Sistematika Penulisan

Penyusunan tugas akhir disusun dengan struktur yang terarah. Adapun sistematika
penulisan dibuat dengan urutan sebagai berikut :

BAB I LATAR BELAKANG

Bab ini berisi tentang pembahasan hal-hal yang mendorong atau memotivasi
penulis memilih masalah yang menjadi topik utama dalam penulisan, antara lain latar
belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan, metodologi serta sistematika
penulisan.

BAB II TEORI DASAR

2
Bab ini berisi tentang teori-teori yang menunjang pembahasan dan penyelesaian
permasalahan yang diambil pada penulisan tugas akhir dimana teori-teori ini diambil dari
berbagai literature.

BAB III PENGUJIAN PERFOMANSI FURNACE

Bab ini berisikan langkah-langkah yang akan dilakukan sebelum dan sesudah
sehingga didapatkan data hasil pengujian.

BAB IV DATA DAN ANALISIS

Bab ini berisi tentang pengolahan data hasil pengujian dan pembahasan terhadap
pengolahan data tersebut.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil pengujian dan evaluasi yang telah
dilakukan serta memberikan saran-saran yang mengarah kepada hasil yang lebih baik

METODOLOGI PEMBUATAN
Secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut :

3
Gambar 1.1 Diagram alir pelaksanaan tugas akhir

BAB II
DASAR TEORI

4
2.1 Furnace

Furnace adalah salah satu peralatan penukar panas dengan pembakaran bahan bakar
(fuel oil dan fuel gas) dalam burner sebagai sumber panas. Peralatan dari furnace secara
umum adalah :

1. Heat Transfer
2. Ventilasi(Lubang Udara)
3. Kontrol
4. Blower

Idealnya furnace harus memanaskan bahan secukupnya sampai mencapai suhu yang
maksimun dengan bahan bakar dan buruh sesedikit mungkin. Kunci dari operasi furnace
yang efisien terletak pada pemanasa bahan bakar yang sempurna dengan udara berlebih
yang minim. Furnace beroperasi dengan efisiensi yang relatif rendah (serendah 7 persen)
dibandingkan dengan peralatan pemanasan lainnya seperti boiler (dengan efisiensi lebih
dari 90 persen). Hal ini disebabkan oleh suhu operasi yang tinggi dalam furnace. Sebagai
contoh, sebuah furnace yang memanaskan bahan sampai suhu 1200oC akan mengemisikan
gas buang pada suhu 1200oC atau lebih yang mengakibatkan kehilangan panas yang cukup
signifikan melalui cerobong.

2.2 Perpindahan Panas

Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari perpindahan energi karena


perbedaan temperatur di antara benda atau material. Juga meramalkan laju perpindahan
panas yang terjadi pada kondisi tertentu

Mekanisme perpindahan panas dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Konduksi

2. Konveksi

3. Radiasi

2.2.1 Konduksi

Suatu material bahan yang mempunyai gradien, maka kalor akan mengalir tanpa
disertai oleh suatu gerakan zat. Aliran kalor seperti ini disebut konduksi atau hantaran.

5
Konduksi thermal pada logam - logam padat terjadi akibat gerakan elektron yang terikat
dan konduksi thermal mempunyai hubungan dengan konduktivitas listrik. Pemanasan pada
logam berarti pengaktifan gerakan molekul, sedangkan pendinginan berarti pengurangan
gerakan molekul

Gambar 2.1 Pergerakan molekul yang sama dengan suhu beda

Contoh perpindahan kalor secara konduksi antara lain: perpindahan kalor pada
logam cerek pemasak air atau batang logam pada dinding tungku. Laju perpindahan kalor
secara konduksi sebanding dengan gradien suhu

q A ~δT δx dan dengan konstanta kesetimbangan ( konduksi ) maka

menjadi persamaan Fourier

q = - k A . δT/δx

Dimana: q = laju perpindahan kalor

δT/δx = gradien suhu kearah perpindahan kalor

k = konduktuvitas termal

A = luas permukaan bidang hantaran

2.2.1.1 Konduksi Pada Kondisi Tunak

Pada keadaan tunak tidak terjadi akumulasi panas di dalam suatu bahan dan laju
lairan kalor tetap sepanjang lintasan aliran kalor.

Jika x adalah jarak dari sisi panas, maka persamaan menjadi

q A = - k δT δx
Diintegralkan menjadi :

6
q A = - k T1- T2x2-x1 = - k ∆TB

Dimana : ΔT = T1 – T2 = perumusan temperatur yang melintasi bahan

B = x2 – x1 = tebal bahan

2.2.1.2 Konduksi Pada Tahanan Seri

Laju perpindahan panas secara konduksi pada tahanan seri dengan ketebalan
material, konduktifitas thermal yang berbeda, sehingga penurunantemperatur juga berbeda,
maka kalor yang dipindahkan :

Gambar 2.2 Konduksi pada


tahanan seri

Dimana rumusnya menjadi :


q = ∆TBAKAA + BBKBA+BCKACA = ∆TRA+RB+RC = ∆TR
Dimana :
RA = BAKAA = tahanan panas dinding A
RB = BBKBA = tahanan panas dinding B
RC = BCKCA = tahanan panas dinding C
BA, BB, BC = jarak
A = luas permukaan
KA, KB, KC = konduktivitas termal
R = tahanan menyeluruh

2.2.1.3 Konduksi Dalam Tahanan Paralel

Hubungan persamaan adalah :

qT = qA + qB = kA.AA∆BA (T1-T2) + kB.AB∆BB (T3-T4)

7
Dimana : q = total laju aliran

T1 - T2 = temperatur pada bahan A


T3 – T4 = temperatur pada bahan B
Jika diasumsikan T1 = T3 dan T2 = T4 maka :
qT = T1-T2kA.AA∆BA + T1-T2kB.AB∆BB = 1RA+ 1RB (T1-T2)

2.2.1.4 Konduksi Pada Sistem Radial Silinder

Laju perpindahan panas secara konduksi pada silinder mempunyaI perbedaan


dengan laju perpindahan panas secara konduksi pada plat / balok,karena beda
persamaan luas bidang permukaan

Gambar 2.3. Perpindahan


panas secara konduksi pada silinder

Dimana rumusnya adalah :


q = k AL Ti-Toro-ri
AL = 2 π L Ti-To In ro-ri
Dimana AL = Luas silinder sepanjang L yang jari – jarinya FL (m2)

FL = Ti-To In ro-ri
FL = jari – jari pukul rata logaritmik

2.2.1.5 Konduksi Pada Silinder Yang Berlapis – lapis

8
Gambar 2.4. Perpindahan panas secara konduksi pada silinder
yang berlapis – lapis

Dimana rumusnya adalah :


RA = In r2r12 π L KA , RB = In r3r22 π L KB , dan RC = In r4r32 π L KC
Sehingga : q = 2 π L T1-T2In r2r1 KA + In r3r2 KA + In r4r3 KA

2.2.1.6 Konduksi Pada Bola

Luas untuk bola : A = 4πr2


Dimana rumusnya adalah : q = 4π K T1-T21 r1 - 1 r2

2.2.2 Konveksi

Arus fluida yang melintas pada suatu permukaan, maka akan ikut terbawa sejumlah
enthalphi. Aliran enthalphi ini disebut aliran konveksi kalor atau konveksi. Konveksi
merupakan suatu fenomena makroskopik dan hanya berlangsung bila ada gaya yang
bekerja pada partikel atau ada arus fluida yang dapat membuat gerakan melawan gaya
gesek. Contoh sederhana pepindahan panas secara konveksi adalah aliran air yang
dipanaskan dalam belanga. Kalor yang dipindahkan secara konveksi dinyatakan dengan
persamaan Newton tentang pendinginan.

q = - h. A. δT

Dimana : q = Kalor yang dipindahkan

h = Koefisien perpindahan kalor secara konveksi

A = Luas bidang permukaan perpindahan panas

T = Temperatur

Perpindahan panas pada konveksi dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Konveksi alamiah

9
2. Konveksi paksa

2.2.2.1 Konveksi Alamiah

Konveksi alamiah dapat terjadi karena ada arus yang mengalir akibat gaya
apung, sedangkan gaya apung terjadi karena ada perbedaan densitas fluida tanpa
dipengaruhi gaya dari luar sistem. Perbedaan densitas fluida terjadi karena adanya
gradien suhu pada fluida. Contoh konveksi alamiah antara lain aliran udara yang
melintasi radiator panas.

Gambar 2.5. Ilustrasi aliran fiuda pada konveksi alamiah

Persamaan perpindahan panas antara fluida dengan benda padat dalam aliran turbulen
adalah :
hLkf=b L3 ρ2 f g ∆ T βf μ2f μ Cp kfn
Dimana :
b,n = ketetapan
L = tinggi permukaan vertikal atau panjang permukaan horizontal bujur sangkar
(m2)
Untuk persamaan diatas bisa dituliskan menjadi :
NNU = f (NGr,NPr)
Untuk konveksi alamiah pada sebuah silinder horizontal
NNU = C (NGr,NPr)n

2.2.2.2 Konveksi Paksa

Konveksi paksa terjadi karena arus fluida yang terjadi digerakkan oleh suatu
peralatan mekanik (contoh : pompa, pengaduk), jadi arus fluida tidak hanya tergantung

10
pada perbedaan densitas. Contoh perpindahan panas secara konveksi paksa antara lain :
pemanasan air yang disertai pengadukan.

Gambar 2.6. Ilustrasi aliran fiuda pada konveksi paksa

Persamaan empirik
• Hubungan empirik untuk tabung dengan Persamaan SIEDER – STATE:
D hi k=0.023 DGμ0.8 Cpμk0.5 μμW0.14
Atau NNU = 0.023 (NRe)0.8 (NPr)1/3 (ǿV)0.14
Dimana :
G = kecepatan massa fluida
μW = μ pada Tw
ǿV = faktor koreksi viskositas
• Nilai rata – rata (hi)
Aliran turbulen dalam tabung diturunkan dengan memberikan nilai (μμW=1),
sehingga persamaannya menjadi :
hi = 0.023 Cp13 G0.8 k23 D0.2 μ0.47
• Lapisan batas pada plat rata untuk aliran turbulen
Persamaannya :
NNU = 0.0295 (NRe)0.8 (NPr)0.6
Dengan NRE > 30000 dan 0.5 < Pr < 10
• Perpindahan panas dalam daerah transisi antara laminar dan turbulen
Daerah transisi adalah daerah antara harga angka Reynolds 2100 < NNU < 10000
Hubungan persamaan untuk daerah transisi pada suatu tabung
NNU = 2 πD4L NRE NPr1/2 μμW0.14
• Temperatur dinding (Tw)

11
Untuk mencari nilai μw harus mencari lebih dahulu Tw (karena μw adalah harga μ pada
temperatur Tw)
1. Untuk pemanasan : Tw = T + ΔTi
2. Untuk pendinginan :
Tw = T + ΔTi
ΔTi = 1hi1hi+ hoDiDo
Dengan :
ho = koefisien perpindahan panas individu pada permukaan luar tabung

2.2.3 Radiasi

Pada radiasi panas, panas diubah menjadi gelombang elektromagnetik yang


merambat tanpa melalui ruang media penghantar. Jika gelombang tersebut mengenai
suatu benda, maka gelombang dapat mengalami transisi (diteruskan), refleksi
(dipantulkan), dan absorpsi ( diserap ) dan menjadi kalor. Hal itu tergantung pada jenis
benda, sebagai contoh memantulkan sebagian besar radiasi yang jatuh padanya,
sedangkan permukaan yang berwarna hitam dan tidak mengkilap akan menyerap radiasi
yang diterima dan diubah menjadi kalor. Contoh radiasi panas antara lain pemanasan
bumi oleh matahari.

Menurut hukum Stefan Boltzmann tentang radiasi panas dan berlaku hanya
untuk benda hitam, bahwa kalor yang dipancarkan (dari benda hitam) dengan laju yang
sebanding dengan pangkat empat temperatur absolut benda itu dan berbanding langsung
dengan luas permukaan benda

q pancaran = σ . A . T4

Dimana :

σ = konstanta proporsionalitas ( tetapan Stefan boltzmann ) = 5,669 . 10-8 W / m2.

A = luas permukaan bidang benda hitam

T = temperatur absolut benda hitam

2.3 Refraktori

Bahan apapun dapat digambarkan sebagai ‘refraktori’ jika bahan ini dapat bertahan
terhadap abrasi atau korosi bahan padat, cair, atau gas pada suhu tinggi. Karena

12
penggunaannya yang bervariasi dalam berbagai kondisi operasi, maka pihak
manufaktur memproduksi berbagai jenis refraktori dengan berbagai sifat. Bahan-bahan
refraktori dibuat dengan kombinasi dan bentuk yang bervariasi tergantung pada
penggunaannya. Persyaratan-persyaratan umum bahan refraktori adalah:

• Tahan terhadap suhu tinggi


• Tahan terhadap perubahan suhu yang mendadak
• Tahan terhadap lelehan terak logam, kaca, gas panas,
• Tahan terhadap beban pada kondisi perbaikan
• Tahan terhadap beban dan gaya abrasi
• Menghemat panas
• Memiliki koefisien ekspansi panas yang rendah
• Tidak boleh mencemari bahan yang bersinggungan

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Panas Bahan Refraktori dengan Densitas Tinggi dan Rendah

2.3.1 Sifat – Sifat Refraktori

A. Titik Leleh

Bahan-bahan murni meleleh dengan seketika pada suhu tertentu. Hampir kebanyakan
bahan refraktori terdiri dari partikel yang terikat bersama dan memiliki suhu leleh
tinggi. Pada suhu tinggi, partikel tersebut meleleh dan membentuk terak. Titik leleh
refraktori adalah suhu dimana piramida uji (kerucut) gagal mendukung beratnya sendiri.

B. Ukuran

13
Bentuk dan ukuran refraktori merupakan bagian dari rancangan furnace, karena hal
ini mempengaruhi stabilitas struktur furnace. Ukuran yang tepat sangat penting untuk
memasang bentuk refraktori dibagian dalam furnace dan untuk meminimalkan ruang
antara sambungan konstruksinya.

C. Bulk Density

Bulk density merupakan sifat refraktori yang penting, yakni jumlah bahan refraktori
dalam suatu volum (kg/m3). Kenaikan dalam bulk density refraktori akan menaikan
stabilitas volum, kapasitas panas dan tahanannya terhadap penetrasi terak.

D. Porositas

Porositas merupakan volume pori-pori yang terbuka, dimana cairan dapat


menembus, sebagai persentase volum total refraktori. Sifat ini penting ketika refraktori
melakukan kontak dengan terak dan isian yang leleh. Porositas yang nampak rendah
mencegah bahan leleh menembus refraktori. Sejumlah besar pori-pori kecil biasanya
lebih disukai daripada sejumlah kecil pori-pori yang besar.

E. Stabilitas volum, Pengembangan, dan Penyusutan pada suhu tinggi

Kontraksi atau ekspansi refraktori dapat berlangsung selama umur pakai. Perubahan
yang permanen dalam ukurannya dapat disebabkan oleh:

• Perubahan dalam bentuk allotropic, yang dapat menyebabkan perubahan dalam


specific gravity
• Reaksi kimia, yang menghasilkan bahan baru dari specific gravity yang berubah
• Pembentukan fase cair
• Reaksi sintering
• Penggabungan debu dan terak atau karena adanya alkali pada refraktori semen tahan
api, membentuk basa alumina silikat. Hal ini biasanya teramati pada blast furnace.

A. Ekspansi panas dapat balik

Bahan apapun akan mengembang jika dipanaskan, akan menyusut jika didinginkan.
Pengembangan/ekspansi panas yang dapat balik merupakan cerminan perubahan fase
yang terjadi selama pemanasan dan pendinginan.

14
B. Konduktivitas Panas

Konduktivitas panas tergantung pada komposisi kimia dan mineral dan kandungan
silika pada refraktori dan pada suhu penggunaan. Konduktivitas biasanya berubah
dengan naiknya suhu. Konduktivitas panas refraktori yang tinggi dikehendaki bila
diperlukan perpindahan panas yang melalui bata, sebagai contoh dalam recuperators,
regenerators dan muffles. Konduktivitas panas yang rendah dikehendaki untuk
penghematan panas seperti refraktori yang digunakan sebagai isolator. Isolasi tambahan
dapat menghemat panas namun pada saat yang sama akan meningkatkan suhu panas
permukaan, sesampai diperlukan refraktori yang berkualitas lebih baik. Oleh sebab itu,
atap bagian luar dari furnace dengan perapian terbuka/furnace open hearth biasanya
tidak diisolasi, karena akan menyebabkan runtuhnya atap.

Refraktori yang ringan dengan konduktivitas panas yang rendah digunakan secara
luas pada furnace perlakuan panas suhu rendah, sebagai contoh dalam furnace jenis
batch dimana kapasitas panas struktur refraktori yang re ndah meminimalkan panas
tersimpan selama siklus pemanasan dan pendinginan. Refraktori untuk isolasi memiliki
konduktivitas panas yang sangat rendah. Hal ini biasanya dicapai dengan penjebakan
sebagian besar udara kedalam struktur. Beberapa contohnya adalah:

• Bahan yang terjadi secara alami seperti asbes merupakan isolator yang baik namun
bukan merupakan satu-satunya refraktori yang baik.
• Wool mineral yang tersedia yang memadukan sifat isolasi dengan resistansi yang
baik
terhadap panas namun bahan ini tidak kaku.
• Batu bata berpori yang kaku pada suhu tinggi dan memiliki konduktivitas panas
rendah.

2.3.2 Jenis – Jenis Refraktori

Refraktori dapat digolongkan berdasarkan komposisi kimianya, pengguna akhir


dan metoda pembuatannya terlihat pada tabel di bawah ini :

15
Tabel 2.2 Jenis - Jenis Refraktori Berdasarkan Komposisi Kimianya Pengguna Akhir dan
Metoda Pembuatannya

A. Refraktori Tahan Api

Batubata tahan api merupakan bentuk yang umum dari bahan refraktori. Bahan ini
digunakan secara luas dalam industri besi dan baja, metalurgi non besi, industri kaca,
kiln barang tembikar, industri semen, dan masih banyak yang lainnya.

Refraktori tahan api, seperti batu bata tahan api, semen tahan api silika dan refraktori
tanah liat alumunium dengan kandungan silika (SiO2) yang bervariasi sampai mencapai
78 persen dan kandungan Al2O3 sampai mencapai 44 %. Tabel di bawah
memperlihatkan bahwa titik leleh (PCE) batu bata tahan api berkurang dengan
meningkatnya bahan pencemar dan menurunkan Al2O3. Bahan ini seringkali digunakan
dalam furnace, kiln dan kompor sebab bahan tersebut tersedia banyak dan relatif tidak
mahal.

Tabel 2.3 Sifat-sifat Batu Bata Tahan Api

16
B. Refraktori Alumina Tinggi

Refraktori silikat alumina yang mengandung lebih dari 45% alumina biasanya
dikatakan sebagai bahan-bahan alumina tinggi. Konsentrasi alumina berkisar dari 45
sampai 100 %. Penerapan refraktori alumina tinggi meliputi perapian dan batang as
tungku hembus, kiln keramik, kiln semen, tangki kaca dan wadah tempat melebur
berbagai jenis logam.

C. Batu Bata Silika

Batu bata silika merupakan suatu refraktori yang mengandung paling sedikit 93
persen SiO2. Bahan bakunya merupakan batu yang berkualitas. Batu bata silika berbagai
kelas memiliki penggunaan yang luas dalam tungku pelelehan besi dan baja dan industri
kaca. Sebagai tambahan terhadap refraktori jenis multi dengan titik fusi yang tinggi,
sifat penting lainnya adalah ketahanannya yang tinggi terhadap kejutan panas (spalling)
dan kerefraktoriannya. Sifat batu bata silika yang terkemuka adalah bahwa bahan ini
tidak melunak pada beban tinggi sampai titik fusi terdekati. Sifat ini sangat berlawanan
dengan beberapa refraktori lainnya, contohnya bahan silikat alumina, yang mulai
berfusi dan retak pada suhu jauh lebih rendah dari suhu fusinya. Keuntungan lainnya
adalah tahanan flux dan stag, stabilitas volum dan tahanan spalling tinggi.

D. Magnesit

Refraktori magnesit merupakan bahan baku kimia, yang mengandung paling sedikit
85 persen magnesium oksida. Tersusun dari magnesit alami (MgCO3). Sifat-sifat
refraktori magnesit tergantung pada konsentrasi ikatan silikat pada suhu operasi.
Magnesit kualitas bagus biasanya dihasilkan dari perbandingan CaO-SiO2 yang kurang
dari dua dengan konsentrasi ferrit yang minimum, terutama jika furnace yang dilapisi
refraktori beroperasi pada kondisi oksidasi dan reduksi. Perlawanan terak sangat tinggi
terutama terhadap kapur dan terak yang kaya dengan besi.

E. Refraktori Khromit

Dibedakan dua jenis refraktori khromit:

17
• Refraktori Khrom- magnesit, yang biasanya mengandung 15-35 persen Cr2O3 dan
42-50 persen MgO. Senyawa-senyawa tersebut dibuat dengan kualitas yang
bermacam- macam dan digunakan untuk membentuk bagian-bagian kritis pada
tungku bersuhu tinggi.Bahan tersebut dapat tahan terhadap terak dan gas yang
korosif dan memiliki sifat refaktori yang tinggi.
• Refraktori Magnesit-khromit, yang mengandung paling sedikit 60 persen MgO dan
8-18 persen Cr2O3. Bahan tersebut cocok untuk pelayanan pada suhu paling tinggi
dan untuk kontak dengan terak/slag yang sangat dasar yang digunakan dalam
peleburan baja. magnesitkhromit biasanya memiliki tahanan spalling yang lebih baik
daripada khrom- magnesit.

A. Monolitik

Refraktori monolitik adalah sebuah cetakan tunggal dalam pembentukan peralatan.


Refraktori ini secara cepat menggantikan refraktori jenis kovensional dalam banyak
digunakan termasuk furnace - furnace industri. Keuntungan utama monolitik adalah:

• Penghilangan sambungan yang merupakan titik kelemahan


• Metoda penggunaannya lebih cepat
• Tidak diperlukan keakhlian khusus untuk pemasangannya
• Mudah dalam penanganan dan pengangkutan
• Cakupan yang lebih baik untuk mengurangi waktu penghentian dalam perbaikan
• Cakupannya sungguh mengurangi tempat penyimpanan dan menghilangkan bentuk
khusus
• Penghematan panas
• Tahanan spalling yang lebih baik
• Stabilitas volum yang lebih besar

Penempatan monolitik menggunakan berbagai macam metoda, seperti ramming,


penuangan, gunniting, penyemprotan, dan sand slinging. Ramming memerlukan tool
yang baik dan kebanyakan digunakan pada penggunaan dingin dimana penggabungan
bahan merupakan hal yang penting. Dikarenakan semen kalsium aluminat merupakan
bahan pengikat, maka bahan ini harus disimpan secara benar untuk mencegah
penyerapan kadar air. Kekuatannya mulai berkurang setelah 6 sampai 12 bulan.

2.4 Bahan – Bahan Isolasi

18
Bahan-bahan isolasi sangat mengurangi kehilangan panas yang melalui dinding.
Isolasi dicapai dengan memberikan sebuah lapisan bahan yang memiliki konduktivitas
panas rendah antara permukaan panas dibagian dalam furnace dan permukaan luar, jadi
menjaga suhu permukaan luar tetap rendah. Bahan-bahan isolasi dapat dikelompokkan
sebagai berikut :

• Batu bata isolasi


• Serat keramik
• Kalsium silikat
• Pelapis keramik

Bahan-bahan isolasi memiliki konduktivitas yang rendah terhadap pori-porinya


sementara kapasitas panasnya tergantung pada bulk density dan panas jenisnya. Bahan
isolasi udara terdiri dari pori-pori yang sangat kecil dan diisi oleh udara, yang memiliki
konduktivitas panas sangatrendah. Panas berlebih merugikan seluruh bahan isolasi,
namun pada suhu berapa hal ini terjadi sangat bervariasi. Oleh karena itu pemilihan
bahan isolasi harus didasarkan pada kemampuannya menahan konduktivitas panas dan
pada suhu tertinggi dimana bahan ini dapat bertahan.Salah satu bahan isolasi yang
paling banyak digunakan adalah diatomite, juga dikenal dengan kiesel guhr, yang terdiri
dari sejumlah massa kerangka tanaman air yang sangat kecil yang terendapkan ribuan
tahun didasar lautan dan danau. Komposisi kimianya adalah silika yang tercemari oleh
lempung dan bahan organik. Kisaran luas dari refraktori isolasi dengan perpaduan luas
yang sekarang sudah tersedia.

Tabel 2.4 Sifat-Sifat Fisik Bahan-Bahan Isolasi

19
2.4.1 Castables Dan Beton

Pelapisan monolitik bagian furnace dapat dibangun dengan penuangan isolasi


refraktori dar beton, dan penggunaan agregat ringan ke tempat yang pantas untuk
disambung. Penggunaan lainnya adalah dasar gerbong kiln terowongan yang digunakan
di industri keramik. Baha sama dengan bahan isolasi yang digunakan untuk pembuatan
refraktori, kecuali betonnya mengandung semen Portland atau semen alumina tinggi.

2.4.2 Serat Keramik

Serat keramik merupakan bahan isolasi massa panas yang rendah. Serat keramik
dibuat dengan cara pencampuran dan pelelehan alumina dan silika pada suhu 1800 –
2000oC, dan mematahkan aliran lelehan dengan menghembuskan udara bertekanan atau
menjatuhkan aliran lelehan ke cakram berputar membentuk serat keramik lepasan atau
dalam kumpulan yang besar. Serat dalam jumlah besar digunakan untuk memproduksi
berbagai produk isolasi termasuk selimut/mantel, bilah/ strip, vernis dan modul jangkar,
kertas, papan dan potongan yang dibentuk vakum, tali, felt basah, semen mastik, dan
lain - lain

Serat biasanya dihasilkan dalam dua jenis suhu tergantung pada kandungan Al2O3.
Produk yang baru adalah ZrO2 yang ditambahkan serat alumino-silikat, yang membantu
mengurangi tingkat penyusutan dan oleh karenanya membuat serat cocok untuk suhu
yang lebih tinggi.

Tabel 2.5 Suhu operasi kontinyu yang direkomendasikan untuk serat-serat

Karakteristik serat keramik merupakan kombinasi yang luar biasa dari sifat-sifat refraktori
dan bahan isolasi tradisional.

1. Konduktivitas panas yang lebih rendah

Dikarenakan konduktivitas panas yang rendah (0,1 kKal/m perjam peroC pada 600oC
untuk mantel dengan massa jenis 128 kg/m3) maka memungkinkan untuk membuat lapisan
yang lebih tipis dengan efisiensi panas yang sama dengan refraktori konvensional. Sebagai

20
hasil dari lapisan yang lebih tipis, volum tungku menjadi lebih besar. Lapisan ini 40 persen
lebih efektif daripada batu bata isolasi kualitas baik dan 2,5 kali lebih baik dari asbes. Serat
keramik merupakan bahan isolasi yang lebih baik dari kalsium silikat..

2. Ringan

Massa jenis rata-rata serat keramik adalah 96 kg/m3. Nilai ini sepersepuluh berat batu
bata isolasi dan sepertiga berat papan asbes/kalsium silikat. Untuk tungku yang baru,
penyangga struktur bangunan dapat berkurang 40 %.

3. Penyimpan panas yang lebih rendah

Lapisan serat keramik menyerap sedikit panas disebabkan masa jenisnya yang lebih
rendah. Oleh karena itu tungku dapat dipanaskan dan didinginkan pada laju yang lebih
cepat. Biasanya panas yang disimpan dalam sistim pelapisan serat keramik berkisar antara
2700 - 4050 kKal/m2dibandingkan terhadap sistim pelapisan secara konvensional yang
berkisar 54200-493900 kKal/m2.

4. Tahan terhadap goncangan panas

Pelapis serat keramik menahan goncangan panas karena matrik yang berpegas. Hal ini
juga menjadikan siklus pemanasan dan pendinginan lebih cepat, dengan demikian
memperbaiki kemampuan dan produktivitas furnace.

5. Biaya pemasangan yang rendah

Dikarenakan serat keramik merupakan proses yang sudah distandarisasi, maka tidak
diperlukan keakhlian khusus. Pelapis serat tidak memerlukan waktu pengeringan atau
waktu curing dan tidak terdapat resiko retak atau spalling bilamana dipanaskan setelah
pemasangan.

6. Mudah dalam perawatan

Dalam hal kerusakan fisik, bagian serat keramik yang rusak dapat dengan segera
dibuang dan diganti dengan yang baru. Seluruh bagian panel dapat dipasang sebagian
terlebih dahulu untuk pemasangan cepat dengan waktu penghentian yang minimal.

7. Mudah dalam penanganan

21
Seluruh bentuk produk mudah ditangani dan hampir seluruhnya dapat dengan cepat
dipotong oleh pisau atau gunting. Produk yang dibentuk oleh vakum memerlukan
pemotongan dengan menggunakan gergaji.

8. Efisiensi panas

Efisiensi panas sebuah furnace yang dilapisi dengan serat keramik diperbaiki dalam dua
cara. Pertama, konduktivitas panas yang rendah dari serat keramik menjadikan lapisan
lebih tipis dan oleh karena itu tungkunya dapat menjadi lebih kecil. Kedua, respon cepat
serat keramik terhadap perubahan suhu juga menjadikan pengendalian distribusi suhu yang
lebih akurat dalam tungku. Keuntungan lain yang diberikan oleh serat keramik adalah:

• Tungkunya ringan
• Pekerjaan fabrikasi bajanya sederhana
• Produktivitas meningkat
• Kapasitas tambahan
• Biaya perawatan rendah
• Umur layanan yang lebih panjang
• Efisiensi panas lebih tinggi
• Responnya lebih cepat

2.4.3 Pelapisan Emisivitas Yang Tinggi

Emisivitas (yakni ukuran kemampuan bahan untuk menyerap dan meradiasikan


panas) seringkali dianggap sebagai sifat fisik yang sudah melekat yang biasanya tidak
berubah (contoh lainnya adalah massa jenis, panas jenis dan konduktivitas panas). Walau
begitu, perkembangan pelapis dengan emisivitas tinggi menjadikan emisivitas bahan
meningkat. Pelapis dengan emisivitas tinggi diterapkan pada permukaan interior furnace.
Gambar dibawah memperlihatkan bahwa emisivitas berbagai bahan isolasi berkurang
dengan meningkatnya suhu proses. Keuntungan pelapis dengan emisivitas tinggi adalah
bahwa emisivitas kurang lebih konstan.

22
Gambar 2.7 Emisivitas Bahan Refraktori pada Berbagai Suhu

BAB III
PENGUJIAN PERFOMANSI FURNACE

3.1 Furnace

Furnace yang digunakan dalam pengujian ini adalah jenis furnace yang dipakai dalam
untuk pemanasan. Furnace ini mempunyai bentuk kotak atau box, daerah radiasi dan
konveksi dipisahkan oleh great wall. Tube-tube dapur dipasang pada bagian atap, lantai

23
dan sisi dari brigde dapur, Pada heater jenis ini antara ruang pemanasan (radiant fire box)
dengan ruang konveksi (convection section) dipisahkan oleh satu atau lebih dinding
penyekat yang dinamakan Bridge Wall. Semua tube dipasang pada arah mendatar. Furnace
ini tidak menggunakan burner dan bahan bakar karena sudah menggunakan listrik.

Furnace ini dilengkapi dengan termometer yang sudah terpasang, yang digunakan
untuk membaca suhu yang terbaca. Dan juga dilengkapi dengan batu bata tahan api
sebagai pelindung. Furnace ini menggunakan dua media yang berbeda yaitu melalui gelas
ukur dan panci dengan air sebagai media pemanas. Dengan menggunakan dua media yang
berbeda, kemudian bisa dibandingkan antara satu dengan yang lainnya.

Gambar 3.1 Furnace Tipe


Box

3.2 Media Yang Digunakan

Media yang digunakan untuk pemanasan pada furnace ini adalah gelas ukur dan panci.
Gelas ukur adalah gelas yang digunakan untuk mengukur volume suatu larutan. Gelas ukur
ini terbuat dari bahan fiber glass yang cukup tebal. Sedangkan panci adalah alat masak
yang terbuat dari logam dan berbentuk silinder atau mengecil pada bagian bawahnya.
Panci bisa memiliki gagang tunggal atau dua telinga pada kedua sisinya dan biasanya
digunakan untuk memasak air dan memanaskan. Ukuran panci biasanya dinyatakan
dengan volumenya (biasanya antara 1-8 liter). Sedangkan media pemanas yang digunakan
adalah air dengan volume yang berbeda – beda.

24
Untuk media yang akan dipakai adalah :

• Gelas Ukur : memiliki diameter 10 cm

• Panci : memiliki diameter 17 cm

Gambar 3.2 Panci

Gambar 3.3 Gelas Ukur

3.3 Termometer

Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu (temperatur), ataupun
perubahan suhu. Istilah termometer berasal dari bahasa Latin thermo yang berarti bahang
dan meter yang berarti untuk mengukur. Prinsip kerja termometer ada bermacam-macam,
yang paling umum digunakan adalah termometer air raksa.

25
Ada bermacam-macam termometer menurut cara kerjanya:

• Termometer raksa
• Termokopel
• Termometer inframerah
• Termometer Galileo
• Termistor
• Termometer bimetal mekanik
• Termometer alkohol

Tetapi dalam pengujian ini yang dipakai hanya termometer digital. Adapun prinsip dari
kerja termometer digital adalah biasanya dilengkapi dengan bunyi (misalnya bip) yang
akan memberitahukan bahwa pengukuran suhu telah selesai dilakukan. Cara pengukuran
umumnya sama dengan cara pengukuran dengan memakai termometer konvensional.

Gambar 3.4 Termometer Digital

3.4 Multimeter

Multimeter adalah alat pengukur listrik yang sering dikenal sebagai VOM (Volt/Ohm
meter) yang dapat mengukur tegangan (voltmeter), hambatan (ohm-meter), maupun arus
(amper-meter). Ada dua kategori multimeter: multimeter digital atau DMM (digital multi-
meter)(untuk yang baru dan lebih akurat hasil pengukurannya), dan multimeter analog.
Masing-masing kategori dapat mengukur listrik AC, maupun listrik DC.

26
Gambar 3.5 Multimeter Digital

3.5 Tang Meter

Tangmeter adalah alat untuk pengukur arus tegangan dan lain-lain. Tangmeter
menpunyai batas ukur kelistrikan adalah sebagai berikut :

– Mengukur arus listrik dari 0 – 300 A

– Mengukur tegangan listrik dari 0 – 600 V

– Mengukur hambatan listrik dari 0 – 2000 ohm

Tang meter ada dua jenis, jenis analog dan digital. Perbedaan keduanya terltak pada
display ukur. Display tang ampere analog berupa jarum, sedangkan tang ampere digital
berupa LCD (liqiud cristal devide). Penggunaan tang meter digital lebih mudah
dibandingkan tang meter analog karena dilengkapi dengan pengukuran menggunakan
jarum, seperti AVOmeter untuk mengukur tegangan dan hambatan.

27
Gambar 3.6 Tang Meter Digital

3.6. Langkah Pengujian

1. Sebelum melakukan pengujian langkah pengujian hendaknya dilakukan pemeriksaan


terlebih dahulu furnace yang akan dipakai untuk pengujian dan yang lainnya

2. Sebelum melakukan pengujian furnace, hendaknya gelas ukur diisi air dan
dimasukkan ke dalam furnace untuk dilakukan pengujian.

3. Nyalakan sumber listrik agar furnace bisa menyala dan mulai dilakukan pengujian.

4. Catat waktu dan suhu yang terbaca pada alat ukur.

5. Lakukan pengujian dengan cara yang sama dengan set point yang berbeda.

28
BAB IV

DATA DAN ANALISA

1.1 Pengujian Furnace

Pengujian furnace ini dilakukan dengan set point yang berbeda. Pengujian furnace ini
dilakukan sebanyak dua kali. Pengujian ini dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara
tanpa menggunakan beban dan menggunakan beban. Beban disini merupakan sebuah panci
yang telah diisi air. Pengujian tanpa menggunakan beban dilakukan sebanyak dua kali,
dengan set point yang berbeda. Yaitu dengan set point 200 dan 210. Sedangkan untuk
pengujian memakai beban dilakukan sebanyak dua kali, yaitu dengan set point 90 dan 100.
Untuk set point 90 dan 100, volume air sebelum dipanaskan sebesar 700 ml. Sedangkan
untuk volume air setelah dipanaskan untuk set point 90 sebesar 400 ml. Dan untuk set
point 100 volume air setelah dipanaskan sebesar 200 ml. Pengujian ini dilakukan pada dua
keadaan yaitu pada saat pemanasan dan pendinginan.

29
Gambar 4.1 Pengujian Furnace Tanpa Menggunakan Beban

Gambar 4.1 Pengujian Furnace Dengan Menggunakan Beban

30
Grafik 4.1 Waktu Terhadap Suhu di Dalam Furnace dengan SP = 200 dan SP = 210 (Pada Saat
Pemanasan Tanpa Menggunakan Beban)

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa ketika terjadi kenaikan suhu pada
waktu yang dibutuhkan. Pemanasan terjadi dengan waktu yang relatif cepat yaitu selama
40 menit. Terlihat pada grafik juga bahwa antara kedua set point memiliki rentang suhu
yang dihasilkan relative sama. Untuk SP= 200, waktu yang dibutuhkan dalah sebanyak 40
menit. Suhu terbesar yang dihasilkan sebesar 202oC, sedangkan suhu terkecil yang
dihasilkan sebesar 37 oC. Sedangkan untuk SP= 200, waktu yang dibutuhkan dalah
sebanyak 40 menit. Suhu terbesar yang dihasilkan sebesar 217oC, sedangkan suhu terkecil
yang dihasilkan sebesar 37 oC.

Grafik 4.2 Waktu Terhadap Suhu di Dalam Furnace dengan SP = 100 dan SP = 90 (Pada Saat
Pemanasan Dengan Menggunakan Beban)

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa ketika terjadi kenaikan suhu pada
waktu yang dibutuhkan.. Terlihat pada grafik juga bahwa antara kedua set point memiliki
rentang suhu yang dihasilkan relative sama. Untuk SP = 90, waktu yang dibutuhkan dalah
sebanyak 18 menit. Suhu terbesar yang dihasilkan sebesar 98oC, sedangkan suhu terkecil
yang dihasilkan sebesar 24 oC. Sedangkan untuk SP= 100, waktu yang dibutuhkan dalah
sebanyak 21 menit. Suhu terbesar yang dihasilkan sebesar 102oC, sedangkan suhu terkecil
yang dihasilkan sebesar 31oC.

31
Grafik 4.3 Waktu Terhadap Suhu dengan SP = 200 (Pada Saat Pendinginan Tanpa Menggunakan
Beban)

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa ketika terjadi penurunan suhu pada
waktu yang dibutuhkan.Pendinginan yang dibutuhkan memerlukan waktu yang relatif
lama. Hal ini bisa terlihat grafik di atas. Untuk SP = 200, waktu yang dibutuhkan dalah
sebanyak 5:30:08 menit. Suhu terbesar yang dihasilkan sebesar 200oC , sedangkan suhu
terkecil yang dihasilkan sebesar 37 oC.

Grafik 4.4 Waktu Terhadap Suhu dengan SP = 210 (Pada Saat Pendinginan Tanpa Menggunakan
Beban)

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa ketika terjadi penurunan suhu pada
waktu yang dibutuhkan.Pendinginan yang dibutuhkan memerlukan waktu yang relatif
lama. Hal ini bisa terlihat grafik di atas. Untuk SP = 210, waktu yang dibutuhkan dalah
sebanyak 5:46:12 menit. Suhu terbesar yang dihasilkan sebesar 210oC , sedangkan suhu
terkecil yang dihasilkan sebesar 37 oC.

32
Grafik 4.5 Waktu Terhadap Suhu dengan SP = 90 (Pada Saat Pendinginan Dengan Menggunakan
Beban)

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa ketika terjadi penurunan suhu pada
waktu yang dibutuhkan. Pendinginan yang dibutuhkan memerlukan waktu yang relatif
lama. Hal ini bisa terlihat grafik di atas. Untuk SP = 90, waktu yang dibutuhkan dalah
sebanyak 6:59:53 menit. Suhu terbesar yang dihasilkan sebesar 95oC , sedangkan suhu
terkecil yang dihasilkan sebesar 20oC.

33
Grafik 4.5 Waktu Terhadap Suhu dengan SP = 100 (Pada Saat Pendinginan Dengan Menggunakan
Beban)

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa ketika terjadi penurunan suhu pada
waktu yang dibutuhkan. Pendinginan yang dibutuhkan memerlukan waktu yang relatif
lama. Hal ini bisa terlihat grafik di atas. Untuk SP = 100, waktu yang dibutuhkan dalah
sebanyak 3:51:43 menit. Suhu terbesar yang dihasilkan sebesar 100oC , sedangkan suhu
terkecil yang dihasilkan sebesar 37oC.

1.2 Perhitungan Data

Perhitungan data didasarkan pada data No.1 (Pada Lampiran A) dengan SP = 200

1. Energi Masuk (W)

= V. I = 205. 11.5= 2357.5 W

2. Total Rugi – Rugi Panas (W)

Dik :

Bahan A = Besi memiliki k = 33.83 W/moC(didapatkan dari tabel heat transfer dari JP.
Holman) dengan luas permukaan sebesar 0.45 m.
Bahan B = Glasswool memiliki k = 0.04 W/moC dengan luas permukaan sebesar 0.25 m.
Bahan C= Batu tahan api memiliki k = 1.1 W/moC dengan luas permukaan sebesar 0.35 m.

RA=BAKA.A= 0.03 m33.83 W/m℃.0.45 m=1.97 .10-3W/℃

RB=BBKB.A= 0.03 m0.04 W/m℃.0.25 m=3 W/℃

RC=BCKC.A= 0.03 m1.1 W/m℃.0.35 m=0.074 W/℃

Rtotal = RA + RB + RC = 3.08 W/oC

Rugi – Rugi Panas

q1= ∆TRtotal=25.8-25.3℃3.08 W/℃ =0.16234 W

q2= ∆TRtotal=26.5-25.8℃3.08 W/℃ =0.22727 W

q3= ∆TRtotal=26.8-25.8℃3.08 W/℃ =0.32468 W

q4= ∆TRtotal=25.9-25.8℃3.08 W/℃ =0.03247 W

34
q5= ∆TRtotal=25.8-24.8℃3.08 W/℃ =0.32648 W

TotalRugi-Rugi Panas = q1 + q2 + q3 + q4 +q5 = 1.07 W

3. Efisiensi

= (Energi Masuk-TotalRugi-rugi panas)Energi Masuk .100%

= 2357.5-1.07W2357.5W=99.95%

1.1 Analisis Hasil Perhitungan

Grafik 4.6 Rugi – Rugi Panas Terhadap Efisiensi dengan SP = 200 (Pada Saat Pemanasan Tanpa
Menggunakan Beban)

Berdasarkan grafik di atas bahwa efisiensi terbesar sebesar 99.95% dengan rugi –rugi
panas yang dihasilkan sebesar 1.07 W. Sedangkan bahwa efisiensi terkecil sebesar 99.51%
dengan total rugi –rugi panas yang dihasilkan sebesar 11.36 W

Grafik 4.7 Rugi – Rugi Panas Terhadap Efisiensi dengan SP = 200 (Pada Saat Pendinginan Tanpa
Menggunakan Beban)

Berdasarkan grafik di atas bahwa efisiensi terbesar sebesar 99.72% dengan rugi –rugi
panas yang dihasilkan sebesar 6.4 W. Sedangkan bahwa efisiensi terkecil sebesar 98.06%
dengan rugi –rugi panas yang dihasilkan sebesar 45.52 W.

Grafik 4.8 Rugi – Rugi Panas Terhadap Efisiensi dengan SP = 210 (Pada Saat Pemansan Tanpa
Menggunakan Beban)

Berdasarkan grafik di atas bahwa efisiensi terbesar sebesar 99.97% dengan rugi –rugi
panas yang dihasilkan sebesar 0.55 W. Sedangkan bahwa efisiensi terkecil sebesar 99.45%
dengan rugi –rugi panas yang dihasilkan sebesar 12.66 W.

Grafik 4.9 Rugi – Rugi Panas Terhadap Efisiensi dengan SP = 210 (Pada Saat Pendinginan Tanpa
Menggunakan Beban)

35
Berdasarkan grafik di atas bahwa efisiensi terbesar sebesar 99.60% dengan rugi –rugi
panas yang dihasilkan sebesar 9.16 W. Sedangkan bahwa efisiensi terkecil sebesar 97.77%
dengan rugi –rugi panas yang dihasilkan sebesar 51.56 W.

Grafik 4.10 Rugi – Rugi Panas Terhadap Efisiensi dengan SP = 90 (Pada Saat Pemanasan Dengan
Menggunakan Beban)

Berdasarkan grafik di atas bahwa efisiensi terbesar sebesar 99.95% dengan rugi –rugi
panas yang dihasilkan sebesar 0.97 W. Sedangkan bahwa efisiensi terkecil sebesar 99.65%
dengan rugi –rugi panas yang dihasilkan sebesar 8.25 W.

Grafik 4.10 Rugi – Rugi Panas Terhadap Efisiensi dengan SP = 90 (Pada Saat Pendinginan Dengan
Menggunakan Beban)

Berdasarkan grafik di atas bahwa efisiensi terbesar sebesar 99.04% dengan rugi –rugi
panas yang dihasilkan sebesar 9.51 W. Sedangkan bahwa efisiensi terkecil sebesar 98.50%
dengan rugi –rugi panas yang dihasilkan sebesar 36.23 W.

Grafik 4.11 Rugi – Rugi Panas Terhadap Efisiensi dengan SP = 100 (Pada Saat Pemanasan Dengan
Menggunakan Beban)

Berdasarkan grafik di atas bahwa efisiensi terbesar sebesar 99.71% dengan rugi –rugi
panas yang dihasilkan sebesar 6.66 W. Sedangkan bahwa efisiensi terkecil sebesar 99.95%
dengan rugi –rugi panas yang dihasilkan sebesar 1.07 W.

Grafik 4.12Rugi – Rugi Panas Terhadap Efisiensi dengan SP = 100 (Pada Saat Pendinginan Dengan
Menggunakan Beban)

Berdasarkan grafik di atas bahwa efisiensi terbesar sebesar 99.71% dengan rugi –rugi
panas yang dihasilkan sebesar .66 W. Sedangkan bahwa efisiensi terkecil sebesar 98.90%
dengan rugi –rugi panas yang dihasilkan sebesar 25.94 W.

36
37

Anda mungkin juga menyukai